You are on page 1of 14

Bab I

Pendahuluan

1.1. Tujuan
 Mempelajari metode pemisahan menggunakan kromatografi kertas dan lapis tipis
 Memisahkan beberapa logam (Nikel, Mangan, Kobalt, dan Zink) atau asam amino dari
sampel
 Penetapan nilai Rf

1.2. Prinsip
Sedikit contoh larutan yang diukur ditaruh didekat salah satu ujung lempeng lapisan tipis
atau potongan kertas dan kromatogram dikembangkan menggunakan pelarut campuran aseton-
asam klorida. Eksperimen ini memungkinkan penetapan nilai Rf yang kira-kira adalah Ni 0.1;Mn
0.25;Co 0.55;Zn 0.9.

jarak yang ditempuh oleh senyawa darititik awal


Harga Rf =
jarak yang ditempuh oleh fasa gerak darititik awal

1.3. Teori dasar


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi
senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya. Kromatografi terbentuk apabila terdapat satu fasa diam dan satu fasa bergerak.
Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT)
dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-
komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan
komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fasa diam dapat
digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan basil yang diperoleh dari KLT dan
akan lebih baik kalau kepolaraan eluen pada kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran
eluen pada KLT (Lenny, 2006).
Campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang
berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai
penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering disebut
penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi
cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya
silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa.
Silika gel merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007). akan
bergerak lebih cepat.
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-
padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan
membawa komponenkomponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang
berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Proses kromatografi juga digunakan dalam metode
pemisahan komponen gula dari komponen non gula dan abu dalam tetes menjadi fraksi-fraksi
terpisah yang diakibatkan oleh perbedaan adsorpsi, difusi dan eksklusi komponen gula dan non
gula tersebut terhadap adsorbent dan eluent yang digunakan (Hongisto dan Heikkila, 1977;
Kantasubrata, 1993; Schneider, 1987).
1. Fasa diam
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina
yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau
alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga
mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet.Fase gerak
merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah
alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa
yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina.
2. Fasa gerak
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi
bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent
dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan
komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah
umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau
campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis
adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret
eluotropik pelarut.
Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak
polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika). (Kantasubrata, 1993).
Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan itu
tergantung pada bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada
bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. Dan bagaimana
senyawa melekat pada fase diam, misalnya jel silika. Hal ini tergantung pada bagaimana besar
atraksi antara senyawa dengan jel silika.

Gambar 1 : Lempeng dalam beaker(chamber)


dengan garis pembatas penotolan sampel dan batas
eluen.
Adsorben yang umum digunakan untuk KLT ialah silica gel, alumina (alumunium
oxsyde), kieselguhr (diatomeous earth) dan selulosa. Dari ke empat jenis adsorben tersebut, yang
paling banyak dipakai adalah silika gel.
Baik silika maupun alumina merupakan suatu adsorben yang bersifat polar, dengan
demikian cuplikan akan ditahan berdasarkan perbedaan kepolaraanya. Oleh karena itu dapat
digunakan untuk memisahkan senyawa atau ion yang sifatnya polar. ion atau senyawa akan
mempunyai Rf yang spesifik, dengan demikian melalui kromatografi lapis tipis dapat diperoleh
informasi secara kualitatif.
Perhitungan Rf sama halnya seperti pada kromatografi kertas. Sampel cair dengan jumlah
tertentu ditotolkan pada plat KLT dan dielusi dalam larutan pengembang. Senyawa yang terdapat
dalam sampel akan terdistribusi dalam dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa gerak
bergerak naik karena gaya kapiler dan dihentikan ketika mencapai 3/4 panjang plat.
KLT merupakan metode pemisahan yang sederhana, cepat, dan murah. KLT dapat
memberikan informasi mengenai berapa banyak komponen yang terdapat dalam suatu campuran
dan juga dapat digunakan untuk tujuan identifikasi dengan cara membandingkan nilai Rf
komponen yang terpisah dengan Rf komponen yang diketahui (Rf standar) dalam sistem KLT
yang sama.
Bab II
Alat dan bahan

 Alat  Bahan

Gelas kimia NiSO4.6H2O


Labu ukur MnSO4.H2O
Kaca arloji CoCl2.6H2O
Plat silica gel ZnSO4.6H2O
Spray Aseton
Pipet tetes HCl
Desikator Natrium nitroprusida
Cawan porselin Ammonia pekat
Oven Asam rubeanat
Bab III
Prosedur kerja

3.1. Preparasi
 Larutan ion Mn, Ni, Co, dan Zn

Mn, Ni, Co, Zn

Disiapkan dalam HCl 2M untuk menghasilkan larutan berisi 10


µg dalam larutan 0.01 cm3

Larutan

 Pelarut aseton-HCl

Pelarut aseton-HCl

Dicampur dengan 43.5 mL aseton AR, 4


mL HCl pekat dan air

Larutan

 Reagensia semprot PACF/R

0.7 g trinatrium
pentasianoaminaferrat

Dilarutkan dalam 20 mL air


Larutan
Dituangkan ke dalam lar 0.25 g asam rueanat
dalam 10 ml etanol

Larutan campuran

Dikocok selama 15 menit dan disaring

Larutan

 Penyediaan PACF (trinatrium pentasianoaminaferrat)

10 g natrium prussida

Ditimbang dan dimasukkan ke Erlenmeyer,


ditambah 24 ml larutan ammonia pekat

Larutan

Dikocok dan ditaruh dalam lemari es selama 48 jam

Larutan

Dihangatkan dan ditambahkan sedikit ammonia


pekat, disaring dan dibuat zat cairnya

Endapan

Dicuci dengan sedikit methanol dan methanolnya


dibuang secepat mungkin
Endapan

Dipindahkan ke desikator yang berisi kalsium


klorida

Endapan

 Asam asetat 0.2 M

Asam asetat

Diencerkan dalam 1 L air

Larutan

3.2. Prosedur kerja

1 µL larutan standar

Disuntikkan pada kertas kira-kira 2cm.


ditandai posisi setiap komponen

Kertas/plat silica gel

Dicelupkan pada larutan pengembang. Ditutup


dan dibiarkan sampai elusi mencapai 0.5-1cm

Kertas/plat silica gel

Dikeringkan 15-20 menit


Kertas kering

Disemprot dengan larutan pewarna dan dikeringkan


sampai noda-noda komponen terikat

Kertas

Diukur jarak yang ditempuh setiap noda dan


jarak yang ditepuh pelarut

Kertas
Bab IV

Hasil pengamatan

4.1. Pengamatan
a. Plat 1
 Sampel Ni = 3 cm
 Sampel Co = 3.2 cm
 Sampel Mn = 3.1 cm
 Sampel Zn = 3.8 cm
b. Plat 2
 Sampel Ni = 3.1 cm
 Sampel Co = 3.3 cm
 Sampel Mn = 3.7 cm
 Sampel Zn = 3.5 cm

*Jarak tempuh fasa gerak = 7 cm

4.2. Perhitungan
 Membuat larutan sampel
a. Sampel Ni 100 ppm dari NiSO4.6H2O

Mr NiSO 4.6 H 2 O
Ar∋¿ x 10 mg ¿

262.71
¿ x 10 mg
58.71

¿ 44.7 mg=0.045 g

*0.045 g NiSO4.6H2O dilarutkan dalam 100 ml HCl

b. Sampel Co 100 ppm dari CoCl2.6H2O

Mr CoCl2.6 H 2O
x 10 mg
Ar Co
237.93
¿ x 10 mg
58.93

¿ 40.7 mg=0.041 g

*0.041 g CoCl2.6H2O dilarutkan dalam 100 ml HCl

c. Sampel Mn 100 ppm dari MnSO4.H2O

Mr MnSO 4. H 2 O
x 10 mg
Ar Mn

258.94
¿ x 10 mg
54.94

¿ 47 mg=0.049 g ≈ 0.05 g

*0.05 g MnSO4.H2O dilarutkan dalam 100 ml HCl

d. Sampel Zn 100 ppm dari ZnSO4.6H2O

Mr ZnSO 4.6 H 2O
x 10 mg
Ar Zn

269.37
¿ x 10 mg
65.37

¿ 41.2 mg=0.041 g

*0.041 g ZnSO4.6H2O dilarutkan dalam 100 ml HCl

 Harga Rf

a. Sampel Ni (1)

jarak tempuh senyawa dari titik awal


Rf ¿
jarak tempuh fasa gerak dari titik awal

3 cm
= 7 cm

¿ 0.42
b. Sampel Ni (2)

jarak tempuh senyawa dari titik awal


Rf ¿
jarak tempuh fasa gerak dari titik awal

3.1cm
=
7 cm

= 0.44

∑ Rf Ni

0.42+ 0.44
∑ Rf ¿
2

= 0.43

a. Sampel Co (1)

jarak tempuh senyawa dari titik awal


Rf ¿
jarak tempuh fasa gerak dari titik awal

3.2cm
¿
7 cm

¿ 0.45

b. Sampel Co (2)

jarak tempuh senyawa dari titik awal


Rf ¿
jarak tempuh fasa gerak dari titik awal

3.3 cm
¿
7 cm

¿ 0.47

∑ Rf Co

0.45+0.47
∑ Rf ¿ 2

¿ 0.46
a. Sampel Mn (1)

jarak tempuh senyawa dari titik awal


Rf ¿
jarak tempuh fasa gerak dari titik awal

3.1cm
=
7 cm

= 0.44

b. Sampel Mn (2)

jarak tempuh senyawa dari titik awal


Rf =
jarak tempuh fasa gerak dari titik awal

3.7 cm
=
7 cm

= 0.53

∑ Rf Mn

0.44+0.53
∑ Rf ¿
2

¿ 0.49

a. Sampel Zn (1)

jarak tempuh senyawa darititik awal


Rf =
jarak tempuh fasa gerak dari titik awal

3.8 cm
=
7 cm

= 0.54

b. Sampel Zn (2)

jarak tempuh senyawa darititik awal


Rf =
jarak tempuh fasa gerak dari titik awal

3.5 cm
=
7 cm

= 0.50
∑ Rf Zn

0.54+0.50
∑ Rf =
2
¿ 0.52

You might also like