Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak
menular yang akan meningkat di masa datang. Diabetes sudah merupakan suatu ancaman
utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO)
membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidab diabetes diatas usia 20 tahun
berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025,
jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang ( Sudoyo, Aru W,2006).
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik
yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM) tidak
terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya
komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup,
kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah
populasi manusia usia lanjut (Hiswani,2009).
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta pelayanan
kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes
mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan
sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan prevalensi
sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di
Manado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan
prevalensi 5,7% (Hiswani,2009).
Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan
ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi
Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu
jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM (Hiswani,2009).
Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi dibicarakan
terutama disebabkan karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian
dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang
akan datang kekerapan diabetes di Indonesia akan meningkat drastis (Sudoyo, Aru W,2006).
1
Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan WHO seperti tampak pada tabel 1,
indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan pengidap diabetes sebanyak
12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995(Sudoyo, Aru W,2006).
Tabel 1. Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak pada penduduk
dewasa di seluruh dunia 1995 dan 2025. Sumber : Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam
Urutan Negara 1995 (juta) Urutan Negara 2025 (juta)
1 India 19,4 1 India 57,2
2 Cina 16,0 2 Cina 37,6
3 Amerika 13,9 3 Amerika 21,9
Serikat Serikat
4 Federasi 8,9 4 Pakistan 14,5
Rusia 5 Indonesia 12,4
5 Jepang 6,3 6 Federasi 12,2
6 Brasil 4,9 Rusia
7 Indonesia 4,5 7 Meksiko 11,7
8 Pakistan 4,3 8 Brasil 11,6
9 Meksiko 3,8 9 Mesir 8,8
10 Ukraina 3,6 10 Jepang 8,5
Semua 49,7
negara lain
135,3 300
1.2 PERMASALAHAN
2
Apakah diabetes melitus itu?
Apa saja komplikasi diabetes melitus?
Bagaimana penanganan dari diabetes melitus?
1.3 TUJUAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
1.4 MANFAAT
3
BAB II
2.1 DEFINISI
Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang
tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum
dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin (PERKENI 2006).
Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau
penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih
merupakan kumpulan gejala yang timbul pada diri seseorang yang disebabkan oleh
adanya peningkatan glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif (Suyono, 2005).
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan
sosial ekonomi(Shahab,Alwi, 2006).
4
2.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi lainnya membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetes
melitus tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes
melitus gestasional (Adam, John MF, 2000).
1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya
destruksi sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan
sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor
lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada
aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat
5
penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan
terapi setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami
selama masa kehamilan.
2.3 DIAGNOSIS
2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Jika keluhan khas khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk acuan diagnosis diabetes
melitus. Untuk kelompok tanpa keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan
glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis diabetes melitus. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan
mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl,
kadar glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi
6
glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl
(Sudoyo,Aru W, 2006).
7
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan
diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.
8
2.4 PENATALAKSANAAN
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang
umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya
resistensi insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes
secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi
keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau
baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas,
baru akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya
peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus
(Sudoyo, Aru W, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah meningkatnya
kualitas hidup penyandang diabetes (PERKENI, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu (PERKENI, 2006):
1. Jangka pendek, hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan
rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang, tercegah dan terhambatnya progresifitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neyropati.
Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas diabetes melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalu
pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan
perubahan tingkah laku (PERKENI, 2006).
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan
pendekatan non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau terapi nutrisi
medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih
atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah tesebut sasaran pengendalian belum
tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis.
Dalam melakukan pemilihan obat perlu diperhatikan titikkerja obat sesuai dengan
macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia seperti yang tertera pada gambar 2.
9
Gambar 2. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa
darah. Sumber: Sudoyo, Aru W, 2006.
A. Edukasi.
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlikan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
10
Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani
pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah (PERKENI, 2006) :
1. Mengikuti pola makan sehat
2. Meningkatkan kegiatan jasmani
3. Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman,
teratur
4. Melakukan Pementauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan
data yang ada
5. Melakukan perawatan kaki secara berkala
6. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan tepat
7. Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung
dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti
pengelolaan penyandang diabetes.
8. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
11
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain
(Sudoyo, Aru w, 2006) :
1. Menurunkan berat badan
2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
3. Menurunkan kadar glukosa darah
4. Memperbaiki profil lipid
5. Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin
6. Memperbaiki sistem koagulasi darah
Adapun tujuan dari terapi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan (Sudoyo, Aru w, 2006) :
1. Kadar glukosa darah mendekati normal
• Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
• Glukosa darah 2jam setelah makan <180 mg/dl
• Kadar A1c < 7%
2. Tekanan darah < 130/80 mmhg
3. Profil lipid yang berkisar normal
• Kolesterol LDL < 100 mg/dl
• Kolesterol HDL > 40 mg/dl
• Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin
12
(MUFA = monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat
kandungan energi sebesar 4 kilokalori.
Rekomendasi pemberian karbohidrat (Sudoyo, Aru w, 2006) :
1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih
ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.
2. Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya bersumber dari
karbohidrat
3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah karbohidrat
maksimal 70% dari total kalori perhari
4. Jumlah serat 25-50 gram per hari
5. Jumlah sukrose sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan
sampai lebih dari total kebutuhan kalori per hari
6. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti aspartame,
acesulfam dan sucralosa
7. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram per hari
8. Fruktosa tidakk boleh lebih dari 60 gram per hari
13
3. Lemak, mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahan
makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak
seperti vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak
dibedakan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak
jenuh dan kolesterol disarankan bagi diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki
profil lipid tidak normal yang sering tidak normal dijumpai pada diabetes. Asam
lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA),
merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah
dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan
trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kolesterol HDL.
Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid =
PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki
agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat
menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktifitas enzim
lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer,
sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL (Sudoyo, Aru w, 2006).
Rekomendasi pemberian lemak adalah sebagai berikut (Sudoyo, Aru w, 2006) :
1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal
10 % dari total kebutuhan kalori per hari
2. Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7% dari total kebutuhan kalori per hari
3. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥ 100
mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari
4. Batasi asupan asam lemak bentuk trans
5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak
tidak jenuh rantai panjang.
6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan
kalori per hari.
4. Serat, seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber
karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan
bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25
g/1000 kkal/hari (PERKENI, 2006).
14
5. Kebutuhan kalori, Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dll (PERKENI, 2006).
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi
adalah sbb (PERKENI, 2006) :
1. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
2. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanitadi bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
1. Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
2. BB Normal : BB ideal ± 10 %
3. Kurus : < BBI - 10 %
4. Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT adalah sebagai berikut menurut WHO WPR/IASO/IOTF dalam
The Asia Pacific Perspective:Redefning Obesity and its Treatment.
1. BB Kurang <18,5
2. BB Normal 18,5-22,9
3. BB Lebih >23,0
a) Dengan risiko 23,0-24,9
b) Obes I 25,0-29,9
c) Obes II ≥ 30
C. Latihan jasmani.
Pengelolaan diabetes yang meliputi empat pilar, aktivitas fisik merpakan salah
satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar
yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan untuk semua orang
termasuk diabetisi sebagai kegiatan sehari-hari (Sudoyo, Aru w, 2006).
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
15
bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan
(PERKENI,2006).
D. Intervensi Farmakologis
16
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepatsetelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
17
4. penghambat glukosidase alfa (acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
tabel 6. Mekanisme kerja, efek samping utama, dan pengaruh terhadap penurunan A1C
(Hb-glikosilat). Sumber : PERKENI, 2006.
18
Tabel 7. Obat hipoglikemia oral. Sumber : PERKENI, 2006
5.
Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta,
insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan
tubuh untik keperluan regulasi glukosa darah (Sudoyo, Aru W, 2006).
Insulin diperlukan pada keadaan (PERKENI, 2006) :
1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik
4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
8. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
19
9. yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
10.Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
11.Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni (PERKENI,
2006) :
1. insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2. insulin kerja pendek (short acting insulin)
3. insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
4. insulin kerja panjang (long acting insulin)
5. insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
20
2.5.1 Pemeriksaan kadar glukosa darah
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini
banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang
umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
memakai alat-alat tersebut dapat
dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan
sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan
dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.
PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi
insulin.
21
Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang
dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai
ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko
hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia
nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala seperti
hypoglycemic spells. Prosedur PGDM dapat dilihat pada tabel 9.
22
Tabel 10. Kriteria pengendalian diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.
2.6 Komplikasi
Ketoasidosis diabetik
23
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif
dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, dan hormon
pertumbuhan), keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan
utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan
hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan berat ringannya KAD. Adapun
gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu (Sudoyo,
Aru W, 2006) :
1. Akibat hiperglikemia
2. Akibat ketosis
24
Begitu masalah KAD ditegakkan, segera pengelolaan dimulai. Pengelolaan KAD
tentunya berdasarkan patofisiologi dan patogenesis penyakit, merupakan terapi
titerasi, sehingga sebaiknya dirawat diruang perawatan intensif. Prinsip-prinsip
pengelolaan KAD adalah (Sudoyo, Aru W, 2006) :
HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai
penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Faktor
pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori : infeksi, pengobatan, noncompliance,
DM tak terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta. Infeksi merupakan
penyebab tersering (57,1%). Compliance yang buruk terhadap pengobatan DM juga
sering menyebabkan HHNK (21%) (Sudoyo, Aru W, 2006).
25
glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium menyebabkan
kadar hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan kadar glukosa
darah, terutama jika terdapat resistensi insulin (Sudoyo, Aru W, 2006).
Penatalaksanaan HHNK, meliputi lima pendekatan (Sudoyo, Aru W, 2006):
1. Rehidrasi intravena agresif cairan hipotonis.
2. Penggantian elektrolit
3. Pemberian insulin intravena
4. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
5. Pencegahan.
Hipoglikemia
26
Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan
glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat
dipastikan penyebab menurunnya kesadaran (PERKENI, 2006).
1. Komplikasi Mikrovaskular
Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler.
Komplikasi ini spesifik untuk diabetes melitus.
Retinopati diabetika
Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya
ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada
kebutaan. Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non
proliferatif dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan
ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan
adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia
retina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang
baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya
dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila
dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.
27
Nefropati diabetika
2. Komplikasi Makrovaskular
28
Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap
dan lebih hebat dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala ini
dapat tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.
Stroke
Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi
pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada
diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila
sudah mencapai fase IV. Faktor factor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati
yang disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik.
Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai
factor pencetus koma, ataupun kematian.
29
3. Neuropati
30