Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pengampu :
Drs. JOKO NUGROHO
Disusun oleh :
1
BAB II
PEMBAHASAN
c
n medium =
v
dengan
Indeks bias mutlak medium yaitu indeks bias medium saat berkas cahaya dari
ruang hampa melewati medium tersebut. Indek bias mutlak suatu medium dituliskan
nmedium. Indeks bias mutlak kaca dituliskan nkaca, indeks bias mutlak air dituliskan nair
2
dan seterusnya. Oleh karena c selalu lebih besar dari pada v maka indeks bias suatu
medium selalu lebih dari satu nmedium >1.
Indeks bias relatif adalah perbandingan indeks bias suatu medium terhadap
indeks bias medium yang lain.
n1 n2
n12 = atau n 21 =
n2 n1
dengan
3
1. Sinar datang, sinar bias dan garis normal terletak pada satu bidang datar.
2. Perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut bias dari suatu cahaya yang
melewati dua medium yang berbeda merupakan suatu konstanta.
sin i n 2
=
sin r n1
Menurut teori muka gelombang rambatan cahaya dapat digambarkan sebagai muka
gelombang yang tegak lurus arah rambatan dan muka gelombang itu membelok saat
menembus bidang batas medium 1 dan medium 2 seperti diperlihatkan gambar 1.
AE v .t
sebagai berikut, Sin r = = 2 . Bila kedua persamaan dibandingkan akan
AD AD
diperoleh
4
sin i v
= 1
sin r v 2
Pada peristiwa pembelokan cahaya dari medium 1 ke medium 2 ini besaran frekuensi
cahaya tetap atau tidak mengalami perubahan. Karena v = λ .f maka berlaku pula,
sin i λ1
=
sin r λ2
sin i n 2 v1 λ1
Sehingga berlaku persamaan pembiasa = = = n
sin r n1 v 2 λ2
Dengan keterangan,
Gambar 2. sinar merambat dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat akan dibiaskan
mendekati garis normal, sudut r < i
B. Pemantulan Total
Pada saat cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik
5
kurang rapat dengan sudut datang tertentu, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis
normal. Artinya sudut bias akan selalu lebih besar dibandingkan sudut datang.
Apabila sudut datang cukup besar, maka sudut bias akan lebih besar lagi, Apa yang
terjadi, bila sudut datang terus diperbesar?
Bila sudut datang terus diperbesar, maka suatu saat sinar bias akan sejajar dengan
bidang yang berarti besar sudut biasnya (r) 90°. Tidak ada lagi cahaya yang dibiaskan,
seluruhnya akan dipantulkan. Sudut datang pada saat sudut biasnya mencapai 90° ini
disebut sudut kritis atau sudut batas. Pemantulan yang terjadi disebut pemantulan total
atau pemantulan sempurna. Persamaan sudut kritis sebagai berikut.
sin i n 2
=
sin r n 1
sin i k n
0
= 2
sin 90 n1
n2
sin ik =
n1
Keterangan
Kaca plan paralel atau balok kaca adalah keping kaca tiga dimensi yang dibatasi oleh
sisi-sisi yang sejajar.
Gambar 3. Sebuah kaca
plan paralel atau balok kaca.
Dibatasi oleh tiga pasang sisi
– sisi sejajar
Cahaya dari udara memasuki sisi pembias kaca plan paralel akan dibiaskan mendekati
garis normal. Demikian pula pada saat cahaya meninggalkan sisi pembias lainnya ke
udara akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pengamat dari sisi pembias yang
6
berseberangan akan melihat sinar dari benda bergeser akibat pembiasan. Sinar bias
akhir mengalami pergeseran sinar terhadap arah semula.
i1
i1 = α + r1 d.sin(i 1 − r1 )
Karena maka t=
α = i1 − r1 cosr 1
Ketentuan lain adalah berlaku: i 1 = r2
r1 = i2
7
dengan keterangan
d = tebal balok kaca, (cm)
i = sudut datang, (°)
r = sudut bias, (°)
t = pergeseran cahaya, (cm)
Prisma juga merupakan benda bening yang terbuat dari kaca, kegunaannya
antara lain untuk mengarahkan berkas sinar, mengubah dan membalik letak bayangan
serta menguraikan cahaya putih menjadi warna spektrum (warna pelangi).
Cahaya dari udara memasuki salah satu bidang pembias prisma akan dibiaskan dan
pada saat meninggalkan bidang pembias lainnya ke udara juga dibiaskan.
sini 1 n k
pada bidang pembias I : =
sinr1 n ud
sini 1 n ud
pada bidang pembias II : =
sinr 2 n k
Sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang dan sinar
bias prisma.
Pada saat i1 = r2 dan r1 = i2, sudut deviasi menjadi sekecil-kecilnya disebut sudut
Deviasi Minimum ( δ m).
δm = i1 + i1 − β
8
δm + β = 2i 1
δm + β
i1 =
2
dan r1 = i2 β = r1 + i 2
β = r1 + r1
β
β = 2r1 → r1 =
2
sini 1 n 2
sehingga : =
sinr1 n 1
δm + β
sin( )
2 n
= 2
β n1
sin( )
2
untuk prisma dengan sudut pembias β ≤ 150, sudut deviasi minimum ditentukan
tersendiri. Karena sudut deviasi menjadi sangat kecil (δm) sehingga nilai sin α = α.
Akibatnya persamaan Hukum Snellius di atas berubah dari,
δm + β
sin( )
2 n
= 2
β n1
sin( )
2
δm + β
( )
2 n
= 2
β n1
( )
2
δm + β n 2
=
β n1
n2
δm = β −β
n1
n2
δm = ( − 1)β
n1
9
Gambar 6. Permukaan lengkung atau lensa tebal
Sinar-sinar dari benda benda yang berada pada medium 1 dengan indeks bias mutlak
n1 di depan sebuah permukaan lengkung bening yang indeks bias mutlaknya akan
dibiaskan sehingga terbentuk bayangan benda. Bayangan ini bersifat nyata karena
dapat ditangkap layar.
Persamaan yang menyatakan hubungan antara indeks bias medium, indeks bias
permukaan lengkung, jarak benda, jarak bayangan, dan jari-jari permukaan lengkung
dapat dirumuskan sebagai berikut.
n1 n 2 n 2 − n1
s + s' = R
Dengan keterangan,
n1 = indeks bias medium di sekitar permukaan lengkung
n2 = indeks bias permukaan lengkung
s = jarak benda
s' = jarak bayangan
R = jari-jari kelengkungan permukaan lengkung
Syarat : R = (+) jika sinar datang menjumpai permukaan cembung
R = (-) jika sinar datang menjumpai permukaan cekung
Seperti pada pemantulan cahaya, pada pembiasan cahaya juga ada perjanjian tanda
berkaitan dengan persamaan-persamaan pada permukaan lengkung seperti dijelaskan
dalam tabel berikut ini.
10
s'+ Jika bayangan nyata (di belakang permukaan lengkung)
s'- Jika bayangan maya (di depan permukaan lengkung)
R+ Jika permukaan berbentuk cembung dilihat dari letak benda
R- Jika permukaan berbentuk cekung dilihat dari letak benda
Sinar dari benda AB dan menuju permukaan lengkung dibiaskan sedemikian oleh
permukaan tersebut sehingga terbentuk bayangan A'B'. Bila tinggi benda AB = h dan
tinggi bayangan A'B' = h', akan diperoleh
h
tan i = atau h = s tan i dan
s
h'
tan r = atau h’ = s’ tan r
s'
s' sin r
sehingga M=
s sin i
sin i n 2 sin r n 1
Karena = atau = maka diperoleh persamaan
sin r n 1 sin i n 2
Permukaan lengkung mempunyai dua titik api atau fokus. Fokus pertama (F1) adalah
suatu titik asal sinar yang mengakibatkan sinar-sinar dibiaskan sejajar. Artinya
bayangan akan terbentuk di jauh tak terhingga (s’ = ~) dan jarak benda s sama dengan
jarak fokus pertama (s = f1) sehingga dari persamaan permukaan lengkung
n1 n 2 n 2 − n1 n1 n 2 n 2 − n1
s + s' = R di peroleh + = , sehingga
f1 ~ R
n1 n 2 − n1
+ 0 = atau
f1 R
1 n 2 − n1
=
f n 1R
n1R
Sehingga jarak fokus pertamanya sebesar, f1 =
n 2 − n1
Fokus kedua (F2) permukaan lengkung adalah titik pertemuan sinar-sinar bias apa bila
sinar-sinar yang datang pada bidang lengkung adalah sinar-sinar sejajar. Artinya
benda berada jauh di tak terhingga (s = ∼ ) sehingga dengan cara yang sama seperti
pada penurunan fokus pertama di atas, kita dapatkan persamaan fokus kedua
permukaan lengkung.
n 2R
f2 =
n 2 − n1
12
Gambar 8. Lensa cembung bersifat
mengumpulkan sinar di satu bidang fokus
13
Untuk memudahkan pembuatan diagram lensa digambar dengan garis lurus dan tanda
di atasnya, untuk lensa cembung di tulis (+) dan lensa cekung (–). Untuk lensa
memiliki dua titik fokus.
14
Gambar 32 .Sinar-sinar istimewa pada lensa cekung
(1).Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik
fokus.
(2).Sinar datang seolah-olah menuju titik fokus lensa dibiaskan sejajar sumbu
utama.
(3).Sinar datang melalui titik pusat lensa tidak dibiaskan melainkan diteruskan.
Untuk lensa nomor ruang untuk benda dan nomor-ruang untuk bayangan dibedakan.
nomor ruang untuk benda menggunakan angka Romawi (I, II, III, dan IV), sedangkan
untuk ruang bayangan menggunakan angka Arab (1, 2, 3 dan 4) seperti pada gambar
berikut ini:
15
Berlaku pula : R benda + R bayangan = 5
16
• Benda AB berada di ruang II lensa cekung
Untuk lensa tipis yang permukaannya sferis (merupakan permukaan bola), hubungan
antara jarak benda (s), jarak bayangan (s') dan jarak fokus (f) serta perbesaran
bayangan benda (M) diturunkan dengan bantuan geometri dapat dijelaskan berikut ini.
17
n2 n n − n2
maka + 1 = 1
- DI1 DI 2 - R 2
Karena dianggap lensa tipis maka ketebalan BD diabaikan, sehingga BI1 = DI1 dan
saling meniadakan karena berlawanan tanda . Apabila kedua persamaan dijumlahkan
diperoleh :
n1 n n − n1 n 1 − n 2
+ 1 = 2 +
OB DI2 R 2 − R 1
n1 n1 n 2 − n1 n1 − n 2
s + s' = R + − R
2 1
n1 n1 n 2 − n1 n 2 − n1
s + s' = R + R
2 1
n 1 n 1 n 2 − n 1 1 1
+ = +
s s' R 2 R 1 R 2
Semua ruas dibagi dengan n1 akan diperoleh persamaan lensa tipis sebagai berikut.
1 1 n 2 1 1
+ = − 1 +
s s' n 1 R 1 R 2
Dengan keterangan,
s = jarak benda
s' = jarak bayangan
n1 = indeks bias medium sekeliling lensa
n2 = indeks bias lensa
R1 = jari-jari kelengkungan permukaan pertama lensa
R2 = jari-jari kelengkungan permukaan kedua lensa
Persamaan lensa tipis tersebut berlaku hanya untuk sinar-sinar datang yang
dekat dengan sumbu utama lensa (sinar-sinar paraksial) dengan ketebalan lensa jauh
lebih kecil dibandingkan dengan jari-jari kelengkungannya.
Jarak fokus lensa (f) adalah jarak dari pusat optik ke titik fokus (F). Jadi bila s
= ~ bayangan akan terbentuk di titik fokus (F), maka s’= f.
1 1 n 2 1 1
+ = − 1 +
s s' n 1 R 1 R 2
1 1 n2 1 1
+ = − 1 +
~ f n1 R 1 R 2
18
1 1 n 2 1 1
Karena = 0 maka rumus jarak fokus lensa : = − 1 +
~ f n1 R 1 R 2
1 1 n 2 1 1
Bila persamaan + = − 1 + disubstitusikan dengan persamaan
s s' n 1 R 1 R 2
1 n 2 1 1
= − 1 + maka akan didapat persamaan baru yang dikenal sebagai
f n1 R 1 R 2
persamaan pembuat lensa, yaitu
1 1 1
= + 1
f s s
Dengan keterangan,
n1 = indeks bias medium sekeliling lensa
n2 = indeks bias lensa
R1 = jari-jari kelengkungan permukaan pertama lensa
R2 = jari-jari kelengkungan permukaan kedua lensa
R = bertanda (+) jika permukaan lensa yang dijumpai berbentuk cembung
R = bertanda (-) jika permukaan lensa yang dijumpai berbentuk cekung
R= ∞ jika permukaan lensa yang dijumpai berbentuk datar
s = jarak benda bertanda positif (+) jika benda terletak di depan lensa (benda nyata).
s = jarak benda bertanda negatif (–) jika benda terletak di belakang lensa (benda
maya).
s’ = jarak bayangan bertanda positif (+) jika bayangan terletak di belakang lensa
(bayangan nyata).
s’ = karak bayangan bertanda negatif (–) jika benda terletak di depan lensa (bayangan
maya).
f = jarak fokus bertanda positif (+) untuk permukaan lensa positif (lensa cembung).
f = jarak fokus bertanda negatif (–) untuk permukaan lensa negatif (lensa cekung).
5. Perbesaran bayangan
Untuk menentukan perbesaran bayangan lensa tipis dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut.
s1 h'
M= =
s h
Dengan keterangan,
19
s = jarak benda
s' = jarak bayangan
h = tinggi benda
h' = tinggi bayangan
M > 1 = bayangan diperbesar
M < 1 = bayangan diperkecil
s1 (+) = bayangan nyata
s1 (−) = bayangan maya
20
Suatu lensa gabungan merupakan gabungan dari dua atau lebih lensa dengan sumbu
utamanya berhimpit dan disusun berdekatan satu sama lain sehingga tidak ada jarak
antara lensa yang satu dengan lensa yang lain (d = 0).
1 1 1 1
= + + +... .
f gab f1 f2 f3
Pgab = P1 + P2 + P3 +....
Berlaku ketentuan untuk lensa positif (lensa cembung), jarak fokus (f) bertanda plus,
sedangkan untuk lensa negatif (lensa cekung), jarak fokus bertanda minus.
Apabila sebuah benda AB terletak di antara dua lensa yang berhadap-hadapan, akan
mengalami dua kali proses pembiasan oleh lensa I dilanjutkan oleh lensa II.
1 1 1 1 1 1
Lensa I : = + 1 Lensa II : = + 1
f1 s1 s1 f 2 s2 s2
s11 s 12
M1 = M2 =
s1 s2
21
22
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Pembiasan cahaya atau Refraksi adalah peristiwa penyimpangan atau
pembelokan cahaya karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya.
Beberapa contoh gejala pembiasan yang sering di jumpai dalam kehidupan sehari-hari
diantaranya:
Dasar kolam kelihatan lebih dangkal bila di lihat dari atas
Kaca mata minus (negatif) atau kaca mata plus (positif) dapat membuat jelas
pandangan bagi penderita rabun jauh atau rabun dekat karena adanya
pembiasan.
Terjadinya pelangi setelah turun hujan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Kane, J.W., Sternheim, M.M. (1988) Physics (3rd ed.). New York: John Wiley &
Sons.
Young, H.D., Freedman, R.A. (1996) University Physics (ninth ed). Massachusetts :
Addison-Wesley.
http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_full.php?id=185&fname=materi04c.html
DAFTAR PUSTAKA
Foster, Bob. 2004. Terpadu Fisika SMA untuk Kelas X Semester 2.Jakarta: Erlangga
www.en.wikipedia.org
www.125.163.204.22/e_books/modul_online/fisika/MO_90/kb3_5.htm
www.power-point.Tp.ac.id.
24
25