You are on page 1of 11

INFLUENZA

Influenza yang lebih sering dikenal sebagai flu adalah penyakit saluran pernapasan akut yang
disebabkan oleh virus influenza A dan B. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan menyebabkan
penyakit dan kematian yang perlu mendapat perhatian khusus. Nama influenza pertama kali
digunakan oleh orang Italia pada abad kedelapan belas yang mengatakan penyakit ini sebagai the
influence of heavenly bodies. Virus Influenza juga dapat menyebabkan epidemi global yang dikenal
sebagai pandemi. Selama ini sudah terjadi 31 pandemi influenza yang terdokumentasi sejak pertama
kali dilaporkan tahun 1580, termasuk 3 pandemi yang terjadi pada abad kedua puluh yaitu tahun
1918, 1957 dan 1969. Pandemi tahun 1918-1919 yang dikenal sebagai "flu Spanyol" disebabkan oleh
virus yang sangat virulen dan telah menelan korban kurang lebih 40 juta orang meninggal di seluruh
dunia. Sejak tahun 1997 di Hong Kong ditemukan kasus influenza yang mematikan, akhirnya dikenal
sebagai "flu Hong Kong".Virus influenza dapat menyebabkan sakit pada semua golongan umur,
namun yang paling sering terkena anak-anak. Sedangkan infeksi serius dan kematian terutama
terjadi pada pasien berusia > 65 tahun dan pasien yang mempunyai kondisi kesehatan tertentu yang
berisiko tinggi terkena komplikasi dari influenza. Apa Itu Virus Influenza?Virus influenza merupakan
virus yang kompleks dan terus-menerus berubah. Struktur fisik virus ini cenderung mengalami
perubahan-perubahan kecil pada antigen permukaan selama fase replikasi yang dapat meyebabkan
virus menginvasi sistem kekebalan pejamu. Hal ini menjelaskan bahwa seseorang yang terinfeksi
dapat mengalami reinfeksi pada tahun berikutnya meskipun sudah punya antibodi terhadap virus
pertama.Ada dua tipe virus influenza yang dapat menyebabkan epidemi pada manusia, yaitu
influenza A dan influenza B. Virus influenza A dibagi lagi dalam subtipe berdasarkan dua antigen
permukaan, hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Virus influenza B tidak dibagi lagi dalam
subtipe. Selanjutnya virus influenza A dan B dikelompokkan berdasarkan karakteristik antigeniknya.
Virus influenza dengan antigen permukaan baru merupakan varian virus yang telah ada, berasal dari
perubahan antigen yang cepat terjadi karena mutasi yang terjadi pada saat replikasi. Virus influenza
B mengalami perubahan antigen lebih lambat dibanding dengan virus influenza A.Virus A dapat
menginfeksi beberapa spesies hewan, seperti burung, babi,kuda, ikan paus dan singa laut. Virus yang
menginfeksi burung lebih dikenal sebagai virus influenza avian atau influenza burung. Virus flu
burung ini biasanya tidak menyebabkan sakit burung-burung yang liar terbang di mana-mana, tetapi
burung-burung tersebut membawa dan dapat menyebarkan flu burung dalam jarak yang cukup jauh.
Sebaliknya virus flu burung ini bila menginfeksi binatang peliharaan (burung) akan menyebabkan
burung peliharaan tersebut sakit dan mati. Biasanya virus influenza A tidak menginfeksi manusia,
namun beberapa laporan sejak tahun 1997 menunjukkan bahwa ternyata virus ini juga dapat
menginfeksi manusia
Influenza atau flu yang asli disebabkan oleh virus flu. Virus influenza digolongkan dalam kelompok
virus RNA (Ribose Nucleic Acid) dan dibagi atas tiga tipe, yaitu A, B, dan C. Virus dengan tipe A dan B
bisa menyebabkan epidemik, khususnya saat musim salju di negara dengan empat musim. Di
Amerika pada musim tersebut epidemik dapat menyebabkan kesakitan pada 10-20 persen
penduduk, dan berhubungan dengan rata-rata 36.000 kematian serta 114.000 hospitalisasi setiap
tahunnya.
Sedangkan virus influenza tipe C hanya menyebabkan masalah pernafasan yang ringan, dan diduga
bukan penyebab dari epidemik.
Selain menyerang manusia, ternyata virus influenza juga dapat ditemukan pada beberapa binatang,
seperti unggas, babi, bebek, ikan paus, kuda, dan anjing laut.
Unggas liar merupakan reservoir/perantara untuk semua subtipe dari virus tipe A. Biasanya unggas
liar itu justru tidak menjadi sakit walaupun virus tersebut bersarang di tubuhnya. Namun, pada jenis
unggas yang tidak liar, misalnya, ayam dan kalkun, gejala-gejala terinfeksi dapat bermanifestasi.
Manusia sangat jarang terinfeksi influenza langsung dari hewan. Biasanya penularan terjadi dari
orang ke orang lain.
Mudah Berubah Wujud
Penyakit flu sukar sekali dibasmi karena virus flu sering mengadakan perubahan. Perubahan yang
terjadi pada virus flu terdiri dari dua macam cara. Yang pertama dikenal dengan antigenic drift atau
penyimpangan antigen, yaitu perubahan kecil pada virus yang terjadi setiap saat. Antigenic drift
menyebabkan munculnya virus yang berbeda dengan sebelumnya, sehingga tidak dapat dikenali
oleh sistem imun tubuh.
Hasilnya, sebagian besar orang yang telah kebal terhadap virus sebelumnya karena telah terpapar,
menjadi berisiko untuk sakit kembali.
Proses kedua yang dapat menyebabkan perubahan adalah antigenic shift. Yaitu perubahan yang
besar dari virus, ketika terbentuk hemagglutinin yang baru yang dapat diikuti dengan protein
neuraminidase yang baru pula. Antigenic shift dapat menimbulkan munculnya subtipe virus influenza
yang baru. Untungnya, perubahan seperti itu tidak terjadi setiap waktu seperti antigenic drift, karena
jarang sekali terjadi.
gejala dan tanda penyakit Influenza?
Gejala berupa;
- Demam mendadak disertai menggigil
- Sakit kepala
- Badan lemah
- Nyeri otot dan sendi
Gejala ini bertahan selama 3 – 7 hari. Bila penyakit bertambah berat, gejala tersebut diatas akan
berganti dengan gejala penyakit saluran pernafasan seperti batuk, pilek dan sakit tenggorokan.
Kadang-kadang juga disertai gejala sakit perut, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik : muka
kemerahan, mata kemerahan dan berair serta kelenjar getah bening leher dapat teraba.
Apa yang dapat diakibatkan Penyakit Influenza? Akibat penyakit Influenza yang ditakutkan adalah
timbulnya infeksi sekunder, seperti; radang paru-paru( Pneumonia ), myositis, sindroma Reye,
gangguan syaraf pusat. Disamping itu, penderita/ pengidap penyakit kronis dapat bertambah berat
bila terkena penyakit Influenza. Beberapa penyakit kronis tersebut, seperti; Asma, paru–paru kronis,
jantung, kencing manis, ginjal kronis, gangguan status imunitas tubuh, kelainan darah dll.
Komplikasi Influenza
Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi tambahan termasuk bakteri pneumonia
karena dehidrasi, dan kondisi lain yang memperparah keadaan, seperti mengidap diabetes, asma,
dan kelainan jantung. Anak-anak sering mendapat masalah pada sinus dan infeksi telinga sebagai
komplikasi dari flu. Manula di atas 65 tahun atau pasien yang masih anak-anak, dan penderita yang
memiliki penyakit kronis, jika terkena flu akan mudah mengalami komplikasi.
Masa Inkubasi
Jangka waktu seseorang terpapar virus hingga munculnya gejala adalah satu sampai empat hari,
dengan rata-rata dua hari. Sedangkan periode seseorang dapat menularkan penyakitnya ke orang
lain bervariasi untuk tiap usia.
Penularan sudah mulai terjadi dari sebelum penderita merasa sakit, yang berlanjut hingga tiga
sampai tujuh hari setelah timbul gejala pertama pada orang dewasa. Sedangkan pada anak-anak
dapat lebih dari satu minggu.
Dinegara bermusim empat, setiap tahun pada musim dingin terjadi letusan influenza yang banyak
menimbulkan konmplikasi dan kematian pada orang-orang beresiko tinggi :
o Usia lanjut ( > 60 tahun )
o Anak – anak penderita Asma
o Penderita penyakit kronis ( Paru , Jantung, Ginjal, Diabetes )
o Penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.
Dinegara-negara tropis seperti Indonesia, influenza terjadi sepanjang tahun. Setiap tahun influenza
menyebabkan ribuan orang meninggal diseluruh dunia. Biaya pengobatan, biaya penanganan
komplikasi, dan kerugian akibat hilangnya hari kerja ( absen dari sekolah dan tempat kerja ) sangat
tinggi.
B. TANDA DAN GEJALA SEORANG KLIEN MENGALAMI OBSTRUKSI JALAN NAPAS
q Batuk
Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeabronkial.
Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran napas
bagian bawah, dan banyak orang dewasa normal yang batuk beberapa kali setelah pagi hari untuk
membersihkan trakea dan faring dari sekret yang terkumpul selama tidur. Batuk juga merupakan
gejala terserang penyakit pernapasan. Segala jenis batuk yang berlangsung lebih dari tiga minggu
harus diselidiki untuk memastikan penyebabnya.
Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan.
Inhalasi asap, debu, dan benda-benda asing kecil merupakan penyebab batuk yang paling sering.
Perokok seringkali menderita batuk kronik karena terus menerus mengisap benda asing (asap), dan
saluran napasnya sering mengalami peradangan kronik. Rangsangan mekanik dari tumor (ekstrinsik
maupun intrinsik) terhadap saluran napas merupakan penyebab lain yang dapat menimbulkan batuk
(tumor yang paling sering menimbulkan batuk adalah karsinoma bronkegenik). Setiap proses
peradangan saluran napas dengan atau tanpa eksudat dapat mengakibatkan batuk. Bronkitis kronik,
asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit yang secara tipikal memiliki batuk sebagai
gejala yang mencolok. Batuk dapat bersifat produktif, pendek dan tidak produktif, keras dan parau
(seperti ada tekanan pada trakea), sering, jarang, atau paroksismal (serangan batuk yang
intermiten).

q Terdapatya Sputum
Orang dewasa normal menghasilkan mukus sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus
ini diangkut menuju faring dengan gerakan pembersihan normal silia yang melapisi saluran
pernapasan. Kalau terbentuk mukus yang berlebihan, proses normal pembersihan mungkin tak
efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun. Bila hal ini terjadi, membran mukosa akan
terangsang, dan mukus dibatukkan keluar sebagai sputum. Pembentukan mukus yang berlebihan,
mungkin disebabkan oleh gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi pada membran mukosa.
Kapan saja seorang pasien membentuk sputum, perlu dievaluasi sumber, warna, volume, dan
konsistensinya. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan kemungkinan besar
berasal dari sinus atau saluran hidung, dan bukan dari saluran napas bagian bawah. Sputum yang
banyak sekali dan purulen menyatakan adanya proses supuratif, seperti abses paru, sedangkan
pembentukan sputum yang terus meningkat perlahan dalam waktu bertahan-tahun merupakan
tanda bronkitis kronis, atau bronkiektasis.
Warna sputum juga penting. Sputum yang berwarna kekuning-kuningan menunjukkan infeksi.
Sputum yang berwarna hijau merupakan petunjuk adanya penimbunan nanah. Warna hijau timbul
karena adanya verdoperoksidase yang dihasilkan oleh leukosit polimorfonukler (PMN) dalam
sputum. Sputum yang berwarna hijau sering ditemukan pada bronkiektasis karena penimbunan
sputum dalam bronkiolus yang melebar dan terinfeksi. Banyak penderita infeksi pada saluran napas
bagian bawah mengeluarkan sputum berwarna hijau pada pagi hari, tetapi makin siang menjadi
kuning. Fenomena ini mungkin disebabkan karena penimbunan sputum yang purulen di malam hari,
disertai pengeluaran verdoperoksidase.
Sifat dan konsistensi sputum juga dapat memberikan informasi yang berguna. Sputum yang
berwarna merah muda dan berbusa merupakan tanda edema paru akut. Sputum yang berlendir,
lekat dan berwarna abu-abu atau putih merupakan tanda bronkitis kronik. Sedangkan sputum yang
berbau busuk merupakan tanda abses paru atau bronkiektasis.

q Dispnea
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama dari penyakit
kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh napasnya menjadi pendek atau
merasa tercekik. Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan obat-obat pernapasan
tambahan (sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius, pectoralis mayor), pernapasan cuping
hidung, tachypnea, dan hiperventilasi. Sesak napas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit; orang
normal akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang
berbeda.
Pemeriksaan harus dapat membedakan sesak napas dari gejala dan tanda lain yag mungkin memiliki
perbedaan klinis mencolok. Takipnea adalah frekuensi pernapasan yang cepat, lebih cepat dari
pernapasan normal (12 hingga 20 kali per menit) yang dapat muncul dengan atau tanpa dispnea.
Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan untuk
mempertahankan pengeluaran karbon dioksida (CO2) normal, hal ini dapat diidentifikasi dengan
memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau tegangan (PaCO2), yaitu lebih rendah dari angka normal
(40 mmHg). Dispnea sering dikeluhkan pada sindrom hiperventilasi yang sebenarnya merupakan
seseorang yang sehat dengan stres emosional. Selanjutnya, gejala lelah yang berlebihan harus
dibedakan dari dispnea. Seseorang yang sehat mengalami lelah yang berlebihan setelah melakukan
kegiatan fisik dalam tingkat yang berbeda-beda, dan gejala ini juga dapat dialami pada penyakit
kardiovaskular, neuromuskular, dan penyakit lain selain paru.
Pada beberapa tahun belakangan ini, ketertarikan pada ilmu pengetahuan dalam perhitungan dan
mekanisme neurofisiologi meningkat dengan cepat. Namun, belum tersedia keterangan tentang
dispnea dengan segala keadaannya yang dapat diterima. Sumber penyebab dispnea termasuk: (1)
reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernapasan, paru, dan dinding dada; dalam teori
tegangan-panjang, elemen-elemen sensoris, gelondong otot pada khususnya, berperan penting
dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila
tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot (volume napas tercapai); (2)
kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 (PCO2 dan PO2) (teori utang-oksigen); (3) peningkatan
kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak napas; dan (4)
ketidakseimbangan antara kerja pernapasan denga kapasitas ventilasi. Mekanisme tegangan-
panjang yang tidak sesuai adalah teori yang paling banyak diterima karena teori tersebut
menjelaskan paling banyak kasus klinis dispnea. Faktor kunci yang tampaknya menjelaskan apakah
dispnea terjadi pada tingkat ventilasi atau usaha sesuai dengan derajat aktivitasnya. Namun,
rangsangan, reseptor sensoris, dan jaras saraf yang sesuai tidak dapat ditentukan dengan pasti.
Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada usia, jenis
kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik, dan terlibatnya emosi dalam melakukan kegiatan itu.
Dispnea yang terjadi pada seseorang harus dikaitkan dengan tingkat aktivitas minimal yang
menyebabkan dispnea, untuk menentukan apakah dispnea terjadi setelah aktivitas sedang atau
berat, atau terjadi pada saat istirahat. Tabel 37-2 berisi skala garis besar dispnea yang dikembangkan
oleh American Thoracic Society yang mungkin sesuai untuk penilaian klinis dispnea kronik. Selain itu,
terdapat beberapa variasi gejala umum dispnea. Ortopnea adalah napas pendek yang terjadi pada
posisi berbaring dan biasanya keadaan diperjelas dengan penambahan sejumlah bantal atau
penambahan elavasi sudut untuk mencegah perasaan tersebut. Penyebab tersering ortopnea adalah
gagal jantung kongestif akibat peningkatan volume darah di vaskularisasi sentral pada posisi
berbaring. Ortopnea juga merupakan gejala yang sering muncul pada banyak gangguan pernapasan.
Dispnea nokturna paroksismal menyatakan timbulnya dispnea pada malam hari dan memerlukan
posisi duduk dengan segera untuk bernapas. Membedakan dispnea nokturna paroksismal dengan
ortopnea adalah waktu timbulnya gejala setelah beberapa jam dalam posisi tidur. Penyebabnya
sama dengan penyebab ortopnea yaitu gagal jantung kongestif, dan waktu timbulnya yang terlambat
itu karena mobilisasi cairan edema perifer dan penambahan volume intravaskular pusat.
Pasien dengan gejala utama dispnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu: (1) penyakit
kardiovaskular, (2) emboli paru, (3) penyakit paru interstitial atau alveolar, (4) gangguan dinding
dada atau otot-otot, (5) penyakit obstruktif paru, atau (6) kecemasan. Dispnea adalah gejala utama
edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup jantung. Emboli paru ditandai oleh dispnea
mendadak. Dispnea merupakan gejala paling nyata pada penyakit yang menyerang percabangan
trakeobronkial, parenkim paru, dan rongga pleura. Dispnea biasanya dikaitkan dengan penyakit
restriktif yaitu terdapat peningkatan kerja pernapasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru
(pneumonia, atelektasis, kongesti) atau dinding dada (obesitas, kifoskoliosis) atau pada penyakit
jalan napas obstruktif dengan meningkatnya resistensi nonelastik bronkial (emifisema, bronkitis,
asma). Tetapi kalau beban kerja pernapasan meningkat secara kronik, maka pasien yang
bersangkutan dapat menyesuaikan diri dan tidak mengalami dispnea. Dispnea juga dapat terjadi jika
otot pernapasan lemah (contohnya, miastenia gravis), lumpuh (contohnya, poliomielitis, sondrom
Guillain-Barre), letih akibat meningkatnya kerja pernapasan, atau otot pernapasan kurang mampu
melakukan kerja mekanis (contohnya, emfisema yang berat atau obesitas). Pada akhirnya, penderita
sindrom hiperventilasi akibat kecemasan atau stres emosional sering mengeluhkan dispnea. Pola
pernapasan pada kelompok ini seringkali aneh, dengan ketidakteraturan frekuensi maupun tidal
volume. Pada lain waktu, pola pernapasan menjadi hiperventilasi yang menetap sehingga pasien
mengeluh kesemutan pada ekstrimitasnya dan terdapat perasaan melayang. Bila pola pernapasan
abnormal hilang saat tidur, dicurigai terdapat penyebab psikogenik.
q Sianosis
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selapur lendir yang terjadi akibat peningkatan
jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tak berkaitan dengan O2). Sianosis dapat tanda insufisiensi
pernapasan, meskipun bukan merupakan tanda yang dapat diandalkan. Ada dua jenis sianosis:
sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis sentral disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb
dalam paru, dan paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga, serta bagian bawah lidah.
Sianosis biasanya tak diketahui sebelum jumlah absolut Hb tereduksi mencapai 5g per 100 ml atau
lebih pada seseorang dengan konsentrasi Hb yang normal (saturasi oksigen [SaO2] kurang dari 90%).
Jumlah normal Hb tereduksi dalam jaringan kapiler adalah 2,5 g per 100 ml. Pada orang dengan
konsentrasi Hb yang normal, sianosis akan pertama kali terdeteksi pada SaO2 kira-kira 75% dan
PaO2 50 mmHg atau kurang. Penderita anemia (konsentrasi Hb rendah) mungkin tak pernah
mengalami sianosis walaupun mereka menderita hipoksia jaringan yang berat karena jumlah absolut
Hb tereduksi kemungkinan tidak dapat mencapai 5 g per 100 ml. Sebaliknya, orang yang menderita
polisitemia (konsentrasi Hb yang tinggi) dengan mudah mempunyai kadar Hb tereduksi 5 g per 100
ml walaupun hanya mengalami hipoksia yang ringan sekali. Foktor-faktor lain yang menyulitkan
pengenalan sianosis adalah variasi ketebalan kulit, pigmentasi dan kondisi penerangan.
Selain sianosis yang disebabkan oleh insufisiensi pernapasan (sianosis sentral), akan terjadi sianosis
perifer bila aliran darah banyak berkurang sehingga sangat menurunkan saurasi darah vena, dan
akan menyebabkan suatu daerah menjadi biru. Sianosis perifer dapat terjadi akibat insufisiensi
jantung, sumbatan pada aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darah akibat suhu yang dingin.
Sejumlah kecil methemoglobin atau sulfhemoglobin dalam sirkulasi dapat menimbulkan sianosis,
walaupun jarang terjadi. Ada banyak hal yang mengakibatkan sianosis (dan sianosis sulit dikenali)
sehingga sianosis merupakan petunjuk insufisiensi paru yang tidak dapat diandalkan.

q Hipoksemia dan Hipoksia


Istilah hipoksemia menyatakan nilai PaO2 yang rendah dan seringkali ada hubungannya dengan
hipoksia, atau oksigenasi jaringan yang tidak memadai. Hipoksemia tak selalu disertasi dengan
hipoksia jaringan. Seseorang masih dapat mempunyai oksigenasi jaringan yang normal, tapi
menderita hipoksemia; seperti juga seseorang masih dapat memiliki PaO2 normal tetapi menderita
hipoksia jaringan (karena gangguan pengiriman oksigen dan penggunaan oksigen oleh sel-sel). Tetapi
ada hubungan antara PaO2 dengan hipoksia jaringan, meskipun terdapat nilai PaO2 yang tepat pada
jaringan yang menggunakan O2. Kalau semua dianggap sama, makin cepat timbulnya hipoksemia,
semakin berat pula kelainan jaringan yang diderita. Pada umumnya nilai PaO2 yang terus menerus
kurang dari 50 mmHg disertai hipoksia jaringan dan asidosis (yang disebabkan oleh metabolisme
anaerobik). Hipoksia dapat terjadi pada nilai PaO2 normal maupun rendah sehingga evaluasi
pengukuran gas darah harus selalu dikaitkan dengan pengamatan klinik dari pasien yang
bersangkutan. Sianosis merupakan satu tanda yang tidak dapat diandalkan karena SaO2 harus
kurang dari 75% pada orang dengan kadar Hb normal sebelum tanda itu dapat diketahui.
q Hiperkapnia dan Hipokapnia
Seperti halnya ventilasi, yang dianggap memadai bila suplai O2 seimbang dengan kebutuhan O2,
pembuangan CO2 melalui paru baru dianggap memadai bila pembuangannya seimbang dengan
pembentukan CO2. CO2 mudah sekali mengalami difusi sehingga tekanan CO2 dalam udara alveolus
sama dengan tekanan CO2 dalam darah arteri; sehingga PaCO2 merupakan gambaran ventilasi
alveolus yang langsung dan segera yang berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Dengan
demikian PaCO2 digunakan untuk menilai kecukupan ventilasi alveolar ( ) karena pembuangan CO2
dari paru seimbang dengan sehingga PaCO2 langsung berkaitan dengan produksi CO2 ( CO2) dan
sebaliknya berkaitan dengan ventilasi alveolar: PaCO2 α CO2/ . Ventilasi yang memadai akan
mempertahankan kadar PaCO2 sebesar 40 mmHg. Hiperkapnia didefinisikan sebagai peningkatan
PaCO2 sampai di atas 45 mmHg; sedangkan hipokapnia terjadi apabila PaCO2 kurang dari 35 mmHg.
Penyebab langsung retensi CO2 adalah hipoventilasi alveolar (ventilasi kurang memadai, untuk
mengimbangi pembentukan CO2). Hiperkapnia selalu disertai hipoksia dalam derajat tertentu
apabila pasien bernapas dengan udara yang terdapat dalam ruangan.
Penyebab utama hiperkapnia adalah penyakit obstruktif saluran napas, obat-obat yang menekan
fungsi pernapasan, kelemahan atau paralisis otot pernapasan, trauma dada atau pembedahan
abdominal yang mengakibatkan pernapasan menjadi dangkal, dan kehilangan jaringan paru. Tanda
klinik yang dikaitkan dengan hiperkapnia adalah: kekacauan mental yang berkembang menjadi
koma, sakit kepala (akibat vasodilatasi serebral), asteriksis atau tremor kasar pada tangan yang
teregang (flapping tremor), dan volume denyut nadi yang penuh disertai tangan dan kaki yang terasa
panas dan berkeringat (akibat vasodilatasi perifer karena hiperkapnia). Hiperkapnia kronik akibat
penyakit paru kronik dapat mengakibatkan pasien sangat toleran terhadap PaCO2 yang tinggi,
sehingga pernapasan terutama dikendalikan oleh hipoksia. Dalam keadaan ini, bila diberi oksigen
kadar tinggi, pernapasan akan dihambat sehingga hiperkapnea bertambah berat.
Kehilangan CO2 dari paru yang berlebihan (hipokapnia) akan terjadi apabila terjadi hiperventilasi
(ventilasi dalam keadaan kebutuhan metabolisme meningkat untuk membuang CO2). Tanda dan
gejala yang sering berkaitan dengan hipokapnia adalah sering mendesah dan menguap, pusing,
palpitasi, tangan dan kaki kesemutan dan baal, serta kedutan otot. Hipokapnia hebat (PaCO2 < 25
mmHg) dapat menyebabkan kejang.
C.PATOFISIOLOGI
Infeksi oleh bakteri /virus
Peradangan pada membrane mukosa
Menghalangi jalan napas
Peningkatan produksi mukus
Pertukaran O2 dan CO2 tidak adekuat
Terganggunya inspirasi dan ekspirasi
Takipnea
Dispnea
O2 kurang dari kebutuhan jaringan
Sianosis
Hipoksemia
Hipksia
D. Pemeriksaan Diagnostik
Sinar x dada: Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area
udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula.
Tes fungsi paru: Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi
abnormal adalah obstruks atau restriksi.
Bronkogram; dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi
JDL dan Diferensial: Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil
Sputum dan sekret: Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen;
pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
EKG: Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P; disritmia atrial, peninggian gelombang P pada
lead II, III, AVF; aksis vertikal QRS.
E. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI JALAN NAPAS
Data dasar pengkajian pasien
Aktivitas/Istirahat
Gejala:
- Keletihan, kelelahan, malaise
- Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas.
- Ketidakmampuan untuk tidur
Sirkulasi
Tanda:
- Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia.
- Warna kulit/membran mukosa: sianosis
Integritas Ego
Tanda:
- Ansietas, ketakutan, peka rangsang
Makanan/Cairan
Gejala:
- Mual/muntah.
- Napsu makan buruk/anoreksi.
- Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan.
- Penurunan berat badan menetap.
Tanda:
- Turgor kulit buruk.
Pernapasan
Gejala:
- Napas pendek khususnya pada kerja.
- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut-turut tiap
tahun sedikitnya 2 tahun.
Tanda:
- Penggunaan obat bantu pernapasan, misalanya meninggikan bahu, retraksi fosa supraklafikula,
melebarkan hidung.
- Dada: Dapat terlihat hperinflasi dengan peninggian diameter AP.
- Bunyi napas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi; menyebar, lembut atau krekels lembab kasar;
ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tak adanya bunyi napas.
Interaksi Sosial
Gejala:
- Hubungan ketergantungan.
- Kurang sistem pendukung.
- Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat.

Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
- Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan.
- Kesulitan menghentikan merokok.
F. Diagnosa keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, berihubungan dengan peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronkitis); bunyi
napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
2. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.
3. Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan “lapar udara,” gelisah, ansietas, distres pernapasan,
penggunaan otot bantu.
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain
proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran
tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan
gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk
bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu menurunkan
kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu.
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
6. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.

2. Diagnosa Keperawatan: Pertukaran gas, kerusakan dapat dihubungkan dengan gangguan suplai
oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).
Intervensi:
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir,
ketidakmampuan bicara/berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas.
Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun
telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
4. Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
5. Palpasi fremitus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
6. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai
bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.
7. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas pasien
atau dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas
secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
Rasional : Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas
perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk
meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan
rasa sehat.

3. Diagnosa Keperawatan: Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh dapat dihubungkan
dengan dispnea.
Intervensi:
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat
badan dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan
obat.
2. Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi
(komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan
buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan
dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
4. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil
tapi sering.
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan
untuk meningkatkan masukan kalori total.
5. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan
diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.

6. Hindari makanan yang sangat pedas atau sangat dingin.


Rasional : Suhu ekstrim dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
7. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi. Catatan: Penurunan berat badan dapat berlanjut, meskipun masukan
adekuat sesuai teratasinya edema.
Evaluasi yang diharapkan
q Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih,tak disnea,sianosis
q Mengidentifikasi perilaku mencapai bersiha jalan napas
q Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan
q Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
q Mengidentifikasi intervensi unutk mencegah/menurunkan risiko infeksi
q Menunjukkan peningkatan nafsu makan
q Mempertahankan berat badan normal
G. Pengobatan
Umumnya penyakit yang diakibatkan oleh virus bisa sembuh sendiri. Yang perlu diperhatikan adalah
infeksi bakteri/kuman lainnya yang biasanya menyertai infeksi virus (komplikasi). Pengobatan
influenza adalah dengan membiarkan tubuh penderita membentuk antibodinya sendiri.
Hal itu dapat dilakukan dengan banyak beristirahat dan mengurangi aktivitasnya, termasuk tidak
banyak bercakap-cakap. Pengobatan yang umum diberikan adalah untuk mengurangi gejala yang
mengganggu dari flu, seperti pemberian obat untuk (simptomatik) menurunkan panas,
menghentikan pilek dan batuk.
Pemberian obat itu akan meredakan gejala sekaligus mengurangi penderitaan pasien flu.
Obat flu biasanya terdiri dari komponen untuk menurunkan panas (parasetamol, ibuprofen),
mengurangi pilek atau hidung berair (efedrin, pseudo-efedrin, atau fenilpropanolamin [maksimal 15
mg/tablet]), dan komponen obat batuk (dekstrometorfan atau noskapin). Namun, bila gejalanya
hanya demam saja, tidak perlu mengonsumsi semua komponen.
Bagaimana bila hanya pilek? Cukup pilih obat bebas yang mengandung komponen pilek saja; bila
dicampur dengan komponen antihistamin (CTM, misalnya) masih diperbolehkan. Pemilihan obat
kombinasi tergantung kecocokan individual.
Vitamin dan pengencer dahak tidak mutlak diperlukan dan perlu dinilai secara individual.
Yang perlu diingat, dengan atau tanpa antibiotik flu akan sembuh dalam beberapa hari hingga
seminggu. Namun, bila tidak, sebaiknya konsultasikan kepada dokter keluarga Anda.
Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah dari risiko tertular penyakit Influenza?
Upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan, yaitu: Memelihara kebersihan diri dan lingkungan
pondokan secara baik.
Istirahat yang cukup, banyak mengkonsumsi buah-bahan segar dan sayur-sayuran hijau.
Minum air yang cukup
Membiasakan diri untuk membersihkan ingus memakai kertas tissu atau sapu tangan yang dapat
menyerap cairan hidung dan membuangnya di tempat sampah.
Selalu memakai masker (penutup) hidung dan mulut yang bersih agr terhindar dari percikan air
ludah/ liur yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-cakap atau terkena percikan dahak, ingus,
batuk dan bersin.
jangan sering keluar malam, jika ada alergi antisipasi dengan minum vitamin sesuai kebutuhan.
Menghindari diri agar tidak kontak dekat dengan penderita bergejala dan tanda penyakit Influenza.
Sedapat mungkin menghindari kerumunan kepadatan manusia atau tempat - tempat yang dipadati
orang terutama pada tempat seperti dipasar, atau pun tempat keramaian lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Capernito,Linda juall.2001.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta.EGC
Corwin,Ellizabetz,2001.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta.EGC
Doengoes,1999.Perencanaan Asuhan Keperawatan.Jakartan.EGC
BPhttp://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15HI setempat.
http://www.freelists.org/archives/ppi/03-2004/msg00000.html
hthttp://beingmom.org/index.php/2006/12/08/penjelasan-imunisasi/
tp://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/0204/26/cakrawala/laput1.htm http://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/kamus_
detail_klik.asp?abjad=P&id=2005111810220104830710&count=13&page=1

You might also like