a. Sampah dan Limbah Dilihat dari wujudnya, limbah dapat berupa padatan, cairan atau gas, sedangkan s ampah hanya berupa padatan atau setengah padatan. Berbeda dengan sampah, limbah memerlukan pengelolaan khusus agar tidak mencemari lingkungan. b. Jenis-jenis Sampah Sampah dapat dibagi menjadi 4 macam berdasarkan sumbernya, yaitu : o Sampah Rumah Tangga Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga. o Sampah Komersial Sampah yang berasal dari kegiatan komersial seperti pasar, pertokoan, rumah maka n, tempat hiburan, penginapan, bengkel, kios dan sebagainya. Demikian pula dari institusi seperti perkantoran, tempat pendidikan, tempat ibadah, dan lembaga-lem baga komersial dan nonkomersial lainya. o Sampah Bangunan Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan termasuk pemugaran dan pembongkara n suatu bangunan berupa semen, kayu, batu bata, genting dan sebagainya. o Sampah Fasilitas Umum Sampah yang berasal dari pembersihan dan penyapuan jalan, trotoar, taman lapanga n, tempat rekreasi dan fasilitas umum lainnya. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga dapat terdiri dari bermacam-macam jenis sampah yaitu : o Sampah Basah Sampah yang terdiri dari bahan-bahan organik yang mudah membusuk. o Sampah kering Sampah yang terdiri dari logam dan sampah kering non logam. Sampah plastik terma suk sampah kering ini. o Sampah Lembut Debu, penggergajian kayu, sisa pembakaran kayu, sampah rokok dan sebagainya. o Sampah Besar Sampah yang terdiri dari buangan rumah tangga yang besar-besar, seperti lemari, kulkas, televisi dan sebagainya Pencemaran lingkungan yang terjadi pada tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Jakarta telah terjadi sejak tahun 1990, yang menimbulkan protes masyarakat sekit ar TPA dan selalu dapat diselesaikan dengan negosiasi yang dilakukan oleh pemeri ntah provinsi Jakarta dengan penduduk sekitar TPA (Kompas, 2 februari 2004). Ber ulangkali protes masyarakat sekitar TPA dilakukan, namun tetap permasalahan peng elolaan sampah belum dapat dituntaskan, sehingga pada awal tahun 2004 muncul kem bali terjadinya pencemaran lingkungan di wilayah sekitar TPA Cilincing. Sementar a itu, upaya pemecahannya yang dilakukan selama ini seringkali tidak menyentuh a kar permasalahannya (Menteri Riset dan Teknologi, 2004). Permasalahan sampah di Jakarta berakar pada tingginya volume sampah yang di hasi lkan oleh penduduk Jakarta, disamping pengelolaannya belum dilakukan secara teri ntegrasi yang melibatkan semua stakeholders termasuk masyarakat luas. Tingginya volume sampah ini disebabkan oleh jumlah penduduk Jakarta yang cukup banyak. So emarwoto, 2001, mengatakan bahwa faktor pertambahan penduduk mempengaruhi peruba han yang besar dalam lingkungan hidup. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya peningkatan akan bahan sandang, pangan, bahan bakar, tempat pemukiman, dan sejal an dengan peningkatan tersebut terjadi peningkatan sampah yang merupakan sisa ke giatan manusia. Volume sampah yang dihasilkan penduduk Jakarta dalam 1 bulan mencapai 195. 000 ( seratus sembilan puluh lima ribu) ton (Kompas, 2 februari 2004). Di TPA Cilincin g, sampah ini dibuang dengan sistem open dumping, di wilayah sekitar 11,5 hektar . Pencemaran air lindi, mengakibatkan kematian ikan dan udang di tambak di sekit ar TPA. Angka biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxigen demand (COD) yang digun akan untuk menentukan tingkat pencemaran air, menunjukkan pada angka yang jauh d iatas ambang batas peruntuk air tersebut. Disamping itu, di temukan adanya penc emaran mercuri dan timbal, merupakan bahan berbahaya dan beracun (Kompas 10 Febr uari 2004). Kerugian akibat pencemaran yang terjadi di TPA Cilincing, langsung dirasakan ole h petani tambak dan penduduk sekitar TPA tersebut, baik dalam bentuk materi maup un penyakit yang diderita oleh warga. Sekitar 35 lahan tambak di Cilincing terce mar oleh air lindi, yang menimpa 26 petani tambak (Tempo Interaktif, 25 Februari 2004). Penyakit sesak napas, diare, dan demam, telah menyerang warga sekitar T PA sejak 1 sampai 26 Januari (Kompas, 28 Januari 2004). Namun yang lebih merugik an adalah pencemaran air lindi dan logam berat yang telah merembes ke dalam tana h, pemulihan lingkungan yang dicemarkan oleh TPA Bantar Gebang misalnya membutuh kan waktu antara 30 sampai 50 tahun (WALHI, 2001). 2.2 Kebijakan Pemerintah DKI dalam Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah di Jakarta masih berorientasi pada bagaimana membuat Jakarta menjadi bersih dengan cara pembersihan sampah di Jakarta. Sehingga kebijakan yan g ada adalah bagaimana memindahkan sampah dari tempat pembuangan sementara ke te mpat pembuangan akhir. Hal tersebut dapat diartikan dengan seberapa banyak alat transportasi yang dibutuhkan untuk memindahkan sampah tersebut ke TPA dan berapa banyak SDM yang dibutuhkan untuk hal tersebut (Walhi, 2001). Dengan demikian be lum terlihat adanya kebijakan Pemerintah Propinsi Jakarta untuk melakukan pengur ang volume sampah. Sekalipun pada Pasal 71 dalam RTRW Jakarta 2010 terdapat butir mengenai “peningkat an peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan penerapan konsep 3-R ( Reduce, Reuse, Recycle), namun pada butir-butir lain dari kebijakan tersebut mas ih dipermasalahan pengadaan lokasi penampungan sementara dan peningkatan kapasit as transfer station (Chalik dkk., 2004). Dengan fokus kebijakan yang masih berat pada penanggulangan sampah yang diproduksi oleh masyarakat Jakarta, terlihat ba hwa komitmen Pemerintah Provinsi Jakarta dalam mengurangi volume sampah belum ku at. Berdasarkan kebijakan yang ada maka pengelolaan sampah yang dilakukan hanya bero rientasi pada pemusnahan sampah secepatnya. Dengan sistem pengelolaan sampah yan g dilakukan seperti saat ini, maka pencamaran lingkungan baik pencemaran air, ta nah, ataupun udara akan tetap terjadi. Untuk itu, perlu dilakukan upaya untuk merubah cara pandang terhadap sampah dari barang tidak berguna menjadi barang yang dapat dimanfaatkan. Hal tersebut seben arnya telah dibuktikan oleh para pemulung dimana sampah dapat memberikan penghid upan kepada 6000 pemulung di TPA Bantar Gebang dan 2000 pemulung di TPA Cilincin g (Kompas, 8 Januari 2004). Tulisan ini membahas model pengelolaan sampah di Jak arta dengan konsep 4-R (replace, reduce, recycle, re-use), sehingga persepsi sam pah sebagai bahan tidak berguna dapat berubah menjadi barang yang memberikan man faat yang lebih banyak kepada masyarakat. BAB 3 Tinjauan Pustaka 3.1 Proses Pengelolaan Sampah di Jakarta Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2003, sampah adalah sisa usaha atau keg iatan yang berwujud padat baik berupa bahan organik maupun bahan anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak terurai dan dianggap tidak berguna lagi, seh ingga dibuang ke lingkungan (Chalik dkk., 2004). Setiap harinya manusia dengan k egiatannya baik berupa kegiatan dalam menjalankan usahanya maupun dalam kegiatan rumah tangga, menghasilkan sampah. Dengan besarnya penduduk di Jakarta, maka sa mpah yang dihasilkan akan tinggi, sehngga membutuhkan pengelolaan yang baik. Pengelolaan sampah di Jakarta dibagi atas sumber sampah yaitu, sampah rumah tang ga, sampah pasar temporer, sampah jalan, sampah P.D Pasar Jaya, sampah komersial , dan sampah industri. Gambar 1, memberikan skematis penanganan sampah Jakarta. (Chalik dkk, 2004). Pada skema tersebut terdapat tiga tahap pengumpulan sampah, yaitu,tempat pembuangan sementara (TPS), stasiun peralihan sementara, dan tempat pembuangan akhir (TPA). Menurut skema ini pengurangan volume sampah, baru terjadi pada saat sampah dikum pulkan di TPS, dan hanya dilakukan bagi bahan-bahan yang dapat digunakan kembali (re-use). Kenyataan yang ada saat ini, peran pemulung sangat berarti dalam mere duksi volume sampah mulai dari tahap pengumpulan pertama (pewadahan) sampai di TPA, terutama untuk re-use dan recycle. Sampah anorganik yang dipisahkan oleh pa ra pemulung kemudian di jual kepada juragan lapak untuk lebih lanjut dijual kepa da pabrik untuk bahan yang didaur ulang (recycle). Memperhatikan peran serta pemulung dan juragan lapak tersebut, pada dasarnya kei kutsertaan masyarakat dalam mereduksi volume sampah telah berjalan, namun belum terkoordinir. Hal ini mungkin disebabkan persepsi mengenai sampah tersebut yang tidak tepat, seperti yang diberikan oleh definisi di atas. Para pemulung membukt ikan bahwa tidak semua sampah adalah barang tidak berguna, malahan sebagian dari sampah merupakan sumber penghidupan mereka.
Gambar 1. Alur Penanganan Sampah DKI Jakarta
Sumber: Chalik dkk, 2004.
3.2 Konsep 4-R
Konsep 4-R berasal dari sistem penanganan sampah yang diberikan pada table-1, ya ng merupakan penjabaran dari konsep clean production (Pamekas, 2003), terutama p ada metoda pencegahan dan pengurangan (prevention dan minimisation). Pengelolaan sampah menuju zero waste management menggunakan konsep 4-R dikembang kan atas dasar hirarki berikut (Pamekas, 2003): • R ke 1 (Replace) , proses ini bertujuan untuk mengurangi volume sampah dengan me minimalkan (minimasi) penggunaan barang-barang melalui cara menggantikan pemakai an barang-barang tertentu. Sebagai contoh penggunaan tissue diganti dengan saput angan, plastik pembungkus diganti dengan daun sehingga timbulan sampah dapat ber kurang. • R ke 2 (Reduce), adalah konsep yang bertujuan untuk mengurangi volume sampah seb elum dan sesudah diproduksi dengan cara pencegahan produksi kemasan yang berlebi han atau dengan meningkatkan teknik pengisian ulang (refill). • R ke 3 (Recycle), prinsipnya adalah mendaur ulang sampah melalui proses fisik, k imiawi, dan biologi. Misalnya, pecahan gelas atau sampah yang berasal dari bahan kaca diproses kembali menjadi, gelas atau piring dll; atau pecahan plastik dipr oses menjadi ember, gayung dll. • R ke 4 (Re-use), prinsipnya memakai kembali sampah secara langsung tanpa proses mengolahnya terlebih dahulu, misalnya tong sampah menjadi pot kembang, dan botol plastik menjadi tempat bumbu, dll. Penerapan konsep R-1 dan R-2 memerlukan pengertian dan kerjasama dengan par a produsen barang. Aplikasi konsep R-3 memerlukan pemahaman dan kesadaran masyar akat serta para pengelola kota. Para pemulung sampah, pada umumnya telah melaksa nakan konsep R-4 yang sebagian hasilnya ditampung oleh para agen atau juragan la pak tertentu yang memerlukan bahan baku. Tabel-1 langkah langkah dalam Sistim Penanganan Sampah Langkah Metoda Keterangan (1) (2) (3) Produksi lebih Bersih (Cleaner Production) Pencegahan (Prevention) Dilakuka n untuk mencegah atau mengurangi volume bangkitan sampah sebelum terbangkitkan a tau timbul Pengurangan (Minimisation) Daur Ulang (Recycling) Pemakaian ulang (Re-Use) Dilakukan untuk memanfaa tkan kembali sampah setelah dibangkitkan atau setelah timbul Pemulihan kembali (Recovery) Pengomposan (Composting) Pengolahan (Treatment) Fisika (Physical) Dilakukan untuk mencegah atau me ngurangi pengaruh sampah yang telah timbul terhadap lingkungan. Kimiawi (Chemical) Penghancuran (Destruction) Pembuangan (Disposal) Pengisian Lahan (Landfill) Dilakukan untuk memusnah kan sampah dengan cara mengisi lahan kosong (tebar Urug). 3.3 Volume, Sumber, dan Jenis Sampah yang dikelola Meningkatnya pencemaran lingkungan akibat pembuangan sampah di TPA yang dilakuka n dengan sistem open dumping ataupun sanitary landfill, merupakan dampak dari pe ngelolaan sampah yang berlandaskan pada persepsi sampah sebagai sisa kegiatan ma nusia yang tidak berguna. Dengan persepsi ini maka sampah dianggap tidak memilik i nilai ekonomis, sehingga pengelolaannya kurang mendapat perhatian yang serius dari pemerintah provinsi Jakarta. Meningkatnya populasi berakibat pada peningkatan volume sampah, Tabel 2 memberik an proyeksi timbulan sampah di Jakarta sampai dengan tahun 2005. Peningkatan vol ume sampah mencapai 3.000 ton perhari dalam satu tahun mendatang. Tabel 2. Proyeksi Timbulan Sampah di Jakarta Wilayah Timbulan Sampah (ton/hari) 1985 1995 2005 Jakarta Pusat 1.050 1.360 1.830 Jakarta Utara 770 1.120 1.530 Jakarta Barat 930 1.420 2.070 Jakarta Selatan 1.110 1.770 2.410 Total 4.930 7.360 10.120 Sumber : JICA,1987 Pencemaran lingkungan yang terjadi oleh sampah, tidak dapat diatasi hanya dengan menggunakan teknologi penghancuran sampah seperti yang terdapat dalam kebijakan pengelolaan sampah pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2010, dimana sistem pembakaran yang direncanakan menggunakan incenerator. Sistem pembakaran d engan incenerator pada suhu 1100 0C, dengan lama pembakaran, suhu dan campuran o ksigen yang tepat dapat menghancurkan 99% sampah. Asap yang terbentuk diolah terlebih dahulu, sebelum dibuang ke udara. Resiko sis tem pembakaran yang tidak mencapai tingkat suhu tersebut adalah timbulnya dioksi n yang sangat beracun dan menimbulkan berbagai jenis kanker (Chalik dkk, 2004). Penyelesaian masalah volume sampah dengan menggunakan incenerator dapat berdampa k kepada terjadi pencemaran baru yang mungkin akan lebih berbahaya terhadap kese hatan masyarakat banyak. Tabel 3 memberikan sumber sampah yang dikelola oleh pemerintah daerah Jakarta, d imana lebih dari 50% lebih sampah yang dihasilkan berasal dari sampah rumah tang ga, yang sebagian besar terdiri atas sampah organik (Tabel 4). Sumber sampah ya ng diberikan pada Tabel 3 ini juga menggambarkan pengelolaan yang dilakukan oleh instansi yang berbeda. Sebagai contoh sampah rumah tangga pada proses pewadaha n dan pengumpulan dilakukan dibawah koordinasi RT/RW dan Dinas Kebersihan, sedan gkan pengangkutan sebagian besar dilakukan oleh Dinas Kebersihan. Pembuangan dil akukan oleh Dinas Kebersihan (Chalik dkk, 2004). Sampah pasar, tanggung jawab p engelolaannya diserahkan kepada dinas pasar. Sampah dari jalan dan saluran, tang gung jawab pengelolaannya dipercayakan kepada dinas pekerjaan umum. Sampah dari kantor, pertokoan dan hotel kadang-kadang diserahkan pengelolaannya kepada swas ta atau dikelola sendiri oleh dinas kebersihan dan kesehatan kota. Tabel 3. Sumber Sampah Sumber Sampah Persentasi (%) Rumah Tangga 51,27 Pasar Temporer 5,7 P.D Pasar Jaya 11,20 Komersial 16,71 Jalan 0,95 Industri 15,22 Sumber: Chalik,dkk,2004 Disamping volume dan sumber sampah, di Indonesia sampah belum dipisahkan antara sampah organik dan anorganik, bahkan bahan berbahaya dan beracun (B3), masih dib uang sembarangan dan ikut menumpuk di TPA (Kompas, 2 Februari 2004). Air lindi ( air hasil pembusukan sampah) yang terdiri atas unsur organik, anorganik, serta b ahan B3, merembes ke dalam tanah. Kontaminasi limbah B3 ini ikut tersebar bersam a dengan air lindi dan dengan medium air, B3 akan meresap lebih cepat ke dalam t anah. Sampah di Bantar Gebang misalnya terdiri atas beberapa jenis bahan diberik an pada tabel 4 (Walhi, 2001).
Tabel 4. Jenis sampah di Jakarta
Jenis Sampah Persentasi (%) Sampah organik 73,93 Kertas 10,18 Kayu 0,98 Tekstil 1,57 karet atau kulit imitasi 0,55 Plastik 7,86 Logam 2,04 Kaca 1,75 Baterei 0,29 sampah lain 0,36 Sumber: WALHI (1999/2000) BAB 4 Pembahasan dan Hasil 4.1 Permasalahan yang di hadapi Berdasarkan pola penanganan sampah yang dilakukan pada daerah perkotaan bahwa ta nggung jawab pengelolaan sampah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (PEMDA), untuk itu PEMDA berkewajiban untuk melaksanakan : 1. Perbaikan manajemen serta peraturan daerah. 2. Promosi dan meningkatkan peran serta masyarakat 3. Mengembangkan program persampahan sesuai dengan kondisi daerah masing-ma sing demi terciptanya lingkungan bersih dan sehat. 4. Exploitasi dan pemeliharaan peralatan persampahan secara terus menerus d engan penuh tanggung jawab, antara lain berkaitan dengan besarnya investasi yang tertanam dalam sarana persampahan. Dalam penanganan persampahan hendaknya pihak PEMDA melibatkan masyarakat khususn ya dari segi teknis pengumpulan dan pengelolaan setempat. Masalah utama dibidang persampahan yang dewasa ini umum dihadapi diberbagai kota di Indonesia adalah: 1. Aspek teknis/fisik Keterbatasan kemampuan PEMDA dalam menyediakan sarana fisik untuk memenuhi tingk at pelayanan sesuai peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan penduduk dari wakt u ke waktu berkaitan dengan tata ruang kota dan memberikan dampak pada lingkunga n seperti gangguan adanya lalat dan estetika sehingga banyaknya TPA dan pengelol a yang didemo bahkan sampai berakibat anarkhi oleh masyarakat. 2. Aspek Pengelolaan Menyangkut keterbatasan PEMDA dalam melaksanakan pengelolaan seperti masalah org anisasi tenaga kerja dan pendanaan. Kasus-kasus yang dijumpai pada penanganan sampah yang berhubungan dengan pengelo laan adalah : a. Belum baiknya planning dan programming jangka pendek maupun jangka panja ng. b. Retribusi yang terkumpul pada umumnya sangat terbatas tidak sebanding de ngan biaya operasional dan pemeliharaan. 3. Aspek Sosial Menyangkut keterbatasan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam berperan sert a selaku warga kota dan sekaligus penghasil sampah, yang memiliki hak dan kewaji ban dalam menikmati serta mendukung pelayanan kota hal ini dengan sendirinya men gakibatkan rendahnya tingkat pelayanan perkotaan, sehingga sampah menumpuk akiba t tidak terangkut. 4. Aspek Pengaturan Hukum Menyangkut kurang lengkapnya peraturan yang ada atau telah kedaluwarsa dan tidak tegasnya sanksi sehingga peraturan tersebut menjadi mandul. 5. Aspek Lingkungan. Menyangkut dampak negatifnya dari masalah sampah terhadap lingkungan perkotaan, seperti adanya banjir dan bau. 4.2 Pengelolaan sampah dan sarana yang digunakan Pada dasarnya proses penanganan sampah perkotaan termasuk penanganan sampah di J akarta, terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu (i) pewadahan, (ii) pengumpulan, (i ii) pengangkutan dan (iv) pembuangan (Pamekas, 2003). o Pewadahan, adalah suatu proses dimana sampah yang timbul ditempatkan dal am suatu tempat atau wadah disekitar sumbernya. Tujuannya adalah untuk memisahka n sampah yang timbul dari sumbernya. Teknologi yang digunakan pada proses ini te rdiri dari kantong plastik, tong sampah atau keranjang sampah. o Pengumpulan, adalah suatu proses dimana sampah dipindahkan dari pewadaha n ke tempat penampungan sampah sementara yang lebih besar dari tempat semula. Tu juannya adalah untuk mendekatkan sampah dengan peralatan pengolahan dan atau pen gangkutan yang lebih besar. Ditempat ini sampah dapat diolah seperlunya untuk me ngurangi volume sampah misalnya dengan cara pemampatan dan atau pemilahan untuk mengambil sampah yang dapat didaur ulang serta pengomposan. Teknologi atau saran a yang digunakan pada proses ini terdiri dari bak sampah, gerobak sampah, konten er dan transfer depo. o Pengangkutan adalah proses pemindahan sampah dari tempat penampungan sem entara ke lokasi pembuangan akhir. Tujuannya adalah mengosongkan tempat penampun gan sampah sementara (TPS) kemudian mengangkut sampai ketempat yang ditentukan d ilokasi TPA sebelum ditebar. Teknologi atau sarana pengangkutan yang digunakan p ada proses ini terdiri dari truk biasa, truk dump, truk arm roll, compactor truc k. o Pembuangan (disposal) adalah suatu proses untuk menebar sampah keseluruh bidang TPA secara merata dan dipadatkan secara terbuka (open dumping) atau diur ug dengan tanah urug. Beberapa cara pembuangan sampah yaitu, dengan menebarkan s ampah pada lahan TPA secara merata dan dipadatkan secara terbuka disebut open du mping, seperti yang dilakuka pada TPA Cilincing pada awal 2004. Cara berikutnya adalah dengan menebarkan sampah pada lahan TPA kemudian memadatkan sampah terseb ut, dan menutupnya dengan tanah atau diurug. Bila proses pengurugan tidak dilaku kan setiap hari disebut pembuangan sampah ini disebut controlled landfill, sedan gkan bila penutupan tanah dilakukan setiap hari disebut sanitary landfill. 4.3 Model Pengelolaan Sampah Saat ini Model pengelolaan sampah di kota-kota besar yang digunakan termasuk Jakarta, sep erti diberikan pada Gambar 2. Gambar-2 Eksisting Model Pengelolaan Sampah Jakarta Sumber: Pamekas, 2003 Pada eksisting model pengelolaan sampah seperti yang diberikan pada gambar-2 dap at disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Terdapat 10% timbulan sampah dari proses pewadahan ke proses pengumpulan yang tidak terdata, kemungkinan terjadi proses pembakaran pada saat pewadahan s ehingga tidak dikelola lebih lanjut. 2. Pada setiap tempat pengumpulan sampah tersebut, terjadi pemisahan antara sampah organik dan anorganik yang dilakukan oleh para pemulung, sehingga volume sampah yang di buang tinggal 61% (Pamekas, 2003). 3. 29% sampah yang dipisahkan dan dikumpulkan oleh para pemulung ini adalah sampah anorganik, yang dapat didaur ulang (recycle) dan digunakan kembali (reus e). 4. Pengolahan terhadap sampah organik yang merupakan bagian terbesar dari j enis sampah di Jakarta (Tabel 4), katakan rata-rata 70% dari timbulan sampah, be lum mendapat perhatian. Hal ini yang mengakibatkan volume sampah yang dikelola d i TPA masih tetap tinggi, sekitar 61%. 4.4 Pengelolaan Sampah dengan Konsep 4-R Penggunaan model 4-R dilakukan dengan memasukkan jenis sampah organik pada masin g-masing R. Hal ini dimaksudkan agar sampah organik yang mendominasi total volum e timbulan sampah (Tabel-4) dapat di daur ulang, sehingga dapat dimanfaatkan. Pe nggantian bahan baku yang akan dikonsumsikan dan menjadi sampah (R-1) dilakukan sebelum sampah ditimbulkan. Demikian pula, dengan pengurangan timbulan sampah R- 2 dilakukan sebelum sampah ditimbulkan. Namun, karena belum ada penelitian terha dap potensi R-1 dan R-2 sebelum sampah dibangkitkan, maka pengaruhnya belum dapa t diperhitungkan dalam model ini. Hasil penelitian pengelolaan sampah perkotaan dengan menggunakan konsep 4-R yang dilakukan oleh Pamekas, 2003, diberikan pada gambar 3. Pada model yang digunaka n tersebut, telah terinci penggunaan konsep masing-masing R dari 4-R bagi sampah organik maupun sampah anorganik. Sehingga pada proses akhir, volume sampah yang harus dibuang ke TPA tinggal 14%.
Gambar-3 Model Pengelolaan Sampah Jakarta
Sumber: Pamekas, 2003 Dengan model ini, dimana pengolahan bahan organik juga menjadi bagian yang disim ulasikan, maka terjadi penurunan volume sampah yang cukup signifikan pada proses pembuangan. Gambar-3 menyimpulkan beberapa hal yaitu: 1. Reduksi sampah anorganik terjadi pada proses pewadahan, pengumpulan, dan pengangkutan, untuk recycle dan reuse. 2. Sedangkan untuk bahan organik skala rumah tangga, proses daur ulang terj adi pada tahapan pewadahan. 3. Daur ulang bahan organik untuk skala komunal terjadi pada proses pengump ulan. 4. Peningkat upaya reduksi atau pengurangan volume sampah kering dilakukan dengan teknologi penghancuran atau pembakaran. Proses R-2 tersebut terjadi pada tahapan proses pengumpulan. Jika dibandingkan penggunaan model ini (Gambar-4) dengan model yang ada selama i ni (Gambar-3) maka reduksi sampah yang terjadi pada masing-masing proses adalah: 1. Pada proses pewadahan terjadi penurunan sebesar 27% dari total sampah ya ng dibangkitkan, karena sampah organik dapat langsung ditempatkan di alat pembua t kompos (komposter) rumah tangga. 2. Pada proses pengumpulan, sampah yang akan dikumpulkan menurun dari 75% m enjadi 58% dari total sampah yang dibangkitkan. 3. Pada proses pengangkutan, sampah yang diangkut ke TPA menurun dari 66% m enjadi 19 % dari total sampah yang dibangkitkan. 4. Pada proses pembuangan, sampah yang ditebar menurun dari 61% menjadi 14% dari total sampah yang dibangkitkan. Hasil Pembahasan Memahami bahwa volume dan jenis sampah yang dibuang ke TPA seperti yang diberika n pada Tabel 2 dan Tabel 4, maka pengelolaan sampah tidak bisa tidak harus melib atkan masyarakat. Disamping itu, mengacu pada sumber sampah yang diberikan pada Tabel 3, mengindikasikan pengelola sampah yang terdiri atas berbagai instansi, m engakibatkan penanganan sampah menjadi tidak mudah. Dengan demikian, beberapa hal harus dilakukan untuk menuju pada zero waste manag ement, baik pada sistem pengelolaan ataupun perbaikan komitmen dari pihak-pihak yang terlibat. Disamping itu, sosialisasi tentang penggunaan model ini perlu di lakukan secara terus menerus sehingga masyarakat dapat memahami dengan baik. Pengelolaan sampah harus dilakukan secara terintegrasi (Integrated Solid Waste M anagement) yang melibatkan seluruh stakeholders, sehingga hak dan kewajiban masi ng-masing pihak dapat terlihat dengan jelas (Chalik dkk., 2004). Pemberdayaan ma syarakat pada proses pewadahan dan pengumpulan dapat dilakukan dengan membentuk community organizer pada tingkat Rukun Warga (RW). Hal ini akan meningkatkan kom itmen masyarakat dalam menanggulangi masalah volume sampah. Disamping itu, untuk melaksanakan R-1 dan R-2 dibutuhkan kerjasama yang baik dan komitmen yang tinggi dari pihak pemerintah dan produsen bahan-bahan yang dapat di replace dan reduce. Peran pemerintah dalam menentukan kebijakan pengolahan sa mpah harus dapat mengintegrasikan konsep 4-R dalam perencanaan jangka panjang ya ng termuat dalam RTRW Jakarta. BAB 5 Penutup 5.1 KESIMPULAN Selama ini permasalahan yang timbul pada pengelolaan sampah di Jakarta adalah te rjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kemampuan SDM pengelola, per alatan dan dana yang tidak memadai, disamping pengelola sampah tersebut dilakuka n oleh banyak instansi sehingga terjadi lempar tanggungjawab. Dengan demikian ja lan keluar yang dilakukan adalah melakukan modifikasi terhadap sistem pembuangan , atau perbaikan peralatan, atau mencari tempat pembuangan akhir sampah yang lai n. Tidak tuntasnya penyelesaian permasalahan sampah yang dilakukan selama ini, kare na permasalahan yang terjadi bukanlah permasalahan yang sebenarnya namun merupak an dampak dari permasalah sebenarnya. Akar permasalahannya sendiri, yaitu tinggi nya volume sampah terkadang tidak pernah dipersoalkan. Sehingga penyelesaian yan g dilakukan dirasakan belum efektif, contoh pemindahan TPA Bantar Gebang ke Cili ncing. Ditambah lagi dengan cara pandang yang salah terhadap sampah yang diangga p sebagai barang tidak berguna, mengakibat sulitnya melakukan perubahan pengelol aan sampah dengan mengikut sertakan masyarakat banyak. Penggunaan model 4-R mengakibatkan terjadinya reduksi volume sampah yang cukup s ignifikan yang menuju kepada zero waste management, dimana keterlibatan masyarak at dan pemerintah sangat berkontribusi terhadap tercapainya proses reduksi volum e sampah tersebut. Seperti yang dikatakan Odum, teknologi saja tidak dapat memec ahkan dilemma populasi dan pencemaran; hambatan-hambatan moral, ekonomi, dan huk um, yang timbul akibat kesadaran penuh dan lengkap dari masyarakat, yang mengang gap bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan, harus juga menjadi efektif. Daftar Pustaka 1. Pamekas, R., 2003, 4-R Dalam Sistem Manajemen Sumber Daya Sampah Perkota an, Buletin Pengawasan Dep. Kimpraswil vol 36, vol 37 dan vol 38, 2003. 2. Chalik, A.C dkk, 2004, Pengelolaan Sampah DKI Jakarta antara Perencanaan dan Pelaksanaan, 2004. 3. WALHI, 2001, A Long Way to Zero Waste Management, Country Report-Indones ia, Taiwan, 20-25 Juli 2001. 4. Soemarwoto, O., Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djembatan, Ja karta, 2001. 5. Kompas, 8 Januari 2004, Ribuan Pemulung Bantar Gebang Hijrah ke Cilincin g, Jakarta. 6. Kompas, 28 Januari 2004, Ratusan Warga Cilincing Sesak Nafas, Jakarta. 7. Kompas, 29 Januari 2004, Air Lindi di Cilincing Racuni Tambak Udang, Jak arta. 8. Kompas, 2 Februari 2004, Butuh Komitmen Kuat untuk Mengelola Sampah, Jak arta. 9. Kompas, 2 Februari 2004, Jika Tambak Mulai Menghitam dan Berbau Busuk, J akarta. 10. Kompas, 10 Februari 2004, TPS Cilincing Terbukti Mencemari Lingkungan, Jaka rta. 11. Tempo Interaktif, 25 Februari 2004, DPR Akan Minta Keterangan KLH Soal TPA Cilincing, Jakarta. 12. Menteri Riset dan Teknologi, 2004, Strategi dan Rencana Tindak Pengembangan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Air yang efektif dalam Penanggulangan Bencana, Seminar Nasional Menyambut Hari Air Sedunia XII tahun 2004, Jakarta. 13. Odum, E.P., 1993, Dasar-dasar Ekologi Edisi ketiga, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.