You are on page 1of 13

394

Peran Musik Etnik dalam Masyarakat: Perspektif Psikososial Musik


Djohan Institut Seni Indonesia (lSI)Yogyakarta J1. Parangtritis Km. 65 Yogyakarta

ABSTRACT

There are many studies in music psychology based on Western music context and traditional culture. Meanwhile in many other cultures, music style and its society role are quite different. This study particularly discusses both aspects for the sake of the importance of its music and the input from the study of Western music psychology through different perspective. Music studies at various society are recognized as the terminology of ethnomusicology. This is a hybrid discipline; in one side the musicologists are interested in the music structure and instruments and on the other side the anthropologists have main attention at the culture and role of its music. Keyword : Western music, Hybrid discipline, Etlmomusicology

PENDAHULUAN Kajian etnomusikologi dipercaya sangat dekat dengan psikologi sosia1 musik seperti yang dikatakan Merriam (1964) bahwa etnomusikologi adalah kajian rnusik dalarn suatu budaya. Secara umurn ada kesamaan definisi dengan Nettl (1980), yang rnenyebutkan bahwa etnomusikologi adalah kajian tentang musik di 'dalam' dan sekaligus sebagai' budaya. Sarna halnya dengan sebuah kajian tentang bagairnana orang rnenggunakan, mempertunjukkan, mencipta, dan berpikir mengenai musik dengan segala sikap dan perilaku serta latar belakang yang menyertainya.
J

Untuk itu, kemudian etnomusikologi dipahami sebagai sebuah pendekatan terhadap semua jenis musik yang ada di dunia termasuk musik Barat. Sementara rnengenai fungsi sebuah musik dapat diketahui dari cara-cara di mana musik dalam sebuah masyarakat digunakan. Akan tetapi musik tersebut bisa saja memiliki atau tidak memiliki fungsi untuk memfasilitasi ekspresi emosi, kesenangan estetis, atau hanya sekedar hiburan. Untuk dapat mernahami perspektif tersebut secara operasiona1 hanya dapat dilakukan melalui banyak mendengarkan berbagai jenis musik agar memperoleh gambaran yang lebih kornprehensif.

[urnal Scni & 1311d~yaPilnggllng

VoL 18, No.4, Oktober

- Desember

2008: 394 - 406

395

reran Musik Tradisional Sewajarnya pada banyak masyarakat, musik bukanlah sebuah bentuk seni yang bebas dinikmati hanya sebagai sebuah musik, tetapi lebih merupakan bagian integral dari suatu budaya. Musik dapat menyertai aktivitas manusia mulai dari kelahiran sampai dengan kematian. Misalnya lagu Nina bobo, doianan, tarian, penyembuhan, peperangan, ritual dan berbagai up acara termasuk perkawinan dan pemakaman. Gaya-gaya musik seperti ini sangat berbeda dengan musik yang terdapat dalam budaya Barat. Sebut saja musik tradisional Afrika, misalnya, di mana para musisi tidak mengombinasikan suara-suara hanya untuk menyenangkan telinga. Tujuannya sederhana, yaitu mengekspresikan kehidupan dalam segal a aspek melalui media suara. Maka untuk dapat memahami musik Afrika secara lengkap akan lebih baik bila disertai dengan kajian terhadap konteks tradisi kehidupan masyarakatnya. Dernikian juga sebenarnya premis yang berlaku dalam memahami musik-musik lainnya. Afrika memiliki berbagai suku dan masyarakat yang berbeda. Musik pada masing-masing suku memiliki peran yang berbeda, tetapi mayoritas musik Afrika adalah bagian integral dari segala aktivitas kehidupan. Pada budaya di belahan dunia lainnya bisa terjadi musiknya terintegrasi dalam aktivitas sehari-hari atau hanya terbatas pada kejadian tertentu. Sarna halnya dengan sebagian besar anggota masyarakat yang ambil bagian dalam aktivitas rnusik atau hanya memiliki sebagian kelompok kecil musisi yang terampil

saja. Demikian pula bila menyebut lagu Nina Bobo sepertinya membicarakan sebuah jenis musik yang universal dan terdapat hampir di seluruh budaya. Banyak studi komparatif lintas budaya mengenai musik jenis ini, tetapi secara umum disepakati bahwa Nina Bobo memiliki struktur yang lembut, tempo lambat, dengan bentuk yang relatif sederhana, dan repetitif. Menurut Unky, dkk. (1992)1 lagu Nina Bobo disepakati sebagai bentuk paling sederhana dari sebuah lagu dalam pelbagai budaya. Hal ini paralel dengan bunyi dalam bahasa bayi yang menyejukkan karena cenderung menunjukkan struktur yang lembut. Selain itu, dikenal pula lagu dolanan anak yang lazim dikenal sebagai aktivitas universal dalam segala budaya. Lagu dolan an biasanya terkait dengan tarian atau permainan. Aktivitas permainan anak sang at berbeda dengan orang dewasa karena lebih mencerminkan masa persiapan seorang anak untuk menjelang dewasa. Di Afrika, musik dolanan bisa menjadi bagian dari latihan musik agar nantinya telah siap untuk berpartisipasi dalam aktivitas orang dewasa, Permainan anak pun merupakan imitasi dari aktivitas dan musik yang saling berasosiasi. Di Eropa, permainan anak sangat berbeda karena lebih merefleksikan kenyataan bahwa dunia anak sejak dini cenderung untuk diarahkan terpisah dari dunia orang dewasa. Sementara pada kenyataannya, kemanapun sebuah populasi pindah maka permainan atau lagu doianan anak pun akan ikut serta bergabung dalam budaya yang baru, sehingga konservasi permainan

Djohan: reran

Musik Etnik

396
an halnya dengan musik Afrika. Musisi Afrika berasumsi, bahwa audiens mereka secara mental telah memiliki dasar ritmis dan dapat mengelaborasi irama mereka sendiri. Kadang-kadang musiknya berbentuk poliritmik', dengan berbagai pergantian tanda sukai, dan aksentuasi yang menggantung. Salah satu fungsi musik yang umum diketahui, seperti upacara negara atau ritual keagamaan merupakan salah satu peristiwa musik yang cukup besar di seluruh dunia. Akan tetapi penggunaan musik dalam upacara-upacara di Afrika lebih dipentingkan untuk menata dan mengondisikan suasana hati agar siap mengikuti ritual tertentu. Misalnya, suara pukulan pada alat musik perkusi dimaksudkan untuk menghadirkan suasana duka atau bentuk pertunjukan yang indah dalam rangka menyosialisasikan sebuah peraturan baru. Urnumnya, dalam upacara formal hampir bisa dipastikan terdapat musik atau tarian sebagai gambaran ekspresi emosi dari perasaan musisi dan persepsi penontonnya. Oi sam ping itu, musik juga banyak digunakan dalam medan peperangan untuk mendukung dan mengobarkan semangat para tentara atau untuk mengintimidasi musuh, selain berfungsi sebagai sinyal. Telaah sejarah mengenai musik militer menemukan bahwa alat musik terompet merupakan yang paling banyak digunakan mulai dari zaman Mesir Kuno, Yunani, dan Roma. Sementara pada masyarakat India kuno banyak digunakan kettledrum' yang dikombinasikan dengan terompet. Pada abad ke-18, tentara Turki dari kerajaan Ottoman banyak menggunakan berbagai jenis perkusi

seperti itu terus berlangsung secara alamiah, baik mengalami modifikasi maupun tidak. Seperti lagu permainan anak di kepulauan Karibia yang berasal dari Eropa dan Afrika. Struktur musiknya secara umum berbentuk tanya-jawab termasuk permainannya yang hanya mengandalkan daya ingat atau memori.' Berbeda dengan musik tarian yang sangat variatif pada semua budaya, baik yang termasuk bagian dari upacara maupun yang hanya untuk hiburan, sehingga kadang-kadang sulit untuk mengetahui mana di antaranya yang merupakan aktivitas pokok: musik atau tariannya. Apakah musik hanya rnengiringi tarian atau sebuah gerak tad terjadi karena rnusiknya? Biasanya pada kebanyakan masyarakat, musik dan tari saling terkait dengan rnasing-masing kerumitannya. Musik-musik dari wilayah gurun Sahara lebih banyak mengeksplorasi aktivitas motorik yang secara otomatis tak terpisahkan dari gerak tarian. Bahkan bila seseorang mendengar musik itu maka secara otomatis tubuhnya akan ikut rnerespons dengan gerak. Mernang, sebagian besar musikmusik Afrika Tengah tidak memiliki konsep melodi, irama ataupun katakata. Melodi hanyalah rnanifestasi dari pikiran untuk merepresentasikan katakata yang ingin disampaikan sementara irama merupakan stimuli untuk menggerakkan tubuh, sehingga untuk dapat mengapresiasi musik Afrika, pendengar perlu mengernbangkan rasa meironom", Bila musik Eropa memiliki hentakan atau ketukan ke atas dan ke bawah yang jelas, tidak demikiI

[urnal Scni & Budaya

Panggung

Vol. 18, No.4,

Oktober

- Desember

2008: 394 - 406

397

mulai dari yang besar sampai triangle". Catatan sejarah musik bangsa-bangsa ini menunjukkan ban yak inspirasi dari musik Eropa terrnasuk komposisinya seperti judul karya musik yang menyertakan kata-kata 'Turkish'. Musik sebagai Komunikator Diakui atau tidak bahwa banyak bahasa di dunia adalahtonal" di mana pitch huruf hidup secara linguistik dikatakan sangat penting. Orang yang berbeda tidak akan menggunakan tingkat absolut pitch yang sama. Bagi bangsa Afrika, musik selalu diasosiasikan dengan berbicara dan bermain rnusik identik dengan berbicara. Musik dalam upacara dan tari-tarian diartikan sebagai cara berbicara langsung kepada audiens. Kemampuan merepresentasikan bahasa secara musikal, adalah dasar dari komunikasi dalam masyarakat Afrika yang banyak menggunakan media perkusif. Para filosof sejak lama telah meng-

akui bahwa musik sangat efektif menjadi perantara untuk menyampaikan suatu perasaan atau gagasan. Karena musik dipercaya dapat mengomunikasikan dan membangkitkan serangkaian respons emosi. Kekuatan musik dapat dirasakan mulai dari kemampuannya untuk menyebabkan orang merasa tidak nyaman (misalnya, suara musik yang hingar bingar), sampai menjadi sarana untuk menyentuh emosi-emosi paling lembut dan mendalam yang bisa dirasakan seseorang (warna suara sedatif). Menurut Johnson-Laird & Oatley (1992),komunikasi merupakan pengaruh yang terjadi antara komunikator dengan penerima (misalnya, musisi memengaruhi impresi auditori pendengar). Komunikasi memiliki pesan yang dikirim dengan mengonstruk representasi internal dari aspek eksternal (misal, emosi) kemudian membawa perilaku simbolik yang menyampaikan isi dari representasinya. Gambar 1 menunjukkan 'rangkaian' komunikasi

? .
Respon Afeksi Pendengar

Maksud Ekspresif Komponis

Maksud Ekspresif Penyaji

Kinerja Parameter Akustik

Pendengar (decoding)

Persepsi

Syarat minimum untuk merasakan Ekspresif yang terjadi Syarat minimum untuk Komunikasi yang terjadi

Analisis ekspresi/

Komunikasi

mendalam

Aspek yang berbeda

Gambar l. dari serangkaian komunikasi (sumber: [uslin, 2003: 213)

emosi musikal

Diohan: reran Musik Etnik

398 dari perilaku komponis dan penyaji, sebenarnya lebih tepat mendefinisikan ekspresi dari perspektif pendengar, sehingga 'ranah ekspresi ada pada pikiran pendengar'. Akan tetapi jenis komunikasi di atas merepresentasikan musik dan budaya Barat yang bisa sangat berbeda bila dibandingkan dalam musik dan budaya nonBarat lainnya seperti pada gamelan misalnya. Sering kali persepsi terhadap ekspresi musik juga membangkitkan ernosipendengarwalaupunresponsnya tidak mengharuskan pendengar mendengar sebuah musik secara ekspresif (Davies, 1994).Ekspresi musikal dalarn ranah pskologi rnusik sering diukur dengan terminologi 'kesepakatan pendengar yang membuat musik memiliki kualitas ekspresi tertentu. Bahkan juga tergantung dari sejauh mana tingkat kesepakatan di antara para pendengar mengenai ekspresi. Atas dasar apa dapat dikatakan bahwa musik memenuhi syarat sebagai sebuah kornunikasi emosi. Dalam penelitian musik pop terungkap bahwa peran musik sebagai media komunikasi sangat menonjol, Misalnya, musik pop disukai, bukan hanya karena lagu dan pertunjukannya, melainkan lebih karena kemampuan penyanyi untuk 'berbicara' di depan audiensnya. Musik pop bahkan dapat Inernbuat fansnya memuja dan tergila-gila kepada penyanyinya meskipun lagu dan pertunjukannya tidak terlampau menonjol. "Para artis pop melakukan kontak dengan audiens melalui penjualan CD dan kaset guna berkomunikasi seeara pribadi dan langsung dengan setiap pendengar ... (Lull, 1992). Musik bukan hanya komunikator
1/

musikal yang dapat dianalogikan pada komunikasi di dalam musik. Terutama sckali komunikasi yang terjadi melalui musik sebagai komunikasi nonverbal yang dikatakan memiliki kekuatan tersembunyi dibandingkan dengan komunikasi verbal, .Dari kiri ke kanan dapat dilihat sebagai berikut: (1) maksud kornponis diwujudkan dalam bentuk simbol notasi: (2) maksud penyaji seperti yang diharapkan komponisnya; (3) keistimewaan akustik rnusiknya; (4) persepsi pendengar terhadap keistimewaan musik (meliputi deteksi ciri dan rekognisi pola yang relevan di dalamnya); dan (5) induksi kondisi mental sebagai efek dad persepsi. Semua aspek tersebut biasanya telah tertanam seeara khusus dalam konteks sosiobudaya. Aspek-aspek tersebut merupakan rangkaian yang dapat dimaknai secara bertahap, ada syarat minimum untuk merasakan ekspresi yang terjadi, namull.belum eukup untuk menciptakan komunikasi. [ika komunikasi sudah terjadi, baru akan ada analisis ekspresi dan komunikasi yang lebih mendalam. Pada akhirnya pesan yang disam paikan oleh peneipta (komponis) baru dapat dieerna dengan interpretasi yang tepat oleh pendengarnya. Para psikolog musik biasa mendefinisikan ekspresi dalam terminologi variasi besar dan keeil dari sebuah dinamika, timbre, dan pitch yang berbentuk mikrostruktur dari sebuah penyajian (Palmer, 1997). Pandangan ini mengimplikasikan bahwa keistimewaan akustik sendiri sudah cukup untuk mendefinisikan ekspresi musik. Perrnasalahannya adalah, walaupun ekspresi berasal

[urnal

Seni & Budaya

Panggung

Vol. 18, No.4,

Oktober

- Desember

2008: 394 - 406

399

emosional, melainkan juga sebagai simbol personal scperti pada orangorang Saami di mana setiap individu memiliki lagunya sendiri-sendiri yang disebut joik. Ini akhirnya menjadi simbol akustik dan selalu dinyanyikan ketika mereka sedang menggembala rusa kutub. Orang tua dapat mernberikan joik kepada anak-anak mereka atau bisa saling tukar-menukar joik sebagai hadiah. Demikian pula dengan suku Indian yang percaya bahwa setiap anak memiliki visi yang diperoleh dari kekuatan hewan, kadang berupa nama atau lagu personal. Biasanya lagu tersebut menjadi rahasia pribadi dan hanya akan disampaikan ketika yang bersangkutan mendekati ajal. Dengan dernikian hubungan antar sesama, baik melalui komunikasi verbal maupun komunikasi nonverbal sangat bergantung pada kultur etnik atau kelompok tertentu. Maka dikatakan bahwa musik memiliki makna sebagai kekuatan untuk menciptakan rasa memiliki baik bagi kelompok etnik maupun bagi temp at tertentu. Stokes (1994) mengatakan, "musik secara sosial sangatlah berarti ..... sebagian besar karena memberikan makna bagi orang untuk merekognisi identitas dan tempat serta batasan yang memisahkan mereka". Ia mernberi contoh batas identitas antara 'Irlandia' dan '.Inggris' di wilayah Irlandia Utara yang banyak ditandai oleh aktivitas musisi kedua tempat tersebut. Pawai yang dilakukan oleh kelornpok Protestan dengan menggunakan seruling dan 'drum band', misalnya, untuk mempertegas ruang pusat kota di Belfas sebagai domain dari kelompok Protestan dan Inggris. Sementara

musik tradisional Irlandia yang sering dikait-kaitkan dengan musik gereja 'Katolik', banyak dimainkan di bar-bar dan klub-klub yang dianggap sebagai bagian dari wilayah Katolik. Suku Aborijin di Australia Utara juga merniliki hubungan yang kuat antara pertunjukkan musik, identitas sosial, hukum, serta masalah geografis. Magowan (1994) dalam salah satu risalahnya mengatakan, warisan hukum suku Aborijin terkait dengan individu dan peninggalan nenek moyangnya, mulai dari hukum adat sampai yang bernuansa mitologis. Hukum tersebut ditegaskan melalui Iukisan, nyanyian, dan tarian yang semuanya mengasosiasikan orang dan tempat. Lagu milik kelompok tertentu hanya dinyanyikan oleh orang yang memiliki atau terkait dengan kelompok tersebut. Makna dari lirik lagu pun biasanya analog dengan orang dan tempat. Pada musik-musik pop di Inggris, menurut Cohen (1994), terjadi diskursus secara oral melalui media massa untuk menunjukkan perbedaan 'suara Liverpool' sebagai lawan dari 'suara Manchester' dan suara 'London'. Di sini musik digunakan untuk kepentingan politik dan secara signifikan terkait dengan topik di atas. Contoh lain di Ghana, di mana setelah suku Ashanti menggunakan hukurn Inggris pada tahun 1900-an. Masyarakat Ashanti menggunakan musik 'talking drum" yang diterjemahkan ke dalam teks dan lagu-lagu peperangan misalnya kata-kata" .. .lamb at tapi pasti kami akan rnenyerang ... ," yang maksudnya sudah sangat jelas ditujukan untuk semua orang kecuali Inggris.

Djohan: Peran Musik Etnik

400

Musik dan Penyembuhan Dibeberapa masyarakat tradisional, musik juga berfungsi untuk saat-saat terakhir kehidupan seseorang. Musikmusik yang menggunakan harpa-tiup di Afrika Barat sering diasosiasikan dengan penyembuhan dan pemain musiknya dianggap sebagai juru-sembuh. Sarna halnya dengan musik pada masyarakat Mali tradisional yang merniliki peran penyembuhan yang sakral, baik untuk individu maupun untuk masyarakatnya. Karena dipercaya dapat mem£asilitasi komunikasi dengan leluhur, kekuatan spiritual, Sang Pencipta dan mengharmonisasikan kekuatan-kekuatan, baik yang kelihatan maupun tak kelihatan. Musik untuk penyembuhan yang banyak digunakan, pada umumnya menggunakan berbagai pennainan pola irama dari suara perkusi. Secara teknis dalam rangka menemukan irarna musik yang merniliki efek menenangkan dan menstabilkan pasien, biasanya seorang musisi diharuskan 'main' selama beberapa jam. Hal itu dilakukan untuk merestorasi gangguan yang dialami seseorang serta menciptakan keseimbangan bagian 'dalam'. Ditegaskan pula bahwa penggunaan musik monotoni (yang sifatnya membosankan) juga menunjukkan kesamaan dengan praktik-praktik spiritual di temp at lain seperti autosugesti, penguatan, dan rapalan mantera yang e£ekti£ melalui pengulangan-pengulangan yang panjang. Penduduk asli Amerika atau sukusuku Indian percaya bahwa musik memiliki kekuatan magis untuk menolong orang, tetapi hanya dapat dilakukan

oleh juru upacara yang telah memiliki pengalaman tahunan. Uniknya adalah juga dipercaya bahwa kalau terlalu banyak menggunakan kekuatan ini, maka sekaligus dapat melemahkan kekuatan itu sendiri. Malah ada kepercayaan dalam setahun seseorang tidak boleh lebih dari tiga kali menyanyikan lagu untuk upacara penyembuhan, karena justru dapat terserang oleh penyakit yang hendak disernbuhkannya. Selain itu dikenal pula istilah trance", sebuah kondisi khusus yang biasanya terjadi dalam konteks relijius. Pada berbagai kultur tradisional, musik digunakan untuk membuat seseorang berada dalam kondisi trance selama upacara tertentu. Seperti yang dikatakan Dia110& Hall (1989) bahwa beberapa suku tertentu di Mali sering melakukan tarian sampai mencapai tingkat trance. Demikian pula beberapa bentuk kesenian di Bali yang diasosiasikan dengan trance (Kartomi, 1980). Misalnya dalam lakon 'Calonarang" beberapa pemain dalam kondisi trance menusuk-nusukkan keris di dada dan tanpa terluka diiringi 'kecak' semacam lantunan paduan suara. Di Sumatera terdapat upacara dabus yang menyajikan musik dan lirik dalam bahasa Arab dengan iringan rebana juga menghasilkan suasana seperti trance dengan konsentrasi relijius yang ekstrem. Namun, apakah benar bahwa musik sebagai penyebab utama terjadinya trance? Ataukah trance terjadi karena mantera dan rapal yang digunakan? Rouget (1985) menolak pendapat yang mengatakan bahwa musik secara langsung menjadi penyebab trance karena pada setiap budaya relasi an-

Jurnal Scni & Budaya Pallt;f-;Ullg Vol. 18, No.4, Oktober ~ Desember 2008: 394 - 406

401

tara musik dan trance sangat berbeda. Menurutnya, peran musik adalah 'rnenyosialisasikan' trance di mana hubungan secara tcpat antara musik dan trance sangat bergantung pada konvensi yang ada dalam setiap kelompok masyarakatnya. Musik mungkin saja dapat memicu kondisi trance atau sebaliknya. Karena pada kultur tertentu, trance dipicu, baik oleh rnusik yanghingar bingar maupun oleh meditatif, vokal manusia, perkusi, a tau alat musik tertentu. Oleh karenanya diasumsikan, musik merupakan salah satu komponen yang dapat menyebabkan atau menimbulkan kondisi trance, tetapi faktor kultural lain juga merniliki peran penting. Analisis mengenai trance biasanya diasosiasikan dengan dua aspek kepercayaan yang berbeda, yaitu shamanism dan kesurupan. Kata 'shaman' (dukun) berasal dari bahasa suku Tungus di Siberia dan banyak digunakan juga untuk praktek sejenis di Asia Tengah, Tenggara, dan Amerika, Pada kultur shaman, trance dipahami sebagai perjalanan menuju ke dunia 'atas' atau 'bawah' sebagai wujud dari kekuatan spiritual. Trance di sini dapat terjadi karena ada sikap sukarela kepada sang shaman yang dipercaya untuk mengontrol kekuatan spiritual tersebut. Berbeda dengan kesurupan, di mana bukan orang yang datang menernui kekuatan spiritual, melainkan kekuatan spirituallah yang mendatangi mereka. Pada esensinya, hal ini merupakan kondisi trance yang bukan sukarela' di mana kekuatan spiritual tersebut di luar kontrol yang bersangkutan. Menilik kedua bentuk kondisi trance di atas maka bila diasosiasikan dengan pengJ

gunaan musik menjadi sangat berbeda karena kondisi yang mendasarinya memang berlainan, Peristiwa kesurupan di manamana banyak diasosiasikan dengan musik dan tarian walau keduanya memiliki peran tersendiri sebagai penyebab trance. Sering musik dan tari secara bersama menghasilkan kondisi ernosional dari yang menyenangkan sampai ke tingkat trance. Semua jenis musik dapat menimbulkan trance, walaupun sebagian dengan karakteristik berulang-ulang seperti irama yang tiba-tiba berhenti atau berubah atau semakin cepat dengan volume suara makin keras secara simultan, Pada budaya Yunani Kuno, musikmusik yang dapat menyebabkan terjadinya trance dikatakan memiliki modus atau tangga nada khusus, misalnya modus Phyrgian yang sering diasosiasikan dengan ritus pemujaan Dewa Dionysus. N amun posisi tangga nada di sini hanyalah sebagai sebuah tanda kultural yang tidak memiliki properti emosi intrinsik. Karena biasanya yang terjadi adalah lebih sering dan umum terjadi adalah penari sebagai anggota pemujaan yang mengalami trance bukan perna in musik yang berada di luar kelompok pemujaan. Bagi Blacking (1973), tarian kesurupan suku Venda di utara Transvaal justru menunjukkan pentingnya peran musik dalam lingkungan sosia1. Irama tarian kesuru pan yang dimainkan para musisi tidak membuat mereka menjadi trance, tetapi yang mengalami trance hanya anggota pemujaan dan itu pun terjadi ketika mereka melakukan tarian tersebut di rumahnya sendiri. Maka dapat dikatakan bahwa efektivitas

Djohan: Peran Musik Etnik

402 banyakan. Budaya di Timur [auh, secara khusus telah mengembangkan pola sosial tertentu yang menghasilkan perbedaan dalam gaya musik. Musik pada kerajaan Jepang Kuno misalnya, banyak digunakan untuk ritual dan tarian. Sementara untuk rakyat kebanyakan cukup dihibur oleh penyair atau pembawa cerita yang bernyanyi dengan iringan musik dalam bentuk drama atau teater. Di sini termasuk drama tradisional Noh yang menyertakan nyanyian serta ensambel alat musik dan kemudian teater Kabuki sefta teater boneka Bunraku. Semua bentuk drama tersebut menjadikan musik sebagai bagian dari seni pertunjukan yang penting. Pada mas a Cina Kuno, tradisi 10kal musik rakyat, musik pengembara, lagu-lagu naratif berkembang sejajar dengan musik-rnusik istana. Confusius sendiri mengulas bangkitnya musik sekuler dan meratapi kemunduran musik-musik ritual dan upacara yang menyertainya. Pada zaman Dinasti Ching (abad ke-17-19) tampak, bahwa spirit untuk mempromosikan kesenian tradisional Cina sangat kuat. Teater regional dikenalkan di istana dan dikembangkan menjadi opera Peking yang hingga kini sangat populer di seluruh Cina (Han & Mark 1980). Berbeda dengan masyarakat India, di mana secara tradisional, musik dianggap sebagai sumber dari sesuatu yang bersifat ketuhanan sehingga pu-· sat kultural berada di kuil, baik dalam melatih penyanyi, penari, maupun musisi. Di samping itu, istana dan rumah penduduk juga didukungserta dianjurkan untuk menyelenggarakan

untuk menimbulkan kondisi trance sangat bergantung pada konteks dan juga musiknya. Sebaliknya denganritual pad a shamanisme di mana pada hampir dalam setiap peristiwa justru musisinya yang mengalami trance. Blla ada musisi yang mengalami trance maka mereka akan dibantu dan dijaga keselamatannya oleh musisi lainnya. Shamanisme pada suku-suku di Siberia atau Eskimo banyak menggunakan alat musik perkusi untuk menciptakan kondisi trance. Hal ini kadang-kadang membuat beberapa peneliti berspekulasi tentang kekuatan dari fisika bunyi alat musik perkusi tersebut. Namun dengan kondisi kesurupan yang sama, alat musik yang digunakan dapat berbeda sesuai dengan budayanya. Maka disimpulkan terjadinya trance lebih signifikan pada kultur musikalnya dari pada properti intrinsik yang terkait, Kesenangan Personal

musik

Ada adagium yang cukup signifikan bahwa pada semua masyarakat di dunia lebih banyak orang yang menyukai musik, tari, dan bernyanyi daripada yang tidak suka. Namun sebuah rnasyarakat yang berkembang dan terbagi pada beberapa kelas sosial akan memiliki selera dan gaya musik yang berbeda, Musik yang ada pada kelas aristokrasi akan berbeda dengan yang bergelut dengan religiusitas. Orang awam dapat menyukai berbagai jenis musik, baik melalui upacara .keagamaan atau acara-acara sekuler. Musik rakyat dalam pola masyarakat seperti di atas digolongkan sebagai musik tradisional pop milik orang ke-

Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 18, No.4, Oktober'- Desember 2008: 394 _406

403

berbagai seni pertunjukan, sehingga dad aspek historis terdapat hubungan yang sangat dekat antara istana dan rakyat. Hal ini dibuktikan dengan dua epik tradisi terbesar dan terkenal di India, yaitu Mahabharata dan Ramayana yang secara konstan selalu direpresentasikan kembali dalam bentuk drama, tarian, dan nyanyian. Semasa pemerintahan Mughal, para penguasa muslimmengikuti tradisi yang mendukung seni pertunjukan di istana mereka. Akan tetapi terdapat perbedaan secara prinsipal di mana seni pertunjukan dilihat sebagai hiburan sekuler yang kontras dengan ketakziman penganut Hindu terhadap musik. Keluasan patron musik istana di India dapat diartikan bahwa para musisi memainkan musik hanya untuk audiens tingkat tinggi sehingga musik klasik India sangat marak dalam lingkungan istana, Seiring dengan berkembangnya kerajaan Islam, maka banyak penganutnya mengikuti salah satu aturan dari para pendirinya, bahwa musik tidak disetujui dan diklasifikasikan sebagi 'kesenangan terlarang'{haram) sama seperti minuman keras dan wanita. Pada kenyataannya di dalam Quran tidak terdapat penyataan yang menentang musik. Nabi Muhammad s.a.w hanya melawan perbuatan amoral yang diasosiasikan dengan ke tiga barang haram tersebut. Namun, ketika pada awal keDinastian, musik justru tumbuh di Istana Damaskus yang menjadi pusat kebudayaan temp at populernya musik-musik tradisional Arab dan Persia. Pada dinasti berikutnya, musik Arab mulai berkembang yang mana

periode ini dalam sejarah dikatakan sebagai masa keemasan kultur Islam. Gaya musik Arab dipuji sebagai 'musik romantik' baru gaya Persia di Baghdad, sementara di Cordoba yang berkembang adalah gaya Andalusia. Setelah kehancuran Baghdad oleh invasi Kerajaan Mongolia, pusat kebudayaan pindah ke Persia, Asia Tengah. Kemudian Kristen merebut kembali Spanyol dan mengusir kaum Moor beserta musiknya ke Afrika Utara. Musik tradisional Arab hingga saat ini masih dipergelarkan di Arab, Lebanon, Syria, dan Irak, tetapi menjadi elitis (Pacholczy 1980). Oi beberapa masyarakat, agama juga menjadi kekuatan pokok di belakang perkembangan musik, sementara ada agama lain yang tidak menggunakan musik atau bahkan menolak musik, seperti Islam ortodoks. Musik religius sebenarnya dapat pula dikatakan musik publik karena anggota masyarakat yang terlibat di dalamnya, atau juga musik yang dipentaskan oleh komunitas reliji tertentu sebagai bagian dari kegiatan agamanya. Beberapa komunitas religius yang terisolasi masih setia memelihara jenis musik yang sarna selama ratusan tahun. Salah satu contohnya, adalah nyanyian kuno rahib Tibet dari Akademi TantrikGyiitoyangmasihmelestarikan, walaupun sekolahnya ditutup selama invasi yang dilakukan oeh Cina. Kualitas vokal nyanyian tersebut sangat tidak biasa di mana seorang penyanyi dapat menghasilkan suara bawah (bas) dengan kekayaan overtone" yang luar biasa. Drama musikal juga banyak yang terinspirasi dan berkembang dad musik dan cerita-cerita agama. Di

Djohan: Peran Musik Etnik

404
banyak mengalami perubahan sepertinya rnasih dapat didengar di sebagian Karibia dan Amerika Selatan. Di tempat lain banyak musik yang berkembang dari campuran musik Afrika dan Eropa seperti musik tarian Karibia, Soul, atau Jazz. Banyak peneliti yang mengkaji masalah ini dan menyimpulkan bahwa perubahan sosial politik yang terjadi pada suatu rnasyarakat akan berdampak pula pada perkembangan musiknya. Terlihat jelas, bahwa betapa luas dan variatifnya peran musik dan musisi dari masyarakat yang berbeda. Hal ini sekaligus menunjukkan determinasi kultur dari berbagai aspek psikologi musik. Kajian lintas budaya juga menunjukkan bahwa pendengar musik secara umum mengalami kesulitan merasakan emosi yang diekspresikan oleh musik yang belum dikenal atau dari kultur lain (Gregory &Varney 1996). Dengan demikian, ekspresi emosi dalam musik tampak lebih ditentukan oleh kultur daripada properti yang melekat pada musik itu sendiri, Maka dapat disimpulkan, bahwa seseorang dapat memahami musik dari kultur lain bila ia juga memahami budayanya. Contoh terkuat adalah musik tradisional Afrika yang hanya akan tercerap secara kognitif bila pendengar rnemiliki referensi irama tarian dan iringannya. Pemahaman terhadap suatu musik secara benar hanya datang dari orang yang terlibat dan bergaul secara total pada budaya tersebut. Selain itu yang penting pula diapresiasi adalah pengetahuan mengenai sejarah dan kultur dari setiap musik di luar antropologi, psikologi dan sosiologi musik.

[awamisalnya, banyak terdapat drama musikal dengan cerita tradisional melalui Wayang Kulit atau Wayang Wong menggunakan iringan gameuin. PENUTUP Timbulnya kelas-kelas budaya dalam sebuah masyarakat mengakibatkan berkembangnya 'rnusik-musik seni' yang biasa hanya didengar untuk kesenangan pribadi. Musik seperti ini kebanyakan berkembang dari istana atau lingkungan musik-musik religius. Hal tersebut tampak pada beberapa wilayah yang jejaknya sangat dekat dengan sumber aslinya seperti musik seni Arab di Timur Tengah. Di Eropa sendiri, musik seni Barat telah berkembang secara sedemikian rupa yang dilakukan dengan menggabungkan berbagai unsur musik termasuk musik rakyat dan musik militer. Imigran Eropa yang pergi dan tinggal di Amerika juga membawa serta musik rakyatnya sehingga banyak melodi musik rakyat Eropa yang ada dalam. musik-musik rakyat Amerika. Di mana ada kelompok imigran berkumpul maka dapat diartikan di sana berkembang salah satu jenis musik rakyat. Karena aktivitas musiknya secara otomatis menciptakan rasa identitas untuk masing-masing komunitas. Demikian pula penyanyi dan musisi dari daerah yang berbeda pad a tiap negara mernbawa bersarna budaya musiknya dan ini merupakan lintaspengembangan ide-ide musikal. , Musik Afrika datang ke Amerika melalui perdagangan budak, tetapi secara relatif, musik Afrika yang tidak

Jl1rnJI Scni & Budaya

Panggung

Vol. 18, No.4,

Oktcber- Desember

2008: 394 - 406

405

CATATAN AKHIR
lSecara antropologis, berbagai wilayah Nusantara memiliki banyak budaya dengan berbagai tradisi musik tcrmasuk dolanan atau nina bobo. Seperti :;:aJl1elnn J awa, talempong, gondnng, sampek dan lainnya sebagai produk budaya yang tidak dapat dilepaskan dari pendukung budayanya yakni masyarakat itu sendiri. Produk budaya berbentuk musik adalah wujud dari ekspresi ide, gagasan, atau perilaku masyarakat yang dituangkanmelalui salah satu unsur budaya. Oleh karena itu eksistensi musik etnik tidak dapat dipisahkan dad eksistensi dan perilaku masyarakat pendukungnya. 2Metronoi-ne adalah sebuah alat mekanis untuk merepresentasikan cepat-lambatnya tem!?,o sebuah lagu. Penggunaan secara simultan dua atau lebih pola irama dan tidak dapat dirasakan sebagai saling terkait atau irama yang satu berasal dari irama sebelumnya bahkan kadang kala lintas irama. 4Kettiedrul11 saat ini lebih dikenal dengan sebutan timpani sebagai alat musik perkusi terpenting dalam sebuah orkcstra musik seni Barat dan satu-satunya dari keluarga perkusi yang dapat memproduksi nada dengan pitch yang terukur. Kata 'drum' dalam tulisan ini merepresentasikan alat rnusik perkusi/pukul baikbarat konvensional atau tradisional seperti snare drum, bas-drum, conga, bongo, kendang dan sebagainya. STrinngle adalah alat musik perkusi yang terbuat dari logam dengan bentuk segi tiga yang dipukul dengan pemukul besi dan menghasilkan suara tinggi dengan pitch yang tak terukur. 'Tonal merupakan salah satu sistem nada dalam musik Barat yang menunjukkan prinsip tonika-dominan dah berbeda dengan modalitas lain dalam mengorganisir pitch. 7Alat musik perkusi berbentuk drum kecil yang dimainkan seperti pola orang yang sedanffi berbicara dan saling bersahutan. . Trance diartikan sebagai I?erubahan kondisi kesadaran mental yang ditunjukkan oleh menurunnya tingkat kesadaran secara cepat terhadap keadaan sekitar, identitas diri yang menggantung, dan berkurangnya tingkat aktivitas motor dan bicara 9Calonarang merupakan sebuah kisah tentang sihir dan kesurupan dari Bali dalam bentuk drama yang diirinzi dengan game/an palegongan. Lihat Michae1 Tenzer.1989. Balinese Music.Singapore.Periplus Edition, HK (Ltd). pp.82-86. IOOvertone secara akustik adalah peninggian suara harmonik pertama menjadi harmonik kedua atau di atas harmonik tundamental. Harmonik fundamental adalah serangkaian frekuensi yang terintegral sccara ganda

DAFTAR PUSTAKA

Blacking, J. 1973 How muscial is man? Seattle: University of Washington Press. Cohen, S. 1994 Identity, Place and the 'Liverpool Sound'. In Ethnicitu, Identity and Music: The Musical Construction of Place ted. M. Stokes). Oxford: Berg Davies, S. 1994 Musical Meaning and Expression. Ithaca, NY: Cornell University Press Diallo, Y& HaltM. 1989 The Healing Drum: African Wisdom Techniques. Destin)" Rochester: VT. Han,K-h & Mark,L.L. 1980 Evolution and Revolution 111 Chinese Music. In Musics of Many Cultures (ed. E. May). Berkeley: University of California Press Johnson-Laird, P.N. & Oatley,K. 1992 The Language a/Emotions: An Analysis of Semantic Field. Cognition and Emotion [uslin, P.N. 2003 Vocal Expression and Musical Expression: Paralels and Contrast. In A. Kappas (Ed). Proceedings of the Eleventh Meeting of International Society for Research on E-

Djohan: Peran Musik Etnik

406

motion. Quebec, Canada: ISRE Publica tions Kartomi.M]. 1980 Musical Strata in Sumaiera, Java, and Bali. In Mu.sic of Many Cultures (ed. E. May). Berkeley: university of California Press Kendall, RA. & E.C. Cartertette. 1990 The Communication of Musical Expression. Music Perception Lull, 1985

Nettl, B. 1980 Ethnomusicology: Definitions, Directions, and Problems. In Music of Many Cultures (ed. E. May). Berkeley: University of California Press PachoIczky, J .M. 1980 Secular Classical Music in the Arabic Near East. In Music of Many Cultures (ed.E.May). Berkeley: University of California Press. Palmer, C. 1997 Music Performance. Annual view of Psychology

J.
On the Communicative Properties of Music. Communication Research Re-

Magowan,F. 1994 The Land is Our Marl' (essence), it Stays Forever: The yothu-yindi relationship in Australian Aboriginal Traditional and Popular Musics." In Ethnicity, Identity, and Music: the Musical Construction of Place (ed.M. Stokes). Oxford: Berg Merriam, A.P. 1964 The Anthropology of Music. Illinois: Northwetern University Press

Rouget, G. 1985 Music and Trance: a Theory of the Relations between Music and Possession. Chicago: University of Chicago Press. Unky,A.M., et.al 1992 Lullabies and Simplicity: a CrossCultural Perspective. Psychology of Music

You might also like