You are on page 1of 2

HUKUM MENIKAHKAH WANITA YANG SEDANG HAMIL

Pertanyaan Dari:
M. Irwas Abdullah, Ketua bidang Pengkaderan Pimpinan Wilayah IRM
Sulawesi Selatan

Tanya:
Bagaimana pandangan Muhammadiyah tentang hukum menikahkan wanita
yang sedang hamil?

Jawab:
Mungkin yang saudara maksud adalah menikahkan wanita hamil karena zina.
Di dalam surat an-Nur ayat 2 Allah menetapkan hukuman bagi pelaku zina, yaitu
hukuman dera. Sedangkan pada ayat 3 surat an-Nur Allah berfirman:
’ÎT#¨’9$# ’w ßxÅ3Zt’ ’ wÎ) ºpu’ ÏR#y’ ÷rr& Zpx.Β ô³ãB
èpu’ÏR#¨’9$#ur ’w !$ygßsÅ3Zt’ ’wÎ) Ab#y’ ÷rr&
‫ ]النور‬Ô8Βô³ãB 4 tPÌh’ãmur y7Ï9ºs’’n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$#
[3 :(24)
Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas orang-orang yang mukmin.”
Apabila menelaah pendapat para ulama ternyata jumhur ulama sependapat
bahwa laki-laki pezina halal menikahi wanita pezina. Oleh karena itu dengan tidak
menafikan hukum dosa bagi pelaku perbuatan zina, kami sependapat dengan jumhur
ulama bahwa laki-laki yang berzina boleh menikahi wanita yang dihamilinya sendiri.
Mereka boleh berkumpul sebagaimana layaknya suami isteri. Hal ini tidak
bertentangan dengan isi surat an-Nur ayat 3 karena mereka statusnya sebagai pezina.
Di samping itu juga ada beberapa hadis yang bisa dipakai untuk mendukung
pendapat ini, antara lain:
Pertama, hadis yang diriwayatkan dari A’isyah dan ditakhrijkan oleh at-Tabari
dari ad-Daruqutni, bahwa Rasul saw pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang
menzinahi seorang wanita, kemudian ingin menikahinya, lalu Rasul bersabda:
َ
‫ل ]أخرجه‬ َ ‫م ْال‬
َ َ ‫حل‬ َ ُ‫م ل َ ي‬
ُ ‫حّر‬ َ ‫ح وَْال‬
ُ ‫حَرا‬ َ ِ ‫خُرهُ ن‬
ٌ ‫كا‬ ِ ‫ح َوآ‬
ٌ ‫سَفا‬ ُ ُ ‫أوّل‬
ِ ‫ه‬
[‫الطبراني والدارقطني‬
Artinya: “Permulaannya zina dan akhirnya nikah, dan barang haram tidak dapat
mengharamkan barang yang halal.”
Kedua, hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, ia berceritera, ketika Abu
Bakar berada di masjid, datanglah seseorang dalam keadaan bingung dan tidak jelas
apa yang dibicarakan, kemudian berkata Abu Bakar kepada Umar: Bangkitlah dan
periksalah, dia mempunyai masalah. Setelah mengadakan pemeriksaan, lalu Umar
berkata: Seorang tamu yang datang kepadanya telah menzinahi anaknya. Kemudian
Umar menepuk dadanya dan berkata: Allah marah kepadamu, mengapa kamu tidak
memasang tabir bagi anakmu? Lalu Abu Bakar memerintahkan agar keduanya
dijatuhi hukuman had (dicambuk), kemudian dinikahkan dan diasingkan (dipenjara)
selama satu tahun [Ibnul Arabi, Ahkamul-Qur’an, III: 1318].
Ketiga, diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah ditanya tentang
masalah zina, ia berkata: Pada permulaannya adalah perzinaan dan pada akhirnya
adalah pernikahan, dan perumpamaannya seperti seseorang mencuri buah di kebun,
kemudian ia datang kepada pemiliknya, lalu membayar buah yang ia curi. Maka apa
yang ia curi adalah haram, dan apa yang dia beli adalah halal [al-Qurtubi, al-Jami’ li
Ahkami al-Qur’an, XII: 171]
Selain dari pada itu jumhur juga menakwilkan ayat:
’’ÎT#¨’9$# ’w ßxÅ3Zt’ ’wÎ) ºpu’ÏR#y
diartikan dengan makna yang lebih umum, bahwa orang fasik yang kebiasannya
berzina dan melakukan kemaksiatan, tidaklah senang menikahi perempuan yang
mumkminah lagi salihah, melainkan lebih senang menikahi perempuan yang fasik
atau musyrik. Dan perempuan yang fasik dan suka berbuat maksiat tidaklah senang
dinikahi kecuali oleh laki-laki yang fasik pula atau laki-laki musyrik, demikianlah
pada umumnya.
Namun demikian sekalipun diperbolehkan mereka kawin dan kedua insan yang
telah dinyatakan syah akad nikahnya itu, akan tetapi berhubung mereka telah berdosa
melanggar hukum Tuhan, maka mereka wajib bertaubat nasuha, dengan menyesali
perbuatannya dan memulai hidupnya yang bersih, jauh dari perbuatan dosa, maka
sesungguhnya Allah akan menerima taubat hambanya.

You might also like