Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Prof Dr Ir Soemarno M.S., dkk.
I. PENDAHULUAN
1.2. Permasalahan
net. Jenis ikan tangkapan yang dominan adalah iakan layang, llemuru/-
tembang, udang dan teri. Sistem perikanan samudera telah berkembang di
perairan pantai selatan dengan alat tangkap yang dominan berupa purseseine,
gillnet permukaan, dan pancing prawe. Jenis ikan tangkapan yang dominan
adalah tuna (tongkol), lemuru, cucut.
Ditinjau dari kelayakan ekonominya dan dengan mempetimbangkan
pendapatan pendeganya, ternyata alat tankap yang layak untuk
dikembangkan ialah purse-seine, gillnet, dan payang sangat layak untuk
dikembangkan disemua lokasi. Pengenalan tipe alat yang sama dengan
desain baru merupakan jalur invasi yang prospektif.
Respon nelayan terhadap inovasi teknologi penangkapan umumnya cukup
besar, baik terhadap sumber teknololgi pemerintah maupun swasta malaui
para pedagang ikan. Dalam proses adopsi tekhnologi diperlukan “efek
demonstratif” yang bisa diamati dan dialami lansung oleh nelayan.
c) Teknologi Pascatangkap
Secara umum teknologi pascatangkap dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
(i)tradsional dengan aneka komoditi ikan kering, terasi, ikan asap, ikan
pindang, dan (ii) modren dengan komoditi andalannya tepung ikan dan
kalengan. Tradisional dilakukukan oleh para pengolah dengan skala kecil
hingga menengah, sedangkan tenologi modern dilakukan oleh para pengusah
besar. Berkembangnya teknololgi modern di suatu lokasi ternyata sangat
ditentukan oleh tesedianya bahan baku. Teknololgi pengawetan ikan dengan
menggunakan “proses rantai dingin” dilakukan khusus untuk komoditi
ekspor ikan segar.
Industri pengolahan ikan dipedesaan pantai umumnya mampu memberikan
nilai tambah sekitar 9 – 45% terhadap komoditi ikan basah. Akan tetapi
sebagian besar usaha pengolahan ikan oleh nelayan masih belum dilakukan
secara baik dan bersifat sambilan. Usaha pengolahan ikan yang mempunyai
prospek bagus di wilayah perairan pantai selatan adalah tepung ikan dan
minyak ikan, sedanglkan di wilayah perairan pantai utara umumnya adalah
ikan kering.
d) Sosial Ekonomi
Distribusi pendapatan nelayan diwilayah pedesaan pantai umumnya tidak
merata diantara kelompok fungsional masyarakat. Pendapatan nelayan
pemilik perahu (juragan darat) dengan alat tangkap purse-seine, gillnet, dan
payang rata-rata cukup tinggi, jauh berada diatas kriteria garis kemiskinan
yang berlaku sekarang. Sementara itu rataan pendapatan nelayan kecil
4
2.1 Maksud
2.2. Tujuan
Kegiatan dilakukannya kegiatan ini ialah memberikan arahan
pengelolaan pemanfaatan ruang daratan dikawasan pesisir pantai, dalam upaya
mengurangi dan mencegah terjadinya konflik pemanfaatan ruang (land use
Conflicts) di kawasan pesisir ; Memantapkan fungsi lindung kawasan pesisir
pantai untuk mengurangi peningkatan dan perluasan dampak lingkungan akibat
adanya kegiatan dikawasan pesisir pantai.
2.3. Sasaran
Adapun sasarannya adalah tersedianya Pedoman Pengaturan Ruang
Kawasan Pesisir Pantai, yang memuat:
(1) Macam Bentuk pengelolaan, perlu dikembangkan suatu model pengelolaan
lingkungan yang terpadu dengan kawasan pesisir pantai sebagai satuan unit
pengelolaan,untuk menghindari pengelolaan yang terpisah-pisah antar
instansi yang berkepentingan maupun antar kab/kota.
7
Wilayah pedesaan pantai Jawa Timur terletak pada tiga wilayah perairan
laut, yaitu : (a) Laut Jawa (TP) Bulu Tuban dan Weru Kompleks Lamongan; (b)
Wilayah Selat Madura (Bandaran-Pamekasan dan Lekok Pasuruan) dan Wilayah
Samudra Indonesia (Laut Selatan Jawa Timur, Muncar Banyuwangi dan Puger
Jember, Sendangbiru Malang) ketiga wilayah laut tersebut pada dasarnya
mewakili wilayah penangkapan ikan perairan pantai (Selat Madura), lepas pantai
(Laut Jawa) dan laut dalam (Laut Selatan Jawa Timur).
Peranan tambak di wilayah pedesaan pantai tidak merata dan hampir
keseluruhannya telah dikelola sebagai tambak udang intensif. Desa-desa pantai
telah terbuka dari isolasi, sehingga interaksi antar masyarakat di lokasi dengan
masyarakat diluarnya telah cukup lancar. Berikut ini akan diuraikan secara lebih
terperinci masing-masing desa, yaitu meliputi gambaran umum dan proses
perubahan yang terjadi.
Selain itu juga terdapat pula usaha penangkapan ikan dengan skala
menengah, dimana para nelayan yang menggunakan kapal motor
dari berbagai ukuran kapal dan kekuatan mesin. Kapal motor adalah
kapal/perahu dengan pemasangan mesin di dalam tubuh (in board).
Pada umumnya kapal motor ini berpangkalan dikota pelabuhan di
sepanjang pantai. Hal ini berbeda dengan umumnya perahu motor
tempel yang berpangkalan di pusat-pusat pendaratan ikan (bukan
pelabuhan) yang berada di dekat tempat tinggal mereka.
Keragaman alat tangkap memungkinkan para nelayan skala kecil
untuk berpindah dari satu sistem kerja ke sub sistem kerja lainnya
dalam musim yang berbeda sebagai upaya untuk tetap bisa
menangkap ikan. Oleh karena itu sub sistem kerja yang ada pada
nelayan tidak bisa dianggap sebagai sub sistem yang saling terpisah.
Sebagai contoh, di Puger, kabupaten Jember, pada bulan Desember-
Pebruari seorang nelayan mengoperasikan jaring gondrong (jaring
kantong, trammel net), dan di bulan-bulan berikutnya mereka
(nelayan) bisa saja mengoperasikan pancing prawe. Keluwesan
seorang nelayan untuk pindah sistem penangkapan tergantung pada
berbagai hal, diantaranya: (a) Kemampuan nelayan, baik
ketrampilan maupun kemungkinan keragaman alat tangkap yang
bisa digunakan untuk skala kapal dan mesin yang dimilikinya; (b)
kondisi lingkungan, yaitu jenis ikan yang sedang musim dan
keadaan perairan dan; (c) ketersediaan tenaga kerja yang mampu
melaksanakan operasi penangkapan ikan yang tersedia. Dalam
hubungan ini, para nelayan umumnya membagi musim penangkapan
menjadi dua, yaitu musim panen dan musim paceklik. Sesuai
dengan namanya, musim panen merupakan saat para nelayan
memperoleh puncak penghasilan. Sebaiknya musim paceklik
merupakan saat para nelayan kurang/tidak berpenghasilan.
Musim panen dicirikan oleh munculnya jenis ikan buruan pada
daerah penangkapan, biasanya bertepatan dengan musim teduh (laut
tidak berombak besar). Adapun bulan paceklik terjadi bila
sumberdaya yang menjadi buruan menghilang dari daerah
penangkapan atau bila laut berombak besar. Bila paceklik terjadi
karena sebab “hilangnya ikan” yang menjadi buruan, para nelayan
mencoba mengatasinya dengan mengganti alat tangkap lain, sesuai
dengan sumberdaya yang ada atau dengan berpindah daerah
penangkapan perairan lain. Bila paceklik terjadi karena musim
ombak, para nelayan mengatasinya dengan berpindah daerah
15
peluang ekspor beberapa jenis ikan dasar seperti ikan kerapu, udang barong,
udang dan lainnya untuk wilayah perairan utara Jawa Timur, (b) Cukup tersedia
pilihan teknologi baru, misalnya penerapan lampu bawah air, sarana komunikasi,
maupun proyek-proyek pelabuhan yang sedang dibangun oleh pemerintah; (c)
Adanya efek demonstratif dari perbaikan teknologi antar wilayah cukup besar
untuk mengurangi adanya wilayah yang belum terjangkau oleh pengenalan
teknologi, sehingga perbaikan teknologi yang berhasil disuatu lokasi perikanan
akan segera tersebar ke seluruh wilayah. Penyebaran teknologi tersebut lebih
dipercepat mengingat daya migrasi dan andon para nelayan antar wilayah cukup
besar.
Sehubungan dengan adanya faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman yang ada, maka pengembangna teknologi penangkapan masa depan di
Jawa Timur ada beberapa pilihan layak secara teknis, antara lain : (a) Wilayah
Selatan : perluasan usaha perikanan dengan menggunakan alat tangkap gill net
dan pancing prawe; (b) Wilayah utara perluasan usaha perikanan dengan
menggunakan alat tangkap dogol (danish seine) bergardan yang ditujukan untuk
memanfaatkan potensi perikanan dasar (demersal) di Laut Jawa dan Selat
Madura; (c) Baik untuk wilayah utara maupun selatan Jawa Timur untuk dikaji
lebih dalam adanya penggunaan teknologi lampu di bawah air, gear box untuk
mesin kapal maupun pengembangan alternatif purse seine khususnya di Puger
Perhitungan kelayakan ekonomi disajikan di lampiran.
b) Karakteristik Responden
Nelayan juragan responden di Muncar terdiri dari empat alat tangkap,
yaitu purse seine, gill net, pancing dan payang. Rata-rata jumlah keluarga juragan
purse seine dan pancing adalah 4 sampai 5 orang, sedangkan untuk nelayan gill
net dan payang antara 6 sampai 8 orang. Pekerjaan istri rata-rata adalah berjualan
20
e) Ketergantungan Nelayan
Untuk mempertahankan pendega agar tetap bekerja kepada juragan maka
juragan memberikan pinjaman kepada pendega, maksimal Rp. 50.000,- Pendega
dapat pindah ke juragan lain dengan cara melunasi pinjamannya. Kedatangan
pendega yang andon ke desa nelayan menyebabkan “harga” tenaga kerja menjadi
lebih murah. Hal demikian ini digunakan oleh juragan darat dan juragan laut
untuk menurunkan bagian hasil tangkap. Penerimaan bagi hasil yang rendah ini
tidak menggairahkan pada semangat kerja pendega.
5.1. Pendahuluan
a. Kondisi Topologi
Kondisi Topologi yang dimaksud adalah kondisi kelerengan dan
ketinggian. Kabupaten Malang ditinjau dari kondisi kelerengannya, sebagian
besar berada pada kelerengan 2 – 15 %, yaitu 119.030,78 Ha dan sebagian kecil
berada pada kelerengan 0 – 2 % yaitu 119.030,78 Ha dan sebagian kecil berada
pada kelerengan 0 – 2 % yaitu 52.607,78 Ha.
Kondisi ketingginan Kabupaten Malang berada pada ketinggian 0 – 200
m di atas permukaan laut. Ditinjau dari kondisi morfologinya, daerah yang
berada pada kondisi landai hingga pegubungan berada pada kecamatan
Bululawang, Gondanglegi, Tajinan, Turen, Kepanjen dan Pakisaji, sebagian
Kecamatan Singosari, Lawang, Karangploso, Dau, Pakis, Dampit, Sumber
Pucung, Kromengan, Pagak, Kalipare, Donomulyo, Bantur, Ngajum, Gedangan.
Sedangkan daerah bergelombang berada pada Kecamatan Sumbermanjing
Wetan, Wagir dan Wonosari.
27
SKOR
b. Kondisi Geologi
Kondisi geologi di Kabupaten Malang terdiri dari 5 struktur geologi yaitu
hasil gunung api kwarter muda, hasil gunung api kwarter tua, miosen facies
gamping, miosen facies sediman dan alivium. Struktur geologi terluas adalah
hasil gunung api kwarter muda yaitu 145.152,52 Ha (44,25 %). Sedangkan
luas terkecil struktur geologi adalah miosen facies sedimen yaitu 12.834 Ha
(3,83 %).
A. Kondisi Fisik
Kondisi fisik yang mendukung gambaran umum daratan adalah keadaan
topografi, hidrologi, klimatologi, jenis tanah, tekstur tanah, kedalaman efektif
tanah, erosi dan bahan galian. Adapun uraian masing - masing kondisi fisik
tersebut adalah sebagai berikut :
29
a. Topografi
Berdasarkan kondisi topografinya wilayah perencanaan memiliki
ketinggian kirang lebih dari 0 – 2000 meter di atas permukaan laut dan keadaan
yang bervariasi yaitu kondisi terjal sampai pegunungan. Semakin mendekati
daerah pantai umumnya memiliki karakteristik daerah pegunungan kapir dan
kemiringannya sangat besar.
Tingkat kelerengan wilayah berkisar diantara kelerengan 2 – 15 %, 15 – 40
% dan 40 %. Hal ini bisa diindikasikan bahwa pada wilayah perencanaan kondisi
lahannya bergelombang sampai terjal. Untuk kelerengan > 40 % yang sebagian
besar meliputi Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo merupakan daerah yang
harus dihutankan karena mempunyai fungsi sebagai perlindungan terhadap tanah
dan air dan menjaga ekosistem lingkungan hidup.
b. Hidrologi
Kondisi hidrologi yang dilihat di pantai Kabupaten Malang meliputi
kondisi air permukaan dan kondisi air tanah. Kondisi air permukaan yang
dimaksud adalah air sungai dan kondisi air tanah adalah sumber/mata air yang
berasal dari dalam tanah.
Pantai-pantai yang memiliki sumber air permukaan atau aliran sungai adalah
pantai Licin, Sipelot, Lenggosono, Tamban, Wonogoro dan Kondang Merak.
Kondisi muara sungai pada musim kemarau pada umumnya tertutup pasir,
sehingga aliran sungai terhenti di mulut muara dan baru terbuka pada musim
penghujan. Muara sungai yang terletak di pantai licin dipenuhi oleh pasir yang
berasal dari Gunung Semeru. Pasir inilah yang mengakibatkan pasir di pantai
Licin yang semula putih menjadi kehitaman. Selama Gunung Semeru masih
aktif diperkirakan sungai dan muaranya akan terus penuh dengan pasir. Adapun
sungai-sungai yang melewati wilayah perencanaan yaitu kali Giok yang
bermuara di Pantai Licin, Kali Bambang (Kecamatan Sumbermanjing Wetang),
kali Duron, Bopakang, Bopak dan Sumber bulus. Kali sumberbulus bermuara di
30
d. Jenis Tanah
Berdasarkan jenis tanah ini dapat diketahui sifat-sifat tanah yang bisa
menginformasikan tingkat kesuburan, kemudahan erosi, porositas dan
sebagainya. Dari jenis tanah ini juga bisa diketahui potensi suatu wilayah untuk
pengembangan dalam berbagai sektor.
Dalam suatu kawasan yang terdapat budidaya pertanian, pendekatan
yang dilakukan pada pengertian tanah adalah lapisan dan teratas dari kerak bumi
yang terdiri dari tiga fase yaitu bahan padat, bahan cair dan bahan gas. Apabila
ketiga bahan tersebut adalam keadaan optimum merupakan media tumbuh bagi
tanaman. Dengan pendekatan pengertian tersebut diatas, tanah dapat
diekspresikan sebagai bahan/media tumbuh tanaman yang sangat marginal,
sehingga memerlukan pengelolaan teknis dan mekanis dengan sebaik-baiknya.
Untuk kawasan pesisir daerah Malang Selatan menurut Tabel Hasil
Perhitungan Kemampuan Tanah Kabupaten Malang adalah tergolong jenis
Latosol dan Andosol walaupun ada jenis Alluvial akan tetapi jumlahnya relatif
lebih sedikit lebih sedikit dibandingkan dengan jenis Latosol dan Andosol.
Menurut Budi Santoso (1989), tanah latosol memiliki merah karena
meningkatnya konsentrasi Fe dan Al yang keluar dari solum. Sedangkan tanah
31
Andosol memiliki ciri tanah subur, mudah erosi dan sesuai untuk tanaman
tahunan.
e. Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan sifat tanah untuk mengetahui berbagai sifat
lainnya, termasuk kelompok tekstur tanah SEDANG HINGGA KASAR.
g. Erosi
Erosi dapat disebut juga pengikisan atau kelongsoran, sebenarnya
merupakan proses penghayutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air
dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat
tindakan/perbuatan manusia. Terjadinya erosi dipengaruhi oleh lima faktor
yaitu :
a. Iklim
b. Tanah
c. Bentuk kewilayahan atau topografi
d. Tanaman penutup tanah (vegetasi)
e. Kegiatan/perlakuan manusia.
h. Bahan Galian
Pada wilayah perencanan mempunyai kekayaan alam berupa sumber
mineral yang cukup potensial untuk dikembangkan. Bahan-bahan
galian tersebut meliputi : pasir, breksi, lempung, kaolin, batu gamping,
tras, fosfat, oker dan batu pasir.
a. Pemukiman
Pemukiman tersebar pada daerah-daerah yang relatif datar dan menyebar
pada jalan-jalan yang ada. Lokasi sekitar kawasan pemukiman masih didominasi
lahan pertanian, perkebunan, tegalan serta lahan kosong. Aksesibilitas umumnya
kurang bagus dan prasarana penunjang terbatas dan hampir tidak ada .
Pemukiman lebih terpusat di ibukota Kecamatan dan sekitarnya.
b. Sawah
Proporsi luas lahan sawah sangat kecil dibandingkan dengan penggunaan
tanah untuk jenis pertanian yang lain dan jenis penggunaan tanah pada umumnya.
Kondisi tanah yang cenderung kering dan padas serta topografi yang relatif terjal,
mengakibatkan pertanian kurang berkembang. Lahan pertanian khusunya untuk
33
tanaman padi terbatas pada lahan yang relatif datar. Geomorfologi yang kurang
subur ini menyebabkan pertanian basah seperti tanaman padi dan sistem gilir
tidak bisa berkembang dengan baik. Kondisi ini pada sebagian wilayah terutama
di bagian barat makin diperparah dengan sistem irigasi yang juga kurang baik.
c. Hutan
Hutan memiliki wilayah terluas diantara penggunaan tanah yang lain.
Mengingat kondisi fisik wilayah terutama topografinya yang cenderung curam,
maka hutan ini memiliki fungsi yang sangat vital bagi keseluruhan ekonsistem
baik di darat maupun di laut. Fungsi hutan sendiri terbagi menjadi 2 yaitu hutan
produksi dan hutan produksi terbatas. Hutan yang terletak pada kawasan
budidaya adalah hutan produksi tetap dan kawasan hutan produksi yang terletak
pada kawasan non budidaya adalah hutan produksi terbatas. Kawasan hutan yang
termasuk dalam hutan produksi terbatas tersebar mulai dari Timur ke Barat yaitu
Kecamatan Ampelgading sampai dengan Kecamatan Donomulyo. Sedangkan
yang termasuk hutan produksi tetap terdapat di Kecamatan Sumber manjing
Wetan dan Kecamatan Bantur. Beberapa kawasan hutan yang lainnya tidak dapat
digunakan sebagai hutan produksi sebab lokasi hutan terletak pada kawasan
lindung yaitu sebagai hutan lindung yaitu sebagai hutan lindung terbatas.
d. Tegalan/Kebun
Dibandingkan dengan lahan persawahan, lahan untuk tegalan dan kebun
memiliki proporsi yang lebih besar. Akibat terjadinya penjarahan pada lahan
perkebunan mengakibatkan lahan tegalan dan kebun ini semakin luas. Jenis-jenis
tanaman semusim yaitu jagung, ketela pohon, tales, kacang-kacangan, cabe dan
sebagainya. Lahan tegalan banyak diusahakan di bagian barat dari wilayah
perencanaan. Sedangkkan pada bagian Timur lebih banyak banyak diusahakan
tanaman kebun yaitu kebun kelapa, karet, cengkeh, kopi dan coklat. Namun pada
saat ini sebagian besar tanaman cengkeh, kopi dan coklat semakin berkurang
jumlahnya.
e. Perkebunan
Proporsi lahan perkebunan lebih banyak terletak di bagian Timur
wilayah perencanaan jenis tanaman yang dikelola adalah cengkeh, kopi dan
coklat. Kondisi perkebunan pada saat ini sangat memprihatinkan akibat adanya
pengrusakan dan penjarah oleh masyarakat. Posisi lahan perkebunan sebagian
besar terletak pada kemiringan yang besar.
34
Oktober. Diantara kedua musim tersebut ada musim peralihan antara bulan April-
Mei dan Oktober-November.
Kondisi hidrologi di kawasan pesisir Kabupaten Malang meliputi kondisi
air permukaan dan kondisi air tanah. Pantai -pantai yang memiliki sumber air
permukaan atau aliran sungai dan bermuara sampai lautan adalah Pantai Licin,
Sipelot, LenggoksonfJ, Tamban, Wonogoro dan Kondang Merak. Kondisi muara
sungai pada musim kemarau pada umumnya tertutup pasir, sehingga aliran
sungai terhenti di mulut muara dan baru terbuka pada musim penghujan. Muara
sungai yang terletak di Pantai Licin dipenuhi oleh pasir yang berasal dari Gunung
Semeru. Pasir inilah yang mengakroatkan pasir di Pantai Licin yang semula putih
menjadi kehitaman. Selama Gunung Semeru masih aktif diperkirakan sungai dan
muaranya akan terus penuh dengan pasir. Adapun sungai-sungai yang melewati
wilayah perencanaan yaitu Kali Giok yang bermuara di Pantai Licin, Kali
Bambang (Kecamatan Sumbermanjing Wetan), Kali Duron, Bopakang, Bopak
dan Sumberbulus. Kali Sumberbulus bermuara di Pantai Wonogoro, Kali
Balekambang (Kecamatan Bantur) dan Kali Sumbermanjing (Kecamatan
Donomulyo).
Sumber air tanah di wilayah ini diperoleh dengan cara mengebor dengan
kedalaman 40- 60 meter. Disamping sumber air dalam tanah, sumber air utama
penduduk adalah mata air yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah.
Jenis tanah yang ada di wilayah perencanaan adalah Latosol, Andosol
dan Aluvial Oumlahnya relatif lebih sedikit). Menurut Budi Santoso (1989),
tanah latosol memiliki ciri subur, dan mudah erosi karena keeratan antara partikel
tanah rendah, berwama merah karena meningkatnya konsentrasi Fe dan AI yang
keluar dari solum. Sedangkan tanah Andosol memiliki ciri tanah subur, mudah
erosi dan sesuai untuk tanaman tahunan.
Tingkat erosinya tergolong rendah namun pada kecamatan Ampelgading,
Gedangan dan Bantur tingkat erosinya cukup tinggi. Dilihat dari faktor fisik yang
meliputi topografi, iklim dan tanah sebenamya tidak ada masalah. Kemungkinan
besar faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya. Kesalahan dalam
pengelolaan tanah, pemilihan jenis tanaman yang kurang tepat atau mungkin
tidak dilakukan pengelolaan tanah sama sekali dan tanah sendiri tidak tertutup
vegetasi barangkali menjadi penyebabnya.
Pemanfaatan dan pengelolaan lahan di daratan secara tidak langsung akan
mempengaruhi kondisi di wilayah pesisir. Karena secara empiris, terdapat
keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam
kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan di atas dan laut
lepas. Pemanfaatan lahan di daratan meliputi pemukiman, sawah, tegalan, kebun,
hutan. dan lainnya (misal : makam, jalan).
36
2 yaitu hutan produksi dan hutan produksi terbatas. Hutan yang terletak pada
kawasan budidaya adalah hutan produksi tetap dan kawasan hutan produksi
yang terletak pada kawasan non budidaya adalah hutan produksi terbatas.
Kawasan hutan yang termasuk dalam hutan produksi terbatas tersebar mulai
dari Timur ke Barat yaitu Kecamatan Ampelgading sampai dengan
Kecamatan Donomulyo. Sedangkan yang termasuk hutan produksi tetap
terdapat di Kecamatan Sumbermanjing Wetan dan Kecamatan Bantur.
Beberapa kawasan hutan yang lainnya tidak dapat digunakan sebagai hutan
produksi sebab lokasi hutan terletak pada kawasan lindung yaitu sebagai
hutan lindung terbatas. Kondisi hutan di kawasan pesisir kondisinya rusak,
akibat penebangan hutan yang tidak terkontrol, sehingga sebagian besar
lahan hutan menjadi gundul. Terjadinya penggundulan hutan tersebut
hampir sebagian tejadi disepanjang kawasan pesisir Kabupaten Malang.
(ix) Tegalan/kebun
Dibandingkan dengan lahan persawahan, lahan untuk tegalan dan kebun
memiliki proporsi yang lebih besar. Akibat teradinya penjarahan pada lahan
perkebunan mengakibatkan lahan tegalan dan kebun ini semakin luas. Jenis-
jenis tanaman yang diusahakan di atas tanah tegalan adalah jenis-jenis
tanaman semusim yaitu jagung, ketela pohon. tales, kacang-kacangan, cabe,
dsb. Lahan tegalan banyak diusahakan di bagian Barat dari wilayah
perencanaan. Sedangkan pada bagian Timur lebih banyak diusahakan
tanaman kebun yaitu kebun kelapa, karet, cengkeh, kopi dan coklat. Pada
saat ini sebagian besar tanaman cengkeh. kopi dan coklat semakin menuru.
(x) Perkebunan
Proporsi lahan perkebunan lebih banyak terletak di bagian Timur
wilayah perencanaan. Jenis tanaman yang dikelola adalah cengkeh, kopi dan
coklat. Kondisi perkebunan pada saat ini sangat memprihatinkan akibat
adanya pengrusakan dan penjarahan oleh masyarakat. Posisi lahan
perkebunan sebagian besar lertelak pada kemiringan yang besar.
Keadaan dan perkembangan usaha perikanan di pantai Malang Selatan,
berhubungan erat dengan kondisi lingkungan dan habitat yang
melingkupinya. Kondisi lingkungan yang dimaksud meliputi substrat,
kemiringan dan bentuk pantai. Sedang habitat perairan ditunjukkan oleh
keberadaan terumbu karangnya. Kualitas terumbu karang sangat
menentukan kuantitas sumberdaya ikan yang ada.
Habitat terumbu karang ditemukan hampir di sepanjang pantai di kabupaten
Malang, terutama di daerah-daerah yang mempunyai aktifitas perikanan
tinggi. Kondisi terumbu karang saat ini relatif masih bagus, ditandai masih
banyaknya ikan-ikan karang yang tertangkap seperti Lobster, Kakap, Kerapu
42
Kondang Iwak - - - - - -
Perkembangan laut sangat penting bagi negara kepulauan, perkapalan dan
sistem pelabuhan sangat penting untuk pengembangan sumberdaya alam laut dan
pesisir, mendorong pembangunan ekonomi, mengurangi biaya perdagangan dan
meningkatkan ekspor. Pelabuhan merupakan penghubung kunci dalam sistem
perhubungan menyediakan kontak antara transportasi darat dan laut.
Sepanjang pesisir Kabupaten Malang terdapat satu pelabuhan alam yang
terletak di Pantai Sendangbiru. Memiliki kedalaman laut rata-rata 20 m. dengan
lebar selat antara 600 m sampai dengan 1500 m dan panjang selat: 4 km.
Pelabuhan ini berfungsi sebagai tempat pendaratan ikan untuk Pantai
Sendangbiru dan sekitarnya. Kapasitas pelabuhan bisa untuk berlabuh kapal
ukuran 5-50 GT sebanyak 20 buah.
Daerah operasi penangkapan ikan di perairan Malang Selatan tergantung
kepada musim atau keberadaan jenis ikan yang mau ditangkap. Pada waktu
musim puncak ikan, secara umum fishing ground berada di dekat pantai. pada
waktu musim sedang fishing ground berada agak jauh dari pantai dan pada waktu
musim paceklik fishing ground jauh dari pantai bahkan sampai ke lepas pantai.
Musim ikan di pantai Malang Selatan adalah musim puncak bulan Mei
-Oktober Musim sedang pada bulan Maret -April dan bulan Nopember
-Desember dan musim paceklik pada bulan januari -Februari. Sedangkan pada
musim penghujan (bulan Oktober sampai Maret) jenis-jenis ikan pelagis jarang
ditemukan dan bersamaan dengan itu terjadi musim barat dengan gelombang dan
angin besar sehingga nelayan tidak turun ke laut. Di lain pihak pada saat itu
muncul jenis-jenis ikan karang seperti Lobster, Kakap merah, Kerapu dan lain-
Iain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Keberadaan berbagai jenis ikan di
perairan pantai Malang Selatan tidak selalu bersamaan, ada beberapa jenis ikan
yang muncul pada waktu-waktu tertentu, ada beberapa jenis ikan yang muncul
pada waktu-waktu yang lain dan ada jenis ikan yang muncul sepanjang tahun.
Jumlah nelayan di Kabupaten Malang terkonsentrasi di daerah Pantai Sendang
Baru. Sedangkan di pantai-pantai lain hanya sekitas 5 % dari jumlah penduduk di
masing- masing desa yang ada. Berdasarkan jumlah armada yang ada di masing-
masing pantai.
a. Topografi
Wilayah Kabupaten Banyuwangi rata-rata memiliki keadaan topografi
relatif datar. Dataran rendah yang sedikit miring dari arah barat laut ke arah
tenggara. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya beberapa gunung yang seolah-olah
membatasi wilayah Banyuwangi dengan wilayah sekitarnya.
Ketinggian tempat dari permukaan laiut ikut mempengaruhi jenis suatu
tanaman yang dapat tumbuh baik, tanaman dataran rendah misalnya tidak akan
menghasilkan dengan baik apabila ditanam di dataran tinggi.
Kabupaten Banyuwangi terleyak pada ketinggian 0 sampai dengan > 200
meter dpl. Ketinggian tempat tersebut dapat dibedakan atas :
(1) Ketinggian 0 - 100 meter dpl meliputi luas wilayah 131.714 Ha (38.10
%) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian ini terdapat diseluruh
wilayah kecamatan di kabupaten Banyuwangi kecuali kecamatan
Singojuruh, Sempu, Songgon, Genteng, Blenmore dan Kalibaru.
(2) Ketinggian 100 - 500 meter dpl meliputi luas wilayah 159.056 (46,01 %)
dari luas wilayah kabupaten, ketinggian ini terdapat di seluruh wilayah
kecamatan di kabupaten Banyuwangi kecamatan Banyuwangi, Muncar
dan Purwoharjo.
(3) Ketinggian 500 - 1.000 meter dpl meliputi luas wilayah 36.191 (10.47 %)
dari luas wilayah kabupaten, ketinggian terdapat di kecamatan
Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Sempu,
Glemore dan Kalibaru.
(4) Ketinggian 1.000 - 1.500 meter dpl meliputi luas wilayah 10.226,5 Ha
(2,96 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian terdapat di kecamatan
46
b. Kemampuan Tanah
Kemampuan tanah adalah kualitas unsur-unsur fisik tanah yang
berpengaruhnterhadap penggunaan tanah diatasnya, unsur-unsur tersebut
meliputi : lereng, kedalaman efektif, tekstur tanah, drainase dan erosi.
(1) Lereng
Lereng/kemiringan tanah adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan
tanah dengan bidang horizontal. Yang dinyatakan dalam persen ( % ) dan
kemiringan tanah sangat berperan dalam setiap langkah untuk menentukan
kemudahan penggunaan tanah. Oleh sebab itu tindakan pada tanah harus selalu
memperhatikan kemiringan tanah.
- Lereng 0 - 2 % merupakan wilayah yang datar dan meliputi 35,45 % dari luas
wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah tersebut baik untuk usaha pertanian
tanaman semusim. Kecamatan yang memiliki lereng 0 - 2 % paling luas
adalah kecamatan Bangorejo dan yang tidak memiliki lereng 0 - 2 % adalah
Kecamatan Glagah dan Songgon.
- Lereng 2 - 15 % merupakan wilayah yang landai sampai yang bergelombang
dan meliputi 26,56 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah
tersebut baik untuk usaha pertanian dengan tetap memperhatikan usaha
pengawetan tanah dan air. Wilayah kecamatan yang mempunyai lereng 2 - 15
% paling luas adalah Kecamatan Glenmore yaitu kurang lebih 17.034 Ha atau
kurang lebih 18,55 % dari luas wilayah yang berlereng 2 - 15 %, sedangkan
wilayah yang tidak memiliki lereng 2 - 15 % adalah Kecamatan Muncar dan
Cluring.
- Lereng 15 - 40 % merupakan wilayah yang bergelombang dan meliputi 15,32
% dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah tersebut sebaiknya untuk
usaha pertanian dengan jenis tanaman keras atau tahunan, oleh karena
disebabkan daerah tersebut sudah terkena erosi, sehingga tercapai usaha
pengawetan tanah dan air, poada daerah tersebut umumnya penggunaan
tanahnya adalah berupa hutan, perkebunan, tanah rusak, tegal, sawah dan
permukiman. Wilayah kecamatan yang memiliki kelerengan 15 - 40 % paling
luas adalah Kecamatan Tegaldlimo dan wilayah yang tidak memiliki lereng
47
c. Geologi
Kondisi geologi di wilayah Kabupaten Banyuwangi menunjukkan bahwa
hasil gunung api kwarter muda memiliki angka yang paling tinggi yaitu seluas
131,547 Ha atau 38,05 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi. Lapisan
batuan ini paling tinggi terdapat di kecamatan Glenmore yaitu seluas 26.260 Ha
atau 19,96 % dari luas total hasil gunung api kwarter muda. Sedangkan yang
paling rendah adalah lapisan andesit yaitu seluas 20.520 Ha atau 5,94 % dari luas
wilayah dan tersebar di Kecamatan Pesanggaran, Glenmore dan Kalibaru.
d. Jenis Tanah
Jenis yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi terdiri dari :
- Regosol
Bahan induknya berupa abu vulkan dan pasir pantai, biasanya terdapat
pada topografi bergelombang, berbukit hingga bergunung, pada umumnya
ditumbuhi tanaman berupa hutan belukar dan regosol mempunyai kandungan
organik relatif rendah sehingga untuk meningkatkan produktivitasnya harus
dengan pengorbanan yang cukup besar.
- Lithosol
Bahan induknya berupa batuan beku dan batuan endapan pejal, terdapat
pada topografi yang bervariasi dan ketinggian yang berbeda-beda, solum tanah
dangkal, tekstur tanah kasar dan kandungan organik rendah dan kepekaan erosi
kasar.
- Podsolik
Podsolik berkembang pada musim basah dan curah hujan lebih dari 2.500
mm/tahun, podsolik berasal dari bahan tufvulkan asam dan pasir kwarsa pada
topografi datar dan ketinggian di bawah 2.000 meter dpl, pada umumnya
bertekstur agak kasar, struktur lepas dilapisan atas dan pejal lapisan bawah
terdapat di daerah bergelombang sampai berbukit.
Luas wilayah berdasarkan jenis tanah di Kabupaten Banyuwangi dapat dilihat
pada tabel 5.17.
e. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah keadaan kasar dan seharusnya bahan padat organik
tanaman yang ditentukan berdasarkan perbandingan fraksi-fraksi pasir, lempung,
debu dan air, tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap pengolahan tanah dan
pertumbuhan tanaman, terutama dalam mentaur kendungan udara dalam rongga
tanah dan persediaan serta kecepatan peresapan air di daerah tersebut,
teksturtanah ini berperan pula terhadap mudah atau tidaknya lapisan tanah
tersebut tererosi. Dari kelas tekstur tanah dapat dibedakan dalam beberapa kelas
yaitu :
☻ Tanah bertekstur halus seluas 309.050 Ha atau 89,41 % dari luas wilayah
Kabupaten Banyuwangi, sedangkan kecamatan yang sebagian besar
bertekstur halus adalah Kecamatan Pesanggaran sedangkan kecamatan yang
paling sedikit bertekstur halus adalah Kecamatan Purwoharjo.
☻ Tanah bertekstur sedang seluas 31,667 Ha atau 9,16 % dari luas wilayah
Kabupaten Banyuwangi, sedangkan kecamatan yang sebagian besar
bertekstur sedang adalah Kecamatan Bangorejo sedangkan kecamatan yang
paling sedikit bertekstur halus adalah Kecamatan Tegaldlimo.
☻ Tanah bertekstur kasar seluas 4.952 Ha atau 1,43 % dari luas wilayah
Kabupaten Banyuwangi, sedangkan kecamatan yang sebagian besar
bertekstur kasar adalah Kecamatan Wongsorejo sedangkan kecamatan yang
paling sedikit bertekstur kasar adalah Kecamatan Purwoharjo, Tegaldlimo,
Pesanggaran, Glenmore dan sebagian Wongsorejo.
f. Drainase
50
g. Erosi
Erosi adalah peristiwa pengikisan atau berpindahnya tanah lapisan atas
yang disebabkan oleh adanya aliran air permukaan, di Kabupaten Banyuwangi
wilayah yang terkena erosi seluas 1.984 Ha atau 0,28 % dari luas wilayah
kabupaten dan terdapat di kecamatan Genteng, Giri, Kalipura, Glagah, Kalibaru,
Pesanggaran, Songgon dan Wongsorejo, sedangkan wilayah lain di Kabupaten
Banyuwangi yang dapat digolongkan tidak ada erosi seluas 343.685 Ha atau
99,72 % dari luas wilayah kabupaten.
g. Iklim
Kabupaten Banyuwangi terletak dibawah equator yang dikelilingi oleh
laut Jawa, Selat Bali dan Samudera Indonesia dengan ilim tropis yang terbagi
menjadi 2 musim yaitu : (a) Musim penghujan pada bulan Oktober sampai April;
(b) Musim kemarau pada bulan April sampai Oktober
Diantara kedua musim ini terdapat musim peralihan pancaroba yaitu sekitar
bulan April/Mei dan Oktober/Nopember, rata-rata curah hujan sebesar 7,64
mm/bulan dengan bulan kering yaitu bulan April, September dan Oktober.
h. Hidrologi
- Kali Selogiri panjangnya kurang lebih 6,173 Km, melewati Kecamatan Kalipuro
- Kali Ketapang panjangnya kurang lebih 10,260 Km, melewati Kecamatan Kalipuro
- Kali Sukowidi panjangnya kurang lebih 15,826 Km, melewati Kecamatan Kalipuro
- Kali Bendo panjangnya kurang lebih 15,826 Km, melewati Kecamatan Glagah
- Kali Sobo panjangnya kurang lebih 13,818 Km, melewati Kecamatan Glagah dan
Banyuwangi.
- Kali Pakis panjangnya kurang lebih 7,043 Km, melewati Kecamatan Banyuwangi.
51
- Kali Tambong panjangnya kurang lebih 24,347 Km, melewati Kecamatan Glagah dan
Kabat.
- Kali Binau panjangnya kurang lebih 21,279 Km, melewati Kecamatan Rogojampi.
- Kali Bomo panjangnya kurang lebih 7,417 Km, melewati Kecamatan Rogojampi.
- Kali Bajulmati panjangnya kurang lebih 20 Km, melewati Kecamatan Wongsorejo.
- Kali Setail panjangnya kurang lebih 73,35 Km, melewati Kecamatan Gambiran,
Purwoharjo dan Muncar.
- Kali Porolinggo panjangnya kurang lebih 30,7 Km, melewati Kecamatan Genteng.
- Kali Kalibarumanis panjangnya kurang lebih 18 Km, melewati Kecamatan Kalibaru dan
Glenmore.
- Kali Wagud panjangnya kurang lebih 44,6 Km, melewati Kecamatan Genteng, Cluring
dan Muncar.
- Kali Karangtambak panjangnya kurang lebih 25 Km, melewati Kecamatan
Pesanggaran.
- Kali bango panjangnya kurang lebih 18 Km, melewati Kecamatan Bangorejo dan
Pesanggaran.
- Kali Baru panjangnya kurang lebih 80,7 Km, melewati Kecamatan Kalibaru dan
Pesanggaran.
a. Letak geografis
Kabupaten Pasuruan terletak pada posisi 112 030’ – 113030’ Bujur
Timur dan 7030’ – 8030’ Lintang Selatan. Letak wilayah daerah Kabupaten
Pasuruan, dilihat dari segi ekonomi sangat strategis, karena terletak pada simpul
pergerakan ekonomi yang intensif, yaitu :
- Surabaya – Probolinggo/Banyuwangi/Bali
- Surabaya – Malang
- Malang – Probolinggo/Banyuwangi/Bali
Luas wilayah seluruhnya dalah 1.474 Km2 atau 3 % dari luas Wilayah
Propinsi Jawa Timur.
Secara administrasi wilayah kabupaten Pasuruan berada dalam wilayah
Pembantu Gubenur di Malang, dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura.
Sebelah Timur : Kabupaten Probolinggo.
Sebelah Selatan : Kabupaten Malang ; dan
Sebalah Barat : kabupaten Mojokerto.
b. Topografi
Kabupaten Pasuruan terletak berada pada ketinggian 0 meter - + 1.000
meter diatas permukaan laut. Keadaan ke-tinggian suatu daerah merupakan salah
satu faktor yang menentukan jenis kegiatan penduduk.
Dataran Kabupaten Pasuruan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
Bagian selatan terdiri dari pegunungan dan berbukit dengan ketinggian
permukaan tanah antara 186 meter sampai 1.161 meter di atas
55
c. Geologi
Dari segi fisiografi, menunjukkan bahwa keadaan dataran Kabupaten
Pasuruan miring ke utara. Jika dilihat dari struktur geologi, sebagian daratan
merupakan hasil gunung berapi. Jenis tanah yang dibentuk tergolong jenis
batuan gunung api kwater muda yang realtif subur dan terdapat banyaj bahan
tambang.
e. Lereng
Lereng yang ada di Kabupaten Pasuruan sebagian besar adalah rendah,
datar dan sedikit bergelombang yaitu 0 % - 2% atau (seluas 45.580 Ha) dan 3 % -
15% (seluas 52.970 Ha) sedang sisanya adalah berupa bukit dan pegunungan.
g. Tekstur Tanah
Tekstur tanah halus menduduki prosentase yang paling tinggi yaitu 54,33
% (seluas 80.080,85 Ha) terdapat di semua kecamatan kecuali Kecamatan Puspo
56
h. Drainase Tanah
Diwilayah Kabupaten Pasuruan sangat sedikit daerah yang tergenang
air, hanya terdapat di 4 Kecamatan saja yaitu (Bangil,Kraton,Grati,Rejoso)
sedangkan daerah lainnya yang kdang-kadang tergenang adalah Kecamatan
Bangil.
i. Erosi
Sebagimana kecamatan yang terkena erosi adalah Kecamatan Purwodadi,
Lumbang, Pasrepan, Prigen dan Lekok (seluas 18.801 Ha). Untuk kecamatan
yang lainnya tidak erosi, lapisan tanah relatif masih utuh, sehingga baik untuk
lahan pertanian.
pertanian yaitu mengenai jenis dan pola tanaman, yang berarti akan
mempenagruhi pola intensitas penggunaan tanah dan tersedianya air pengairan.
Kabupaten Pasuruan terletak di daerah equator, yang berilkim tropis
dan terbagi menjadi 2 musim yaitu musim hujan antara bulan Oktober – April dan
musim kemarau antara bulan April – Oktober. Diantara 2 musim tersebut
terdapat musim peralihan sekitar bulan-bulan April/Mei dan Oktober/Nopember.
Curah hujan di Kabupaten Pasuruan, rata-rata adalah 181 mm tiap
bulan dalam satu tahun. Curah hujan tertinggi selama bulan April (874mm) dan
terendah terjadi pada bulan September (1 mm). Kondisi ini akan berpengaruh
pada persediaan air untuk irigasi pertanian maupun untuk kebutuhan minum.
Di wilayah ini mengalir enam buah sungai besar yang bermuara di selat
Madura, yaitu :
Sungai Lawean : bermuara di desa Penunggul Kecamatan
Nguling
Sungai Rejoso : bermuara di wilayah Kotamadya Pasuruan
Sungai gombong : bermuara di wilayah Kotamadya Pasuruan
Sungai Welang : bermuara di desa Pulokerto, Kecamatan
Kraton
Sungai Masangan : bermuara di desa Raci, Kecamatan Bangil
Sungai kedunglarangan : bermuara di desa Kalianyar, Kecamatan Bangil.
Wilayah kota untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kota adalah
wilayah adminitratif Kota Pasuruan. Kota Pasuruan memiliki wilayah selauas
3678 Ha.
Wilayah kota Pasuruan empunyai letak geografis pada koodinat 112- 45’ –
112- 55’ bujur timur dan 7 - 35’ – 7 - 45’ lintang selatan dengan batas-batas
wilayahnya adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Selat Madura
- Sebelah Timur : Kecamatan Rejoso Kabuoaten Pasuruan
59
1. Keadaan Umum
Kecamatan Bancar terletak di pantai utara Jawa Timur. Kecamatan Bancar
termasuk Kabupaten Tuban dan merupakan berada di perbatasan dengan Provinsi
Jawa Tengah..
3. Bentuk lahan
Berdasarkan Peta Landsystem (RePPProT, 1989), wilayah Kecamatan
Bancar terdiri atas 5 landsystem (Tabel 5.28). 5 landsystem tersebut terbagi
dalam 2 sistem lahan (Dessaunettes, 1977), yaitu : 1). Sistem dataran, dan 2).
Sistem Karst.
Kawasan pantai didominasi oleh landsystem BRN, AAR, dan MKS. Landsystem
BRN (Dataran bergelombang di atas napal) dijumpai di kawasan pantai bagian
tengah, merupakan dataran agak miring dan bergelombang, yang dalam
klasifikasi lain termasuk landform angkatan mirng dan kompleks cuesta.
Landsystem AAR (Teras berkarang yang bergelombang, muncul terangkat agak
miring) merupakan dataran dengan singkapan batuan batugamping koral.
Lansystem MKS (Dataran gabungan endapan muara dan endapan sungai)
dijumpai pantai wilayah Kecamatan Bancar bagian timur, merupakan dataran
endapan gabungan muara dan sungai.
Berdasarkan hasil interpretasi foto udara secara lebih detil pada kawasan
pantai Bancar, terlihat bahwa Gelombang di sepanjang pantai tidak terlalu besar
(< 100 dari pantai). Meskipun tidak begitu besar, tetapi hantaman ombak yang
63
terus menerus tampaknya mengikis pantai secara perlahan, terliat dari tebing
pantai yang cukup curam pada lahan dataran.
Batuan gatugamping koral sebagai bahan induk tanah tampaknya cukup
mengurangi pengaruh abrasi laut ini, kecuali pada dataran pantai di bagian timur
wilayah kecamatan ini.
Relief Kecamatan Bancar bervariasi dari datar sampai berbukit kecil,
dengan lereng datar sampai 30 %. Wilayah pantai umumnya memiliki relief yang
datar (0-3%).
4. Tanah
Tanah di Kecamatan Bancar berkembang sesuai dengan bahan induk,
topografi dan iklim yang bekerja pada wilayah tersebut. Berdasarkan atas
landsystem yang ada, tanah yang dijumpai ada 4 ordo, 8 sob ordo dan 13 great
group (Tabel 5.29).
a. Entisol.
Entisol merupakan tanah-tanah muda, umumnya berupa endapan pantai
atau tanah dangkal. Endapan pantai yang masih muda menyebabkan tanah
yang ada belum berkembang. Dipihak lain, tanah dangkal karena proses
erosi di teras marin menyebabkan tanah tersebut terpaksa harus
dimasukkan ke Ordo Entisol, meskipun pembentukan strukturnya sudah
cukup baik.
b. Inceptisol..
Merupakan tanah-tanah yang sedang berkembang. Dijumpai hampir di
seluruh wilayah. Umumnya berasosiasi dengan tanah-tanah yang lain.
d. Alfisol.
64
6. Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan tidak terlalu banyak variasi. Pola penggunaan
lahan yang banyak dijumpai di Kecamatah antara lain adalah: a) sawah, b) tegal,
c). pemukiman, dan d). Hutan Jati.
Kawasan pantai didominasi oleh lahan tegal dan pemukiman. Tanaman
semusim seperti jagung dan ketela diusahaan pada lahan ini, disamping itu
tanaman tahunan berupa mangga atau kayu-kayuan. Lahan sawah menempati
kawasan di belakangnya dan / atau kawasan sekitar sungai. Kawasan hutan
menampati lahan dengan kemiringan curam dan atau berbatu.
7. Bahaya alam.
Bahaya alam yang bisa dijumpai di wilayan pantai utara ini tampaknya
tidak begitu besar. Ombak laut tidak terlalu besar, meskipun demikian hantaman
ombak yang terjadi secara terus menerus menyebabkan terkikisnya sebagian
besar taanah di wilayah pantai. Untungnya, batuan keras yang berupa
batugamping koral sebagai bahan induk tanah cukup kuat untuk melawan aksi
ombak laut.
8. Pemukiman.
Untuk membuat kawasan pemukiman, perlu penilaian terhadap beberapa
parameter, antara lain :
a) Subsidensi
b) Bahaya banjir
c) Kondisi air tanah
d) Potensi mengembang-mengkerut
e) Kelas Unified
f) Lereng
g) Kedalaman hamparan batuan
h) Kedalaman padas
65
1. Keadaan Umum
Kecamatan Jenu terletak di pantai utara Jawa Timur. Kecamatan Jenu
termasuk Kabupaten Tuban
muara dan endapan sungai) dijumpai pantai wilayah Kecamatan Jenu bagian
timur dan barat, merupakan dataran endapan gabungan muara dan sungai.
I. MARIN
1 M1 UPG Beting pantai dan cekungan Ustipsamment
antara beting pantai , Tropaquent
I. SISTEM DATARAN
2 P1112 MKS Dataran gabungan endapan Tropaquent,
muara dan endapan sungai Fluvaquent,
Ustropept
II. SISTEM KARST
3 K111 AAR Teras berkarang yang Ustorthent,
bergelombang, muncul Calciustoll,
terangkat agak miring Ustropept
Berdasarkan hasil interpretasi foto udara secara lebih detil pada kawasan pantai
Jenu, terlihat bahwa Gelombang di sepanjang pantai tidak terlalu besar (< 100
dari pantai). Meskipun tidak begitu besar, tetapi hantaman ombak yang terus
menerus tampaknya mengikis pantai secara perlahan, terlihat dari tebing pantai
yang cukup curam pada lahan dataran. Batuan gatugamping koral sebagai bahan
induk tanah tampaknya cukup mengurangi pengaruh abrasi laut ini, kecuali pada
dataran pantai di bagian timur wilayah kecamatan ini.
Jika melihat kejernihan air laut, tampaknya pantai sebelah timur lebih keruh,
barangkali karena proses pengendapan bahan yang lebih besar dibanding pantai
yang lain.
Relief Kecamatan Jenu umumnya berupa dataran, sebagian berupa dataran
berombak atau bergelombang. (Gambar 9)
Klasifikasi landform belum dilaksanakan secara detil, tetapi melihat hasil
interpretasi sementara dari foto udara terlihat bahwa pada dasarnya landform di
wilayah ini adalah termasuk angkatan miring , khususnya yang berada dekat
dengan pantai. Kompleks Cuesta menempati bagian yang lain, dimana lereng
pemiringan cuesta lbih dominan daripada gawir cuestanya. Kompleks hogbak
juga ditemukan di wilayah ini meskipun tidak terlalu luas.
67
4. Tanah
Tanah di Kecamatan Jenu berkembang sesuai dengan bahan induk, topografi dan
iklim yang bekerja pada wilayah tersebut. Berdasarkan atas landsystem yang
ada, tanah yang dijumpai ada 3 ordo, 5 sob ordo dan 6 great group.
a. Entisol.
Entisol merupakan tanah-tanah muda, umumnya berupa endapan pantai atau
tanah dangkal. Endapan pantai yang masih muda menyebabkan tanah yang
ada belum berkembang. Endapan baru di wilayah rawa pasang surut
memiliki sub ordo aquent (Fluvaquent dan Tripaquent) Endapan pada pesisir
pasir termasuk sub-ordo psamment. Dipihak lain, tanah dangkal karena
proses erosi di teras marin menyebabkan tanah tersebut terpaksa harus
dimasukkan ke Ordo Entisol, meskipun pembentukan strukturnya sudah
cukup baik.
b. Inceptisol..
Merupakan tanah-tanah yang sedang berkembang. Dijumpai hampir di
seluruh wilayah, khususnya di lahan kering. Umumnya berasosiasi dengan
tanah-tanah yang lain.
e. Mollisol
Merupakan tanah yang berwarna hitam dengan struktur remah di bagian
atas. Umumnya dijumpai dalam asosiasi dengan tanah yang lain, khususnya
di tidak atau kurang dikelola secara intensif (lahan hutan atau semak
belukar).
6. Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan tidak terlalu banyak variasi. Pola penggunaan
lahan yang banyak dijumpai di Kecamatah antara lain adalah: a) sawah, b) tegal,
c). pemukiman, dan d). Hutan Jati (Gambar 10).
Kawasan pantai didominasi oleh lahan tegal dan pemukiman. Tanaman
semusim seperti jagung dan ketela diusahaan pada lahan ini, disamping itu
68
1. Keadaan Umum
Kecamatan Merakurak terletak di pantai utara Jawa Timur. Kecamatan
Merakurak termasuk wilayah Kabupaten Tuban
Secara umum batuan penyusun tanah di wilayah ini tersusun atas 2 macam
batuan, yaitu: Endapan permukaan dan Batuan Sedimen.
Endapan permukaan terdiri atas Aluvium dan Endapan Pantai (Qal),
kerakal, kerikil, pasir dan lumpur. Menempati wilayah dataran sepanjang pantai
timur
Batuan sedimen yang menyusun lahan di wilayah kecamatan ini adalah:
Formasi Kalibeng (Tpk), batugamping berdolomit dan dolomit, putih sampai
kemeraan, organik dengan fragmen alga, koral dan molusca, kerakal
berlempung berwarna coklat.
3. Bentuk lahan
Berdasarkan Peta Landsystem (RePPProT, 1989), wilayah Kecamatan
Merakurak terdiri atas 2 landsystem . 2 landsystem tersebut terbagi dalam 2
sistem lahan (Dessaunettes, 1977), yaitu : 1). Sistem dataran, dan 2). Sistem
Karst.
Landsystem AAR (Teras berkarang yang bergelombang, muncul terangkat
agak miring) merupakan dataran dengan singkapan batuan batugamping koral.
Landystem ini mendominasi wilayah Kecamatan Merakurak. Lansystem MKS
(Dataran gabungan endapan muara dan endapan sungai) dijumpai di dekat pantai
(wilayah Kecamatan Merakurak bagian timur), merupakan dataran endapan
gabungan muara dan sungai.
Hasil interpretasi foto udara secara lebih detil pada kawasan pantai
Merakurak, menunjukkan bahwa kecamatan ini tidak terlalu terpengaruh oleh
aktivitas laut (Mungkin batas kecamatan yang telah didapat tidak tepat, perlu
dicari yang lebih tepat). Kecamatan ini masih dibatasi oleh Kecamatan Jenu.
Wilayah yang paling dekat dengan pantai adalah wilayah kecamatn bagian timur
(Desa Sumberrejo dan Bogorejo). Oleh karena itu, pengaruh laut terhadap
lingkungan kecamatan ini tidak jelas. Mungkin sebagian masyarakatnya
bermatapencaharian di laut (sebagai nelayan).
Relief Kecamatan Merakurak umumnya berupa dataran, sebagian berupa
dataran berombak atau bergelombang.
I. SISTEM DATARAN
1 P1112 MKS Dataran gabungan endapan Tropaquent,
muara dan endapan sungai Fluvaquent,
Ustropept
II. SISTEM KARST
2 K111 AAR Teras berkarang yang Ustorthent,
bergelombang, muncul Calciustoll,
terangkat agak miring Ustropept
5. Tanah
Tanah di Kecamatan Merakurak berkembang sesuai dengan bahan induk,
topografi dan iklim yang bekerja pada wilayah tersebut. Berdasarkan atas
landsystem yang ada, tanah yang dijumpai ada 3 ordo, 4 sob ordo dan 5 great
group.
Tabel 5.33. Jenis Tanah (Taksnomi)
Entisol.
Entisol merupakan tanah-tanah muda, umumnya berupa endapan pantai atau
tanah dangkal. Endapan pantai yang masih muda menyebabkan tanah yang ada
belum berkembang. Endapan baru di wilayah rawa pasang surut memiliki sub
ordo aquent (Fluvaquent dan Tripaquent) Endapan pada pesisir pasir termasuk
sub-ordo psamment. Dipihak lain, tanah dangkal karena proses erosi di teras
71
Inceptisol..
Merupakan tanah-tanah yang sedang berkembang. Dijumpai hampir di seluruh
wilayah, khususnya di lahan kering. Umumnya berasosiasi dengan tanah-tanah
yang lain.
Mollisol
Merupakan tanah yang berwarna hitam dengan struktur remah di bagian atas.
Umumnya dijumpai dalam asosiasi dengan tanah yang lain, khususnya di tidak
atau kurang dikelola secara intensif (lahan hutan atau semak belukar).
6. Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan tidak terlalu banyak variasi. Pola penggunaan
lahan yang banyak dijumpai di Kecamatah antara lain adalah: a) sawah, b) tegal,
c). pemukiman, dan d). Hutan Jati (Gambar 12).
Lahan sawah tadah hujan menempati kawasan / bagian utara Kecamatan
Merakurak yang memiliki relief fatar sampai berombak. Lahan tegalan
menempati separuh wilayah kawasan sebelah selatan. Kawasan hutan jati
berasosisi dengan lahan tegal menempati lahan dengan kemiringan curam dan
atau berbatu di bagian selatan wilayah kecamatan, dan sedikit di sebelah barat.
7. Bahaya alam.
Bahaya alam di wilayah ini belum terdeteksi, tampaknya tidak banyak
bencana yang diakibatkan oleh kondisi alam.
8. Pemukiman.
Untuk membuat kawasan pemukiman, perlu penilaian terhadap beberapa
parameter, antara lain :
a. Subsidensi
b. Bahaya banjir
c. Kondisi air tanah
d. Potensi mengembang-mengkerut
e. Kelas Unified
f. Lereng
g. Kedalaman hamparan batuan
h. Kedalaman padas
72
1. Keadaan Umum
Kecamatan Palang terletak di pantai utara Jawa Timur. Kecamatan Palang
termasuk Kabupaten Tuban dan merupakan berada di perbatasan dengan
Kabupaten Lamongan..
3. Bentuk lahan
Berdasarkan Peta Landsystem (RePPProT, 1989), wilayah Kecamatan
Palang terdiri atas 5 landsystem (Tabel 5.33). 5 landsystem tersebut terbagi
dalam 3 sistem lahan (Dessaunettes, 1977), yaitu : 1). Sistem dataran, dan 2).
Sistem Alluvial, dan 3). Sistem Karst.
Kawasan pantai didominasi oleh landsystem AAR, dan MKS. Landsystem
AAR (Teras berkarang yang bergelombang, muncul terangkat agak miring)
73
I. SISTEM DATARAN
6. P1112 MKS Dataran gabungan endapan muara dan Tropaquent,
endapan sungai Fluvaquent,
Ustropept
II. LEMBAH ALLUVIAL
7. A23 NGR Dataran banjir pada sungai kecil di antara Tropaquept,
perbukitan pada daerah kering (A23) Ustifluvent,
Ustropept
III. SISTEM KARST
8. K111 AAR Teras berkarang yang bergelombang, Ustorthent,
muncul terangkat agak miring Calciustoll,
Ustropept
9. OMB Dataran berombak di atas napal dan Ustropept,
batugamping pada daerah kering Haplustalf
10. K BRU Punggung bukit karstik yang sangat curam Calciustoll,
di atas batu gamping Ustropept
Berdasarkan hasil interpretasi foto udara secara lebih detil pada kawasan
pantai Palang sebalah timur air laut tampak lebih keruh, menandakan adanya
material yang terbawa oleh erosi. Dengan demikian, sedimentasi terjadi di
wilayah ini disertai tumbunya hutan bakau di sepanjang pantai ini.
Pada sebagian kawasan pantai tampaknya tidak terjadi sedimentasi, air laut
tamak lebih jernih dengan gelombang yang tidak begitu besar. Bahaya abrasi air
laut meskipun kecil tetap perlu diperhatikan. Batuan gatugamping koral sebagai
bahan induk tanah tampaknya cukup mengurangi pengaruh abrasi laut ini,
kecuali pada dataran pantai di bagian barat wilayah kecamatan ini.
74
4. Tanah
Tanah di Kecamatan Palang berkembang sesuai dengan bahan induk,
topografi dan iklim yang bekerja pada wilayah tersebut. Berdasarkan atas
landsystem yang ada, tanah yang dijumpai ada 4 ordo, 7 sob ordo dan 8 great
group (Tabel 5.34).
a. Entisol.
Entisol merupakan tanah-tanah muda, umumnya berupa endapan pantai atau
tanah dangkal. Endapan pantai yang masih muda menyebabkan tanah yang
ada belum berkembang. Dipihak lain, tanah dangkal karena proses erosi di
teras marin menyebabkan tanah tersebut terpaksa harus dimasukkan ke Ordo
Entisol, meskipun pembentukan strukturnya sudah cukup baik.
b. Inceptisol..
Merupakan tanah-tanah yang sedang berkembang. Dijumpai hampir di
seluruh wilayah. Umumnya berasosiasi dengan tanah-tanah yang lain.
d. Alfisol.
Merupakan tanah yang sudah dewasa, ditandai dengan adanya penumpukan
liat pada penampang tanahnya. Berasosiasi dengan tanah, lain
penyebarananya tanah ini menduduki sekitar 50 % dari luas kecamatan,
75
6. Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan tidak terlalu banyak variasi. Pola penggunaan
lahan yang banyak dijumpai di Kecamatah antara lain adalah: a) sawah, b) tegal,
c). pemukiman, d). tambak ikan e). padang rumput, dan f). Hutan Jati (Gambar
14).
Kawasan pantai yang sebelah barat didominasi oleh lahan tegal dan
pemukiman. Tanaman semusim seperti jagung dan ketela diusahaan pada lahan
ini, disamping itu tanaman tahunan berupa mangga, siwalan atau kayu-kayuan.
Kawasan pantai sebelah timur didominasi oleh tambak ikan. Lahan ini
merupakan lahan yang terpengaruh oleh pasang surut air laut. Lahan sawah
menempati kawasan di belakangnya dan / atau kawasan sekitar sungai. Kawasan
hutan menampati lahan dengan kemiringan curam dan atau berbatu.
7. Bahaya alam.
Bahaya alam yang bisa dijumpai di wilayan pantai utara ini tampaknya
tidak begitu besar. Ombak laut tidak terlalu besar, meskipun demikian hantaman
ombak yang terjadi secara terus menerus menyebabkan terkikisnya sebagian
besar taanah di wilayah pantai, khususnya di kawasan pantai sebelah barat.
Untungnya, batuan keras yang berupa batugamping koral sebagai bahan induk
tanah cukup kuat untuk melawan aksi ombak laut.
Kawasan pantai di sebelah timur tidak terancam oleh abrasi air laut, tetapi
ada ancaman bajir atau genangan air pasang.
8. Pemukiman.
Untuk membuat kawasan pemukiman, perlu penilaian terhadap beberapa
parameter, antara lain :
a) Subsidensi
b) Bahaya banjir
c) Kondisi air tanah
d) Potensi mengembang-mengkerut
e) Kelas Unified
76
f) Lereng
g) Kedalaman hamparan batuan
h) Kedalaman padas
i) Batu/kerikil dalam penampang tanah
j) Bahaya longsor
Tipe Ekosistem
Aktivitas
Ra- Del- Estu- Ba- Peter Sea- Trb Pesi Pulau
Pembangunan
wa ta aria kau nakan Grass karng Sir Kecil
Pertanian/Perikanan - - = -
Kehutanan - - - - -
Aqua-kutur dan - - - -
Marikutur
Penangkapan Ikan - - - - -
Pengerukan - - = - - -
Pelabuhan - - = - - -
Pelayaran - - - -
Pembangkit Listrik - - - -
Industri - - - = - - -
Pertambangan - - - = - - - -
Minyak & gas bumi - - - - - - -
Pemukiman - - - - - - - -
Pembuangan limbah - - - - - - -
Pemanfaatan air - -
Manajemen garis - - - - - -
pantai
Penggunaan - - - - - - -
sumberdaya pantai
Keterangan : - : dampak besar; = : dampak sangat besar
A. Pengguna Pertanian
Daerah pesisir pantai sangat menarik untuk dua tipe aktivitas pertanian.
Yaitu lahan kering dan sawah. Padi sawah sangat sesuai karena tahan terhadap
genangan air dan mempunyai toleransi moderat terhadap salinitas. Tanaman padi
sawah terutama ditanam di kawasan pantai dan estuaria di belakang tambak
garam atau tambak udang. Mereka biasanya terdiri atas jenis-jenis yang toleran
salinitas. Di daerah ini biasanya pohon ditanam pada guludan dengan saluran
yang lebar diantaranya (semacam sistem surjan).
(1) Problematik
(a) Konversi lahan pesisir pantai untuk penggunaan pertanian tentu akan
mengganggu aliran air permukaan yang diperlukan bagi kesehatan sistem
sumberdaya disekitarnya. Selanjutnya akan tinggal sedikit peluang
keberhasilan dalam megkon versi sedimen pantai menjadi tanah
pertanian karena bahaya genangan dan intrusi garam. Problem lain yang
berhubungan dengan penggunaan pertanian pada lahan bakau adalah
83
B. Penambangan Pasir
Eksplorasi dan bongkar-muat bahan bakar minyak dan gas bumi dan
kapal tentu akan semakin meningkatkan pencemaran minyak di perairan pantai :
(1) Problematik
Dua tipe tumpahan minyak yang mengancam kelestarian sumberdaya pantai
adalah tumpahan akut akibat kecelakaan transportasi, ledakan sumur dan
pipa-pipa dasar laut, dan tumpahan kronis yang berkaitan dengan operasi-
operasi penyulingan dan lainnya. Kerusakan dapat diderita oleh bakau,
terumbu karang, pasir pantai, rumput laut, perikanan dan hewan-hewan
marine.
(2) Arahan
85
(a) Kalau tumpahan minyak dari kapal merupakan sebab utama pencemaran
minyak maka harus dilakukan pemantauan dan pengetatan terhadap lalu-
lintas kapal, terutama dalam hal pembuangan limbah minyak.
(b) Pemerintah harus mampu memformulasikan dan mengamankan
peraturan mengenai operasi pengapalan lepas pantai maupun operasi di
pelabuhan.
(c) Semua operasi pengapaian harus menghindar pembuangan limbah
minyak ke perairan pantai/laut.
(d) Semua operasi minyak dan gas dan penempatannya harus tetap
memperhatikan integrasi bidang batas darat-laut.
(e) Semua aktivitas pemboran dan produksi minyak di laut harus dirancang
dan dipantau sedemikian rupa untuk menghindari ledakan dan tumpahan
bahan minyak.
(1) Problematik
Problematik yang serius sehubungan dengan produksi garam adalah konversi
(irreversibel habitat pantai, termasuk ekosistem bakau, menjadi sistem
tambak garam. Produksi garam paling baik dilakukan pada lingkungan arid
dimana ekosistem hutan pantai jarang ditemukan dalam kaitannya dengan
pembangunan kawasa tambak garam, jarang dipertimbangkan fungsi-fungsi
lalami dan nilai-nilai jasa ekologis.
(2) Arahan pengelolaan
86
E. Pengembangan wisata-bahari
Kegiatan wisata sekarang telah menjadi salah satu sektor ekonomi yang
penting di Selat Madura, Jawa Timur, sebagian obyek wisata terletak di zone
pantai dengan berbagai macam ekosistem yang unik.
(1) Problematik
(a) Pencemaran air oleh buangan limbah domestik
(b) Problem yang diakibatkan loleh adanya bangunan-bangunan sipil
gangguan pemandangan alam, kongesti, pencemaran air, pembuangan
limbah padat.
(c) Problematik pembuangan limbah padat
(d) Problematik yang timbul akibat pengambilan karang pantai dan
kerusakan terumbu karang
(2) Arahan pengelolaan
(a) Pembangunan obyek wisata pantai harus merupakan bagian integrall dari
sistem pembangunan wilayah, dengan tetap memperhatikan kepentingan
kelestarian lingkungan.
(b) Daerah pantai yang dicadangkan untuk pembangunan obyek wisata harus
dilengkapi dengan tataruang yang memadai dengan mempertimbangkan
geografis alamiah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitanya
(c) Pembukaan lahan (Kalau diperlukan) harus benar-benar terkendali, untuk
meminimumkan dampak terhadap ekosistem pantai
(d) Pembangunan fasilitas akomodasi harus terkonsentrasi dengan
mensisakan sebanyak mungkin lingkungan alam tetap tidak terganggu
sekala, ukuran dan tipe infrastruktur harus tepat dan sesuai
(e) Sistem pengelolaan limbah perlu mendapatkan prioritas penanganan.
87
A. Pengelolaan Reservat
konsumsi protein hewani asal ikan dan meningkatkan devisa negara melalui
ekspor komoditi non migas yaitu udang.
Penggunaan ekonomi yang utama :a.l. Hasil kayu; bahan kayu bakar;
kontruksi; suplai bahan kertas, karton, kotak, dl; Tekstil; dan Pangan,obat dan
bahan minuman. Bakau perupakan ekosistem hutan yang toleran garam di daerah
intertidal tropis. Ekosistem ini sangat kompleks dan bersifat fragile, tersusun atas
banyak varietas tumbuhan dan aneka satwa air dan darat. Karakteristik struktural
bakau ini beragam dengan lokasi dan sangat ditentukan oleh kondisi geografis,
tanah dan air, relief topografis dan kondisi iklim. Hutan bakau mempunyai
banyak spesies dan famili yang mana biasanya spesies-spesies Rhizopora
berasosiasi dengan pohon dan perdu lainnya.
Fungsi ekologis dari ekosistem bakau : a.l. (a) Sebagai sumber energi
dan bahan pakan yang sangat penting, (b) kehidupan satwa liar; (c) Pelindung
garis pantai; (d) Pengendali erosi oleh air laut; (e) Penyaring dan pembersih air
limbah, (f) Barier melawan ombak pasang dari badai laut.
Faktor pengelolaam
(a) Input air tawar mengencerkan air laut, tingkat salintas merupakan determinan
utama terhadap tipe dan kelimpahan spesies.
(b) Kisaran pasang surut merupakan faktor sangat penting bagi hutan bakau
karena salinitas akan terintegrasi dalam zone-zone yang mempengaruhi
pertumbuhan bakau.
(c) Polusi di kawasan pantai sebagai akibat dari buangan limbah industri, limbah
domestik, limbah pertanian/perikanan, sedimentasi dan dispersi minyak akan
mempengaruhi bakau dan sumberdaya lkehidupan akuatik
(d) Hutan bakau pantai merupakan sumberkayu yang penting untuk kepentingan
domestik dan komersial. Hasil dari hutan bakau menjadi sumber utama
material bangunan dan bahan bakar bagi masyarakat pantai
Ekosistem hutan bakau sangat unik dan sangat potensial. Secara ekonomis,
hutan bakau merupakan penghasil berbagai bahan baku industri, kayu bakar,
areng, bahan penyamak, mendukung upaya budidaya perikanan, dan lain-
lain. Secara ekologis hutan bakau mempunyai fungsi penting karena menjadi
tempat lindung bagi banyak jenis flora maupun fauna. Hal ini sering
membawa pada pertentangan kepentingan dalam pemanfaatannya. Di
Indonesia dan Jawa Timur khususnya sesungguhnya pertentangan ini dapat
terhindari apabila semua pihak dapat menyadari peran lindung hutan bakau
tersebut sesungguhnya juga mencakup perlindungan terhadap kualitas
lingkungan yang menjamin kelestarian usaha-usaha produksi seperti hasil
hutan, tambak dan perikanan pada umumnya. Secara rinci peran lindung
hutan bakau adalah sebagai berikut :
a) Bersifat khas dan strategis untuk menyangga kelestarian kehidupan biota
darat dan perairan baik laut maupun tawar.
92
Secara teoritis daya regenerasi hutan bakau cukup kuat, sehigga sering
dapat dengan lebih mudah dipulihkan apabila mengalami kerusahakan terutama
bila dibandingkan dengan kawasan ekologis lainnya sepertu terumbu karang.
Namun demikian apabila sampai muncul kerusakan di kawasan hutan bakau
yang mungkin sulit dikembalikan adalah hilangnya beberapa jenis flora dan
fauna langka dari kawasan hutan yang rusak tersebut. Selain dari itu, sesuai
dengan perannya seperti tersebut di atas, kerusakan hutan bakau umumnya
berpengaruh luas terhadap ekosistem lainnya yang terkait dengannya. Kerusakan
ekosistem bakau selain merusak ekosistem estuari dan delta serta kawasan pantai,
pada umumnya juga berpengaruh luas ke kawasan daerah aliran sungai. Sebagai
kawasan tropis, Indonesia khususnya Jawa Timur mempunyai keragaman jenis
fauna maupun flora hutan bakau yang sangat besar. Bahkan beberapa jenis flora
maupun fauna sering dianggap sebagai jenis langka yang sebaran tempat
hidupnya hanya terpusat di kawasan Nusantara. Hal ini dapat dimengerti karena
sebagai bagian dari sisi peralihan teritorial benua kuno Gonwana, kawasan bakau
Indonesia mewariskan jenis flora dan fauna hasil perkembangan evolusi yang
khas dan tidak dijumpai di tempat lain di dunia. Atas dasar alasan-alasan tersebut
di atas, maka upaya konservsai serta pengolaan yang tepat dan terencana dengan
baik untuk kawasan hutan bakau di Jawa Timur merupakan suatu keharusan, dan
mempunyai bagian arti penting bagi pemeliharaan kualitas lingkungan hidup
manusia Jawa Timur baik untuk skala jangka pendek maupun jangka panjang.
penyusutan kawasan bakau ini disepanjang pantai Utara Jawa Timur dan Madura,
Sayangnya data rinci dalam skala yang lebih teliti mengenai laju perluasan
wilayah tambak dan penyusutan hutan bakau di Jawa Timur sampai saat ini amat
sulit didapatkan meskipun dari hasil kuwesener dan wawancara terhadap instansi
terkait seperti, Dinas perikanan, dinas kehitanan dan Pemerintah Daerah
(BAPPEDA) setempat, umumnya mereka mengkategorikan masalah penyusutan
luasan hutan bakau dan usaha penghijauan kembali kawasan bakau sebagai
masalah yang mendesak untuk ditangani.
Data hasil investarisasi kasar yang telah dilakukan di beberapa kawasan
pantai Jawa Timur, menunjukkan ada dua puluh tujuh jenis tumbuhan bakau
umumnya dari genus Rhizopora, Avicenia, Exoecaria dan Acanthus selain itu
juga dapat dengan mudah terlihat, dikawasan pantai utara yang landai adanya
kemunculan lahan atau daratan baru seiiring dengan laju sedimentasi di daerah
Estuari. Suksesi ekosistem bakau di lahan baru ini terlihat sering terganggu oleh
aktivitas perambahan untuk tujuan-tujuan pertambakan atau ladang pembuatan
garam. Seperti halnya laju penyusutan hutan bakau, data akurat mengenai laju
pertambahan daratan baru disertai aktivitas perambahan oleh penduduk tidak
pernah ada.
Kebijakan atau rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pembangunan/pengelolaan hutan bakau di Jawa Timur
seyogyanya mempertimbangkan dua kepentingan pokok yaitu kepentingan
sosial-ekonomi dan kepentingan konservasi-ekologis dengan mengacu pada
landasan kebijakan nasional tentang arah dan kebijakan umum sumber daya
alam yang telah ditetapkan dalam GBHN. Dengan demikian pengelolaan hutan
95
Foto Udara
Pankromatik Hitam
Putih Skala
1 : 50.000
Peta Acuan :
1. Geologi Proses Interpretasi
2. Landsystem Foto Udara
3. Laut Terhadap Land form
4. Pantai Pasir
Plotting Hasil
Peta Topografi
Interpretasi Foto
Skala 1 : 50.000
Udara
Interpretasi Foto
Pengujian Lapangan
Udara Ulangan
PETA AKHIR