You are on page 1of 48



j j 
j   
j j

  

j  

Oleh
Muh. Mey Ade Ansyori

NIM 091910101047

j    
   
 
 
 
 
 
 




c 


 j

 


j  j j

  

   
 
 

 
 

 
 



Nama : Muh. Mey Ade Ansyori


NIM : 091910101047

Telah Diperiksa dan Disetujui:

Dosen Pembimbing Asisten

Salahuddin Junus,S.T, M.T


NIP. 19750502 2001121 001 Donak Carneolla
NIM. 070910101017
Ka. Lab pengelasan

Salahuddin Junus S.T.,M.T


NIP. 19750502 2001121 001




cc

j
  

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena limpahan


rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan
Praktek Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik dan las asetilin.
Laporan Praktek Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik dan las
asetilin ini disusun guna melengakapi tugas mata kuliah Praktikum Proses
Produksi di Universitas Jember.
Laporan ini berisikan tentang dasar-dasar teori dari las busur listrik dan las
asetilin serta penjelasan tentang diagram CCT dan diagram TTT. Laporan ini juga
berisikan tentang analisis dari hasil proses pengelasan.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari banyak kekurangan dan
kekeliruan yang taerjadi, serta penulis menyadari laporan ini jauh dari sempurna
karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Penulis banyak
mendapatkan dukungan dan bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai
pihak.
Atas segala bantuan, bimbingan, dan motivasi, serta kritik dan saran dari
semua pihak, penulis hanya dapat menyerahkan kepada Allah SWT, semoga Allah
SWT membalas kebaikannya, dan mudah-mudahan laporan ini bermanfaat.

Jember, April 2011

Penulis


 







c

j
 


Perkembangan zaman yang disertai oleh perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) yang pesat dewasa ini menciptakan era globalisasi dan
keterbukaan yang menuntut setiap individu untuk ikut serta didalamnya, sehingga
sumber daya manusia harus menguasai IPTEK serta mampu mengaplikasikannya
dalam setiap kehidupan.

Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan


peningkatan industri karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan
reparasi produksi logam. Hampir tidak mungkin pembangunan suatu pabrik tanpa
melibatkan unsur pengelasan.

Pada era industrialisasi dewasa ini teknik pengelasan telah banyak


dipergunakan secara luas pada penyambungan batang-batang pada konstruksi
bangunan baja dan konstruksi mesin. Luasnya pengguanaan teknologi ini
disebabkan karena bangunan dan mesin yang dibuat dengan teknik
penyambungan menjadi ringan dan lebih sederhana dalam proses pembuatanya.
Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam bidang konstruksi sangat luas,
meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, pipa saluran dan lain sebagainya.

Di samping itu proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya
untuk mengisi lubang-lubang pada coran, membuat lapisan keras pada perkakas,
mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan lain-lain. Pengelasan bukan
tujuan utama dari konstruksi, tetapi merupakan sarana untuk mencapai pembuatan
yang lebih baik. Karena itu rancangan las harus betul-betul memperhatikan
kesesuaian antara sifat-sifat las yaitu kekuatan dari sambungan dan
memperhatikan sambungan yang akan dilas, sehingga hasil dari pengelasan sesuai
dengan yang diharapkan. Dalam memilih proses pengelasan harus dititik beratkan
pada proses yang paling sesuai untuk tiap-tiap sambungan las yang ada pada
konstruksi. Dalam hal ini dasarnya adalah efisiensi yang tinggi, biaya yang murah,
penghematan tenaga dan penghematan energi sejauh mungkin.

c

Mutu dari hasil pengelasan di samping tergantung dari pengerjaan lasnya
sendiri dan juga sangat tergantung dari persiapan sebelum pelaksanaan
pengelasan, karena pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian
logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Pada penelitian ini
pengelasan yang digunakan las listrik dan asetilin. Hal ini sangat erat
hubungannya dengan arus listrik, ketangguhan, cacat las, serta retak yang pada
umumnya mempunyai pengaruh yang fatal terhadap keamanan dari konstruksi
yang dilas.

Untuk dapat mengetahui pengaruh hasil pengelasan las listrik dan asitilin
pada pelat baja terhadap uji kekerasan, struktur mikro dan uji tarik dari
pengelasan maka perlu dilakukan pengujian terhadap benda uji hasil dari
pengelasan

 ! 
1. Mahsiswa dapat menyalakan busur dan pengelasan alur dengan
menggunakan las busur listrik dan las asetilin.
2. Mahasiswa dapat membuat sambungan I dengan menggunakan las busur
listrik dan las asetilin.
3. Mahasiswa dapat membuat sambungan tumpang dengan las busur listrik
dan las asetilin.
4. Mahasiswa dapat membuat sambungan sudut luar dengan menggunakan
las busur listrik dan las asetilin.
5. Mahasiswa dapat melakukan analisis terhadap hasil dari proses pengelasan

"#
1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan dasar teori pengelasan yang
didapatkan dari mata kuliah teknik pengelasan
2. Mahasiswa mampu melakukan proses pengelasan dengan las asetilin
maupun las busur listrik.
3. Mahasiswa mampu menyalakan busur dan membuat alur serta membuat
berbagai sambungan, meliputi sambungan I, sambungan tumpang, dan
sambungan sudut luar dengn menggunakan las busur listrik dan las asetilin

c

4. Mampu menganalisis hasil lasan secara teoritis sesuai dengan apa yang
telah didapat pada mata kuliah teknik pengelasan

$ % &&'
1. Jelaskan tentang teori las busur listrik!
2. Jelaskan tentang teori las asetilin!
3. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan diagram CCT dan diagram TTT!


c

  j 

 &()& & )&)


2.1.1 Pengertian SMAW
Mengelas secara umum adalah suatu cara menyambung logam dengan
menggunakan panas, tenaga panas pada proses pengelasan diperlukan untuk
memanaskan bahan lasan sampai caur/leleh sehingga bahan las tersambung
dengan atau tanpa kawat las sebagai bahanpengisi.

Pengelasan busur listrik adalah cara pengelasan menggunakan busur listrik


atau percikan bunga api listrik akibat hubungan singkat antara dua kutub listrik
yang teionisasi dengan udara melalui penghantar batang elektroda yang sekaligus
dapat digunakan pula sebagai bahan tambah atau bahan pengisi dalam pengelasan.
Seperti yang terlihat dalam gambar di bawah ini

Gambar 1. Las busur listrik


(Sumber : www.migas-indonesia.com)

Ada beberapa macam proses las busur listrik berdasarkan elektroda yang
digunakannya, antara lain:
1. Las busur dengan elektroda karbon, misalnya:
a. Las busur dengan elektroda karbon tunggal
b. Las busur dengan elektroda karbon ganda

2. Las busur dengan elektroda logam, misalnya:


a. Las busur dengan elektroda berselaput/ SMAW
b. Las TIG (Tungsten Inert Gas)/GTAW
c. Las MIG/GMAW

c

d. Las Submerged.

Laporan ini secara khusus akan membahas Las busur listik dengan
elektroda berselaput/ terbungkus atau SMAW (9  
  
Proses las busur ini menggunakan elektroda berselaput sebagai bahan tambah,
busur listrik yang terjadi diantara ujung elektroda dan bahan dasar akan
mencairkan ujung elektroda dan sebagian bahan dasar, selaput elektroda yang
turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas yang melindungi ujung
elektroda, kawah las, busur listrik dan daerah las sekitar busur listrik terhadap
pengaruh udara luar. Di bawah ini gambar las busur dengan elektroda berselaput.

Bungkus/ selaput (coating electrode) yang berfungsi sebagai fluks akan


terbakar pada waktu proses berlangsung, dan gas yang terjadi akan melindungi
proses terhadap pangaruh udara luar. Cairan pembungkus akan terapung dan
membeku pada permukaan las yang disebut { , yang kemudian dapat
dibersihkan dengan mudah.

Gambar 2. Las busur listrik dengan elektroda berselaput


(Sumber : http://laslistrik.blogspot.com/2009/06/.html )

2.1.2 Mesin Las Listrik


Persyaratan dari proses SMAW adalah persediaan yang kontinyu pada
electric current (arus listrik), dengan jumlah ampere dan voltage yang cukup baik
kestabilan api las [
akan tetap terjaga.

c

Gambar 3. Skema proses SMAW
(Sumber : www.migas-indonesia.com)

Dimana electric power (tenaga listrik) yang diperoleh dari welding


machine menurut jenis arus yang dikeluarkannya terdapat 3 (tiga) jenis machine
yaitu :

 &)* &&'+ ,-


Pada ½ 

 [ dilengkapi dengan komponen yang merubah
sifat arus bolak-balik (AC) menjadi arus searah (DC) yaitu generator, karena arus
listrik yang dipakai disini bukan berasal dari baterei, melainkan daru generator
listrik.

Gambar 3. mesin las dengan arus searah


(Sumber : www.migas-indonesia.com)

G &)* &G(G)+,- 


  
   tidak perlu dilengkapi dengan generator, tetapi
cukup dengan transformator. Karakteristik electric efficiencynya 80-85%

 

Gambar 4. Mesin las dengan arus bolak-balik
(Sumber : www.migas-indonesia.com)

  &)*(%G)&) &.) &'*G(G) 


Untuk ½ ½     dilengkapi dengan transformator dan
rectifier, dimana rectifier ini mempunyai fungsi untuk meratakan arus.

Gambar 5. Mesin las kombinasi arus searah dan bolak -balik


(Sumber : www.migas-indonesia.com)

2.1.3 Parameter Pengelasan


Panjang busur [
   yang dianggap baik lebih kurang sama dengan
elektrode yang dipakai. Untuk besarnya tegangan yang dipakai setiap posisi
pengelasan tidak sama. Misalnya elektrode 3 mm ± 6 mm, mempunyai tegangan




20 ± 30 volt pada posisi datar, dan tegangan ini akan dikurangi antara 2 ± 5 volt
pada posisi diatas kepala. Kestabilan tegangan ini sangat menentukan mutu
pengelasan dan kestabilan juga dapat didengar melalui suara selama pengelasan.

Besarnya arus juga mempengaruhi pengelasan, dimana besarnya arus


listrik pada pengelasan tergantung dari bahan dan ukuran lasan, geometri
sambungan pengelasan, macam elektrode dan inti elektrode. Untuk pengelasan
pada daerah las yang mempunyai daya serap kapasitas panas yang tinggi
diperlukan arus listrik yang besar dan mungkin juga diperlukan tambahan panas.
Sedang untuk pengelasan baja paduan, yang daerah HAZ-nya dapat mengeras
dengan mudah akibat pendinginan yang terlalu cepat, maka untuk menahan
pendinginan ini diberikan masukan panas yang tinggi yaitu dengan arus
pengelasan yang besar. Pengelasan logam paduan, agar untuk menghindari
terbakarnya unsur-unsur paduan sebaiknya digunakan arus las yang sekecil
mungkin. Juga pada pengelasan yang kemungkinan dapat terjadi retak panas,
misalnya pada pengelasan baja tahan karat austenitik maka penggunaan panas
diusahakan sekecil mungkin sehingga arus pengelasan harus kecil.

Kecepatan pengelasan tergantung dari bahan induk, jenis elektrode, inti


elektrode, geometri sambungan, ketelitian sambungan, agar dapat mengelas lebih
cepat diperlukan arus yang lebih tinggi.

Polaritas listrik mempengaruhi hasil dari busur listrik. Sifat busur listrik
pada arus searah (DC) akan lebih stabil daripada arus bolak-balik (AC). Terdapat
dua jenis polaritas yaitu ë { {dimana benda kerja positif dan elektrode
negatip (DCEN). {
   adalah sebaliknya. Karakteristik dari polaritas
balik 6½   ½
   
 6½
 ½

 ½ 6   6  ½    


[ Dari keterangan diatas dapat disimpulkan seperti pada  ½

dibawah ini.

 

Gambar 6. Karakteristik pengelasan
(Sumber : www.migas.indonesia.com)

Tabel 1. Karakteristik pengelasan


(Sumber : www.migas.indonesia.com)

2.1.4 Teknik Pengelasan


Ada dua cara penyalaan busur las yaitu:
 ,(&
Caranya yaitu dengan menggoreskan ujung elektroda pada permukaan
benda kerja las, kemudian elektroda diangkat sampai ada jarak sebesar diameter
elektroda antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja sehingga terbentuk
nyala busur yang stabil.

c

G ,& '
Caranya yaitu ujung elektroda disentuhkan ke permukaan benda kerja
sehingga menimbulkan busur las, kemudian diangkat sampai jarak sebesar
diameter elektroda.

Setelah terjadi penyalaan, maka selanjutnya dilakukan penarikan.


Penarikan dilakukan dengan menjaga kekonstanan lebar rigi las sebesar
2xdiameter elektroda. Dengan sudut elektroda terhadap sumbu mendatar adalah
70-80º. Posisi pengelasan dalam las busur ada 4 yaitu:

6 Dibawah Tangan
Posisi bawah tangan merupakan posisi pengelasan yang paling mudah
dilakukan. Oleh sebab itu untuk menyelesaikan setiap pekerjaan pengelasan
sedapat meungkin di usahakan pada posisi dibawah tangan. Kemiringan elektroda
10 derajat ± 20 derajat terhadap garis vertical kearah jalan elektroda dan 70
derajat-80 derajat terhadap benda kerja.

6 Tegak (vertical)
Mengelas posisi tegak adalah apabila dilakukan arah pengelasannya keatas
atau ke bawah. Pengelasan ini termasuk pengelasan yang paling sulit karena
bahan cair yang mengalir atau menumpuk diarah bawah dapat diperkecil dengan
kemiringan elektroda sekitar 10 derajat-15 derajat terhadapvertikal dan 70 derajat-
85 derajat terhadap benda kerja.

6 Datar (horizontal)
Mengelas dengan horizontal biasa disebut juga mengelas merata dimana
kedudukan benda kerja dibuat tegak dan arah elektroda mengikuti horizontal.
Sewaktu mengelas elektroda dibuat miring sekitar 5 derajat ± 10 derajat terhadap
garis vertical dan 70 derajat ± 80 derajat kearah benda kerja.

6 Di atas kepala
Posisi pengelasan ini sangat sulit dan berbahaya karena bahan cair banyak
berjatuhan dapat mengenai juru las, oleh karena itu diperlukan perlengkapan yang
serba lengkap. Mengelas dengan posisi ini benda kerja terletak pada bagian atas
juru las dan kedudukan elektroda sekitar 5 derajat ± 20 derajat terhadap garis
vertical dan 75 derajat-85 derajat terhadap benda kerja.



Õ Posisi datar (1G)
Pada posisi ini sebaiknya menggunakan metode weaving yaitu zigzag dan
setengah bulan Untuk jenis sambungan ini dapat dilakukan penetrasi pada kedua
sisi, tetapi dapat juga dilakukan penetrasi pada satu sisi saja. Type posisi datar
(1G) didalam pelaksanaannya sangat mudah. Dapat diapplikasikan pada material
pipa dengan jalan pipa diputar.

Õ Posisi horizontal (2G)


Pengelasan pipa 2G adalah pengelasan posisi horizontal, yaitu pipa pada
posisi tegak dan pengelasan dilakukan secara horizontal mengelilingi pipa.
Kesukaran pengelasan posisi horizontal adalah karena beratnya sendiri maka
cairan las akan selalu kebawah. Adapun posisi sudut elektrode pengelasan pipa
2G yaitu 90º. Panjang busur di usahakan sependek mungkin yaitu ½ kali diameter
elektrode las. Untuk pengelasan pengisian dilakukan dengan gerakan melingkar
dan diusahakan dapat membakar dengan baik pada kedua sisi kampuh agar tidak
terjadi cacat.

Õ Pengelasan Vertikal (3G)


Pengelasan posisi 3G dilakukan pada material plate. Posisi 3G ini
dilaksanakan pada plate dan elektrode vertikal. Kesulitan pengelasan ini hampir
sama dengan posisi 2G akibat gaya gravitasi cairan elektrode las akan selalu
kebawah.

Õ Posisis horizontal pipa (5G)


Pengelasan naik
Posisi pengelasan 5G pipa diletakkan pada posisi horizontal tetap dan
pengelasan dilakukan mengelilingi pipa tersebut. Supaya hasil pengelasan baik,
maka diperlukan las kancing (tack weld) pada posisi jam 5-8-11 dan 2. Mulai
pengelasan pada jam 5.30 ke jam 12.00 melalui jam 6 dan kemudian dilanjutkan
dengan posisi jam 5.30 ke jam 12.00 melalui jam 3.

Pengelaan turun
Biasanya dilakukan pada pipa yang tipis dan pipa saluran minyak serta gas
bumi. Alasan penggunaan las turun lebih menguntungkan dikarenakan lebih cepat
dan lebih ekonomis.



 &()&&))
2.2.1 Pengertian Las Oksi Asetilin
Las Oksi asetilin adalah pengelasan yang dilaksanakan dengan
pencampuran 2 jenis gas sebagai pembentuk nyala api dan sebagai sumber panas.
Dalam proses las gas ini, gas yang digunakan adalah campuran dari gas Oksigen
(O2) dan gas lain sebagai gas bahan bakar (fuel gas). Gas bahan bakar yang paling
popular dan paling banyak digunakan dibengkel-bengkel adalah gas Asetilen (dari
kata ³acetylene´, dan memiliki rumus kimia C2 H2). Gas ini memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan gas bahan bakar lain. Kelebihan yang dimiliki gas
Asetilen antara lain, menghasilkan temperature nyala api lebih tinggi dari gas
bahan bakar lainya, baik bila dicampur dengan udara ataupun Oksigen.

2.2.2 Bahan Bakar Gas

 &))+,-
Asetilena (Nama sistematis: etuna) adalah suatu hidrokarbon yang
tergolongkepada alkuna, dengan rumus C2H2. Asetilena merupakan alkuna yang
paling sederhana, karena hanya terdiri dari dua atom karbon dan dua atom
hidrogen. Pada asetilena, kedua karbon terikat melalui ikatan rangkap tiga, dan
masing-masing atom karbon memiliki hibridisasi orbital sp untuk ikatan sigma.
Hal ini menyebabkan keempat atom pada asetilena terletak pada satu garis lurus,
dengansudut C-C-H sebesar 180°.

G j(/
Propana adalah senyawa alkana tiga karbon (C3H8) yang berwujud gas
dalam keadaan normal, tapi dapat dikompresi menjadi cairan yang mudah
dipindahkan dalam kontainer yang tidak mahal. Senyawa ini diturunkan dari
produk petroleum lain pada pemrosesan minyak bumi atau gas alam. Propana
umumnya digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin, barbeque (pemanggang),
dan di rumah-rumah.



2.2.3 Peralatan Las Oksi Asetilin
 G  &
Tabung gas berfungsi untuk menampung gas atau gas cair dalam kondisi
bertekanan. Umumnya tabung gas dibuat dari Baja, tetapi sekarang ini sudah
banyak tabung-tabung gas yang terbuat dari paduan Alumunium. Tabung gas
tersedia dalam bentuk beragam mulai berukuran kecil hingga besar. Ukuran
tabung ini dibuat berbeda karena disesuaikan dengan kapasitas daya tampung gas
dan juga jenis gas yang ditampung. Untuk membedakan tabung gas apakah
didalamnya berisi gas Oksigen, Asetilen atau gas lainya dapat dilihat dari kode
warna yang ada pada tabung itu.

Gambar 7. Tabung oksigen


(Sumber : www.perkakasku.com)

G  /G 


Sedang pengatur keluarnya gas dari dalam tabung maka digunakan katup.
Katup ini ditempatkan tepat dibagian atas dari tabung. Pada tabung gas Oksigen,
katup biasanya dibuat dari material Kuningan, sedangkan untuk tabung gas
Asetilen, katup ini terbuat dari material Baja.

   (
egulator atau lebih tepat dikatakan Katup Penutun Tekan, dipasang pada
katub tabung dengan tujuan untuk mengurangi atau menurunkan tekann hingga
mencapai tekana kerja torch. egulator ini juga berperan untuk mempertahankan
besarnya tekanan kerja selama proses pengelasan atau pemotongan. Bahkan jika
tekanan dalam tabung menurun, tekana kerja harus dipertahankan tetap oleh
regulator. Pada regulator terdapat bagian-bagian seperti saluran masuk, katup



pengaturan tekan kerja, katup pengaman, alat pengukuran tekanan tabung, alat
pengukuran tekanan kerja dan katup pengatur keluar gas menuju selang.

Gambar 9. egulator
(Sumber : www.perkakasku.com)

* &
Untuk mengalirkan gas yang keluar dari tabung menuju torch digunakan
selang gas. Untuk memenuhi persyaratan keamanan, selang harus mampu
menahan tekan kerja dan tidak mudah bocor. Dalam pemakaiannya, selang
dibedakan berdasarkan jenis gas yang dialirkan. Untuk memudahkan bagimana
membedakan selang Oksigen dan selang Asetilen mak cukup memperhatikan
kode warna pada selang. Berikut ini diperlihatkan table yang berisi informasi
tentang perbedaan warna untuk membedakan jenis gas yang mengalir dalam
selang.

Gambar 10. Selang gas


(Sumber : www.perkakasku.com)



 ( '
Gas yang dialirkan melalui selang selanjutnya diteruskan oleh torch,
tercampur didalamnya dan akhirnya pada ujuang nosel terbentuk nyala api. Dari
keterangan diatas, toch memiliki dua fungsi yaitu :
6 Sebagai pencampur gas oksigen dan gas bahan bakar.
6 Sebagai paembentuk nyala api di ujung nosle

Gambar 11. Torch


(Sumber : www.perkakasku.com)

2.2.4 Proses Pengelasan Oksi Asetilin


  ./)

6 6


Bila terlalu banyak perbandingan gas asetilen yang digunakan maka di
antara kerucut dalam dan kerucut luar akan timbul kerucut nyala baru berwarna
biru. Di antara kerucut yang menyala dan selubung luar akan terdapat kerucut
antara yang berwarna keputih-putihan, yang panjangnya ditentukan oleh jumlah
kelebihan asetilen. Hal ini akan menyebabkan terjadinya karburisasi pada logam
cair. Nyala ini banyak digunakan dalam pengelasan logam monel, nikel, berbagai
jenis baja dan bermacam-macam bahan pengerasan permukaan non-ferous.

Gambar 12. Nyala api karburasi


(Sumber : http://.arcwelding&gasweldingblogspot.com/2009/06/.html )



6 6

Nyala ini terjadi bila perbandingan antara oksigen dan asetilen sekitar satu.
Nyala terdiri atas kerucut dalam yang berwarna putih bersinar dan kerucut luar
yang berwarna biru bening. Oksigen yang diperlukan nyala ini berasal dari udara.
Suhu maksimum setinggi 3300 sampai 3500 oC tercapai pada ujung nyala
kerucut.

Gambar 13. Nyala api netra l


(Sumber : http://.arcwelding&gasweldingblogspot.com/2009/06/.html )

6 6
Bila gas oksigen lebih daripada yang dibutuhkan untuk menghasilkan
nyala netral maka nyala api menjadi pendek dan warna kerucut dalam berubah
menjadi ungu. Nyala ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi atau
dekarburisasi pada logam cair. Nyala yang bersifat oksidasi ini harus digunakan
dalam pengelasan fusion dari kuningan dan perunggu namun tidak dianjurkan
untuk pengelasan lainnya.

Gambar 14. Nyala api oksidasi


(Sumber : http://.arcwelding&gasweldingblogspot.com/2009/06/.html )

G )j&
6 j      
6 j  
[ 
 
6 j  [
 
6 j  [


 

6 j  
 
[½
Cara pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan
ke kiri dengan membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja
sedangkan sudut melintangnya tegak lurus terhadap arah pengelasan. Cara ini
banyak digunakan karena cara pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan
posisi yang sulit saat mengelas.

6 j  
   [½ 

Cara pengelasan ini adalah arahnya kebalikan daripada arah pengelasan ke
kiri. Pengelasan dengan cara ini diperlukan untuk pengelasan baja yang tebalnya
4,5 mm ke atas.

" )%,,* )%


2.3.1 Diagram CCT

Gambar. Diagram CCT


(Sumber :




Diagram transformasi semacam ini dinamakan diagram transformasi
pendinginan kontinyu atau diagram CCT (Continuous Cooling Transformation).
Bentuknya agak berbeda dibandingkan dengan diagram IT, lihat gambar di atas.
kurva transformasi tergeser sedikit ke kanan bawah, dan pada baja karbon tidak
terdapat daerah transformasi austenitbainit. Ini disebabkan karana kurva awal
transformasi austenit-bainit terhalang oleh kurva transformasi austenit-perlit.

Tetapi dari gambar di atas yang menggambarkan kurva transformasi


pendinginan kontinyu (garis tebal) yang disuperimpose pada diagram IT (garis
tipis) baja karbon eutectoid, tampak bahwa dengan pendinginan kontinyu lebih
mudah diperoleh martensit, karena kurva transformasi ber-geser ke kanan.
Misalnya pada kurva pendinginan dengan laju 250 oF/s, untuk kurva transformasi
pendinginan kontinyu akan merupakan laju pendinginan kritis, akan menghasilkan
100%, tetapi pada kurva transformasi isothermal masih akan menghasilkan sedikit
perlit sebelum menjadi martensit.

Pada proses laku panas biasanya pendinginan dilakukan dengan


pendinginankontinyu, sehingga biasanya diagram CCT lebih banyak digunakan.
Sedangkan diagram IT digunakan untuk proses laku panas tertentu yang dilakukan
dengan pendingina isothermal.

2.3.2 Diagram TTT


TTT Diagram merupakan salah satu jenis dari diagram material yang bisa
digunakan untuk memprediksi hasil akhir dari suatu transformasi. TTT diagram
lebih sederhana daripada FeC diagram.

Banyak ahli metalurgi berpendapat bahwa waktu dan temperatur


transformasi austenite mempunyai pengaruh yang besar terhadap produk hasil
transformasi dan properties baja. Karena austenit tidak stabil di bawah temperatur
kritis bawah, sangat penting untuk diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk austenit selesai bertransformasi, dan bertransformasi menjadi apa pada
akhirnya austenite tersebut pada temperatur konstan dibawah temperatur kritis
bawah. Proses transformasi tersebut dinamakan Transformation Temperature
Time (TTT).

 

Kalau baja diaustenitkan, kemudian dicelup dingin pada temperatur di
bawah titik transformasi dan dibiarkan, untuk sementara waktu austenit berada
dalam keadaan metastabil, dan setelah waktu inkubasi tertentu terjadi
transformasi. Dengan merubah-rubah keadaan di atas transformasi dibiarkan pada
temperatur tetap, maka diagram transformasi waktu temperatur. Seperti
ditunjukkan dalam Gambar 4, proses dimana struktur martensit didapat dengan
pencelupan dingin tiba-tiba setelah dibiarkan berada sebagai austenit yang
metastabil, proses ini disebut austenit (
½ )

Martensit yang dibuat dengan olah austenit, dibandingkan dengan


martensit yang didapat dengan proses biasa, mempunyai struktur mikro yang
halus, cacat kisinya yang sangat banyak, dan kekuatan yang sangat tinggi. Jadi
kalau baja di temper, akan didapat kekuatan, keliatan dan keuletan yang tidak bisa
dicapai oleh proses pengerasan dan penemperan baja yang biasa. Untuk
mendapatkan sifat-sifat yang sangat baik perlu pemilihan baja, yaitu yang
mempunyai waktu permulaan transformasi yang lebih lama dari perlit dan bainit,
suau daerah austenit metastabil di dalam S, dan yang akan menjadi fasa martensit
karena pencelupan dingin.

Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar


karbon dalam baja. Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang
ditahan suhunya dititik tertentu, akan menghasilkan struktur perlit dan ferit. Bila
ditahan suhunya pada titik tertentu tapi masih disisi sebelah atas garis horizontal,
maka akan mendapatkan struktur mikro bainit (lebih keras dari perlit). Bila
ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan mendapat
struktur martensit (sangat keras dan getas). Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh
tingginya suhu pemanasan, lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya
akan timbul butiran yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan
menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil.

c

Gambar. Diagram TTT
(Sumber :

Gambar diatas menunjukan suatu transformasi dari baja etektoida yang


mempunyai dekomposisi normal austenit sebagai berikut:

Bila baja tersebut kita dinginkan cepat sampai dibawah A1 dan dibiarkan
beberapa saat ( 30 detik pada 1250oF) sedemikian rupa jatuh pada daerah
dimana perlit baru sebagian terjadi, kemudian dilanjutkan segera dengan quench
maka akan terjadi struktur perlit dan martensit sebagian. Martensit ini adalah hasil
transformasi isotermis sebagian austenit pada suhu diatas tadi. Lamanya baja
berada pada suhu dibawah A1 akan menentukan banyaknya pembentukan perlit
atau bainit, dan menentukan jumlah austenit sisa yang membentuk martensit
setelah quench. Dengan kata lain perkataan proses pembentukan perlit/bainit pada
suhu tersebut terhenti pada saat quenching.

Garis sebelah kiri menunjukkan saat setelah berapa lama dimulai


transformasi dan garis sebelah kanannya adalah akhir transformasi (100%) pada
tiap-tiap suhu. Dilihat dari bentuk kurva maka untuk suhu diatas 1000°F, makin
rendah suhu pembentukkan phase (perlit) lebih cepat dan dibawah 1000°F sampai
dengan 500°F makin rendah suhu, makin lama untuk pembentukkan phase
(disisni terjadi struktur bainite).



Dengan demikian pembentukan martensit bisa terjadi dengan pendinginan
cepat dari setiap suhu tertentu bilamana waktu lama pada suhu-suhu tersebut
berada disebelah kiri garis kurva kanan. Paling cepat terjadinya transformasi ke
phase perlit/bainit adalah pada suhu sekitar 1000°F (merupakan ³nose´dari
kurva).

Makin pendek lamanya baja tersebut dibiarkan pada suhu tertentu, makin
besar jumlah austenit dan makin besar pula jumlah martensit yang terbentuk
setelah quenching. Dari diagram, cenderung tidaklah mungkin memperoleh
martensit dengan membiarkan baja tersebut pada suhu tertentu (konstan) untuk
waktu yang sangat lama.

$ %, j* '&
2.4.1 Klasifikasi etak Las
Daerah lasan yang terjadi akibat proses pelumeran atau pencairan menurut
(Wiryosumarto dan Okumura,2000) dibagi tiga bagian yaitu: daerah terpengaruh
panas atau HAZ (Heat Affected Zone) yaitu logam yang bersebelahan dengan
logam las, Logam las yaitu bagian dari logam yang pada waktu pengelasan
mencair dan membeku dan logam induk yang tidak terpengaruhi yaitu bagian
logam dasar yang tidak terkena panas atau suhu pemanasan tidak menyebabkan
perubahan sifat danstruktur logam induk.

etak pada hasil pengelasan juga disebabkab oleh faktor-faktor perubahan


metalurgi setelah logam mengalami pemanasan. Selain itu juga etak pada hasil
pengelasan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, perencanaan, pemilihan bahan
dan proses pengelasan.

Dua kelompok retak las adalah kelompok retak dingin dan kelompok retak
panas. etak dingin adalah retak daerah las yang terjadi pada suhu dibawah suhu
transformasi Martensit kurang lebih pada suhu 300ºC, sedangkan retak panas
adalah retak pada daerah las yang terjadi pada suhu diatas 500°C.
etak dingin dapat terjadi tidak hanya pada daerah HAZ, tetapi juga pada logam
las. etak dingin pada daerah terpengaruh panas adalah retak bawah manik las,



retak akar, dan retak kaki. Sedangkan retak dingin pada logam las biasanya adalah
retak memanjang dan retak melintang.

etak panas dibagi dalam dua kelas yaitu retak karena pembebasan
tegangan pada HAZ yang terjadi pada suhu antara 550°C-700°C dan retak yang
terjadi pada suhu diatas 900°C yang terjadi pada saat pembekuan logam las.
etak panas yang sering terjadi pada logam las karena pembekuan biasanya
berbentuk retak kawah dan retak memanjang. Pada pengelasan baja austenit retak
panas biasanya terjadi pada daerah HAZ dan logam las. etak las karena
pembebasan tegangan pada umumnya terjadi pada kaki daerah HAZ.

Jenis etak las dan penyebabnya:


1. etak Dingin pada Daerah Pengaruh Panas (HAZ)
etak dingin pada daerah HAZ biasanya terjadi beberapa menit sampai
dengan 48 jam sesudah pengelasan. Karena itu retak ini disebut juga retak lambat.
Penyebab retak ini adalah: Struktur dari daerah HAZ, difusi hidrogen didaerah las
dan tegangan sisa.

Struktur dari daerah HAZ ditentukan oleh komposisi kimia logam induk
dan kecepatan pendinginan daerah las. etak dingin didaerah HAZ pada
pengelasan baja biasanya terjadi pada daerah martensit. Karena kadar unsur
paduan yang mempertinggi sifat mampu keras baja diusahakan serendah mungkin.

2. etak Lamel


Pada konstruksi kerangka yang besar seperti bangunan laut biasanya
digunakan pelat tebal sehingga pada daerah las terjadi tegangan yang besar.
Karena tegangan ini kadang terjadi retak bertumpuk yang menjalar sepanjang
butiran bukan logam yang ada didalam baja. etak semacam ini disebut retak
lamel. Butiran MnS atau MnSiO dengan bentuk butiran kubus biasanya lebih peka
terhadap retak lamel dari pada butiran berbentuk bulat. Karena hal tersebut maka
pada baja tahan retak kadar belerang diusahakan serendah-rendahnya.

3. etak Lintang pada Logam Las


etak dingin disamping terjadi pada daerah HAZ juga dapat terjadi pada
logam las. etak ini terjadi dengan arah tegak lurus atau melintang terhadap garis
las. etak lintang dapat terjadi pada pengelasan busur terendam atau pada busur



listrik dengan elektroda terbungkus dan juga pada pengelasan yang menggunakan
logam las dengan kekuatan lebih dari 75 kg/mm .

etak lintang sama halnya dengan retak dingin terjadi karena adanya
hidrogen difusi yang keluar dari fluks atau pembungkus elektroda. Pada
permukaan manik las hidrogen difusi yang dikandung dapat dilepaskan dengan
mudah bila dibandingkan dengan hydrogen yang ada dibagian dalam. Karena itu
biasanya retak lintang terdapat pada tengah-tengah tebal lasan tanpa menembus
permukaan.

Dengan demikian cara pencegahan retak lintang adalah dengan cara


menurunkan kadar hidrogen difusi, disamping pengeringan dan penyimpanan
yang baik dari bahan-bahan las agar tidak terkena uap air. Pemanasan mula dan
pemanasan lanjutan juga sangat membantu didalam pelepasan dan pembebasan
hidrogen difusi.

4. etak pada Daerah Las Karena Proses Pembebasan Tegangan


etak yang terjadi karena perlakuan-perlakuan panas sesudah pengelasan
adalah retak karena proses anil pembebasan tegangan yang biasanya dilakukan
pada suhu 500°C sampai 700°C. Tempat terjadinya retak anil ini adalah pada
batas-batas butir terutama butir kasar pada daerah pengaruh panas.

Bila dilihat dari bahan maka baja dengan kekuatan 80 kg/mm dan baja
paduan rendah Cr-Mo-V adalah baj yang sangat peka terhadap retak karena
pembebasan tegangan. Pengaruh komposisi kimia pada kepekaan retak tersebut
dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Menurut Nakamura, Achiki dan Okabayashi:


ǻG = (Cr) + 3,3 (Mn) + 8,1(V) ± 2
Menurut Ito dan Nakanishi:
P = (Cr) + (Cu) + 2 (Mo) + 10(V) +7(Ne) + 5(Ti)

Dari kedua rumus tersebut bila ǻG atau P mempunyai harga positif maka
terjadi keretakan. Bila baja mengandung karbon kurang dari 0,1% atau krom lebih
dari 1,5% kepekaannya terhadap retak karena pembebasan tegangan menjadi



rendah, sehingga persamaan tersebut tidak berlaku. Hubungan antara P dengan
retak yang terjadi adalah semakin besar harga P semakin meningkat retak beas
tegangannya.

5. etak Panas


etak panas biasanya terjadi pada waktu logam las mendingin setelah
pembekuan selesai. etak ini terjadi karena adanya tegangan yang timbul karena
penyusutan dan sifat baja yang ketangguhannya turun pada suhu sedikit dibawah
suhu pembekuan. Dengan demikian retak ini akan terjadi pad batas butir karena
pada tempat tersebut terbentuk senyawa dengan titik cair rendah. Karena itu unsur
seperti Si, Ni, dan P akan mempertinggi kepekaan baja terhadap retak jenis ini.

Untuk menghindari retak panas adalah dengan menurunkan kadar Sid an


Ni serendah mungkin dan menghilangkan kandungan S dan P. Untuk baja tahan
karat austenit cara menghindarinya adalah dengan mengusahakan agar S sampai
10% dari ferit terdapat dalam struktur austenit.

2.4.2 Penembusan Kurang Baik


Selain retak, cacat las yang juga sering terjadi, adalah penembusan las
yang kurang dan jelek. Jika penembusan pengelasan kurang maka akibat yang
timbul pada konstruksi adalah kekuatan konstruksi yang kurang kokoh karena
penembusan yang kurang. Karena kurang penembusan inilah maka
penyambungan tidak sempurna. Penyebab dari penembusan yang kurang ini
antara lain :

6Kecepatan pengelasan yang terlalu tinggi.


6Arus terlalu rendah.
6Diameter elektroda yang terlalu besar atau terlalu kecil.
6Benda kerja terlalu kotor.
6Persiapan kampuh atau sudut kampuh tidak baik.
6Busur las yang terlalu panjang.





Gambar. Penembusan las yang kurang


(Sumber: www.migas-indonesia.com)

2.4.3 Pengerukan ! 
 
Cacat las yang lain adalah pengerukan atau yang sering disebut dengan
 
  pada benda kerja. Pengerukan ini terjadi pada benda kerja atau
konstruksi yang termakan oleh las sehingga benda kerja tadi berkurang kekuatan
konstruksi meskipun sebelumnya telah dilakukan pengelasan. Sebabsebab
pengerukan las antara lain :

6Arus yang terlalu tinggi.


6Kecepatan pengelasaan yang terlalu tinggi pula.
6Busur nyala yang terlalu panjang.
6Ukuran elektroda yang salah.
6Posisi elektroda selama pengelasan tidak tepat.
6Ayunan elektroda selama pengelasan tidak teratur.

Gambar. Cacat pengerukan/under cut


(Sumber: www.migas-indonesia.com)



2.4.4 Keropos
Keropos merupakan cacat las yang juga sering terjadi dalam pengelasan.
Keropos ini bila didiamkan, lama kelamaan akan menebar yang diikuti dengan
perkaratan atau korosi pada konstriksi sehingga kontruksi menjadi rapuh karena
korosi tadi. Cacat ini memang kelihatannya sepele akan tetapi dampak yang
ditirnbulkan oleh cacat ini cukup membahayakan juga. Penyebab keropos ini
yakni :

6Busur pendek.
6Kecepatan mengelas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.
6Kurang waktu pengisian.
6Terdapat kotoran-kotoran pada benda kerja
6Kesalahan memilih jenis elektroda

Gambar . Cacat keropos


(Sumber. www.migas-indonesia.com)

2.4.5 Penggerutan Benda Kerja.


Pada dasarnya setiap logam bila dipanasi akan memuai dan mengkerut bila
didinginkan. Bila salah satu permukaan las tipis dilas pada arah memanjang, maka
setelah dingin terjadilah pelengkungan atau melenting atau deformasi.

Gambar. perubahan bentuk benda kerja


(Sumber: www.migas-indonesia.com)

 

Dan pada dua bilah plat tipis dilas (tanpa membuat pengikat lebih dulu)
maka kedua sisi kampuh yang masih bebas akan bergeser, bahkan sampai kedua
sisi tersebut dapat berimpit


Gambar. perubahan bentuk pada kampuh
(Sumber; www.migas-indonesia.com)


Penyebab pengerutan adalah:


6Pengisian pengelasan kurang.
6Pengkleman salah.
6Pemanasan yang berlebihan.
6Kesalahan persiapan kampuh.
6Pemanasan tidak merata.
6Penempatan bagian-bagian yang disambung kurang baik.
6Salah urutan pengelasan.

0j/&%!
2.5.1 Helm Las
Helm Ias maupun tabir las digunakan untuk melindungi kulit muka dan
mata dari sinar las (sinar ultra violet dan ultra merah) yang dapat merusak kulit
maupun mata, Sinar Ias yang sangat terang/kuat itu tidak boleh dilihat dangan
mata langsung sampai jarak 16 meter. Helm las ini dilengkapi dengan kaca khusus
yang dapat mengurangi sinar ultra violet dan ultra merah tersebut. Ukuran kaca
Ias yang dipakai tergantung pada pelaksanaan pengelasan.




Umumnya penggunaan kaca las adalah sebagai berikut:
1. No. 6. dipakai untuk Ias titik
2. No. 6 dan 7 untuk pengelasan sampai 30 amper.
3. No. 6 untuk pengelasan dari 30 sampai 75 amper.
4. No. 10 untuk pengelasan dari 75 sampai 200 amper.
5. No. 12. untuk pengelasan dari 200 sampai 400 amper.
6. No. 14 untuk pangelasan diatas 400 amper.

Untuk melindungi kaca penyaring ini biasanya pada bagian luar maupun
dalam dilapisi dengan kaca putih.


Gambar. Helm las
(Sumber: www.perkakasku.com)

2.5.2 Sarung Tangan

Sarung tangan dibuat dari kulit atau asbes lunak untuk memudahkan
memegang pemegang elektroda. Pada waktu mengelas harus selalu di pakai
sepasang sarung tangan.

 



 t l



 :  


Bj
/ 
Bj l
/  it i lit t i 

 Bj l
   l  
t  li i  
 i i Bil   l
  
i
i it

 l 
  i j l
   l      l
 
i
i li
tii




c
2.5.4 Sepatu Las
Sepatu las berguna untuk melindungi kaki dari semburan bunga api, Bila
tidak ada sepatu las, sepatu biasa yang tertutup seluruhnya dapat juga dipakai.

Gambar. Sepatu las


(Sumber : http://.arcwelding&gasweldingblogspot.com/2009/06/.html )

2.5.5 Kamar Las


Kamar Ias dibuat dari bahan tahan.api. Kamar las penting agar orang yang
ada disekitarnya tidak terganggu oleh cahaya las.

Untuk mengeluarkan gas, sebaiknya kamar las dileng kapi dangan sistim
ventilasi: Didalam kamar las ditempatkan meja Ias. Meja las harus bersih dari
bahan-bahan yang mudah terbakar agar terhindar dari kemungkinan terjadinya
kebakaran oleh percikan terak las dan bunga api.

Gambar. Kamar las


(Sumber : http://.arcwelding&gasweldingblogspot.com /2009/06/.html)



2.5.6 Masker Las
Jika tidak memungkinkan adanya kamar las dan ventilasi yang baik, maka
gunakanlah masker las, agar terhindar dari asap dan debu las yang beracun.





Gambar. Maskel las
(Sumber : www.perkakasku.com)



"
  


"j. &  j& +j&)&)- 
3.1.1 Alat
1.Mesin electric arc welding 4.Topeng las
2.Sarung tangan 5.Apron
3.Palu las 6.Sikat baja

3.1.2 Bahan
1. Pelat baja karbon ukuran 2,5 x 50 x 120 mm.
2. Elektroda Ø 2,6 AWS E 6013.

3.1.3 Langkah Kerja


 6 

1. Memakai alat-alat keselamatan kerja.
2. menyiapkan mesin las dan setel arus sesuai dengan diameter elektroda.
3. Menyiapkan alat Bantu seperti sikat las, palu las, dan tang penjepit.
4. Tempatkan benda kerja diatas meja las dan klem kabel masa sebaik
mungkin. Pasang elektroda pada tang las dan siap melakukan pengelasan
5. Menyalakan busur
Faktor pengelasan adalah temperature (arus listrik) dan panjang busur
(voltage), untuk menaikan temperature ini pada awal pengelasan,
elektroda dihubungkan singkat lebih dahulu dengan cara menyentuhkan
elektroda pad benda kerja, dan selanjutnya dengan cepat ditarik kembali
dan dijaga agar panjang busur listriknya normal. Cara penyentuhan ini
ada dua cara, yaitu :

6 Jobbing startin (diketukkan)


Elektroda dipasang secara tegak lurus dan diketukkan /
disentuhkan naik turun hingga terjadi busur listrik (gambar 1.1).



Gambar. Penyalaan busur dengan cara diketokkan.

6 Matching starting (digoreskan)


Elektroda dipegang secara menyudut dan ujung elektroda
digoreskan pada permukaan benda saja sehingga terjadi busur
listrik (gambar 2).

Gambar. Penyalaan busur dengan cara digoreskan.

 j  


1. Pada waktu melakukan pengelasan, saya usahakan busur listrik terbentuk
dengan jarak 1 x Ø elektroda.
2. Sudut elektroda saya buat menyudut 5Û - 10Û kearah gerak pengelasan.
3. mengusahakan kubangan las dibuat melebar sampai 1,5 ± 2 kali Ø
elektroda.



 6½ "

1. Jika terjadi las terputus, maka dilakukan penyambungan penyambungan
kembali yang disebut dengan restarting (gambar 3).

Gambar. Cara penyambungan alur

2. Nyalakan busur kembali pada jarak kurang lebih 25 mm dimuka las
berhenti.
3. Elwktroda digerakkan kebawah las dan di isi hingga sama besar dengan
jalur sebelumnya.

½ #


Untuk mematikan busur listrik dapat dilakukan dengan dua cara :
1. Elektroda diangkat dan diturunkan sedikit sambil ditarik keluar.
2. Elektroda diangkat sedikit dan diturunkan kembali sambil dilepas
dengan cara mengayunkan ke kiri atas.

 
 

Ada tiga macam gerakan elektroda pada manual welding yitu gerakan 1, 2
dan 3 seperti gambar 4.






c

Gambar. gerakan elektroda

1. Merupakan gerakan feeding kebawah, bila terlalu rapat elektroda akan
melekat pada benda kerja, sehingga pengelasan akan terhenti, tetapi jika
terlalu lambat , maka arus terputus.
2. Bila gerakan tersebut terlalu cepat maka waktu peleburan kurang
sehingga penetrasi kurang. Tetapi jika terlalu lambat maka bias terlalu
tebal. Sehingga kawat las boros, kekuatan dan kecepatan las kurang dan
juga dapat menyebabkan overheating pada benda kerja.
3. Digunakan untuk mengisi kampuh las yang lebar. Gerakan ini ada
beberapa macam :
6 Gerakan a paling sederhana dan banyak dipakai.
6 Gerakan a dan b digunakan pada sambungan butt joint.
6 Gerakan b dan c digunakan pad jenis sambungan filtet joint.
6 Gerakan d digunakan pada kampuh las yang lebar.



    

Gambar. Macam-macam gerakan alur las

"j. & *j& +j&&)-


3.2.1 Alat
1. Gas Oksigen (O2). 5. sikat baja.
2. Gas Asetilen (C2H2). 6. tang penjepit.
3. palu las. 7. korek api.
4. Penggaris. ü kaca mata las.

3.2.2 Bahan
1.Pelat baja karbon ukuran 2,5 x 50 x 120 mm.
2.Kawat las dengan Ø 2,5 ± 3 mm

3.2.3 Langkah kerja


 6 ½
 6
1. Pakailah alat-alat keselamatan kerja.
2. Siapkan peralatan asetilen dan oksigen dan tekanan kerja masing-masing
5 ± 7 psi.
3. Buat garis pada bendanya dengan jarak 10 mm.
4. Nyalakan pembakar atau nyala api hingga netral.

 

5. Pegang pembakar pada posisi 60Û ± 70Û terhadap permukaan benda kerja.
6. Panaskan permukaan benda kerja mulai dari tepi.
7. Tujukan nyala api pada suatu tempat hingga tim bul kawah.
8. Jarak inti nyala ± 2 ± 3 mm diatas benda kerja.
9. Pertahankan lebar kawah tetap sepanjang garis.
10.Pembakar digerakkan berputar dengan mengikuti garis yang telah dibuat.


j  
Untuk mendapatkan pengelasan yang baik, dilakukan dengan pemilihan
cara pengelasan yang tepat baik menyangkut : ukuran torch, logam pengisi, cara
gerakan dari torch, dan pengaturan nyala. Torch terdiri dari bermacam-macam
ukuran, makin tebal logam dan konduktivitas panas, makin besar torch yang
digunakan. Pada prinsip cara pengelasan ada dua macam, yaitu : backhand dan
forehand. Untuk logam yang tipis dipakai cara forehand welding dan untuk logam
yang tebalnya lebih besar dari 5 mm, dipakai backhand. Ukuran kawat las dipilih
dengan perhitingan sebagau berikut :

9
 å 
2
Dimana d = diameter kawat
S = tebal pelat yang di las

Gambar. Cara pengelasan asetilen




½

1. Pegang pembakar terhadap posisi 60Û ± 70Û dan kawat pada posisi 30Û ±
40Û terhadap benda kerja.
2. Panaskan bagian yang akan di las mulai dari tepi hingga timbul kawah
las.
3. Setelah las cukup besar, masukkan ujung kawat las pada tepi kawah
hingga meleleh dan terpadu dengan lelehan bahan dasar.
4. Angkat kawat las, atur kawah dengan nyala api swambil bergerak maju.
5. Masukkan dan angkat lagi, begitu seterusnya.

""j.%G +j&)&)-
3.3.1 Alat
7.Mesin electric arc welding 10.Topeng las
8.Sarung tangan 11.Apron
9.Palu las 12.Sikat baja

3.3.2 Bahan
1. Pelat baja karbon ukuran 2,5 x 50 x 120 mm sebanyak 2 lembar.
2. Elektroda Ø 2,6 AWS E 6013
3.3.3 Langkah kerja
½½  $
1. Pakailah alat-alat keselamatan kerja.
2. Tempatkan benda kerja diatas meja.
3. Lakukan las catat pada kedua ujungnya dengan jarak bukaan 3 mm.
4. Buat alur las menutupi seluruh panjang sambungan dengan posisi
elektroda 80Û terhadap arah gerakan pengelasan.
5. Bersihkan benda kerja.





 






 c




 Gambar. Posisi benda kerja pada sanbungan


"$j.%G +j&&)-
3.4.1 Alat
1. Gas Oksigon (O2). 5. Sikat baja.
2. Gas asetilen (C2H2). 6. Tang penjepit.
3. Palu las. 7. Korek api
4. Penggaris. 8. Kacamata las

3.4.2 Bahan
1. Pelat baja karbon ukuran 0,5 x 100 x 120 mm sebanyak 2 lembar
2. Kawat las dengan Ø 2,5 ± 3 mm

3.4.3 Langkah kerja


½½  $
Pakailah alat-alat keselamatan kerja.
1. Himpitkan kedua benda kerja dan buat las catat pada ujung-ujungnya.
2. Posisi pembakar 60Û ± 70Û dan kawat pada posisi 30Û ± 40Û terhadap
benda kerja.
3. Panaskan bagian yang akan dilas hingga timbul kawah.

c

4. Jika kawah las sudah cukup besar masukkan kwat las kedalamnya
hingga turut mencair.
5. Angkat kawat las, atur kawah dengan nyala api sambil bergerak maju.
6. Masukkan dan angkat lagi, begitu seterusnya hingga terbentuk alur
sambungan.

Gambar. Posisi benda kerja pada sambungan I

"0j.%G  %/+j&)&)- 


3.5.1 Alat
1. Mesin electric arc welding. 4. Topeng las.
2. Sarung tangan. 5. Apron.
3. Palu las. 6. Sikat baja.

3.5.2 Bahan
1. Pelat baja karbon ukuran 2,5 x 50 x 120 mm sebanyak 2 lembar.
2. Elektroda Ø 2,6 AWS E 6013

3.5.3 Langkah kerja


½½  ½ 



1. Pakailah alat-alat keselamatan kerja.
2. Tempatkan benda kerja diatas meja.
3. Buat las catat pada kedua ujungnya.
4. Sudut elektroda 70Û ± 80Û arah memanjang las dan 90Û arah melintag
las.
5. Jaga busur api dan atyr kescepatan pengelasan.
6. Balikkan benda kerja dan lakukan pengelasan yanag sama.
7. Bersihkan benda kerja.








Gambar. Teknik pengelasan tumpang.

"1j.%G  %/+j&&)- 


3.6.1 Alat
9. Gas Oksigen (O2). 13.sikat baja.
10.Gas Asetilen (C2H2). 14.tang penjepit.
11.palu las. 15.korek api.
12.Penggaris. 1kaca mata las.

3.6.2 Bahan
1. Pelat baja karbon ukuran 0,5 x 100 x 120 mm sebanyak 2 lembar.
2. Kawat las dengan Ø 2,5 ± 3 mm





3.6.3 Langkah kerja
½½  ½ 
Pakailah alat-alat keselamatan kerja.
1. Buat las catat pada kedua ujungnya.
2. Posisi pembakar 60Û- 70Û terhadap sambungan sedangkan posisi kawat
las 30Û - 40Û terhadap bidang horizontal.
3. Arahkan nyala api pada akar sambungan.
4. Panaskan las catat hingga mencair.
5. Jika kawat las sudah lebur masukkan ujung kawat las hingga mencair.
6. Atur kawah dengan nyala api hingga menutupi pelat bawah.
7. Bersihkan benda kerja.



Gambar. Mengelas sambungan tumpang.

"2j.%G  *  j)/)&+j&)&)- 


3.7.1 Alat
1. Mesin electric arc welding.
2. Sarung tangan.
3. Palu las.
4. Topeng las.
5. Apron.
6. Sikat baja.



3.7.2 Bahan
1. Pelat baja karbon ukuran 2,5 x 50 x 120 mm sebanyak 2 lembar.
2. Elektroda Ø 2,6 AWS E 6013

3.7.3 Langkah kerja


½½  

1. Pakailah alat-alat keselamatan kerja.
2. Siapkan mesin las dan setel besarnya arus.
3. Bersihkan benda kerja.
4. Sambungkan kedua pelat seperti pada gambar.
5. Lakukan las catat pada tiga tempat.
6. Bersihkan terak.
7. Lakukan pengelasan pertama tanpa ayunan dengan posisi elektroda 70Û
terhadap bidang horizontal.
8. Bersihkan terak.
9. Lakukan pengelasan kedua dengan ayunan elektroda. Posisi elektroda
sama dengan diatas.
10.Bersihkan terak.
11.Dinginkan benda kerja perlahan-lahan.










Gambar. Teknik mengelas sambungan sudut luar pelat tipis


"üj.%G  *  j)/)&+j&&)-
3.8.1 Alat
1. Gas Oksigen (O2).
2. Gas Asetilen (C2H2).
3. Palu las.
4. Penggaris.
5. Sikat baja.
6. tang penjepit.
7. korek api.
8. kaca mata las

3.8.2 Bahan
1.Pelat baja karbon ukuran 0,5 x 100 x 120 mm sebanyak 2 lembar.
2.Kawat las dengan Ø 2,5 ± 3 mm

3.8.3 Langkah kerja
½½  

1. Pakailah alat-alat keselamatan kerja.
2. Siapkan peralatan las asetilen dan setel tekanan kerja untuk oxigen dan
asetilen masing-masing 5 ± 7 psi.
3. Atur kedua benda kerja seperti pada gambar, dan buat las catat pada
ujung-ujungnya pada kedudukan 90Û terhadap yang lain.
4. Posisi pembakar 60Û- 70Û terhadap sambungan sedangkan posisi kawat
las 30Û - 40Û terhadap bidang horizontal.
5. Lakukan pengelasan, masukkan kawat las kedalam kawah sampai kawat
ikut mencair.
6. Bersihkan terak.
7. Dinginkan perlahan-lahan.


Gambar. Teknik mengelas sambungan sudut luar pelat tipis

You might also like