You are on page 1of 4

LO 3.

Memahami dan Menjelaskan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis penyakit


autoimun
1. Antinuclear Antibody Test (ANA Test)
Pengukuran melalui tes ANA pada serum biasanya dilakukan untuk menunjukkan test
screening autoantibodi pada pasien yang dicurigai menderita SRD. SRD disebut juga
connective tissue or collagen diseases. Contoh dari SRD : - LES
- Mixed connective tissue disease
- Sjorgen’s syndrome
- Scleroderma
- CREST (Calcinosis,Raynaud’s phenomenon, esophageal
dysfunction, Sclerodactyly, and telangiectasia) syndrome
- Rheumatoid arthritis
- Polymyositis
- Dermatomyositis
Diagnosis LES sangat sulit karena gejala klinisnya sangat bervariasi dan meniru penyakit
SRD lainnya. LES diidentifikasi dengan melihat produksi dari antigen autoantibodi yaitu :
anti-dsDNA. LES merupakan penyakit multisistem yang dapat mempengaruhi seluruh organ
di dalam tubuh terutama ginjal. Hasil test ANA oleh ELISA menunjukkan bahwa ELISA dan
metode immunofluorescene tidak langsung (tradisional) untuk ANA menunjukkan bahwa
hasilnya berhubungan. Banyak laboratorium menggunakan kombinasi dari kedua metode ini.
Sample untuk test ANA screening menggunakan test logam ELISA. Seluruh hasil sample
discreening. Jika (+)/sama dilihat dari titer menggunakan sel Hep-2 dan hasil titer serta
polanya dilaporkan. Secara umum titer dikatakan : positive ≥ 1:160
Hasil titer rendah ANA’s umumnya ditemukan pada usia dewasa. Ketika kultur substrat sel
(Hep-2 sel) digunakan, test ini (+) pada 99% kasus LES.
Nilai referensi
Normal : (-) jika diperiksa oleh metode ELISA,IFA. Jika pada test IFA menunjukkan hasil
(+) maka spesimen IFA diteter ulang dan pola nya juga dilaporkan.
Procedure
- Mengambil 7ml sample serum darah dalam tabung bertutup merah .
observasi tindakan pencegahan standart.
- Simpan spesimen di tas biohazard untuk transport ke laboratorium.
2. Anti dsDNA antibody test IgG
Walaupun tidak seluruhnya dipahami, mekanisme primer terjadinya luka jaringan pada LES
dan penyakit autoimun adalah terbentuknya kompleks antigen antibody . tidak semua ANA
bersifat patogenik,beberapa berbahaya, patogenisitas tergantung dari jenis Ig yang spesifik,
kemampuan untuk mengaktivasi komplemen, ukuran imun kompleks, dan tempat
menempelnya kompleks Antibodi antigen. Contohnya studi mengenai kerusakan jaringan
melalui imun kompleks-mediated menunjukkan hubungan yg jelas antara posisi kompleks
imun dan penyakit pada glomerulus.
Test anti ds-DNA secara spesifik untuk mengidentifikasi atau mengidentifikasi antibodi DNA
pada orang Amerika, ditemukan sekitar 40-60% pada pasien LES selama fase aktif pada
penyakitnya. Pada non-pribumi Antibodi DNA ditemukan pada penyakit rheumatic lainnya.
Keberadaan dari Antibodi untuk dsDNA secara umum berkolerasi dengan lupus nephritis.
Test anti ds-DNA mendukung diagnosis. Diikuti dengan monitoring aktivitas penyakit dan
respons terhadap terapi yang dilakukan dan menstabilisasi prognosis LES.

Nilai referensi
(-) <25 IU dari test ELISA
Borderline 25-30 IU
(+) 31-1200 IU
Pasti positive >200 IU

Klinikal implikasi
1. konsentrasi anti dsDNA bisa diturunkan dengan sukses melalui terapi dan bisa
meningkatkan kekambuhan akut LES
2. DNA – anti dsDNA memegang peranan penting pada patogenesis LES melalui
deposit kompleks (kompleks imun) imun di dalam ginjal/jaringan lainnya.

Faktor pengganggu
1. hasil uji logam ELISA yg jauh : pada metode RIA, mendeteksi Single Stranded
(SS) dan double stranded antibodi DNA
2. Antibodi untuk SSDNA nonspesifik tapi berhubungan dengan variasi penyakit
rheumatic lainnya.

3. Rheumatoid Factor (Rheumatoid Arthritis RAI Factor) Test


Darah pada penderita Rheumatoid Arthritis mengandung antibodi tipe macroglobulin
dinamakan rheumatoid factor (RF). Bukti menunjukkan bahwa faktor arthritis adalah antibodi
anti-IgG. Bagaimanapun, hingga antigen spesifik yang memproduksi RF ditemukan, sifat
alamiah dari RF hanya bisa dispekulasikan. Walaupun peranan RF lebih tidak menentu pada
Rheumatoid Arthritis. Walaupun RF bisa menyebabkan perubahan hingga kerusakan sejati yg
berhubungan dengan Rheumatoid arthritis. RF juga biasanya ditemukan pada pasien dengan
penyakit Rheumatoid lain. Walaupun insidens dan nilai RF lebih besar pada pasien dengan
Rheumatoid arthritis.
Test ini berguna dalam diagnosis Rheumatoid arthritis. Test ini mengukur RFS (antibody
yang ditujukan melawan fragmen IgG). Biasanya antibodi IgM, tapi mungkin juga IgG/IgA.
4 kriteria gejala klinis harus ada untuk RA yaitu :
a. kaku pada pagi hari, setidaknya untuk 6 minggu
b. sakit pada saat bergerak/nyeri setidaknya di 1 sendi sedikitnya 6 minggu
c. pembengkakan setidaknya di satu sendi sedikitnya 6 minggu
d. pembengkakan setidaknya di satu sendi lain, sedikitnya 6 minggu
e. pembengkakan symetrical tulang sendi dengan keterlibatan stimulataneus pada sendi yang
sama di sisi lainnya pada tubuh
f. subcutaneus nodules
g. perubahan X-ray, termasuk dekalsifikasi

nilai referensi
normal 0-20 unit/ml / 0-20 kU/L berdasarkan nephelometry rate

Klinikal Implikasi
1. ketika pasien yang ditest mengalami peningkatan ke arah (+). Test berikut juga (+)
setidaknya titernya rendah.
2. hasil RF (+) juga mendukung diagnosis sementara dari RA.
3. RF biasanya berhubungan dengan penyakit lainnya. Seperti
LES,endocarditis,tuberculosis,syphilis,sarkoidosis,kanker,infeksi virus,sjorgen syndrome dan
penyakit yang berhubungan dengan hati,paru-paru/ginjal seperti pada pasien yang menerima
transplantasi kulit/ginjal.
4. ketidakadaan dari RF tidak menghilangkan diagnosis untuk keberadaan RA.
4. Test Lainnya
Autoantibodi bisa dibentuk untuk estractable nuclear antigen (ENAs), atau grup lain dari Ag
(Non-histone proteins) dinamakan sesuai keberadaan Autoantibody pada ekstrak cairan
Natrium pada sel non-manusia. Biasanya ENA dari RNP (Ribonucleoprotein) dan Sm
(Smith). Anti-RNP (+) pada 35%-40% pasien LES dan pada pasien yang berhubungan
dengan penyakit pada jaringan misalnya mixed connective tissue disease (MCTD)

No. Jenis Test Ditemukan pada kasus LES


1. Anti Ribo-nucleoprotein (anti-RNP) 35% - 40%
2. Anti smith (anti-Sm) Spesifik untuk LES,tampak pada 30%
pasien
3. Anti-Ssa(Ro) 25% - 60%
4. Anti SSB(La) 10% - 15%. 60%: penderita sjorgen
syndrome
5. Anti-scl-70 Spesifik untuk skleroderma (sistemik
sklerosis) 60% : penyakit cutaneus yg
meningkat
6. Anti-jo-1 20% : pasien dengan
myositis,fibrosis,padaparu dan
pencernaan

Nilai referensi
(-) =<20 U dari test ELISA
Borderline 20-25 U
(+) >26 U

5. Cardiolipin Antibodi, IgA, IgG, IgM


Pada pasien dengan LES, antibodi untuk kardiolipin berhubungan dengan kedua trombosis
pada arteri dan vena, trombositopenia dan kekambuhan pada keguguran bayi.
Pasien dengan syndrom anti cardiolipin memiliki 1 dari gejala klinis dan mempunyai antibodi
untuk cardiolipin dan atau (+) pada test lupus antikoagulan.

Nilai referensi
Normal
<12 APL (IgA. Phospolipid units), tidak ada/ tak terdeteksi
<15 GPL (IgG. Phospolipid units), tidak ada/ tak terdeteksi
<12 NPL (IgM. Phospolipid units), tidak ada/ tak terdeteksi

6. Autoimmune thyroiditis, thyroid antibody test


Terdapat beberapa autoantibodi yang spesifik untuk kelenjar tiroid, tetapi anti thyroglobulin
& anti-throperoxidase biasanya yg lebih sering digunakan oleh para klinisi ketika
mengevaluasi pasien untuk hypertiroidisme,hipotiroidisme & kanker tiroid

No Jenis Test Keterangan


.
1. Tyroglobulin antibody Secara langsung melawan glycoprotein
thyglobulin yg terletak pada folikel thyroid
2. Thyroid Microsomal antibody Merupakan komponen thyroperoxidase
(TPO), untuk mengidentifikasi
autoantigenik komponen Ag microsomal
3. Thyroperoxidase Melawan dinding membran glycoprotein
thyroperoxidase yang berada di sitoplasma
sel epitel yang mengelilingi folikel thyroid

nilai referensi
<1:100 = untuk 1 dan 2 dari hemaglutinasi
(-) = untuk 1 dan 2 dari ELISA
(-) = untuk 1 dan 3 oleh Chemiluminescence

You might also like