You are on page 1of 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Sistem pentanahan adalah suatu metode pengamanan gedung beserta peralatan,
yaitu apabila terjadi arus lebih akan dialirkan ke tanah. Dalam sistem pentanahan,
semakin kecil nilai resistansi pentanahan maka kemampuan mengalirkan arus ke tanah
semakin besar sehingga arus gangguan tidak merusak peralatan, ini berarti semakin baik
sistem pentanahan tersebut. Untuk mengamankan gedung beserta peralatan yang ada
disekitarnya dibutuhkan tahanan pentanahan sekecil mungkin. Tahanan pentanahan
untuk gedung diharapkan < 5 ohm dan tahanan pentanahan untuk peralatan diharapkan
< 3 ohm (PUIL, 2000). Tahanan pentanahan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
jenis tanah, lapisan tanah, kandungan elektrolit tanah. Oleh karena itu, agar
mendapatkan tahanan pentanahan sekecil mungkin tidak cukup hanya dilakukan dengan
menanam pasak saja, karena kandungan elektrolit pada tanah juga berpengaruh terhadap
tahanan pentanahan.
Kandungan elektrolit tanah dapat diubah dengan mengkondisikan tahanan jenis
tanah yaitu melalui penambahan zat aditif pada tanah. Zat aditif tersebut dapat berupa
garam, air, bentonit dan lain-lain. Masing-masing zat aditif tersebut memiliki
kandungan kimia yang berbeda-beda yang berakibat nilai tahanan pentanahannya
berbeda pula. Penambahan zat aditif pada tanah tersebut justru cukup besar
mempengaruhi tahanan pentanahan. Namun zat aditif tersebut memiliki keterbatasan
umur. Zat aditif tidak dapat berfungsi dengan baik pada waktu yang cukup lama.
Sebuah sistem pentanahan harus dievaluasi setiap 6 bulan untuk mengetahui kelayakan
operasi sistem pentanahan untuk dapat dilanjutkan (PUIL, 2000) akibat penurunan
kualitas tahanan pentanahan.
Pengkondisian tanah dengan bahan kimia di sekitar elektroda batang atau di
dalam sebuah elektroda berbahan kimia terkadang dipertimbangkan. Karena menurut
penelitian oleh Bell Telephone Laboratoires hanya efektif selama 3 sampai 6 tahun
[C.L. Hallmark, 2000]. Selain itu penggunaan zat aditif pada dosis tertentu cenderung
bersifat korosif yang sangat dihindari dalam sistem pentanahan [A.R. Ihsan,2002].
Menurut Kerasta, (2003) terdapat perbedaan yang signifikan antara pentanahan tanpa
penambahan zat aditif berupa garam dengan penambahan garam. Sedangkan pada
penelitian IGN Janardana, (2005) menunjukkan nilai tahanan pentanahan yang lebih
rendah pada pentanahan yang menggunakan volume zat aditif yang lebih banyak.

1
Dengan kata lain, penambahan volume atau konsentrasi zat adiktif pada pentanahan
elektroda batang diharapkan dapat mengurangi nilai resitivitas tanah dan memperbaiki
kualitas pentanahan.
Dalam skripsi ini akan dilakukan pengkondisian tanah dengan menggunakan
larutan garam di sekitar elektroda jenis batang untuk mendapatkan nilai resistansi
pentanahan yang lebih kecil dan diharapkan dengan penambahan konsentrasi pada jenis
larutan garam tertentu sebagai media pengkondisian tahanan jenis (resitivitas) tanah
dapat memperbaiki kualitas pentanahan.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana pengaruh jenis larutan garam terhadap resistansi pentanahan
elektroda batang.
2. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan garam terhadap resistansi pentanahan
elektroda batang.

1.3. BATASAN MASALAH


Adapun batasan-batasan masalah dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan jenis tanah yang digunakan adalah tanah lempung, karena sesuai
dengan lokasi yang digunakan sebagai obyek penelitian.
2. Metode pentanahan yang digunakan adalah metode pentanahan elektroda batang
(grounding rod) dengan elektroda batang (rod) tunggal yang terbuat dari baja
yang disepuh tembaga.
3. Jari-jari elektroda batang pentanahan dibuat tetap.
4. Kedalaman penanaman elektroda batang dibuat tetap.
5. Letak penempatan elektroda batang disusun simetris terhadap obyek uji.
6. Metode pengukuran resistansi pentanahan menggunakan metode 3 titik.
7. Variabel dalam penelitian ini adalah jenis dan konsentrasi larutan garam.
8. Larutan garam yang digunakan dalam pengkondisian tanah pada penelitian ini
adalah larutan garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat (MgSO4) dan
Calcium Cloride (CaCl2).
9. Parameter konsentrasi larutan garam masing-masing sebesar 10%, 20%, 30%,
40%, dan 50%.
10. Radius penyiraman larutan garam 50 cm di sekitar elektroda batang.
11. Air yang digunakan sebagai media pelarut garam sebanyak masing-masing 10 L.

2
12. Resitivitas tanah dalam satu area (lapangan yang digunakan untuk penelitian)
sebelum pengkondisian tanah diasumsikan sama.

1.4. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup dalam pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh jenis larutan garam terhadap resistansi pentanahan
elektroda batang.
2. Menganalisis pengaruh konsentrasi larutan garam terhadap resistansi pentanahan
elektroda batang.

1.5. TUJUAN PENELITIAN


1. Untuk mengkaji pengaruh jenis larutan garam terhadap resistansi pentanahan
elektroda batang.
2. Untuk mengkaji pengaruh konsentrasi larutan garam terhadap nilai tahanan
pentanahan elektroda batang.

1.6. MANFAAT
Adapun manfaat dari penulisan skripsi adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis, mampu memberikan pembelajaran tentang pengaruh penggunaan
larutan garam pada elektroda pentanahan jenis batang.
2. Bagi pembaca, mampu memberikan wawasan tentang sistem pentanahan yang
bisa memberikan nilai resistansi pentanahan yang lebih rendah.
3. Bagi dunia industri, memberikan suatu bentuk alternatif atau pertimbangan
dalam perencanaan pembuatan sistem pentanahan yang efektif menggunakan
elektroda batang dengan memanfaatkan larutan garam sebagai media
pengkondisian tanah pada konsentrasi tertentu.

1.7. SISTEMATIKA PENYUSUNAN


Skripsi ini disusun dengan urutan sebagai berikut :
BAB I Berisi judul skripsi, latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan
batasan masalah
BAB II Berisi tinjauan pustaka atau dasar teori yang digunakan untuk
dasar penelitian yang dilakukan dan untuk mendukung
permasalahan yang diungkapkan.

3
BAB III Berisi metode penelitian yang akan dilakukan, meliputi obyek
penelitian dan teknik pengumpulan data.
BAB IV Berisi pembahasan, analisa terhadap masalah yang diajukan
dalam skripsi dengan memperhatikan hasil pengujian dan data
yang diperoleh
BAB V Berisi kesimpulan dari tujuan skripsi yang akan dibuat serta saran
dari penulis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

4
Penelitian mengenai pentingnya sistem pentanahan telah dilakukan beberapa
penelitian, diantaranya T.S. Hutauruk (1991), dalam bukunya menerangkan bagaimana
pentingnya sistem pentanahan yang bertujuan untuk memadamkan terjadinya busur
tanah pada sistem yang besar yang tidak diketanahkan sehingga arus gangguan yang
terjadi relatif besar (lebih besar dari 5A) dan untuk membatasi tegangan-tegangan fasa
sehat yang sehat agar tidak ikut terjadi gangguan.
Roy B. Carpenter (1997), melakukan penelitian mengenai cara untuk
memperkecil resistansi pentanahan. Apabila pelebaran diameter batang dan pembuatan
jaring pentanahan yang lebih besar di daerah yang luas sudah tidak bisa memperkecil
nilai resistansi pentanahan, maka dapat dilakukan dengan cara mengubah resistansi
tanah di suatu lokasi tertentu dengan mengubah sifat-sifat kimia dari tanah dengan
treatment khusus, membuat jaring pentanahan tipis yang dihubungkan ke sistem
pentanahan, menanam elektroda batang pentanahan hingga menyentuh bagian dalam
tanah dengan resistansi rendah atau yang mengandung air serta melakukan pengendalian
kondisi tanah agar memiliki resistansi tetap seperti yang telah direncanakan.
I G N Janardana (2005), melakukan penelitian tentang pengaruh umur pada
beberapa volume zat aditif bentonit terhadap nilai tahanan pentanahan. Dari penelitian
selama 24 minggu dihasilkan bahwa nilai tahanan pentanahan pada sistem pentanahan
ditambah zat aditif bentonit terjadi peningkatan. Peningkatan nilai tahanan pentanahan
selama 24 minggu dari masing-masing volume zat aditif pada sistem pentanahan yang
diteliti memiliki peningkatan nilai yang berbeda-beda. Selama 24 minggu tersebut,
pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa bentonit seberat 5 kg terjadi
peningkatan 38,46%, pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa benonit seberat
10 kg terjadi peningkatan 31,82%, pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa
bentonit seberat 15 kg terjadi peningkatan 11,11%. Peningkatan nilai tahanan
pentanahan terebut berarti terjadinya penurunan kualitas pentanahan selama 24 minggu.
Yudistiro Yanuarianto (2008), melakukan penelitian pemanfaatan arang kayu
sebagai media pentanahan elektroda jenis batang. Dalam penelitian yang mengkaji
mengenai faktor yang mempengaruhi sistem pentanahan dengan memanfaatkan arang
kayu, diantaranya adalah pengaruh peletakan arang kayu disekitar elektroda batang,
pengaruh volume arang kayu yang ditanam konsentris elektroda batang, dan pengaruh
konsentrasi air dalam arang memperoleh kesimpulan bahwa posisi peletakan arang kayu
dalam tanah sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai resistansi pentanahan. Volume
arang kayu yang dicampurkan dalam tanah sangat berpengaruh terhadap nilai resistansi
pentanahan. Semakin besar volume arang kayu yang ditambahkan dalam suatu medium

5
tanah dapat memperkecil nilai resistansi pentanahan. Pemberian air pada arang kayu
dapat memperbesar kerapatan partikel arang kayu dan memperkecil nilai resistivitasnya
sehingga arang kayu bersifat lebih konduktif. Resistansi pentanahan yang dicampurkan
dengan arang setelah pemberian air menjadi jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan
resistansi pentanahan dengan arang sebelum pemberian air.
Made Budi Ugiantara (2010), telah melakukan treatment terhadap tanah dengan
menggunakan semen konduktif sebagai lapisan elektroda batang. Penelitiannya
bertujuan untuk mencari karakteristik pengaruh penggunaan semen konduktif pada
elektroda pentanahan jenis batang terhadap perubahan nilai resistansi pentanahan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa elektroda batang yang dilapisi semen konduktif
menghasilkan nilai resistansi pentanahan yang lebih kecil dibandingkan dengan
menggunakan elektroda batang biasa. Elektroda batang yang dilapisi semen konduktif
secara menyeluruh memiliki nilai resistansi pentanahan yang lebih rendah dibandingkan
dengan elektroda batang yang diberikan jarak ujung terhadap lapisan semen konduktif.
Penambahan ketebalan lapisan semen konduktif sebesar 0,9 cm memberikan penurunan
nilai resistansi pentanahan sebesar 85%. Kedalaman penanaman elektroda batang
memiliki pengaruh terhadap nilai resistansi pentanahan. Dari segi biaya, dengan selisih
biaya yang tidak begitu jauh elektroda batang yang dilapisi semen konduktif memiliki
keunggulan untuk menghasilkan nilai resistansi pentanahan yang lebih kecil.

2.2. Kimia Dasar


2.2.1 Larutan
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen atau serba sama. Zat yang
jumlahnya banyak disebut pelarut dan zat yang jumlahnya sedikit disebut zat terlarut.
Larutan = pelarut + zat terlarut
Pelarut : biasanya air, jumlahnya banyak.
Zat terlarut : jumlahnya lebih sedikit.
2.2.2. Satuan Konsentrasi
1. Persentase (%) : jumlah gram zat terlarut dalam tiap 100 gram larutan.
% = gram zat terlarut x 100 % (2.1)
gram larutan
2. Fraksi mol (X) : perbandingan jumlah mol suatu zat dalam larutan terhadap
jumlah mol seluruh zat dalam larutan.
X = mol suatu zat : mol seluruh zat (2.2)
3. Kemolaran (M) : jumlah mol zat terlarut dalam tiap liter larutan.

6
M = mol : liter = mmol : ml (2.3)
4. Kemolalan (m) : jumlah mol zat terlarut dalam tiap 1000 gram pelarut.
m = (1000 : p) X (gram : BM) (2.4)

2.2.3. Perbedaan Larutan Berdasarkan Daya Hantar Listrik


Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan terbagi menjadi 2 golongan yaitu
larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Sedangkan elektrolit dapat dikelompokkan
menjadi larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah sesuai skema penggolongan berikut.

Gambar 2.1. Penggolongan larutan


Sumber : Modul 4 Kimia “Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”

Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.


Sedangkan larutan non elektrolit tidak dapat menghantarkan listrik.
a) Elektrolit Kuat
Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik
yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air), seluruhnya
berubah menjadi ion-ion (alpha (α) = 1).
Karakteristik elektrolit kuat adalah :
- terionisasi sempurna

7
- menghantarkan arus listrik
- lampu menyala terang
- terdapat gelembung gas
Larutan elektrolit kuat dapat berupa :
1. Asam Kuat : HCl, H2SO4, HNO3, HClO4
2. Basa Kuat : NaOH, KOH, Ca(OH)2
3. Garam : NaCl, K2SO4, CaCl2, dll.
Garam adalah senyawa yang terbentuk dari sisa asam dan basa dengan
reaksi sebagai berikut :
Asam + Basa Garam + H2O
misal,
2HCl + Ca(OH)2 CaCl2 + 2H2O
Dari reaksi di atas terlihat garam tersusun dari gabungan Cl- sebagai ion
negatif (anion) dan Ca2+ sebagai ion positif (kation), contoh ion-ion lain yang
dapat membentuk garam yakni :
Kation : Na+, L+, K+, Mg2+, Ca2+, Sr2+, Ba2+, NH4+
Anion : Cl-, Br-, I-, SO42-, NO3-, ClO4-, HSO-, CO32-, HCO32-
b) Elektrolit Lemah
Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah
dengan harga derajat ionisasi sebesar 0 < α < 1.
Karakteristik elektrolit lemah adalah :
- terionisasi sebagian
- menghantarkan arus listrik
- lampu menyala redup
- terdapat gelembung gas
Daya hantar larutan elektrolit lemah buruk dan memiliki derajat ionisasi
(kemampuan mengurai menjadi ion-ionnya) kecil. Makin sedikit yang terionisasi,
makin lemah elektrolit tersebut. Contoh larutan elektrolit lemah adalah semua
asam lemah dan basa lemah. Kekuatan elektrolit lemah ditentukan oleh derajad
dissosiasinya yang dirumuskan :

(2.5)
Elektrolit kuat : α = 1
Elektrolit lemah : 0 < α < 1

8
Non Elektrolit : α = 0
Semakin besar harga derajat dissosiasinya maka semakin banyak
konsentrasi larutan yang terurai menjadi ion-ionya (mengion).
c) Non Elektrolit
Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik, karena zat terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion
(tidak mengion).
Karakteristik non elektrolit adalah :
- tidak terionisasi.
- tidak menghantarkan arus listrik.
- lampu tidak menyala.
Tergolong ke dalam jenis larutan non elektrolit diantaranya : larutan urea,
Larutan sukrosa, larutan glukosa, larutan alcohol, dan lain-lain.

Gambar 2.2 Perbandingan daya hantar larutan


Sumber : Modul 4 Kimia “Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”

2.2.4 Penyebab Larutan Elektrolit dapat Menghantarkan Listrik


Sebagai contoh larutan elektrolit adalah HCl. Larutan HCl di dalam air mengurai
menjadi kation (H+) dan anion (Cl-). Terjadinya hantaran listrik pada larutan HCl
disebabkan ion H+ menangkap elektron pada katoda dengan membebaskan gas Hidrogen
(H2). Sedangkan ion-ion Cl- melepaskan elektron pada anoda dengan menghasilkan gas
klorin (Cl2).

9
Gambar 2.3. Larutan elektrolit
Sumber : http://mediabelajaronline.blogspot.com/2010/03/larutan-elektrolit-dan-non-
elektrolit.html

2.2.5 Hubungan Elektrolit dengan Jenis Ikatan Kimia


Jika diperhatikan lebih teliti dari jenis ikatannya, larutan elektrolit ada yang
berasal dari ikatan ionik dan ada juga yang berasal dari ikatan kovalen polar. Sebagai
contoh larutan NaCl dan NaOH berasal dari senyawa ion, sedangkan HCl, CH3COOH,
NH4Cl berasal dari senyawa kovalen.

2.2.6 Daya Hantar Listrik Senyawa Ion


NaCl adalah senyawa ion, jika dalam keadaan kristal sudah sebagai ion-ion,
tetapi ion-ion itu terikat satu sama lain dengan rapat dan kuat, sehingga tidak bebas
bergerak. Jadi dalam keadaan kristal (padatan) senyawa ion tidak dapat menghantarkan
listrik, tetapi jika garam yang berikatan ion tersebut dalam keadaan lelehan atau larutan,
maka ion-ionnya akan bergerak bebas, sehingga dapat menghantarkan listrik.
Pada saat senyawa NaCl dilarutkan dalam air, ion-ion yang tersusun rapat dan
terikat akan tertarik oleh molekul-molekul air dan air akan menyusup di sela-sela butir-
butir ion tersebut (proses hidasi) yang akhirnya akan terlepas satu sama lain dan
bergerak bebas dalam larutan.
NaCl (s) + air Na+(aq) + Cl-(aq)

10
Gambar 2.4. Proses pelarutan padatan Kristal
Sumber : Modul 4 Kimia “Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”

2.2.7 Cara Menentukan Kekuatan Larutan Elektrolit


Kekuatan larutan elektroit ditentukan oleh beberapa faktor :
• Jenis larutan elektrolit, elektrolit kuat dalam konsentrasi yang sama atau
hampir sama mempunyai kekuatan jauh lebih besar jika dibandingkan larutan
nonelektrolit. Sebab dalam larutan non elektrolit lemah hanya sebagian kecil
larutan yang terurai menjadi ion-ionnya (misal dengan derajat dissosiasi =
0,00001 berarti yang terurai hanya 0,001% dari total konsentrasinya), sedangkan
larutan elektrolit kuat hampir semuanya terurai (100% dari konsentrasi terurai).

• Kadar/Konsentrasinya, apabila sama jenisnya (sama-sama elektrolit lemah


atau sama-sama elektrolit kuat) kekuatan larutan elektrolit ditentukan oleh
konsentrasinya. Semakin besar konsentrasi maka semakin besar kekuatannya
karena semakin banyak yang mengion.

• Jumlah ion yang terbentuk per molekul, konsentrasi larutan bukan satu-
satunya faktor yang mempengaruhi kekuatan larutan elektrolit. Jumlah ion yang
terbentuk permolekul pun juga berpengaruh. Sebagai contoh reaksi penguraian
KCl dan CaCl2. Dalam reaksi tersebut tiap satu molekul KCl menghasilkan 2 ion
yaitu satu ion K+ dan satu ion Cl- sedangkan dalam reaksi penguraian
CaCl2 menghasilkan satu ion Ca+ dan dua ion Cl- sehingga total KCl
menghasilkan 2 ion dan CaCl menghasilkan 3 ion.

2.3. Garam
Dalam ilmu kimia, garam adalah senyawa ionik yang terdiri dari ion positif
(kation) dan ion negatif (anion), sehingga membentuk senyawa netral (tanpa

11
bermuatan). Garam terbentuk dari hasil reaksi asam dan basa. Natrium klorida (NaCl),
bahan utama garam dapur adalah salah satu contoh garam.
Larutan garam dalam air merupakan larutan elektrolit, yaitu larutan yang dapat
menghantarkan arus listrik. Cairan dalam tubuh makhluk hidup mengandung larutan
garam, misalnya sitoplasma dan darah.
Reaksi kimia untuk menghasilkan garam antara lain :
1. Reaksi antara asam dan basa, misalnya HCl + NH3 → NH4Cl.

2. Reaksi antara logam dan asam kuat encer, misalnya Mg + 2HCl → MgCl2 + H2
Keterangan: logam mulia umumnya tidak bereaksi dengan cara ini.

2.4 Garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfate (MgSO4) dan Calsium
Chloride (CaCl2)
2.4.1. Garam Natrium Klorida (NaCl)
Natrium klorida juga dikenal dengan istilah sodium klorida, garam dapur, garam
meja, atau garam karang. NaCl merupakan senyawa ionik dengan rumus NaCl. Natrium
klorida adalah garam yang paling bertanggung jawab atas salinitas dari laut dan
dari cairan ekstraselular dari multisel banyak organisme.
Natrium klorida membentuk kristal dengan wajah berpusat kubik simetri. Dalam
hal ini, semakin besar klorida ion, ditunjukkan di sebelah kanan sebagai bola berwarna
hijau, disusun dalam kubik close-packing , sementara yang lebih kecil natrium ion,
ditunjukkan di sebelah kanan sebagai bola perak, mengisi semua celah kubik di antara
mereka. Setiap ion dikelilingi oleh enam ion dari jenis lainnya dan ion sekitarnya
terletak pada titik dari reguler segi delapan.
Struktur dasar yang sama ditemukan dalam banyak mineral dan umumnya
dikenal sebagai garam karang atau struktur kristal garam batu. Hal ini dapat
digambarkan sebagai wajah berpusat kubik (fcc) kisi dengan dasar atom dua. Atom
pertama terletak pada setiap titik kisi, dan atom kedua terletak setengah jalan antara titik
kisi di sepanjang tepi sel satuan fcc. Hal ini diselenggarakan bersama oleh ikatan
ion yang dihasilkan oleh gaya elektrostatik timbul dari perbedaan muatan antara ion-ion.

Tabel 2.1. Karakteristik Natrium Klorida (NaCl)

12
Gambar

Nama IUPAC Natrium Klorida


Nama lain Garam dapur, halit
Molecular formula NaCl
Massa molar 58,443 g / mol
Penampilan Tak berwarna / putih kristal padat
Kepadatan 2,165 g / cm 3
Titik lebur 801 ° C, 1074 K, 1474 ° F
Kelarutan dalam 356 g / L (0 ° C)
air 359 g / L (25 ° C)
391 g / L (100 ° C)
Struktur kristal Kubik berpusat muka, cF8

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Sodium_chloride
2.4.2. Garam Magnesium Sulfate (MgSO4)
Magnesium sulfat (atau magnesium sulfat) adalah merupakan salah satu jenis
garam dan juga merupakan senyawa kimia yang mengandung magnesium, sulfur dan
oksigen, dengan rumus MgSO4. Dalam bentuk terhidrasi, pH-nya adalah 6,0 (5,5-6,5).
Hal ini sering dijumpai sebagai heptahydrate, MgSO4·7H2O, yang biasa disebut garam
Epsom. Anhidrat magnesium sulfat digunakan sebagai bahan pengeringan. Oleh karena
bentuk anhidrat adalah higroskopis (mudah menyerap air dari udara). Dalam pertanian
dan berkebun, magnesium sulfat digunakan untuk memperbaiki kekurangan magnesium
dalam tanah, karena magnesium merupakan elemen penting dalam klorofil molekul.
Keuntungan dari magnesium sulfat magnesium lainnya atas perubahan tanah (seperti
dolomitic kapur ) adalah kelarutan yang tinggi.

13
Garam Epsom adalah Salah satu jenis Magnesium Sulfat yang dianggap
potensial . Garam ini dikenal sebagai salah satu jenis garam yang sangat penting dan
dapat digunakan dalam industri-industri, seperti: dalam pewarnaan anilin, untuk
produksi pakaian dari bahan katun. Seiring dengan perkembangan industri terutama
dalam bidang farmakologi, aplikasi lain yang ditemukan dalam kegunaan garam Epsom
ini adalah sebagai obat pencahar (pengobatan konstipasi fungsional dan tidak dapat
mengatasi konstipasi yang disebabkan keadaan patologis usus sebelum pemeriksaan
radiologi, pemeriksaan rektum dan opersai usus dan untuk menghilangkan racun pada
penderita keracunan). Dalam proses pembuatannya, Magnesium Sulfat dibuat dari
bahan baku Magnesium Karbonat dan Asam Sulfat. (Asril dkk, 1986). Reaksinya
sebagai berikut : MgCO3 + H2SO4 → MgSO4 + CO2 + H2O
Secara umum pemakaian atau kegunaan dari Magnesium Sulfat Heptahydrate
yang dikenal dengan garan Epsom (MgSO4.7H2O) dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Dalam skala besar digunakan dalam industri tekstil yaitu sebagai bahan celupan
dengan warna anilin, pada pakaian dari bahan katun.
2. Digunakan sebagai koagulan dan bahan pengendap pada proses pengolahan air,
baik air minum maupun air buangan.
3. Digunakan sebagai bahan analgesik yaitu suatu obat yang dapat menghilangkan
rasa nyeri.
4. Dalam pertanian garam Epsom dapat digunakan sebagai pupuk. (Nurhaida, 1997).
5. Sebagai bahan purgatif yaitu dapat digunakan sebagai obat pencahar atau obat
pencuci perut.

Tabel 2.2. Karakteristik Magnesium Sulfate

14
Gambar

Nama IUPAC Magnesium sulfat


Nama lain Garam Epsom, Bitter salts Bitter garam
Molecular formula MgSO4
Massa molar 120,366 g / mol (anhidrat), 246.47 g/mol (heptahydrate)
Penampilan kristal putih solid
Kepadatan 2,66 g / cm 3 (anhidrat), 2.445 g/cm 3 (monohydrate), 1.68
g/cm 3 (heptahydrate) 1,68 g / cm 3 (heptahydrate)
Titik lebur 1124 °C (anhidrat, decomp), 200 °C (monohydrate,
decomp), 150 °C (heptahydrate, decomp)
Kelarutan dalam anhidrat
air 26.9 g/100 mL (0 °C)
25.5 g/100 mL (20 °C)
heptahydrate
71 g/100 mL (20 °C)
Struktur kristal monoklinik (hidrat)
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Magnesium_sulfate

2.4.3. Garam Calsium Chloride (CaCl2)


Kalsium Kloride adalah garam campuran dari kalsium dan klorin yang memiliki
sifat higroskopik yaitu mudah menyerap air. Kalsium klorida (CaCl2) dikenal efektif
dalam berbagai aplikasi di berbagai industri. Kalsium klorida dibuat dari campuran
antara larutan asam klorida dengan kalsium hidroksida.
Reaksinya,
Ca(OH)2 + HCl CaCl2 + H20
Kalsium klorida dapat juga dibuat dari kalsium karbonat dan asam klorida.
Reaksinya :
CaCO3 + HCl CaCl2 + H2CO3
Fungsi CaCl2, antara lain sebagai pelebur es di jalan raya pada musim dingin,
untuk menurunkan titik beku pada mesin pendingin, sebagai pengenyal dan pengawet
makanan. Kalsium klorida anhidrat adalah contoh yang mempunyai kemampuan
menyerap air yang kuat sehingga digunakan sebagai pengering.

15
Tabel 2.3 Karakteristik Calsium Chloride
Gambar

Nama IUPAC Calcium chloride


Nama lain Calcium (II) chloride, Calcium dichloride, E509
Molecular formula CaCl2
Massa molar 110.98 g/mol (anhydrous)
128.999 g/mol (monohydrate)
147.014 g/mol (dihydrate)
183.045 g/mol (tetrahydrate)
219.08 g/mol (hexahydrate)
Penampilan putih solid (white solid)
Kepadatan 2.15 g/cm3 (anhydrous)
1.835 g/cm3 (dihydrate)
1.83 g/cm3 (tetrahydrate)
1.71 g/cm3 (hexahydrate)
Titik lebur 772 °C (anhydrous)
260 °C (monohydrate)
176 °C (dihydrate) 45.5 °C (tetrahydrate)
30 °C (hexahydrate)
Kelarutan dalam 74.5 g/100mL (20 °C)
air 59.5 g/100 mL (0 °C)
Struktur kristal Orthorhombic (deformed rutile),oP6
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Calcium_chloride

2.5. Ilmu Tanah


Ilmu tanah adalah pengkajian terhadap tanah sebagai sumber daya alam. Dalam
ilmu ini dipelajari berbagai aspek tentang tanah, seperti pembentukan, klasifikasi,
pemetaan, berbagai karakteristik fisik, kimiawi, biologis, kesuburannya, sekaligus
mengenai pemanfaatan dan pengelolaannya. Tanah adalah lapisan yang menyelimuti
bumi antara litosfer (batuan yang membentuk kerak bumi) dan atmosfer.

16
Ilmu tanah dipelajari oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti ilmu-ilmu
keteknikan(rekayasa),agronomi/pertanian, kimia, geologi, geografi, ekologi, biologi (ter
masuk cabang-cabangnya), ilmusanitasi, arkeologi, dan perencanaan wilayah. Akibat
banyaknya pendekatan untuk mengkaji tanah, ilmu tanah bersifat multidisiplin dan
memiliki sisi ilmu murni maupun ilmu terapan.

2.5.1. Sifat Fisik Tanah


Sifat fisik tanah meliputi tekstur, struktur, kepadatan tanah, porositas, konsistensi,
warna, air tanah, temperatur, dan aerasi.
Tanah terdiri dari 3 komponen :
1. Komponen padatan terdiri atas mineral anorganik dan bahan organik.
2. Komponen cair (liquid) terdiri atas air, ion yang terlarut, molekul, gas yang
secara kolektif disebut : cairan tanah (soil solution).
3. Komponen gas tanah seperti gas atmosfer di atas tanah tetapi berbeda
proporsinya.

2.5.2. Porositas Tanah


Beberapa poin yang perlu diperhatikan seputar porositas tanah diantaranya :
 Distribusi, kontinuitas pori menentukan aliran air dan udara.
 Persen pori 50% merupakan kondisi ideal tanah dimana setengahnya makro
pori untuk meneruskan air karena adanya gravitasi dan setengahnya
mikropori untuk menahan air dari tarikan gravitasi.
 Tanah mineral normalnya 30-60%.
Jumlah pori ditentukan oleh tekstur dan tipe lempungnya.

2.6. Tanah Sebagai Konduktor


Dalam perkembangan sistem tenaga listrik, tanah digunakan sebagai konduktor
listrik. Pada prakteknya tanah digunakan sebagai konduktor baik, meskipun tanah
memiliki banyak kelemahan jika digunakan sebagai konduktor. Karena dimensi lintasan
arus yang melalui tanah sangat besar, resistansi beberapa lintasan diabaikan. Bentuk
elektroda yang digunakan akan sangat menentukan besarnya resistansi tanah yang
dilewati arus keluar dan masuk tanah.

17
Gambar 2.5 Grafik fungsi resistivitas terhadap kadar air dalam tanah
Sumber: G.F. Tagg, 1964: 5
Sifat listrik tanah sangat penting dan menarik khususnya resistansi spesifik atau
resistivitas. Resistivitas merupakan suatu faktor yang menentukan resistansi elektroda
pentanahan. Sebagian besar tanah dan batu ketika sangat kering bukan merupakan
konduktor listrik. Namun jika tanah dan batu mengandung mineral tertentu, maka
manjadi bersifat konduktor listrik karena kandungan metaliknya. Pasir dan batu
memiliki resistivitas yang tinggi, sehingga bukan merupakan suatu konduktor yang
baik. Ketika mengandung air, resistivitasnya akan sangat turun sehingga tanah bersifat

18
konduktor, meskipun merupakan konduktor yang buruk bila dibandingkan dengan
bahan metal. Sebagai contoh, resistivitas baja sepuhan tembaga adalah 1,6 mikroohm-
cm, sedangkan tanah pada umumnya mempunyai resistivitas sekitar 10000 ohm-cm.
Gambar 3 menunjukkan hubungan resistivitas tanah dengan kadar air yang
dikandungnya untuk beberapa jenis tanah. Pada persentase air yang besar, kelembaban
tinggi, maka resistivitasnya kecil. Dari gambar dapat dilihat bahwa resistivitas akan
turun dengan cepat ketika terjadi penambahan kelembaban/kadar air. Dan untuk
mengkondisikan tanah menjadi lebih konduktif perlu dilakukan treatment khusus
terhadap tanah, treatment khusus tersebut bertujuan untuk memeperbaiki sifat-sifat
kimia dasar dari tanah [Roy, 1997]. Resistivitas tanah ditentukan oleh kadar air dalam
tanah serta perlakuan terhadap tanah.

2.7. Resistansi dan Resistivitas Tanah


Resistansi dalam sistem pentanahan merupakan komposisi dari: [IEEE std 142-1991]
a. Resistansi elektroda batang
b. Resistansi kontak antara permukaan elektroda batang dan tanah disekitarnya
c. Resistansi bagian tanah di sekitar elektroda batang pentanahan
Umumnya resistansi elektroda batang dan resistansi kontak nilainya kecil dan
dapat diabaikan dengan resistansi bagian tanah disekitar elektroda pentanahan [katalog,
1986]. Hal tersebut dapat diabaikan apabila elektroda batang pentanahan bebas dari
minyak maupun cat dan kontak antara tanah dan elektroda pentanahan adalah sempurna
(tidak ada rongga udara). Dengan demikian resistansi yang paling menentukan harga
resistansi sistem pentanahan adalah resistivitas tanah itu sendiri.
Komponen yang mempengaruhi resisitivitas tanah adalah jenis tanah,
komposisi kimia yang terkandung dalam tanah, konsentrasi garam yang terlarut dalam
air yang berada di tanah, kelembaban udara, tempertur tanah, ukuran partikel tanah serta
penyebaran partikel tersebut didalam tanah, kepadatan dan tekanan tanah [G.F. Tagg,
1964; 4].

19
Gambar 2.6. Sel-Sel Tanah Sebagai Elektroda Pentanahan
Sumber: Mil-HDBK-419A, 1987

Arus yang mengalir dari pentanahan tersebut akan melintasi sel-sel ini ke semua
arah. Sel tanah yang terdekat dengan batang pentanahan mempunyai permukaan paling
kecil sehingga memberikan resistansi paling besar. Bila jarak dari elektroda bertambah,
maka luasan ini juga akan membesar. Pada beberapa titik yang menentukan jarak
tertentu, penambahan sel secara signifikan tidak menambah resistansi tanah sekitar
elektroda batang pentanahan. Hal ini diketahui sebagai daerah resistansi efektif dan
jarak ini ditentukan oleh kedalaman penanaman dan diameter elektroda batang
pentanahan yang dipakai. Agar pengukuran sifat resistansi elektroda pentanahan
sederhana maka elektroda tanah dianggap berbentuk hemisphere (setengah bola) seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.6.

r
+
dx

Gambar 2.7. Distribusi arus didalam tanah


Sumber: G.F Tagg, 1964: 90

20
Pada Gambar 2.7 mengandaikan arus I mengalir ke tanah melalui elektroda
hemisphere. Arus I mengalir ke semua arah dan jika elektroda kembali sepanjang jalur
yang jauh, maka arus akan mengalir secara seragam pada semua arah. Semua
permukaannnya tersusun secara seri. Jarak dari elektroda bertambah sehingga
elemennya juga bertambah, sedangkan nilai resistansinya perlahan berkurang. Kurva
resistansi terhadap jarak diperlihatkan pada Gambar 2.8.

R
rResistansi
Jarak
efektif

21
Gambar 2.8. Grafik fungsi resistansi terhadap jarak
Sumber: G.F Tagg, 1964: 91

Jika sel individual pada radius x, mempunyai lapisan tipis setebal dx,
mempunyai resistansi dR yang dinyatakan:
(2.6)
ρdx
dR =
2πx 2

Integrasi dari r menuju titik r1 menghasilkan :


(2.7)
ρ 1 1 
R=  − 
2π  r r1 

Bila r1 berada dijauh tak berhingga (r1 = ), maka rumusan di atas menjadi :

(2.8)
ρ
R =
2π r

yang menyatakan resistansi efektif sistem pentanahan.


Persamaan (2-8) pada dasarnya adalah suatu kasus yang khusus dari persamaan
lainnya yang lebih umum. Mempertimbangkan dua elektroda yang ditanam dalam
sebuah medium konduksi yang homogen dan dianggap terjadi aliran arus dari satu
elektroda ke elektroda lainnya. Maka:
V1 = potensial elektroda pertama
V2 = potensial elektroda kedua
V = potensial di titik manapun pada medium
Selanjutnya, persyaratan yang harus dipenuhi oleh potensial mirip dengan yang
didiskusikan pada permasalahan resistivitas, yaitu:
V harus berkurang sampai V1 pada elektroda pertama
V harus berkurang sampai V2 pada elektroda kedua
V harus hilang pada suatu titik tak terhingga

22
∇ 2 V = 0 di semua titik pada medium
Pada saat yang sama, pertimbangkan pula masalah analogi pada elektrostatis.
Medium homogen akan digantikan oleh udara, sedangkan elektroda-elektroda akan
tetap sebagai konduktor. Dengan membiarkan kedua elektroda tersebut mencapai
keseimbangan dan perubahan berlawan dari listrik pada suatu besaran, maka perbedaan
potensial antara kedua elektroda adalah V1 - V2. Sekarang biarkan ψ menjadi potensial
elektrostatis pada titik manapun di lapangan dan ψ 1, ψ 2 menjadi nilai-nilai dari ψ
pada kedua elektroda, sehingga ψ 1 - ψ 2 = V1 - V2. Akan ada suatu konstanta C
sedemikian hingga ψ + C mengasumsikan nilai-nilai V1 dan V2 di sepanjang kedua
elektroda. Sangat penting bahwa ∇ 2 ψ = 0 di seluruh lapangan, sehingga ∇ 2 (ψ + C) =
0 dan ψ = 0 pada jarak tak hingga.
Konsekuensinya ψ + C memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi oleh
potensial V pada kasus sekarang dan hal ini cukup untuk menentukan V. V dan ψ + C
harus sama. Oleh karena itu, jalur aliran arus pada permasalahan saat ini identik dengan
jalur tekanan ketika kedua elektroda diubah perbedaan potensialnya di udara.
Aliran arus normal pada permukaan di titik manapun dari permukaan elektroda
adalah:
1ρ.∂V∂n (2-9)
Sehingga aliran total yang keluar dari elektroda adalah:
-1ρ∂V∂n.dS=-1ρ∂ψ∂n.dS (2-10)
dimana dS adalah suatu bagian pada permukaan elektroda.
Jika Q adalah perubahan pada elektroda dalam permasalahan analogi elektrostatis,
maka menurut teorema Gauss:
-∂ψ∂ndS=4πQ (2-11)
Sehingga aliran total arus adalah:
I=4πQρ (2-12)
Sekali lagi, jika kapasitas diantara elektroda di udara pada kasus elektrostatis
adalah C, maka:
ψ1-ψ2=V1-V2=QC (2-13)
Jika R adalah resistansi diantara elektroda, maka:
R=V1-V2I=QC.ρ4πQ=ρ4πC (2-
14)

23
Gambar 2.9. Bidang bola (Sphere)
Sumber: G.F Tagg, 1964: 93

Pada kasus untuk elektroda tunggal, misalnya kembalinya elektroda yang berada
pada jarak yang jauh bernilai R dan C, maka diaplikasikan menjadi elektroda tunggal.
Andaikan elektroda adalah bidang bola (sphere) seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.5, maka kapasitas bidang bulat di udara sebanding dengan jari-jarinya. Sehingga
resistansi dari elektroda bidang bulat pada media tak hingga dapat dinyatakan sebagai
berikut:
R= ρ4πr (2-15)
Pada prakteknya elektroda merupakan setengah bola (hemisphere) yang dipendam
pada permukaan ab (Gambar 2.7) dan terbukti bahwa pada kasus ini nilai resistansi akan
menjadi dua kali lipat, seperti Persamaan (2-8). Persamaan (2-8) merupakan persamaan
umum yang dapat digunakan untuk bentuk elektroda, seperti persamaan berikut:
R= ρ2πC (2-16)
dengan
R = tahanan satu batang elektroda (ohm)
ρ = resistivitas tanah (ohm-cm)
C = kapasitansi elektroda (farad)
Salah satu bentuk elektroda yang paling sederhana adalah elektroda batang (rod)
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Pada Gambar 2.10 menunjukkan
penanaman elektroda batang dengan bayangannya. Tidak ada rumusan kapasitansi
silinder di udara.

Gambar 2.10. Elektroda batang dan bayangannya

24
Sumber: G.F Tagg, 1964: 94

Pendekatan yang paling bagus diperoleh dengan menganggap elektroda sebagai


setengah putaran elipsoida dimana sumbu mayor lebih besar dibandingkan sumbu
minor, maka dapat dinyatakan kapasitansi sebuah elipsoid adalah [G.F Tagg, 1964: 94]:
(2-17)
a
C=
2a
2 loge
b

Dimana a adalah panjang sumbu mayor dan b adalah panjang sumbu minor dari ellips
Jika Persamaan (2-12) diterapkan untuk elektroda batang, maka:
(2-18)
2l l
C= =
4l 4l
2 log loge
e d d

Dengan mensubstitusikan Persamaan (2-18) ke Persamaan (2-16), maka besar resistansi


dari suatu elektroda batang yang ditanam tegak lurus dengan tanah dapat ditentukan
dengan Persamaan (2-19) [G.F Tagg, 1964:96]:
(2-19)
ρ 4l
R= loge
2π l d

dengan
R = tahanan satu batang elektroda (ohm)
= tahanan jenis elektroda batang (ohm-cm)
ρ

l = panjang elektroda batang dalam tanah (cm)


d = diameter konduktor pembumian (cm)

2.8. Syarat-syarat Sistem Pentanahan yang efektif


1. Tahanan pentanahan harus memenuhi syarat yang di inginkan untuk suatu
keperluan pemakaian.
2. Elektroda yang ditanam dalam tanah harus :

○ Bahan Konduktor yang baik

○ Tahan Korosi

25
○ Cukup Kuat

3. Jangan sebagai sumber arus galvanis

4. Elektroda harus mempunyai kontak yang baik dengan tanah sekelilingnya.

5. Tahanan pentanahan harus baik untuk berbagai musim dalam setahun.

6. Biaya pemasangan serendah mungkin.

2.9. Faktor-Faktor yang Menentukan Tahanan Pentanahan


Tahanan pentanahan suatu elektroda tergantung pada tiga faktor :
1. Tahanan elektroda itu sendiri dan penghantar yang menghubungkan ke
peralatan yang ditanahkan.
2. Tahan kontak antara elektroda dengan tanah.
3. Tahanan dari massa tanah sekeliling elektroda.
Namun demikian pada prakteknya tahanan elektroda dapat diabaikan, akan
tetapi tahanan kawat penghantar yang menghubungkan keperalatan akan mempunyai
impedansi yang tinggi terhadap impuls frekuensi tinggi seperti misal pada saat terjadi
lightningdischarge. Untuk menghindarinya, sambungan ini di usahakan dibuat sependek
mungkin. Dari ketiga faktor tersebut diatas yang dominan pengaruhnya adalah tahanan
sekeliling elektroda atau dengan kata lain tahanan jenis tanah (ρ).

2.10. Tahanan Jenis Tanah (ρ)


Dari rumus untuk menentukan tahanan tanah dari statu elektroda yang
hemispherical R = ρ/2πr terlihat bahwa tahanan pentanahan berbanding lurus dengan
besarnya ρ. Untuk berbagai tempat harga ρ ini tidak sama dan tergantung pada beberapa
faktor :
1. sifat geologi tanah
2. Komposisi zat kimia dalam tanah

3. Kandungan air tanah

4. Temperatur tanah

5. Selain itu faktor perubahan musim juga mempengaruhinya.

2.11. Sifat Geologi Tanah

26
Jenis tanah sangat menentukan resistivitas tanah tersebut. Terkait dengan
pentanahan tanah dibagi dalam beberapa jenis. Tanah liat dapat terdiri dari beberapa
jenis. Karena alasan ini sungguh mustahil untuk menyatakan bahwa tanah liat, atau
tanah lain sebetulnya mempunyai suatu resistivitas yang sangat tinggi. Lagipula jenis
tanah yang sama terdapat dalam berbagai tempat berbeda dari tempat lain.

Jenis Tanah Resistivitas dalam (ohm-cm)

Tanah liat, tanah kebun, dll 500 – 5.000


Tanah liat 800 – 5.000
Campuran tanah liat, pasir dan kerikil 4.000 – 25.000
Pasir dan kerikil 6.000 – 10.000
Batu tulis, pasir berbatu, dll 1.000 – 50.000
Batu karang 20.000 – 1.000.000

Tabel 2.4. Nilai resistivitas beberapa jenis tanah


Sumber: G.F. Tagg, 1964: 4

Nilai resistivitas dalam Tabel 2.4 adalah suatu perkiraan untuk resistivitas yang
diharapkan. Sejumlah peneliti dari waktu ke waktu mengukur resistivitas berbagai jenis
tanah baik melalui pengambilan contoh dan mengukurnya dalam piranti khusus maupun
dengan pengukuran yang tak terpengaruh massa tanah. Keduanya bukan pengukuran
gampang tetapi lebih memungkinkan untuk memberi hasil akurat. Sangat sulit untuk
memastikan bahwa contoh yang diambil dari tanah dalam kondisi yang sama ketika
diukur sebagaimana ia ditempatkan.
Jenis tanah merupakan faktor utama yang menentukan tahanan jenis tanah.
Bahan dasar dari pada tanah relatif bersifat bukan penghantar. Tanah liat umumnya
mempunyai tahanan jenis terendah, sedang batu-batuan dan quartz bersifat sebagai
insulator. Tabel di bawah ini menunjukkan harga-harga ( ρ ) dari berbagai jenis tanah.

Tabel. 2.5. Tahanan jenis tanah

27
Sumber : http://surindoelektra.com/tahanan-pentanahan/

2.12. Komposisi Zat-zat Kimia Dalam Tanah


Kandungan zat – zat kimia dalam tanah terutama sejumlah zat organik maupun
anorganik yang dapat larut perlu untuk diperhatikan pula. Di daerah yang mempunyai
tingkat curah hujan tinggi biasanya mempunyai tahanan jenis tanah yang tinggi
disebabkan garam yang terkandung pada lapisan atas larut. Pada daerah yang demikian
ini untuk memperoleh pentanahan yang efektif yaitu dengan menanam elektroda pada
kedalaman yang lebih dalam dimana larutan garam masih terdapat.

2.13. Kandungan Air Tanah


Kandungan air tanah sangat berpengaruh terhadap perubahan tahanan jenis tanah
(ρ) terutama kandungan air tanah sampai dengan 20%. Dalam salah satu test
laboratorium untuk tanah merah penurunan kandungan air tanah dari 20% ke 10%
menyebabkan tahanan jenis tanah naik samapai 30 kali.Kenaikan kandungan air tanah
diatas 20% pengaruhnya sedikit sekali.

2.14. Temperatur Tanah


Temperatur bumi pada kedalaman 5 feet (1,5 m) biasanya stabil terhadap
perubahan temperatur permukaan. Bagi Indonesia daerah tropic perbedaan temperatur
selama setahun tidak banyak, sehingga faktor temperatur boleh dikata tidak ada
pengaruhnya.

28
2.15. Elektroda Pentanahan
Pada dasarnya ada tiga jenis elektroda yang digunakan pada sistem pentanahan:
a. Elektroda Batang
Elektroda batang terbuat dari batang atau pipa logam yang ditanam vertikal
di dalam tanah. Biasanya dibuat dari bahan tembaga, stainless steel atau
galvanised steel. Perlu diperhatikan pula dalam pemilihan bahan agar terhindar
dari galvanic couple yang dapat menyebabkan korosi. Elektroda batang ini
mampu menyalurkan arus discharge petir maupun pemakaian pentanahan yang
lainnya.

Gambar 2.11. Elektroda batang


Sumber : http://surindoelektra.com/tahanan-pentanahan/

Sistem pentanahan memiliki tujuan untuk mendapatkan resistansi yang


rendah sehingga memungkinkan arus gangguan dengan cepat terdistribusi ke
tanah. Elektroda pentanahan yang digunakan untuk melewatkan arus gangguan ke
tanah adalah elektroda pentanahan jenis batang. Elektroda batang adalah elektroda
yang terbuat dari tembaga, besi baja profil atau pipa yang dipancangkan kedalam
bumi. Dalam penggunaan elektroda batang sangat dipengaruhi oleh ukuran,
dimensi serta bahan pembuatan elektroda batang tersebut, karena pada dasarnya
pentanahan dengan elektroda batang perlu memperhatikan panjang dan ukuran
elektrodanya agar dalam melakukan instalasi pentanahan bisa diperoleh hasil dan
nilai yang baik, meskipun pengaruh ukuran diameter terhadap resistansi
pentanahannya adalah kecil yang hanya berpengaruh sekitar 10% [Roy, 1997].

29
Dimensi standar elektroda batang yang umum dipakai tersebut dapat dilihat di
dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Dimensi standar elektroda batang


T Elektroda Batang
Diameter Panjang Diameter Panjang Ukuran Klem*
(inchi) (ft) (mm) (m) (mm2)
1 3/8 9,53 6-10
2 ½ 12,7 6-16
3 5/8 5-40 15,88 1,5-12,2 6-16
4 ¾ 19,05 25-50
5 1 25,4 25-50
Sumber: IEEE Green book Std 142-1991: 184 (* Sesuai SPLN 102, 1993: 9)
Pada umumnya elektroda batang menggunakan silinder yang terbuat dari
tembaga murni, batang tembaga telanjang dan berlapis (copper-clad steel), batang
besi tahan karat (stainless rod), kawat tembaga yang dimasukkan ke dalam batang
pipa yang digalvanisasi dan dapat berupa baja yang sudah disepuh oleh tembaga.

Tabel 2.7. Luas penampang minimum elektroda batang pentanahan standar


berdasarkan jenis bahan
Bahan
Jenis
Baja berlapis seng dengan Baja berlapis
elektroda Tembaga
proses pemanasan tembaga

30
Elektroda Pipa baja berdiameter 1 Baja bulat: Pipa tembaga:
batang inchi: Berdiameter 15 Luas penampang:
Baja profil: mm dilapisi 50 mm2
L 65x65x7 tembaga setebal Tebal : 2 mm
U6½ 2,5 mm Hantaran pilin:
T6 (bukan kawat
X 50x3 halus)
atau batang profil lain yang Luas
setara penampangnya: 35
mm2

Sumber: Pedoman Pengawasan Instalasi Listrik (Disnaker-RI), 1987: 18

Kalau tanahnya sangat korosif sebaiknya digunakan ukuran-ukuran


minimum 1,5x ukuran yang diberikan pada Tabel 2.7. Kalau elektroda yang
dimaksudnya untuk mengatur gradient tegangan, luas penampang minimum yang
boleh digunakan adalah sebagai berikut [DISNAKER RI, 1987: 18]:
1. Untuk baja berlapis tembaga : minimum 16 mm2
2. Untuk tembaga : minimum 10 mm2
Untuk memancangkan elektroda-elektroda ini sering digunakan palu lantak.
Elektroda-elektroda tersebut dapat juga dimasukkan ke dalam tanah dengan
getaran, dengan menggunakan palu kango. Kalau tanahnya kering, kadang-kadang
sangat sulit untuk mencapai resistansi penyebaran yang cukup rendah. Dalam hal
ini, ada kalanya sifat-sifat tanah itu dapat diperbaiki dengan mengolahnya dengan
bahan-bahan kimia.
Adapun beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
elektroda batang dalam suatu sistem pentanahan antara lain:
1. Memiliki daya hantar jenis (conductivity) yang cukup baik sehingga tidak
akan memperbesar beda potensial lokal yang bisa sangat membahayakan.
2. Memiliki kekuatan secara mekanis pada tingkat yang tinggi terutama bila
digunakan pada daerah yang tidak terlindung terhadap kerusakan fisik.
3. Tahan terhadap peleburan dari keburukan sambungan listrik, walaupun
konduktor tersebut akan terkena magnitude arus gangguan dalam waktu
yang lama.
4. Tahan terhadap korosi.

31
a. Elektroda Pelat
Bentuk elektroda pelat biasanya empat perseguí atau empat persegi panjang
yang tebuat dari tembaga, timah atau pelat baja yang ditanam didalam tanah. Cara
penanaman biasanya secara vertical, sebab dengan menanam secara horizontal
hasilnya tidak berbeda jauh dengan vertical. Penanaman secara vertical adalah
lebih praktis dan ekonomis.

Gambar 2.12. Elektroda Pelat


Sumber : http://surindoelektra.com/tahanan-pentanahan/

b. Elektroda Pita
Elektroda pita jenis ini terbuat dari bahan metal berbentuk pita atau juga
kawat BCC yang ditanam di dalam tanah secara horizontal sedalam ±2 kaki.
Elektroda pita dapat dipasang pada struktur tanah yang mempunyai tahanan jenis
rendah pada permukaan dan pada daerah yang tidak mengalami kekeringan. Hal
ini cocok untuk daerah-daerah pegunungan dimana harga tahanan jenis tanah
makin tinggi dengan kedalaman.

Gambar 2.13. Elektroda pita


Sumber : http://surindoelektra.com/tahanan-pentanahan/

Elektroda-elektroda ini dapat digunakan secara tunggal maupun multiple


dan juga secara gabungan dari ketiga jenis dalam suatu sistem.

2.16. Pengkondisian Tanah


Bagi daerah–daerah yang mempunyai struktur tanah dengan tahanan jenis tanah
yang tinggi untuk memperoleh tahanan pentanahan yang diinginkan seringkali sukar

32
diperoleh. Ada tiga cara untuk mengkondisikan tanah agar pada lokasi elektroda
ditanam tahanan jenis tanah menjadi rendah, yaitu :
1. Dengan membuat lubang penanaman elektroda yang lebar dan dimasukkan
mengelilingi elektroda tersebut bahan – bahan seperti tanah liat atau cokas.

2. Mengelilingi elektroda pada statu jarak tertentu diberi zat-zat kimia yang mana
akan memperkecil tahanan jenis tanah di sekitarnya. Zat-zat kimia yang biasa
dipakai adalah sodium chloride, calsium chloride, magnesium sulfat, dan coper
sulfat.

3. Dengan bentonite. Bubuk bentonite bersifat menyerap air, karena itu dengan
mencampur bubuk bentonite, garam dapur dan air maka campuran bentonite
tersebut dapat menghasilkan tahanan jenis tanah yang rendah. Dengan
menanamkan campuran bentonite tersebut disekeliling elektroda maka tahanan
pentanahan dapat diperkecil 1/10-1/15 kali. Komposisi campuran bentonite
menurut perbandingan Bentonite : garam dapur : air = 1 : 0,2 : 2.

2.17. Diameter Konduktor Pentanahan


Pemilihan ukuran diameter konduktor pentanahan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu (Nugraha, 1999) :
1. Tidak melebur atau rusak apabila dialiri arus kesalahan yang mungkin terjadi.
2. Tahan secara mekanis terhadap tekanan-tekanan yang mungkin timbul.
3. Mempunyai konduktivitas yang baik dan merata.

2.18. Macam-Macam Susunan Elektroda Pentanahan


Jenis - jenis elektroda pembumian dan penggunaannya :
1) Pembumian batang vertikal (grounding rod)
Grounding rod adalah pembumian yang dilakukan dengan cara
menanam batang elektroda pembumian tegak lurus dengan permukaan
tanah.
2) Pembumian kisi-kisi (grounding grid)
Grounding grid adalah pembumian yang dilakukan dengan cara
menanam batang elektroda pembumian sejajar dengan permukaan tanah dan
elektroda pembumian tersebut dihubungkan satu dengan yang lain sehingga
berbentuk mesh/jaring.
Kegunaan elektroda pembumian dalam sistem tenaga misalnya untuk :

33
 Pembumian peralatan
 Pembumian titik netral, dll.

2.19. Pengaruh Ketidak Seragaman Lapisan Tanah Terhadap Nilai Resistansi


Pentanahan
Kandungan mineral tanah akan sangat menentukan sifat-sifat kelistrikan dari
tanah tersebut. Sifat kelistrikan itu menyangkut nilai resistivitas. Faktor luar tanah yang
ikut menentukan harga resistivitas (ρ) adalah campuran bahan lain seperti air, garam,
larutan kimia, arang dan lain-lain. Adanya perbedaan unsur kimia penyusun lapisan
tanah mengakibatkan ketidak seragaman lapisan tanah [Roy, 1997]. Akibat dari ketidak
seragaman lapisan tanah terhadap nilai resistansi tanah adalah perbedaan nilai resistansi
tanah dari setiap lapisan tanah. Sehingga tidak mengherankan, apabila terkadang nilai
resistivitas tanah bagian dalam yang seharusnya semakin kecil karena semakin banyak
mengandung air, menjadi sama bahkan menjadi lebih besar jika dibandingkan dengan
nilai resistivitas tanah bagian atas.
Perbedaan nilai resistansi tanah pada setiap lapisan tanah dapat mempengaruhi
nilai resistansi pentanahan. Analisis kuantitatif untuk pengaruh heterogenitas tanah
ditunjukkan pada Persamaan (2-20) sampai (2-23) dengan mengacu pada Gambar 2.14.

ρ2 ρ1

l1 l2

r1 r2

Gambar 2.14. Heterogenitas lapisan tanah


Sumber: Carpenter, 1997

34
Distribusi arus ke tanah adalah tegak lurus terhadap tanah, sehingga nilai
resistansi tanah untuk setiap lapisan tanah yang heterogen dapat dirumuskan dengan
Persamaan (2-20) dan (2-21).
(2-20)
ρ1 . l1 ρ1 . l1
R1 = =
A1 (2π r1 h + 2π r12 )

(2-21)
ρ 2 . l2 ρ 2 . l2
R2 = =
A2 (2π r2 h + 2π r22 )

Heterogenitas untuk setiap lapisan tanah jenis –n sesuai dengan Gambar 11


dapat dirumuskan dengan persamaan (2-22).

(2-22)
ρ n . ln ρ n . ln
Rn = =
An (2π rn h + 2π rn2 )

Sehingga nilai resistansi pentanahan dengan mengabaikan nilai resistansi


elektroda batang dan resistansi kontak antara elektroda batang dengan tanah dapat
dinyatakan sebagai berikut :
(2-23)
Re = R1 + R2 .......... + Rn

dengan,
Re = resistansi pentanahan (ohm)
R = resistansi tanah (ohm)
= resistivitas tanah (ohm-cm)
ρ

l = tebal lapisan tanah (cm)


r = jari-jari lapisan tanah (cm)
A = luas rata-rata permukaan lapisan tanah (cm2)
h = kedalaman penanaman elektroda batang (cm)
n = jenis tanah –n
= 1,2,3..........dst.

2.20. Metode Pengukuran Resistivitas dan Resistansi Tanah


2.20.1 Pengukuran Resistivitas Tanah

35
Resistivitas tanah dapat diketahui dengan menggunakan metode empat titik, yaitu
menyusun empat buah elektroda batang pada satu garis dengan jarak yang sama antara
elektroda batang yang satu dengan elektroda batang yang lainnya. Dengan syarat bahwa
diameter dari elektroda batang yang dimasukkan ke tanah tidak boleh lebih dari 10
persen dari jarak antara elektroda, dan semua elektroda batang yang dimasukkan ke
tanah harus memiliki kedalaman yang sama, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.15.

Gambar 2.15. Pengukuran resistivitas tanah dengan menggunakan


metode empat titik (Sumber: T.S Hutauruk, 1987:142)

Arus I dapat mengalir dan dapat terbaca pada Ampermeter karena adanya lebih
dari satu buah elektroda batang yang dimasukkan ke tanah sehingga membentuk loop
tertutup, arus masuk ke tanah melalui salah satu elektroda batang dan kembali melalui
elektroda batang yang lain. Pengukuran resistivitas tanah dengan menggunakan metode
empat titik tidak dipengaruhi oleh diameter dari elektroda batang dan komponen
penghantarnya, tetapi sangat dipengaruhi oleh jarak antara elektroda batang yang
dimasukkan ke tanah. Mengacu pada gambar 2.15 maka dapat dihitung nilai efektif dari
resistivitas tanah, yang ditunjukkan pada Persamaan (2-17) [G.F Tagg, 1964:14]:
(2-17)
4π a U 4π a U
ρ= =
 2a 2a  nI
1 + − I
 (a + 4b )
2 2 2 
(4a + 4b ) 
2

dengan,
a = jarak antara elektroda batang yang dimasukkan ke tanah (cm)
b = kedalaman penanaman elektroda batang (cm)
36
= resistivitas tanah (ohm-cm)
ρ

U = tegangan yang terukur pada Voltmeter (volt)


I = arus yang terukur pada Amperemeter (ampere)
n = memiliki nilai antara 1 sampai 2 tergantung oleh perbandingan b/a
apabila b=a, maka n= 1,187;
b=2a, maka n= 1,038.
Dengan kasus yang sama apabila nilai a jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan b, maka nilai resistivitas tanah menjadi:
(2-18)
2π aU
ρ=
I

apabila nilai b jauh lebih besar jika dibandingkan dengan a, maka nilai resistivitas tanah
menjadi:
(2-19)
4 π aU
ρ=
I

2.20.2. Pengukuran Resistansi Tanah


Untuk mengetahui besar resistansi tanah dapat menggunakan metode tiga titik,
yaitu dengan memasang tiga buah elektroda batang yang terdiri satu buah elektroda
batang utama dan dua buah elektroda batang bantu dengan jarak tertentu. Dengan
memberikan sumber arus yang dipasang antara elektroda batang utama dengan
elektroda batang bantu 2, serta memasang Voltmeter yang dipasang antara elektroda
batang utama dengan elektroda batang bantu 1, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.16.

37
Gambar 2.16. Pengukuran resistansi tanah dengan menggunakan metode
tiga titik (Sumber: T.S Hutauruk, 1987:144)

Pada gambar 2.16, a adalah jarak antara elektroda batang utama dengan
elektroda batang bantu 2, dan elektroda batang bantu 1 dimasukkan ke tanah dengan
jarak minimal ½ a dari elektroda batang utama.
Setelah menetapkan besar arus yang dialirkan ke tanah dan didapatkan hasil
pengukuran pada Voltmeter, lalu untuk mendapatkan nilai resistansi tanahnya dapat
dihitung dengan memakai Persamaan (2-20):

U = R.I

(2-20)
U
R=
I

dengan,
U = tegangan yang terukur oleh Voltmeter (volt)
I = besar arus yang diinjeksikan oleh sumber arus (ampere)
R = resistansi tanah (ohm)

38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah metode perhitungan


dimana data-data yang didapatkan akan dihitung dan kemudian di analisa, adapun
metode ini meliputi:
3.1. Studi Literatur
Skripsi ini dibuat dengan memanfaatkan beberapa literatur baik dari buku
referensi maupun dari hasil penelitian sebelumnya. Studi literatur ini mempelajari:
a. Penelitian terdahulu.
b. Larutan elektrolit
c. Garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat (MgSO4) dan Calcium
Cloride (CaCl2).
d. Ilmu tanah.
e. Tanah sebagai konduktor.
f. Jenis tanah.
g. Resistansi pentanahan.
h. Sistem pentanahan.
i. Jenis elektroda pentanahan.
j. Sistem pentanahan menggunakan elektroda batang (rod).
k. Penanaman satu elektroda batang pentanahan tegak lurus dengan permukaan
tanah.
l. Pengaruh ketidak seragaman lapisan tanah terhadap nilai resistansi pentanahan.
m. Metode pengukuran resistivitas dan resistansi tanah.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di lahan kosong di Perumahan Sigura-gura selama beberapa
minggu pada bulan September 2010 sampai Oktober 2010.

3.3. Perencanaan Penelitian


Perencanaan penelitian ini diarahkan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi
ini, yaitu untuk mendapatkan hasil penelitian tentang pengaruh penggunaan larutan
garam terhadap resistansi pembumian untuk elektroda jenis batang. Perencanaan
penelitian ini meliputi:

39
3.3.1. Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dan dikaji adalah resistansi pentanahan elektroda batang
bersama larutan garam dengan dua variabel penentunya. Mengacu pada Gambar 3.4,
variabel pertama adalah jenis larutan garam yang digunakan sebagai zat kimia
pengkondisi tahanan pentanahan. Variabel kedua adalah konsentrasi larutan garam yang
berbeda-beda yaitu larutan garam dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%.
.
3.3.2. Objek Uji
Obyek uji untuk mengamati dan mengkaji pengaruh jenis dan konsentrasi larutan
garam terhadap tahanan pentanahan elektroda batang adalah elektroda batang (rod)
dengan siraman larutan garam di sekitarnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Elektroda
0.5
130
10
Tanah
mcm
m lempung
batang
treatment
+ siraman
larutan
garam

Gambar 3.1. Penanaman Elektroda batang dengan menggunakan garam sebagai


media pengkondisian tanah
Sumber : Perencanaan

40
300.5
1010cm
Tanah
Penampang
cm
Penampang
Lempung
treatment
Samping
Atas
yang disiram larutan
garam Elektroda
m

Gambar 3.2. Penanaman Elektroda batang dengan menggunakan garam sebagai


media pengkondisian tanah
Sumber : Perencanaan

2130m
0.5Penampang
cm
m Samping Penanaman 5 Elektroda
1m

0.5 m

Gambar 3.3. Penanaman 5 buah Elektroda batang dengan menggunakan garam


yang berbeda konsentrasi.
Sumber : Perencanaan

41
0.5
210mcm
m
Penyiraman
0.5
210
Larutan
m Penampang
cm
m MgSO
NaCl
dengan
Atas Penanaman
: 15 Elektroda (1 sampel)
4
CaCl2

Gambar 3.4. Penanaman 15 buah Elektroda batang dengan menggunakan garam


yang berbeda konsentrasi.
Sumber : Perencanaan
Keterangan gambar 3.4. :

42
Pengkondisian tanah dengan 10 % konsentrasi larutan garam
Pengkondisian tanah dengan 20 % konsentrasi larutan garam
Pengkondisian tanah dengan 30 % konsentrasi larutan garam
Pengkondisian tanah dengan 40 % konsentrasi larutan garam
Pengkondisian tanah dengan 50 % konsentrasi larutan garam

3.3.3. Rangkaian Pengujian


3.3.3.1. Rangkaian Pengukuran Resistivitas garam Natrium Klorida (NaCl),
Magnesium Sulfat (MgSO4) dan Calcium Cloride (CaCl2).
Larutan garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat (MgSO4) dan Calcium
Cloride (CaCl2) yang akan digunakan sebagai media untuk memperkecil nilai resistansi
pentanahan dimasukkan ke tabung reaksi dan diukur tahanannya, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 15.

r r
Larutan l Larutan l
Ohmmete Ohmmete
MgSO4 CaCl2

Larutan
Ohmmete
r
NaCl

l r

Gambar 3.5. Pengukuran resistivitas garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium


Sulfat (MgSO4), dan Calcium Cloride (CaCl2)

43
Sumber : Perencanaan
Dari rangkaian pada Gambar 3.5. maka diperoleh nilai resistansinya dengan
ohmmeter. Resistansi Garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat (MgSO4) dan
Calcium Cloride (CaCl2) yang terukur selanjutnya digunakan untuk menghitung
resistivitas garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat (MgSO4), dan Calcium
Cloride (CaCl2) yang ditunjukkan dengan menggunakan Persamaan (3-1) [G.F.
Tagg.1964: 16] :
(3-1)
ρ. l
R= ohm
A

(3-2)
A. R
ρ=
l
π r2 .R
ρ= ohm − cm
l

dengan :
R = nilai resistansi semen konduktif hasil pengukuran (ohm)
l = tinggi semen konduktif yang terisi dalam pipa (cm)
A = luas penampang pipa (cm2)
r = jari-jari pipa (cm)
ρ = nilai resistivitas semen konduktif (ohm-cm)

3.3.3.2. Rangkaian Pengukuran Resistivitas Tanah


Rangkaian pengukuran resistivitas tanah dapat diketahui menggunakan empat
buah elektroda batang yang dihubungkan dengan Earth Resistance Tester, seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 16.

44
Gambar 3.6. Pengukuran resistivitas tanah menggunakan metode empat titik
dengan Analog Earth Resistance Tester
Sumber : Perencanaan

Earth Resistance Tester selain digunakan untuk mengukur nilai resistansi


pentanahan, dapat juga digunakan untuk menghasilkan sumber tegangan, yang
dibutuhkan dalam pengukuran resistivitas tanah. Arus I dapat mengalir dan dapat
terbaca pada Ampermeter karena adanya lebih dari satu buah elektroda batang yang
dimasukkan ke tanah sehingga membentuk loop tertutup, arus masuk ke tanah melalui
salah satu buah elektroda batang dan kembali ke elektroda batang yang lain. Setelah itu
dapat diketahui nilai tegangan dan arus yang terbaca pada masing-masing alat ukur
Voltmeter dan Ampermeter.

3.3.3.3. Rangkaian Pengukuran Resistansi Tanah dan Jari-jari Efektif Elektrik


Pengukuran resistansi pentanahan jenis elektroda batang untuk berbagai
perubahan variabel menggunakan metode 3 titik dengan menggunakan alat ukur
resistansi pentanahan yaitu ”Analog Earth Resistance Tester” yang rangkaiannya
ditunjukkan pada Gambar 17. Pengukuran dilakukan secara bertahap yaitu sebanyak
tiga tahap untuk setiap pengkondisian tanah di sekitar elektroda batang. Untuk
pengukuran tahap pertama dilakukan sebelum pengkondisian tanah.

45
1x
Tanah
Elektroda
Y
r m lempung
Bantu 21

Gambar 3.7.1. Pengukuran resistansi pentanahan dengan menggunakan Analog


Earth Resistance Tester (pengukuran tahap pertama)
Sumber : Perencanaan
Pengukuran tahap kedua dilakukan setelah tanah diperlakukan khusus (tanah
treatment), yaitu tanah yang digali pada radius 0,5 m dari elektroda batang sedalam 30
cm, lebar 10 cm, dan disaring untuk mendapatkan porositas tanah yang lebih baik
sebelum dikembalikan ke asalnya yaitu parit galian.

46
0.5mcm
130
10
Tanah
Elektroda
m lempung
treatment
Bantu 21

Gambar 3.7.2. Pengukuran resistansi pentanahan dengan menggunakan Analog


Earth Resistance Tester (pengukuran tahap kedua)
Sumber : Perencanaan

Pengukuran tahap ketiga dilakukan setelah pengkondisian tanah yaitu setelah


penyiraman larutan garam pada tanah yang diperlakukan khusus (tanah treatment)
tersebut.
Sedangkan untuk pengukuran jari-jari efektif elektrik dilakukan sebelum dan
sesudah tanah dikondisikan dengan larutan garam.

47
Y
0.5
130
10
Tanah
Elektroda
xr mcm
m lempung
treatment
Bantu 21+ siraman larutan
garam

Gambar 3.7.3 Pengukuran resistansi pentanahan dengan menggunakan Analog


Earth Resistance Tester (pengukuran tahap ketiga)
Sumber : Perencanaan

3.3.4. Langkah Pengujian


3.3.4.1. Pengukuran resistivitas larutan garam
Pengukuran resistivitas larutan garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat
(MgSO4) dan Calcium Cloride(CaCl2) yang akan digunakan dalam penelitian seperti
yang ditujukkan pada Gambar 3.5.

3.3.4.2. Pengukuran resistivitas tanah

48
Pengukuran resistivitas tanah menggunakan metode 4 titik dengan menggunakan
”Analog Earth Resistance Tester” yang rangkaiannya ditunjukkan pada Gambar 3.6.
Pengukuran resitivitas tanah dilakukan pada setiap pengujian sampel elektroda.

3.3.4.3. Pengujian Resistansi Pentanahan Elektroda Batang Tahap Pertama


Pengujian resistansi pentanahan elektroda batang tahap pertama dimulai setelah
penanaman elektroda batang dengan menggunakan alat bantu berupa martil dan alat
bantu pendukung lainnya. Setelah penanaman elektroda, dilakukan pengukuran tahap
pertama yaitu sebelum tanah diperlakukan khusus (tanah treatment) seperti yang
ditunjukkan pada gambar 3.7.1.

3.3.4.4. Pengukuran Jari-jari Efektif sebelum pengkondisian tanah.


Pengukuran jari-jari efektif dilakukan dengan memindahkan jarak penanaman
elektroda bantu 1 yang diberikan dengan simbol ‘X’ terhadap letak penanaman
elektroda utama. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.1. Jarak ‘r’ akan diubah
secara bertahap kemudian dicatat perubahan nilai resistansi pembumian terhadap jarak
‘r’. Untuk mengetahui jari-jari efektif elektrik elektroda batang dapat dengan mengubah
jarak pengukuran, yaitu dengan memindahkan jarak penanaman elektroda bantu 1 yang
diberikan dengan simbol ‘X’ terhadap letak penanaman elektroda utama (obyek uji).
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.1. Jarak elektroda bantu ‘Y’ terhadap
elektroda utama (obyek uji) yaitu lebih besar atau sama dengan 20 meter. Sedangkan
jarak elektroda bantu ‘X’ terhadap elektroda utama (obyek uji) sekitar 10 meter. Jarak
‘r’ pada elektroda bantu ‘X’ akan diubah-ubah secara bertahap dengan kelipatan 20 cm
sampai 10 meter. Kemudian dicatat perubahan nilai resistansi pembumian terhadap
jarak ‘r’ sehingga diperoleh nilai perubahan resistansi yang diukur tidak mengalami
perubahan yang besar dari posisi yang satu dengan posisi yang lain. Pengukuran jari-jari
efektif dilakukan pada elektroda tanpa pengkondisian tanah menggunakan larutan
garam dan elektroda dengan pengkondisian tanah menggunakan larutan garam untuk
masing-masing perubahan variabel jenis larutan garam dan konsentrasinya.

3.3.4.5 Perbaikan Porositas Tanah


Perbaikan porositas tanah dilakukan dengan penggalian parit pada radius 50 cm,
lebar 10 cm, dalam 30 cm mengelilingi elektroda batang seperti yang ditunjukkan
gambar 3.1, 3.2, 3.3, dan 3.4. Penggalian parit hanya dilakukan untuk elektroda batang
(15 elektroda batang) yang akan dikondisikan resitivitas tanahnya sedangkan untuk

49
sebuah elektroda batang yang lain digunakan sebagai referensi tanpa pengkondisian
resitivitas tanahnya. Setelah parit digali dilakukan suatu perlakuan khusus (treatment)
pada tanah galian parit tersebut dengan menyaringnya untuk mendapatkan porositas
tanah yang lebih baik sebelum dikembalikan ke asalnya (parit).

3.3.4.6. Pengujian Resistansi Pentanahan Elektroda Batang Tahap Kedua


Pengujian resistansi pentanahan elektroda batang tahap kedua dilakukan setelah
pengembalian tanah galian yang telah ditreatment ke asalnya (parit) seperti yang
ditunjukkan pada gambar 3.7.2.

3.3.4.7. Pengujian Resistansi Pentanahan Elektroda Batang Tahap Ketiga


Pengujian resistansi pentanahan elektroda batang tahap ketiga dilakukan setelah
pengkondisian tanah dengan penyiraman larutan garam secara merata pada tanah yang
telah diperlakukan khusus (tanah treatment) seperti yang ditunjukkan pada gambar
3.7.3. Pengukuran pada tahap ini dilakukan setiap 2 jam sampai 3 kali pengukuran.
Pengukuran tahanan pentanahan (Resistansi Pentanahan) selanjutnya dilakukan rutin
setiap hari pada pukul 08.00 WIT dan pada pukul 16.00 WIT selama 7 hari.

3.3.4.8. Pengukuran Jari-jari Efektif sesudah pengkondisian tanah.


Untuk mengetahui jari-jari efektif elektrik elektroda batang dapat dengan
mengubah jarak pengukuran, yaitu dengan memindahkan jarak penanaman elektroda
bantu 1 yang diberikan dengan simbol ‘X’ terhadap letak penanaman elektroda utama
(obyek uji). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.3. Jarak elektroda bantu ‘Y’
terhadap elektroda utama (obyek uji) yaitu lebih besar atau sama dengan 20 meter.
Sedangkan jarak elektroda bantu ‘X’ terhadap elektroda utama (obyek uji) sekitar 10
meter. Jarak ‘r’ pada elektroda bantu ‘X’ akan diubah-ubah secara bertahap dengan
kelipatan 20 cm sampai 10 meter. Kemudian dicatat perubahan nilai resistansi
pembumian terhadap jarak ‘r’ sehingga diperoleh nilai perubahan resistansi yang diukur
tidak mengalami perubahan yang besar dari posisi yang satu dengan posisi yang lain.
Pengukuran jari-jari efektif dilakukan pada elektroda tanpa pengkondisian tanah
menggunakan larutan garam dan elektroda dengan pengkondisian tanah menggunakan
larutan garam untuk masing-masing perubahan variabel jenis larutan garam dan
konsentrasinya.

3.3.4.9. Pengolahan Data Pengujian

50
Pengolahan data pengujian, dilakukan dengan menganalisis hasil pengujian
berdasarkan metode yang diperoleh dari literatur yang ada untuk mengetahui
karakteristik pengaruh penggunaan larutan garam terhadap perubahan nilai resistansi
pentanahan elektroda jenis batang. Sehingga dari pengujian tersebut dapat diketahui dan
dikaji tentang :
1. Pengaruh jenis larutan garam pada pentanahan elektroda batang.
2. Pengaruh konsentrasi larutan garam pada pentanahan elektroda batang.
3. Jari-jari efektif elektrik dari penanaman elektroda batang.
3.4. Diagram Alir Penelitian

MULAI

m : Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat (MgSO4) dan Calcium Cloride(CaCl2); konsentrasi larutan garam : 10%

Mengukur resitivitas larutan garam

Mengukur jari-jari efektif sebelum


pengkondisian tanah

Mengukur secara bertahap (3 tahap pengukuran)


resistansi pentanahan elektroda batang.

Mengukur jari-jari efektif setelah


pengkondisian tanah

Analisis dan interpretasi

Data keluaran :
Karakteristik jenis dan konsentrasi larutan garam terhadap nilai resistansi pentanahan elektroda batang.

51
SELESAI

52

You might also like