You are on page 1of 9

SAMPAH DAN PENCEMARAN

2.1 Teori dasar sampah


a. Sampah dan Limbah
Dilihat dari wujudnya, limbah dapat berupa padatan, cairan atau gas, sedangkan s
ampah hanya berupa padatan atau setengah padatan. Berbeda dengan sampah, limbah
memerlukan pengelolaan khusus agar tidak mencemari lingkungan.
b. Jenis-jenis Sampah
Sampah dapat dibagi menjadi 4 macam berdasarkan sumbernya, yaitu :
o Sampah Rumah Tangga
Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga.
o Sampah Komersial
Sampah yang berasal dari kegiatan komersial seperti pasar, pertokoan, rumah maka
n, tempat hiburan, penginapan, bengkel, kios dan sebagainya. Demikian pula dari
institusi seperti perkantoran, tempat pendidikan, tempat ibadah, dan lembaga-lem
baga komersial dan nonkomersial lainya.
o Sampah Bangunan
Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan termasuk pemugaran dan pembongkara
n suatu bangunan berupa semen, kayu, batu bata, genting dan sebagainya.
o Sampah Fasilitas Umum
Sampah yang berasal dari pembersihan dan penyapuan jalan, trotoar, taman lapanga
n, tempat rekreasi dan fasilitas umum lainnya.
Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga dapat terdiri dari bermacam-macam
jenis sampah yaitu :
o Sampah Basah
Sampah yang terdiri dari bahan-bahan organik yang mudah membusuk.
o Sampah kering
Sampah yang terdiri dari logam dan sampah kering non logam. Sampah plastik terma
suk sampah kering ini.
o Sampah Lembut
Debu, penggergajian kayu, sisa pembakaran kayu, sampah rokok dan sebagainya.
o Sampah Besar
Sampah yang terdiri dari buangan rumah tangga yang besar-besar, seperti lemari,
kulkas, televisi dan sebagainya
Pencemaran lingkungan yang terjadi pada tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di
Jakarta telah terjadi sejak tahun 1990, yang menimbulkan protes masyarakat sekit
ar TPA dan selalu dapat diselesaikan dengan negosiasi yang dilakukan oleh pemeri
ntah provinsi Jakarta dengan penduduk sekitar TPA (Kompas, 2 februari 2004). Ber
ulangkali protes masyarakat sekitar TPA dilakukan, namun tetap permasalahan peng
elolaan sampah belum dapat dituntaskan, sehingga pada awal tahun 2004 muncul kem
bali terjadinya pencemaran lingkungan di wilayah sekitar TPA Cilincing. Sementar
a itu, upaya pemecahannya yang dilakukan selama ini seringkali tidak menyentuh a
kar permasalahannya (Menteri Riset dan Teknologi, 2004).
Permasalahan sampah di Jakarta berakar pada tingginya volume sampah yang di hasi
lkan oleh penduduk Jakarta, disamping pengelolaannya belum dilakukan secara teri
ntegrasi yang melibatkan semua stakeholders termasuk masyarakat luas. Tingginya
volume sampah ini disebabkan oleh jumlah penduduk Jakarta yang cukup banyak. So
emarwoto, 2001, mengatakan bahwa faktor pertambahan penduduk mempengaruhi peruba
han yang besar dalam lingkungan hidup. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya
peningkatan akan bahan sandang, pangan, bahan bakar, tempat pemukiman, dan sejal
an dengan peningkatan tersebut terjadi peningkatan sampah yang merupakan sisa ke
giatan manusia.
Volume sampah yang dihasilkan penduduk Jakarta dalam 1 bulan mencapai 195. 000 (
seratus sembilan puluh lima ribu) ton (Kompas, 2 februari 2004). Di TPA Cilincin
g, sampah ini dibuang dengan sistem open dumping, di wilayah sekitar 11,5 hektar
. Pencemaran air lindi, mengakibatkan kematian ikan dan udang di tambak di sekit
ar TPA.
Angka biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxigen demand (COD) yang digun
akan untuk menentukan tingkat pencemaran air, menunjukkan pada angka yang jauh d
iatas ambang batas peruntuk air tersebut. Disamping itu, di temukan adanya penc
emaran mercuri dan timbal, merupakan bahan berbahaya dan beracun (Kompas 10 Febr
uari 2004).
Kerugian akibat pencemaran yang terjadi di TPA Cilincing, langsung dirasakan ole
h petani tambak dan penduduk sekitar TPA tersebut, baik dalam bentuk materi maup
un penyakit yang diderita oleh warga. Sekitar 35 lahan tambak di Cilincing terce
mar oleh air lindi, yang menimpa 26 petani tambak (Tempo Interaktif, 25 Februari
2004). Penyakit sesak napas, diare, dan demam, telah menyerang warga sekitar T
PA sejak 1 sampai 26 Januari (Kompas, 28 Januari 2004). Namun yang lebih merugik
an adalah pencemaran air lindi dan logam berat yang telah merembes ke dalam tana
h, pemulihan lingkungan yang dicemarkan oleh TPA Bantar Gebang misalnya membutuh
kan waktu antara 30 sampai 50 tahun (WALHI, 2001).
2.2 Kebijakan Pemerintah DKI dalam Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah di Jakarta masih berorientasi pada bagaimana membuat Jakarta
menjadi bersih dengan cara pembersihan sampah di Jakarta. Sehingga kebijakan yan
g ada adalah bagaimana memindahkan sampah dari tempat pembuangan sementara ke te
mpat pembuangan akhir. Hal tersebut dapat diartikan dengan seberapa banyak alat
transportasi yang dibutuhkan untuk memindahkan sampah tersebut ke TPA dan berapa
banyak SDM yang dibutuhkan untuk hal tersebut (Walhi, 2001). Dengan demikian be
lum terlihat adanya kebijakan Pemerintah Propinsi Jakarta untuk melakukan pengur
ang volume sampah.
Sekalipun pada Pasal 71 dalam RTRW Jakarta 2010 terdapat butir mengenai “peningkat
an peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan penerapan konsep 3-R (
Reduce, Reuse, Recycle), namun pada butir-butir lain dari kebijakan tersebut mas
ih dipermasalahan pengadaan lokasi penampungan sementara dan peningkatan kapasit
as transfer station (Chalik dkk., 2004). Dengan fokus kebijakan yang masih berat
pada penanggulangan sampah yang diproduksi oleh masyarakat Jakarta, terlihat ba
hwa komitmen Pemerintah Provinsi Jakarta dalam mengurangi volume sampah belum ku
at.
Berdasarkan kebijakan yang ada maka pengelolaan sampah yang dilakukan hanya bero
rientasi pada pemusnahan sampah secepatnya. Dengan sistem pengelolaan sampah yan
g dilakukan seperti saat ini, maka pencamaran lingkungan baik pencemaran air, ta
nah, ataupun udara akan tetap terjadi.
Untuk itu, perlu dilakukan upaya untuk merubah cara pandang terhadap sampah dari
barang tidak berguna menjadi barang yang dapat dimanfaatkan. Hal tersebut seben
arnya telah dibuktikan oleh para pemulung dimana sampah dapat memberikan penghid
upan kepada 6000 pemulung di TPA Bantar Gebang dan 2000 pemulung di TPA Cilincin
g (Kompas, 8 Januari 2004). Tulisan ini membahas model pengelolaan sampah di Jak
arta dengan konsep 4-R (replace, reduce, recycle, re-use), sehingga persepsi sam
pah sebagai bahan tidak berguna dapat berubah menjadi barang yang memberikan man
faat yang lebih banyak kepada masyarakat.
BAB 3
Tinjauan Pustaka
3.1 Proses Pengelolaan Sampah di Jakarta
Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2003, sampah adalah sisa usaha atau keg
iatan yang berwujud padat baik berupa bahan organik maupun bahan anorganik yang
bersifat dapat terurai maupun tidak terurai dan dianggap tidak berguna lagi, seh
ingga dibuang ke lingkungan (Chalik dkk., 2004). Setiap harinya manusia dengan k
egiatannya baik berupa kegiatan dalam menjalankan usahanya maupun dalam kegiatan
rumah tangga, menghasilkan sampah. Dengan besarnya penduduk di Jakarta, maka sa
mpah yang dihasilkan akan tinggi, sehngga membutuhkan pengelolaan yang baik.
Pengelolaan sampah di Jakarta dibagi atas sumber sampah yaitu, sampah rumah tang
ga, sampah pasar temporer, sampah jalan, sampah P.D Pasar Jaya, sampah komersial
, dan sampah industri. Gambar 1, memberikan skematis penanganan sampah Jakarta.
(Chalik dkk, 2004). Pada skema tersebut terdapat tiga tahap pengumpulan sampah,
yaitu,tempat pembuangan sementara (TPS), stasiun peralihan sementara, dan tempat
pembuangan akhir (TPA).
Menurut skema ini pengurangan volume sampah, baru terjadi pada saat sampah dikum
pulkan di TPS, dan hanya dilakukan bagi bahan-bahan yang dapat digunakan kembali
(re-use). Kenyataan yang ada saat ini, peran pemulung sangat berarti dalam mere
duksi volume sampah mulai dari tahap pengumpulan pertama (pewadahan) sampai di
TPA, terutama untuk re-use dan recycle. Sampah anorganik yang dipisahkan oleh pa
ra pemulung kemudian di jual kepada juragan lapak untuk lebih lanjut dijual kepa
da pabrik untuk bahan yang didaur ulang (recycle).
Memperhatikan peran serta pemulung dan juragan lapak tersebut, pada dasarnya kei
kutsertaan masyarakat dalam mereduksi volume sampah telah berjalan, namun belum
terkoordinir. Hal ini mungkin disebabkan persepsi mengenai sampah tersebut yang
tidak tepat, seperti yang diberikan oleh definisi di atas. Para pemulung membukt
ikan bahwa tidak semua sampah adalah barang tidak berguna, malahan sebagian dari
sampah merupakan sumber penghidupan mereka.

Gambar 1. Alur Penanganan Sampah DKI Jakarta

Sumber: Chalik dkk, 2004.

3.2 Konsep 4-R


Konsep 4-R berasal dari sistem penanganan sampah yang diberikan pada table-1, ya
ng merupakan penjabaran dari konsep clean production (Pamekas, 2003), terutama p
ada metoda pencegahan dan pengurangan (prevention dan minimisation).
Pengelolaan sampah menuju zero waste management menggunakan konsep 4-R dikembang
kan atas dasar hirarki berikut (Pamekas, 2003):
• R ke 1 (Replace) , proses ini bertujuan untuk mengurangi volume sampah dengan me
minimalkan (minimasi) penggunaan barang-barang melalui cara menggantikan pemakai
an barang-barang tertentu. Sebagai contoh penggunaan tissue diganti dengan saput
angan, plastik pembungkus diganti dengan daun sehingga timbulan sampah dapat ber
kurang.
• R ke 2 (Reduce), adalah konsep yang bertujuan untuk mengurangi volume sampah seb
elum dan sesudah diproduksi dengan cara pencegahan produksi kemasan yang berlebi
han atau dengan meningkatkan teknik pengisian ulang (refill).
• R ke 3 (Recycle), prinsipnya adalah mendaur ulang sampah melalui proses fisik, k
imiawi, dan biologi. Misalnya, pecahan gelas atau sampah yang berasal dari bahan
kaca diproses kembali menjadi, gelas atau piring dll; atau pecahan plastik dipr
oses menjadi ember, gayung dll.
• R ke 4 (Re-use), prinsipnya memakai kembali sampah secara langsung tanpa proses
mengolahnya terlebih dahulu, misalnya tong sampah menjadi pot kembang, dan botol
plastik menjadi tempat bumbu, dll.
Penerapan konsep R-1 dan R-2 memerlukan pengertian dan kerjasama dengan par
a produsen barang. Aplikasi konsep R-3 memerlukan pemahaman dan kesadaran masyar
akat serta para pengelola kota. Para pemulung sampah, pada umumnya telah melaksa
nakan konsep R-4 yang sebagian hasilnya ditampung oleh para agen atau juragan la
pak tertentu yang memerlukan bahan baku.
Tabel-1 langkah langkah dalam Sistim Penanganan Sampah
Langkah Metoda Keterangan
(1) (2) (3)
Produksi lebih Bersih (Cleaner Production) Pencegahan (Prevention) Dilakuka
n untuk mencegah atau mengurangi volume bangkitan sampah sebelum terbangkitkan a
tau timbul
Pengurangan (Minimisation)
Daur Ulang (Recycling) Pemakaian ulang (Re-Use) Dilakukan untuk memanfaa
tkan kembali sampah setelah dibangkitkan atau setelah timbul
Pemulihan kembali (Recovery)
Pengomposan (Composting)
Pengolahan (Treatment) Fisika (Physical) Dilakukan untuk mencegah atau me
ngurangi pengaruh sampah yang telah timbul terhadap lingkungan.
Kimiawi (Chemical)
Penghancuran (Destruction)
Pembuangan (Disposal) Pengisian Lahan (Landfill) Dilakukan untuk memusnah
kan sampah dengan cara mengisi lahan kosong (tebar Urug).
3.3 Volume, Sumber, dan Jenis Sampah yang dikelola
Meningkatnya pencemaran lingkungan akibat pembuangan sampah di TPA yang dilakuka
n dengan sistem open dumping ataupun sanitary landfill, merupakan dampak dari pe
ngelolaan sampah yang berlandaskan pada persepsi sampah sebagai sisa kegiatan ma
nusia yang tidak berguna. Dengan persepsi ini maka sampah dianggap tidak memilik
i nilai ekonomis, sehingga pengelolaannya kurang mendapat perhatian yang serius
dari pemerintah provinsi Jakarta.
Meningkatnya populasi berakibat pada peningkatan volume sampah, Tabel 2 memberik
an proyeksi timbulan sampah di Jakarta sampai dengan tahun 2005. Peningkatan vol
ume sampah mencapai 3.000 ton perhari dalam satu tahun mendatang.
Tabel 2. Proyeksi Timbulan Sampah di Jakarta
Wilayah Timbulan Sampah (ton/hari)
1985 1995 2005
Jakarta Pusat 1.050 1.360 1.830
Jakarta Utara 770 1.120 1.530
Jakarta Barat 930 1.420 2.070
Jakarta Selatan 1.110 1.770 2.410
Total 4.930 7.360 10.120
Sumber : JICA,1987
Pencemaran lingkungan yang terjadi oleh sampah, tidak dapat diatasi hanya dengan
menggunakan teknologi penghancuran sampah seperti yang terdapat dalam kebijakan
pengelolaan sampah pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2010, dimana
sistem pembakaran yang direncanakan menggunakan incenerator. Sistem pembakaran d
engan incenerator pada suhu 1100 0C, dengan lama pembakaran, suhu dan campuran o
ksigen yang tepat dapat menghancurkan 99% sampah.
Asap yang terbentuk diolah terlebih dahulu, sebelum dibuang ke udara. Resiko sis
tem pembakaran yang tidak mencapai tingkat suhu tersebut adalah timbulnya dioksi
n yang sangat beracun dan menimbulkan berbagai jenis kanker (Chalik dkk, 2004).
Penyelesaian masalah volume sampah dengan menggunakan incenerator dapat berdampa
k kepada terjadi pencemaran baru yang mungkin akan lebih berbahaya terhadap kese
hatan masyarakat banyak.
Tabel 3 memberikan sumber sampah yang dikelola oleh pemerintah daerah Jakarta, d
imana lebih dari 50% lebih sampah yang dihasilkan berasal dari sampah rumah tang
ga, yang sebagian besar terdiri atas sampah organik (Tabel 4). Sumber sampah ya
ng diberikan pada Tabel 3 ini juga menggambarkan pengelolaan yang dilakukan oleh
instansi yang berbeda. Sebagai contoh sampah rumah tangga pada proses pewadaha
n dan pengumpulan dilakukan dibawah koordinasi RT/RW dan Dinas Kebersihan, sedan
gkan pengangkutan sebagian besar dilakukan oleh Dinas Kebersihan. Pembuangan dil
akukan oleh Dinas Kebersihan (Chalik dkk, 2004). Sampah pasar, tanggung jawab p
engelolaannya diserahkan kepada dinas pasar. Sampah dari jalan dan saluran, tang
gung jawab pengelolaannya dipercayakan kepada dinas pekerjaan umum. Sampah dari
kantor, pertokoan dan hotel kadang-kadang diserahkan pengelolaannya kepada swas
ta atau dikelola sendiri oleh dinas kebersihan dan kesehatan kota.
Tabel 3. Sumber Sampah
Sumber Sampah Persentasi (%)
Rumah Tangga 51,27
Pasar Temporer 5,7
P.D Pasar Jaya 11,20
Komersial 16,71
Jalan 0,95
Industri 15,22
Sumber: Chalik,dkk,2004
Disamping volume dan sumber sampah, di Indonesia sampah belum dipisahkan antara
sampah organik dan anorganik, bahkan bahan berbahaya dan beracun (B3), masih dib
uang sembarangan dan ikut menumpuk di TPA (Kompas, 2 Februari 2004). Air lindi (
air hasil pembusukan sampah) yang terdiri atas unsur organik, anorganik, serta b
ahan B3, merembes ke dalam tanah. Kontaminasi limbah B3 ini ikut tersebar bersam
a dengan air lindi dan dengan medium air, B3 akan meresap lebih cepat ke dalam t
anah. Sampah di Bantar Gebang misalnya terdiri atas beberapa jenis bahan diberik
an pada tabel 4 (Walhi, 2001).

Tabel 4. Jenis sampah di Jakarta


Jenis Sampah Persentasi (%)
Sampah organik 73,93
Kertas 10,18
Kayu 0,98
Tekstil 1,57
karet atau kulit imitasi 0,55
Plastik 7,86
Logam 2,04
Kaca 1,75
Baterei 0,29
sampah lain 0,36
Sumber: WALHI (1999/2000)
BAB 4
Pembahasan dan Hasil
4.1 Permasalahan yang di hadapi
Berdasarkan pola penanganan sampah yang dilakukan pada daerah perkotaan bahwa ta
nggung jawab pengelolaan sampah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
(PEMDA), untuk itu PEMDA berkewajiban untuk melaksanakan :
1. Perbaikan manajemen serta peraturan daerah.
2. Promosi dan meningkatkan peran serta masyarakat
3. Mengembangkan program persampahan sesuai dengan kondisi daerah masing-ma
sing demi terciptanya lingkungan bersih dan sehat.
4. Exploitasi dan pemeliharaan peralatan persampahan secara terus menerus d
engan penuh tanggung jawab, antara lain berkaitan dengan besarnya investasi yang
tertanam dalam sarana persampahan.
Dalam penanganan persampahan hendaknya pihak PEMDA melibatkan masyarakat khususn
ya dari segi teknis pengumpulan dan pengelolaan setempat. Masalah utama dibidang
persampahan yang dewasa ini umum dihadapi diberbagai kota di Indonesia adalah:
1. Aspek teknis/fisik
Keterbatasan kemampuan PEMDA dalam menyediakan sarana fisik untuk memenuhi tingk
at pelayanan sesuai peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan penduduk dari wakt
u ke waktu berkaitan dengan tata ruang kota dan memberikan dampak pada lingkunga
n seperti gangguan adanya lalat dan estetika sehingga banyaknya TPA dan pengelol
a yang didemo bahkan sampai berakibat anarkhi oleh masyarakat.
2. Aspek Pengelolaan
Menyangkut keterbatasan PEMDA dalam melaksanakan pengelolaan seperti masalah org
anisasi tenaga kerja dan pendanaan.
Kasus-kasus yang dijumpai pada penanganan sampah yang berhubungan dengan pengelo
laan adalah :
a. Belum baiknya planning dan programming jangka pendek maupun jangka panja
ng.
b. Retribusi yang terkumpul pada umumnya sangat terbatas tidak sebanding de
ngan biaya operasional dan pemeliharaan.
3. Aspek Sosial
Menyangkut keterbatasan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam berperan sert
a selaku warga kota dan sekaligus penghasil sampah, yang memiliki hak dan kewaji
ban dalam menikmati serta mendukung pelayanan kota hal ini dengan sendirinya men
gakibatkan rendahnya tingkat pelayanan perkotaan, sehingga sampah menumpuk akiba
t tidak terangkut.
4. Aspek Pengaturan Hukum
Menyangkut kurang lengkapnya peraturan yang ada atau telah kedaluwarsa dan tidak
tegasnya sanksi sehingga peraturan tersebut menjadi mandul.
5. Aspek Lingkungan.
Menyangkut dampak negatifnya dari masalah sampah terhadap lingkungan perkotaan,
seperti adanya banjir dan bau.
4.2 Pengelolaan sampah dan sarana yang digunakan
Pada dasarnya proses penanganan sampah perkotaan termasuk penanganan sampah di J
akarta, terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu (i) pewadahan, (ii) pengumpulan, (i
ii) pengangkutan dan (iv) pembuangan (Pamekas, 2003).
o Pewadahan, adalah suatu proses dimana sampah yang timbul ditempatkan dal
am suatu tempat atau wadah disekitar sumbernya. Tujuannya adalah untuk memisahka
n sampah yang timbul dari sumbernya. Teknologi yang digunakan pada proses ini te
rdiri dari kantong plastik, tong sampah atau keranjang sampah.
o Pengumpulan, adalah suatu proses dimana sampah dipindahkan dari pewadaha
n ke tempat penampungan sampah sementara yang lebih besar dari tempat semula. Tu
juannya adalah untuk mendekatkan sampah dengan peralatan pengolahan dan atau pen
gangkutan yang lebih besar. Ditempat ini sampah dapat diolah seperlunya untuk me
ngurangi volume sampah misalnya dengan cara pemampatan dan atau pemilahan untuk
mengambil sampah yang dapat didaur ulang serta pengomposan. Teknologi atau saran
a yang digunakan pada proses ini terdiri dari bak sampah, gerobak sampah, konten
er dan transfer depo.
o Pengangkutan adalah proses pemindahan sampah dari tempat penampungan sem
entara ke lokasi pembuangan akhir. Tujuannya adalah mengosongkan tempat penampun
gan sampah sementara (TPS) kemudian mengangkut sampai ketempat yang ditentukan d
ilokasi TPA sebelum ditebar. Teknologi atau sarana pengangkutan yang digunakan p
ada proses ini terdiri dari truk biasa, truk dump, truk arm roll, compactor truc
k.
o Pembuangan (disposal) adalah suatu proses untuk menebar sampah keseluruh
bidang TPA secara merata dan dipadatkan secara terbuka (open dumping) atau diur
ug dengan tanah urug. Beberapa cara pembuangan sampah yaitu, dengan menebarkan s
ampah pada lahan TPA secara merata dan dipadatkan secara terbuka disebut open du
mping, seperti yang dilakuka pada TPA Cilincing pada awal 2004. Cara berikutnya
adalah dengan menebarkan sampah pada lahan TPA kemudian memadatkan sampah terseb
ut, dan menutupnya dengan tanah atau diurug. Bila proses pengurugan tidak dilaku
kan setiap hari disebut pembuangan sampah ini disebut controlled landfill, sedan
gkan bila penutupan tanah dilakukan setiap hari disebut sanitary landfill.
4.3 Model Pengelolaan Sampah Saat ini
Model pengelolaan sampah di kota-kota besar yang digunakan termasuk Jakarta, sep
erti diberikan pada Gambar 2.
Gambar-2 Eksisting Model Pengelolaan Sampah Jakarta
Sumber: Pamekas, 2003
Pada eksisting model pengelolaan sampah seperti yang diberikan pada gambar-2 dap
at disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1. Terdapat 10% timbulan sampah dari proses pewadahan ke proses pengumpulan
yang tidak terdata, kemungkinan terjadi proses pembakaran pada saat pewadahan s
ehingga tidak dikelola lebih lanjut.
2. Pada setiap tempat pengumpulan sampah tersebut, terjadi pemisahan antara
sampah organik dan anorganik yang dilakukan oleh para pemulung, sehingga volume
sampah yang di buang tinggal 61% (Pamekas, 2003).
3. 29% sampah yang dipisahkan dan dikumpulkan oleh para pemulung ini adalah
sampah anorganik, yang dapat didaur ulang (recycle) dan digunakan kembali (reus
e).
4. Pengolahan terhadap sampah organik yang merupakan bagian terbesar dari j
enis sampah di Jakarta (Tabel 4), katakan rata-rata 70% dari timbulan sampah, be
lum mendapat perhatian. Hal ini yang mengakibatkan volume sampah yang dikelola d
i TPA masih tetap tinggi, sekitar 61%.
4.4 Pengelolaan Sampah dengan Konsep 4-R
Penggunaan model 4-R dilakukan dengan memasukkan jenis sampah organik pada masin
g-masing R. Hal ini dimaksudkan agar sampah organik yang mendominasi total volum
e timbulan sampah (Tabel-4) dapat di daur ulang, sehingga dapat dimanfaatkan. Pe
nggantian bahan baku yang akan dikonsumsikan dan menjadi sampah (R-1) dilakukan
sebelum sampah ditimbulkan. Demikian pula, dengan pengurangan timbulan sampah R-
2 dilakukan sebelum sampah ditimbulkan. Namun, karena belum ada penelitian terha
dap potensi R-1 dan R-2 sebelum sampah dibangkitkan, maka pengaruhnya belum dapa
t diperhitungkan dalam model ini.
Hasil penelitian pengelolaan sampah perkotaan dengan menggunakan konsep 4-R yang
dilakukan oleh Pamekas, 2003, diberikan pada gambar 3. Pada model yang digunaka
n tersebut, telah terinci penggunaan konsep masing-masing R dari 4-R bagi sampah
organik maupun sampah anorganik. Sehingga pada proses akhir, volume sampah yang
harus dibuang ke TPA tinggal 14%.

Gambar-3 Model Pengelolaan Sampah Jakarta


Sumber: Pamekas, 2003
Dengan model ini, dimana pengolahan bahan organik juga menjadi bagian yang disim
ulasikan, maka terjadi penurunan volume sampah yang cukup signifikan pada proses
pembuangan. Gambar-3 menyimpulkan beberapa hal yaitu:
1. Reduksi sampah anorganik terjadi pada proses pewadahan, pengumpulan, dan
pengangkutan, untuk recycle dan reuse.
2. Sedangkan untuk bahan organik skala rumah tangga, proses daur ulang terj
adi pada tahapan pewadahan.
3. Daur ulang bahan organik untuk skala komunal terjadi pada proses pengump
ulan.
4. Peningkat upaya reduksi atau pengurangan volume sampah kering dilakukan
dengan teknologi penghancuran atau pembakaran. Proses R-2 tersebut terjadi pada
tahapan proses pengumpulan.
Jika dibandingkan penggunaan model ini (Gambar-4) dengan model yang ada selama i
ni (Gambar-3) maka reduksi sampah yang terjadi pada masing-masing proses adalah:
1. Pada proses pewadahan terjadi penurunan sebesar 27% dari total sampah ya
ng dibangkitkan, karena sampah organik dapat langsung ditempatkan di alat pembua
t kompos (komposter) rumah tangga.
2. Pada proses pengumpulan, sampah yang akan dikumpulkan menurun dari 75% m
enjadi 58% dari total sampah yang dibangkitkan.
3. Pada proses pengangkutan, sampah yang diangkut ke TPA menurun dari 66% m
enjadi 19 % dari total sampah yang dibangkitkan.
4. Pada proses pembuangan, sampah yang ditebar menurun dari 61% menjadi 14%
dari total sampah yang dibangkitkan.
Hasil Pembahasan
Memahami bahwa volume dan jenis sampah yang dibuang ke TPA seperti yang diberika
n pada Tabel 2 dan Tabel 4, maka pengelolaan sampah tidak bisa tidak harus melib
atkan masyarakat. Disamping itu, mengacu pada sumber sampah yang diberikan pada
Tabel 3, mengindikasikan pengelola sampah yang terdiri atas berbagai instansi, m
engakibatkan penanganan sampah menjadi tidak mudah.
Dengan demikian, beberapa hal harus dilakukan untuk menuju pada zero waste manag
ement, baik pada sistem pengelolaan ataupun perbaikan komitmen dari pihak-pihak
yang terlibat. Disamping itu, sosialisasi tentang penggunaan model ini perlu di
lakukan secara terus menerus sehingga masyarakat dapat memahami dengan baik.
Pengelolaan sampah harus dilakukan secara terintegrasi (Integrated Solid Waste M
anagement) yang melibatkan seluruh stakeholders, sehingga hak dan kewajiban masi
ng-masing pihak dapat terlihat dengan jelas (Chalik dkk., 2004). Pemberdayaan ma
syarakat pada proses pewadahan dan pengumpulan dapat dilakukan dengan membentuk
community organizer pada tingkat Rukun Warga (RW). Hal ini akan meningkatkan kom
itmen masyarakat dalam menanggulangi masalah volume sampah.
Disamping itu, untuk melaksanakan R-1 dan R-2 dibutuhkan kerjasama yang baik dan
komitmen yang tinggi dari pihak pemerintah dan produsen bahan-bahan yang dapat
di replace dan reduce. Peran pemerintah dalam menentukan kebijakan pengolahan sa
mpah harus dapat mengintegrasikan konsep 4-R dalam perencanaan jangka panjang ya
ng termuat dalam RTRW Jakarta.
BAB 5
Penutup
5.1 KESIMPULAN
Selama ini permasalahan yang timbul pada pengelolaan sampah di Jakarta adalah te
rjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kemampuan SDM pengelola, per
alatan dan dana yang tidak memadai, disamping pengelola sampah tersebut dilakuka
n oleh banyak instansi sehingga terjadi lempar tanggungjawab. Dengan demikian ja
lan keluar yang dilakukan adalah melakukan modifikasi terhadap sistem pembuangan
, atau perbaikan peralatan, atau mencari tempat pembuangan akhir sampah yang lai
n.
Tidak tuntasnya penyelesaian permasalahan sampah yang dilakukan selama ini, kare
na permasalahan yang terjadi bukanlah permasalahan yang sebenarnya namun merupak
an dampak dari permasalah sebenarnya. Akar permasalahannya sendiri, yaitu tinggi
nya volume sampah terkadang tidak pernah dipersoalkan. Sehingga penyelesaian yan
g dilakukan dirasakan belum efektif, contoh pemindahan TPA Bantar Gebang ke Cili
ncing. Ditambah lagi dengan cara pandang yang salah terhadap sampah yang diangga
p sebagai barang tidak berguna, mengakibat sulitnya melakukan perubahan pengelol
aan sampah dengan mengikut sertakan masyarakat banyak.
Penggunaan model 4-R mengakibatkan terjadinya reduksi volume sampah yang cukup s
ignifikan yang menuju kepada zero waste management, dimana keterlibatan masyarak
at dan pemerintah sangat berkontribusi terhadap tercapainya proses reduksi volum
e sampah tersebut. Seperti yang dikatakan Odum, teknologi saja tidak dapat memec
ahkan dilemma populasi dan pencemaran; hambatan-hambatan moral, ekonomi, dan huk
um, yang timbul akibat kesadaran penuh dan lengkap dari masyarakat, yang mengang
gap bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan, harus juga menjadi efektif.
Daftar Pustaka
1. Pamekas, R., 2003, 4-R Dalam Sistem Manajemen Sumber Daya Sampah Perkota
an, Buletin Pengawasan Dep. Kimpraswil vol 36, vol 37 dan vol 38, 2003.
2. Chalik, A.C dkk, 2004, Pengelolaan Sampah DKI Jakarta antara Perencanaan
dan Pelaksanaan, 2004.
3. WALHI, 2001, A Long Way to Zero Waste Management, Country Report-Indones
ia, Taiwan, 20-25 Juli 2001.
4. Soemarwoto, O., Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djembatan, Ja
karta, 2001.
5. Kompas, 8 Januari 2004, Ribuan Pemulung Bantar Gebang Hijrah ke Cilincin
g, Jakarta.
6. Kompas, 28 Januari 2004, Ratusan Warga Cilincing Sesak Nafas, Jakarta.
7. Kompas, 29 Januari 2004, Air Lindi di Cilincing Racuni Tambak Udang, Jak
arta.
8. Kompas, 2 Februari 2004, Butuh Komitmen Kuat untuk Mengelola Sampah, Jak
arta.
9. Kompas, 2 Februari 2004, Jika Tambak Mulai Menghitam dan Berbau Busuk, J
akarta.
10. Kompas, 10 Februari 2004, TPS Cilincing Terbukti Mencemari Lingkungan, Jaka
rta.
11. Tempo Interaktif, 25 Februari 2004, DPR Akan Minta Keterangan KLH Soal TPA
Cilincing, Jakarta.
12. Menteri Riset dan Teknologi, 2004, Strategi dan Rencana Tindak Pengembangan
Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Air yang efektif dalam Penanggulangan Bencana,
Seminar Nasional Menyambut Hari Air Sedunia XII tahun 2004, Jakarta.
13. Odum, E.P., 1993, Dasar-dasar Ekologi Edisi ketiga, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

You might also like