Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Nama : Bayu Eka Febryansyah
NPM : 20406140
Komisi Pembimbing
No Nama Kedudukan
1 Prof. Drs. Syahbuddin, M.Sc., Ph.D. Ketua
2 Prof. Dr. Bambang Suryawan, MT. Anggota
3 Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT. Anggota
Tanggal sidang : 31 Juli 2010
Panitia Ujian
No Nama Kedudukan
1 Dr. Ravi Ahmad Salim Ketua
2 Prof. Dr. Wahyudi Priyono Sekretaris
3 Prof. Drs. Syahbuddin, M.Sc., Ph.D. Anggota
4 Prof. Dr. Bambang Suryawan, MT. Anggota
5 Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT. Anggota
Tanggal lulus : 31 Juli 2010
Mengetahui :
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui : Mengetahui :
(Prof. Drs. Syahbuddin, MSc., Ph.D.) (Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT.)
iii
ABSTRAKSI
Pengelasan adukan gesek (Friction Stir Welding) adalah salah satu teknik
penyambungan logam yang memanfaatkan gaya gesek (friction) dan merupakan
salah satu prinsip dari perbaikan strukturmikro dan komposisi permukaan,
terutama pada paduan aluminium. Pada penelitian ini dilakukan pengelasan
paduan aluminium yang terdiri dari paduan Hypereutektik yaitu Al-20Si, Al-30Si,
AC9A dan AC9B. Perkakas las yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja
kecepatan tinggi atau High Speed Steel (HSS). Pengelasan adukan gesek terdiri
dari 1,2,3 dan 4 kali lewat pengelasan (1-4 pass). Pengelasan ini dilakukan pada
kecepatan putar 1200 rpm dan kecepatan gerak 7-8 mm/menit. Specimen yang
digunakan ditambahkan partikel oksida berupa alumina (Al2O3) dan silika (SiO2)
sebanyak 21% untuk membentuk sambungan komposit. Dari hasil pengamatan
yang dilakukan, strukturmikro logam induk Al-20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B
pada umumnya adalah fasa Al-α dan eutektik Al-Si. Pada bagian ingot/logam
induk, besar diameter partikel Si rata-rata sekitar 2,70 µm, berbeda dengan
bagian adukan las, fiber Si pada paduan terpecah/terpotong-potong dengan
bentuk mendekati bulat, dengan diameter rata-rata sekitar 1,00 µm, begitu juga
dengan bertambahnya jumlah pengelasan (pass). Penambahan partikel alumina
(Al2O3) dan silika (SiO2), mampu meningkatkan nilai kekerasan pada paduan,
terutama pada bagian adukan las. Pada penambahan alumina rata-rata
peningkatan kekerasan paduan Al-20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B berturut-turut
sebesar 1.72, 1.43, 23.55, dan 3.01. Dan pada penambahan silika rata-rata
peningkatan kekerasan berturut-turut sebesar 2.23, 1.11, 5.80, dan 2.46.
Peningkatan tersebut dirata-rata dan dibandingkan dari nilai kekerasan pada
paduan induk dan pada bagian adukan las tanpa penambahan partikel oksida.
iv
KATA PENGANTAR
karena atas berkat rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, maka penulis dapat
ADUKAN GESEK”.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma. Selain dari itu, dengan Tugas
Akhir/Skripsi ini pula, maka penulis dapat berfikir secara kreatif dalam meneliti,
menguraikan dan membahas suatu permasalahan secara ilmiah, teoritis, jelas, dan
sistematis.
yang masih sangat terbatas. Namun berkat arahan, bimbingan, dan dorongan dari
berbagai pihak, maka tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu
dengan penuh rasa hormat penulis mengahaturkan rasa terima kasih kepada semua
1. Ibu Prof. Dr. E.S. Margianti, SE., MM., selaku rektor Universitas
Gunadarma.
v
2. Bapak Prof. Drs. Syahbuddin, MSc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas
3. Ibu Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin
Universitas Gunadarma.
4. Bapak Dr. Edi Sukirman, MM., selaku Ketua Bagian Sidang Ujian
Universitas Gunadarma.
5. Kedua orang tua, yang telah banyak memberikan dukungan berupa do’a,
6. Kedua kakak tercinta dan seluruh keluarga, yang selalu memberikan do’a,
(mbah), dan Ibnu, atas dukungan dan support kepada penulis serta atas
perkuliahan.
Nur Arif (Toge), dan Rahmat Hermawan (Mamet), yang telah banyak
vi
9. Teman-teman Asisten Lab. Teknik Mesin Menengah serta Lab.
10. Kekasih tercinta, Harini Rahayu Ningsih, atas dukungan dan supportnya
kepada penulis.
11. Semua pihak yang telah membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan
masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kekurangan
yang ada akan menjadi sebuah pelajaran bagi penulis, dan penulis mengharapkan
koreksi, berupa kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca, untuk
sangat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi para
vii
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul ................................................................................................... i
Abstraksi ........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
viii
2.1.2 Klasifikasi Aluminium ................................................. 7
Pengelasan .............................................................................. 46
Oksida ......................................................................... 47
ix
4.2.2 Strukturmikro Paduan Al-20Si Setelah Dilakukan
Oksida ......................................................................... 56
Oksida ......................................................................... 65
x
4.4.2 Strukturmikro Paduan AC9A Setelah Dilakukan
Oksida ......................................................................... 74
BAB V PENUTUP
xi
5.2 Saran ....................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Paduan Al Untuk Produk Wrought ................................................. 8
Tabel 4.1 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si pada paduan
Al-20Si............................................................................................. 83
Tabel 4.2 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si pada paduan
Al-30Si ........................................................................................... 83
Tabel 4.3 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si pada paduan
AC9A ............................................................................................. 84
Tabel 4.4 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si pada paduan
AC9B .............................................................................................. 84
xiii
Tabel 4.5 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan Al-20Si ............ 87
Tabel 4.6 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan Al-30Si ............. 88
Tabel 4.7 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan AC9A ................ 89
Tabel 4.8 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan AC9B ............... 90
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.5 Bagian sambungan las paduan Al-Si cor setelah dilas
xv
Gambar 3.14 Alat uji kekerasan Vickers / Mikro Vickers ................................ 42
(1 Pass) ........................................................................................ 47
(2 Pass) ........................................................................................ 48
(3 Pass) ........................................................................................ 48
(4 Pass) ........................................................................................ 49
xvi
Gambar 4.14 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% SiO2 hasil pengelasan
(1 Pass) ........................................................................................ 56
(2 Pass) ........................................................................................ 57
(3 Pass) ........................................................................................ 57
(4 Pass) ........................................................................................ 58
xvii
Gambar 4.25 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan
(1 Pass) ........................................................................................ 65
(2 Pass) ........................................................................................ 66
(3 Pass) ........................................................................................ 66
(4 Pass) ........................................................................................ 67
xviii
Gambar 4.36 Strukturmikro paduan AC9A + 21% Al2O3 hasil pengelasan
(1 Pass) ........................................................................................ 74
(2 Pass) ........................................................................................ 75
(3 Pass) ........................................................................................ 75
(4 Pass) ........................................................................................ 76
xix
Gambar 4.47 Strukturmikro paduan AC9B + 21% Al2O3 hasil pengelasan
Gambar 4.54 Pemetaan jejak identor pada uji kekerasan Mikro Vickers ............ 86
xx
DAFTAR LAMPIRAN
xxi
BAB I
PENDAHULUAN
pada komponen elektronik, otomotif, dan industri persenjataan. Massa jenis yang
rendah, konduktivitas thermal yang tinggi, sifat ketahanan yang baik, merupakan
cenderung memiliki kekasaran pada partikel silikon primer dan porositas yang
tinggi (pada bahan coran). Sifat mekanik yang buruk tersebut dapat diperbaiki
Rapid Solidification (pembekuan cepat), penekanan pada sudut saluran yang sama
(Friction Stir welding). Selain dari fungsi utamanya, yakni untuk penyambungan
atau pengelasan, metode pengelasan adukan gesek (Friction Stir Welding) juga
1
2
Selain dari itu, pengelasan adukan gesek (Friction Stir welding), juga biasa
(seperti pesawat tempur), pesawat terbang, body kapal laut, dan lain-lain. Maka
tak menutup kemungkinan jika pengelasan adukan gesek juga dapat dilakukan
1.2 Permasalahan
dengan jumlah lintasan (pass) pengelasan gesek yang dilakukan pada specimen
permasalahan tersebut, guna memperjelas bagian mana dari persoalan yang akan
dikaji dan bagian yang mana yang tidak, dan juga untuk mempersempit ruang
lingkup penjelasan, agar tidak menyimpang dari topik permasalahan yang utama.
uji metalografi, serta uji kekerasan (hardness test) dengan uji kekerasan
Mikro Vickers.
penelitian dan penulisan tugas akhir ini, digunakan metode gabungan, yang
1. Studi lapangan
2. Studi pustaka
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
penulisan.
penelitian.
BAB V PENUTUP
telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Aluminium
baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat baik lainnya sebagai sifat logam,
selain itu aluminium juga mempunyai sifat mampu bentuk (Wrought alloy)
dimana paduan alumunium ini dapat dikerjakan atau diproses baik dalam
Mn, Zn, Ni, dan sebagainya, baik dicampur secara satu persatu maupun secara
seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah. Material ini
dipergunakan dalam bidang yang sangat luas, bukan saja untuk peralatan rumah
tangga tetapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal
6
7
1. Ringan
2720 kg/m³. Oleh karena itu aluminium banyak menggantikan baja dalam
berbagai hal seperti pada mobil, motor, kapal, alat rumah tangga dan
lainnya.
2. Tahan karat
air atau bahan kimia lainnya. Reaksi kimia akan menyebabkan korosi pada
logam tersebut.
penghantar listrik, sebab mempunyai daya hantar kurang lebih 65% dari
daya hantar tembaga. Disamping itu aluminium lebih liat sehingga lebih
produksi yang unggul, sifat mekanik dan sifat fisik yang menguntungkan dan
berat jenis yang ringan. karena berat jenis aluminium yang relatif ringan maka
terbang dan lainnya. Selain itu sebagai penambah kekuatan mekaniknya yang
sangat mengikat yaitu Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni dan lainnya.
dilakukan perpaduan dengan unsur Tembaga (Cu), Besi (Fe), Magnesium (Mg),
Seng (Zn), Silikon (Si) sesuai dengan Aluminium Assosiation paduan Al terdiri-
Tabel 2.3 Standarisasi penamaan paduan Aluminium menurut ASTM dan JIS
USA Japan
AA / ASTM JIS
A 356,1 AC4C
A 3602 AC4A
A 413 AC3A
A 319,2 AC2A
A 335 AC4B
A 384,1 ADC12
A 380,1 ADC10
1. Al-Murni
Pada tabel 2.4 menunjukkan sifat-sifat fisik Al dan tabel 2.5 menunjukan
2. Al-Cu
jumlahnya dibatasi agar tidak mengurangi sifat mampu tuangnya, diatas batas
Cu Al2 (fasa ß) yang bersifat keras dan rapuh, sifat yang tidak menguntungkan
ini dapat diperbaiki dengan perlakuan panas, sehingga fasa tersebut akan
berubah menjadi fasa α yang bersifat lebih liat dan tidak rapuh, hal ini
disebabkan endapan Cu Al2 akan terbentuk kembali dengan sifat yang lebih
Makin tinggi kadar tembaga, makin banyak fasa yang terbentuk, sehingga
baik untuk kekuatannya maupun keliatannya. Sifat lain yang akan meningkat
dengan adanya tembaga di dalam paduan Al-Cu ialah sifat ketahanan korosi dan
sistem ini terutama dipakai sebagai bahan pesawat terbang. Tabel 2.6
−
17S O 18,3 7,0 12,7 45 77
−
(2017) T4 43,6 28,1 26,7 105 12,7
−
14S O 19,0 9,8 18 12,7 45
−
(2014) T4 39,4 28,0 25 23,9 100
−
T4 49,0 42,0 13 29,5 135
3. Al-Mn
ketahanan korosi, dan Mn itu sendiri dipakai untuk membuat paduan yang tahan
1,82% dan pada 500ºC 0,36%, sedangkan pada temperatur biasa kelarutannya
3003 dan 3004 yang dipergunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan
panas.
13
4. Al-Si
bagus sekali tanpa kegetasan panas dan sangat baik untuk paduan coran, sebagai
muai yang kecil dan sebagai penghantar listrik yang baik juga panas koefisien
pemuaian termalnya Si sangat rendah. Oleh karena itu paduan ini mempunyai
koefisien yang rendah apabila ditambah Si lebih banyak. Dalam paduan Al-Si
penentuan kadar silikon adalah satu hal yang harus diperhatikan, pengaruh yang
adalah naiknya sifat kekuatan seiring dengan menurunnya sifat keuletan dari
paduan tersebut, dengan adanya titik eutektik pada kadar silikon sekitar 11,6 %
dengan temperatur yang relatif rendah maka sifat mampu tuang paduan Al-Si
Si didalam paduan akan memperbaiki sifat mampu tuang dan penyusutan yang
terjadi. Hal ini merupakan faktor yang utama didalam pengecoran Al-Si
tersebut.
pembentukan pada komposisi ini terjadi secara tidak langsung tetapi melalui
fasa cair padat, sehingga struktur akhir adalah kaya akan silikon sebagai struktur
Gambar 2.1 menunjukan diagram fasa dari paduan Al-Si yang termasuk tipe
5. Al-Mg
sedangkan diatas batas kelarutannya magnesium hadir dalam bentuk fasa β, fasa
β merupakan fasa yang lunak dan berukuran besar, sehingga sedikit sekali
Pengaruh penting dari elemen ini dalam paduan Al-Si yaitu bersama
tersebut didalam paduan Al-Si maka sifat mekanis dapat ditingkatkan, karena
sebaliknya unsur ini mengurangi sifat mampu tuang dari paduan dan
paduan tersebut. Berikut tabel 2.7 menunjukan sifat mekanik dari paduan
Al-Mg.
16
6. Al-Mg-Si
terjadi, tetapi apabila secara simultan mengandung Si, maka dapat dikeraskan
lainya, tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya pada temperatur biasa,
Ditemukan pada tahun 1991, proses pengelasan adukan gesek (Friction Stir
Cambridge, kerajaan Inggris. Mesin las adukan gesek yang pertama kali dibuat
dan dijual adalah produksi ESAB Welding and Cutting Products pada pabrik
mereka yang berada di Laxa, Swedia. Pengembangan proses ini, berubah secara
signifikan dari gerak putaran konvensional dan gesekan linier yang saling
17
(perkakas las).
state). Pengelasan ini dapat menyambung sisi dua buah lempengan yang
disejajarkan seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3. Perkakas las berbentuk
silinder yang ujungnya terdiri dari punggung (shoulder) untuk menekan bagian las
dan pin untuk mengaduk bagian sambungan las. Perkakas las diputar dengan
kecepatan antara 500-1500 rpm dengan pin diposisikan antara bagian yang akan
disambung. Gesekan antara pin dan logam dapat mencapai temperatur hingga
1200°C, sehingga logam disekelilingnya menjadi plastis dan proses adukan akan
terjadi. Punggung perkakas las ditekan pada permukaan bagian las dan bergerak
kearah bagian sambungan lain dengan kecepatan antara 0,5-2mm per detik.
Untuk mendapatkan hasil las yang optimal, bahan dan bentuk punggung
serta pin di design sedemikian rupa. Bahan perkakas las yang digunakan
tergantung kepada logam yang akan disambung. Perkakas las berbahan seperti
18
baja kecepatan tinggi (HSS), baja perkakas H13, dan D3 digunakan untuk
yang lebih keras seperti baja, nikel dan titanium. Bentuk perkakas las juga
Pengelasan adukan gesek secara umum dapat dilakukan dengan dua cara,
yakni sambungan temu (Butt Joint) dan sambungan tumpang tindih (Lap Joint).
Strukturmikro hasil las adukan gesek yang terdiri dari daerah bagian
zone), sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.5. Bagian adukan (stir zone)
mengalami laju tegangan dan regangan tertinggi serta temperatur yang tinggi.
Strukturmikro bagian adukan ini sangat tergantung pada bentuk perkakas las,
kecepatan rotasi dan translasi, tekanan dan karakteristik bahan yang akan
disambung. Disamping itu, bagian ini juga merupakan bagian yang terdeformasi.
zone) terjadi pengkasaran penguat presipitat tetapi tidak ada rekristalisasi dinamik.
Sedangkan panas pada bagian pengaruh panas (heat affected zone) selama
Bila secara umum sambungan logam hasil las mensyaratkan kekerasan dan
kekuatan yang sama atau lebih dibandingkan dengan logam induknya, disamping
tegangan sisa yang rendah. Sebaliknya sambungan las paduan Al-Si hasil
dengan logam induknya. Disamping itu tegangan sisa tetap tinggi. Karena itu
sambungan las paduan ini tidak sekuat logam induknya dan mudah patah.
Pengelasan adukan gesek telah dicoba untuk beberapa paduan Al. Walaupun sifat
plastis menjadi lebih baik dan dapat mencapai 2000%, tetapi kekuatan dan
kekerasan relatif tetap atau lebih rendah dibandingkan dengan logam induknya.
Perubahan sifat ini dikarenakan butir-butir penyusun paduan jauh lebih halus,
20
penguat partikel keramik menunjukan bahwa bagian sambungan las lebih kuat
komposit matrik logam Al-Si sangat terbatas, walaupun jumlah bahan ini banyak
Gambar 2.5 Bagian sambungan las paduan Al-Si cor setelah dilas adukan gesek[4]
2.3 Alumina
aluminium dan oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah
alumina, dan dalam bidang pertambangan, keramik dan teknik material senyawa
Umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut corundum atau α-
aluminum oksida. Al2O3 dipakai sebagai bahan abrasif dan sebagai komponen
membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan
dari oksidasi lebih lanjut. Ketebalan lapisan ini dapat ditingkatkan melalui proses
65 juta ton alumina digunakan, lebih dari 90%-nya digunakan dalam produksi
sebagai abrasif untuk menggantikan intan yang jauh lebih mahal. Beberapa jenis
2.4 Silika
yang banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut pasir kuarsa, terdiri atas
selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih
kuarsa dan feldsfar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2,
Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau
menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut kemudian
dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar silika yang lebih
23
besar bergantung dengan keadaan kuarsa dari tempat penambangan. Pasir inilah
yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau silika dengan kadar tertentu.
ukuran tergantung aplikasi yang dibutuhkan seperti dalam industri ban, karet,
gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas, kosmetik, elektronik, cat, film, pasta
gigi, dan lain-lain. Untuk proses penghalusan atau memperkecil ukuran dari pasir
silika umumnya digunakan metode milling dengan ball mill untuk menghancurkan
ukuran pasir silika yang besar-besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus,
silika dengan ukuran yang halus inilah yang biasanya bayak digunakan dalam
industri.
silika pada ukuran partikel yang kecil sampai skala mikron atau bahkan
nanosilika. Kondisi ukuran partikel bahan baku yang diperkecil membuat produk
memiliki sifat yang berbeda yang dapat meningkatkan kualitas. Sebagai salah satu
building, yaitu sebagai bahan campuran pada beton. Rongga yang kosong di
antara partikel semen akan diisi oleh mikrosilika sehingga berfungsi sebagai
(durability). Selama ini kebutuhan mikrosilika dalam negeri dipenuhi oleh produk
impor. Ukuran lainnya yang lebih kecil adalah nanosilika bnyak digunakan pada
aplikasi di industri ban, karet, cat, kosmetik, elektronik, dan keramik. Sebagai
salah satu contoh adalah pada produk ban dan karet secara umum. Manfaat dari
24
penambahan nanosilika pada ban akan membuat ban memiiki daya lekat yang
lebih baik terlebih pada jalan salju, mereduksi kebisingan yang ditimbulkan dan
usia ban lebih pajang daripada produk ban tanpa penambahan nanosilika.
diperoleh dengan metode special milling, yaitu metode milling biasa yang sudah
efektif, dengan metode ini bahkan dimungkinkan juga memperoleh silika sampai
pada skala nano. Sedangkan untuk nanosilika bisa diperoleh dengan metode-
metode tertentu yang sekarang telah banyak diteliti diantaranya adalah sol-gel
plasma spraying & foging proses (Polimerisasi silika terlarut menjadi organo
silika).
dijelaskan mengenai metode penelitian yang dilakukan dari awal penelitian hingga
Mulai
Studi Literatur
Material:
Al-20Si, Al-30Si,
AC9A, AC9B
Pengujian
(Metalografi dan
MikroVickers)
Baik
Selesai
25
26
berupa yaitu terminal yang menyatakan mulai dan selesai dari suatu proses,
untuk menyatakan dalam mengambil keputusan dari proses yang telah diolah
dari fasa utama aluminium dengan fiber silikon dan paduan lain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Al-20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B.
Komposisi paduan tersebut ditunjukkan pada tabel 3.1, 3.2, 3.3, dan tabel 3.4
Cu Si Mg Zn Fe Mn Ni Sn Pb Al
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
0.00 20.10 0.00 0.00 0.30 0.00 0.00 0.00 0.00 79.60
Cu Si Mg Zn Fe Mn Ni Sn Pb Al
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
0.00 30.01 0.00 0.00 0.28 0.00 0.00 0.00 0.00 69.71
27
Cu Si Mg Zn Fe Mn Ni Sn Pb Al
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Bahan
0.50 - 1.5 22 - 24 0.50 - 1.5 0.20 0.80 0.50 0.50 - 1.5 0.10 0.10
Utama
Cu Si Mg Zn Fe Mn Ni Sn Pb Al
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Bahan
0.50 - 1.5 18 - 20 0.50 - 1.5 0.20 0.80 0.50 0.50 - 1.5 0.10 0.10
Utama
bagian persambungan antara kedua specimen, dengan terlebih dahulu dibuat takik
sebesar 450 dengan kedalaman takik 1,5 mm, atau ½ dari tinggi pin perkakas las.
450
Specimen Specimen
yakni Alumina (Al2O3) dan Silika (SiO2) yang berbentuk bubuk dengan terlebih
berukuran 50mm x 20mm x 5mm, diletakan pada meja las dengan posisi
pengelasan sambungan temu (Butt Joint). Selanjutnya dilas gesek tekan pada
beberapa kali lewat (pass) dengan variabel jumlah pengelasan 1, 2, 3, dan 4 kali
atau 1 - 4 pass.
Gambar 3.3 Langkah proses pengelasan adukan gesek; (1) tools beputar (2)
penekanan pin tools terhadap specimen (3) gesekan shoulder tools terhadap
tersebut adalah :
29
1. Mesin Las
Mesin las digunakan untuk menyambung specimen. Mesin las ini hasil
modifikasi dari mesin frais milling. Yang ditunjukkan pada gambar 3.4
dibawah ini.
3. Holder
4. Perkakas Las
dengan sambungan temu (butt joint). Perkakas las yang digunakan terbuat
31
dari bahan baja kecepatan tinggi atau HSS (High Speed Steel) yang telah
diperoleh informasi sifat-sifat cacat kisi tersebut. Pada beberapa cabang industri,
pengujian mekanik yang biasa dilakukan seperti uji metalografi, uji tarik, uji
kekerasan, uji impact, uji creep, dan uji tarik, dimana kegunaan pengujian tersebut
produk yang dihasilkan sesuai dengan standar spesifikasinya. Dalam hal ini
penulis hanya melakukan beberapa pengujian yakni : uji metalografi, dan uji
kekerasan.
3.5.1 Metalografi
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk melihat struktur dan fasa yang terkandung
pada suatu material khususnya AlSi 20, AlSi 30, AC9A dan AC9B.
Mulai
Material
Al-20Si, Al-30Si,
AC9A & AC9B
Pengamplasan
(Grinding)
Pemolesan
Cacat
(Polishing)
Pengetsaan
(Etching)
Strukturmikro
Baik
Analisa
Selesai
• Pengamplasan (Grinding)
sampel dengan goresan yang searah. Amplas yang digunakan adalah dari
nomor 100, 200, 400, 500, 600, 800, 1000, 1200, 1500 dan 2000. Selama
34
pengamplasan sampel harus dialiri air bersih, hal ini untuk menghindari
amplas.
• Pemolesan (Polishing)
• Pengetsaan (Etching)
• Analisa
Tyepiece : NWF 10 X.
Objective : MSFX, MF 10 X, MF 20 X, MF 40 X.
stage controls.
Focusing Control : Stage height is adjustable by the control knob and fixed
2 mm.
percobaan kekerasan dengan cara mekanis statis (bukan mekanis dinamis) dari itu
meliputi cara-cara Rockwell, Brinell dan Vickers. Ketiga cara tersebut didasarkan
kedalam permukaan logam yang diuji (specimen) kekerasan, sehingga akan terjadi
suatu bekas penekanan (lekukan) yang kemudian dijadikan dasar untuk penilaian
37
yang akan diuji akan lebih keras bila bekas yang terjadi lebih kecil. Gambar 3.11
Mulai
Material
Al-20Si, Al-30Si, AC9A & AC9B
Pengamplasan
No 100 - 2000
Pengujian
Pengambilan Data
Selesai
dengan suatu gaya tekan tertentu kepermukaan yang rata dan bersih dari
gaya minor maka yang dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan
lekukan tetapi justru dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah
lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya biasa dipakai ada tiga jenis yaitu HRA,
HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan dari kekerasan
• Rockwell A dan C adalah jenis alat uji kekerasan yang digunakan untuk
gambar 3.12
3. Mesin gerinda
Minimum 60 KPa
Specifikasi :
Cara uji Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola baja yang
terbuat dari baja chrom yang telah dikeraskan dengan diameter tertentu,
oleh suatu gaya tekan secara statis kedalam permukaan logam yang diuji
tanpa hentakan ke permukanan logam yang diuji harus rata dan bersih.
Setelah gaya tekan ditiadakan dan bola baja dikeluarkan dari bekas
lekukan, maka diameter paling atas dari lekukan tadi diukur secara teliti
2F
BHN = (3.1)
πD( D − D 2 − d 2 )
Dimana :
atau BHN (Brinell Harness Number). Bertambah keras logam yang diuji
Cara vikers ini didasarkan kepada penekanan oleh suatu gaya tekan
dimana permukaan logam yang diuji ini harus rata dan bersih. Setelah
gaya tekan secara statis ini kemudian ditiadakan dan pyramid diamond
empat karena pyramid merupakan pyramid sama sisi). Maka diagonal segi
42
empat bekas teratas diukur secara teliti untuk kemudian digunakan sebagai
itu disebut kekerasan Vickers yang biasa disingkat dengan Hv atau HVN
Nilai Kekerasan bergantung pada hasil diagonal rata-rata jejak identor (d),
(3.2)
Dimana:
(thermomechanical affected zone) dan adukan gesek (stir zone). Dua bagian
pertama dan bagian adukan terlihat pada sambungan las paduan aluminium Al-
Paduan hypereutektik Al-Si disusun oleh fasa utama larutan padat Al-α
dan fiber kristal-kristal Silikon (Si). Formasi kristal-kristal Si pada matrik Al-α
tergantung pada komposisi paduan, perlakuan mekanik dan panas, serta proses
jelas.
Si
Al-α
Eutektik
40 µm Plat Si
44
45
Si
Plat Si
Al-α
Eutektik
40 µm
Plat Si
Si
Al-α
Eutektik
40 µm
Si
Al-α
Eutektik
Plat Si
40 µm
AC9A dan AC9B baik 1,2,3 atau 4 kali lewat (pass) pengelasan, hanya diamati
logam induk
Transisi / pengaruh panas (base metal)
(heat affected zone)
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone).
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.6 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 1 kali lewat (1 pass);
(a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d) thermomechanical
affected zone
48
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.7 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.8 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
49
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.9 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Bagian adukan las gesek paduan Al-20Si yang dihasilkan dari 1 sampai 4
kali pengelasan ditunjukkan pada strukturmikro pada gambar 4.6 sampai gambar
4.9. Perbedaan dapat terlihat pada bagian (a) base metal, (b) stir zone, (c)
terdistribusi pada matriks Al. Pada bagian stir zone, Fiber-fiber Si kasar pada
pada matriks Al, sedangkan pada bagian thermomechanical affected zone partikel
dari gesekan. Kemudian bagian transisi, menunjukkan peralihan antara base metal
dan bagian adukan yang hanya terkena pengaruh panas (heat affected zone).
50
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.10 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.10 sampai 4.13.
partikel Si yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Berbeda dengan hasil
membuat strukturmikro terlihat cenderung lebih besar (pada partikel Al2O3), hal
ini disebabkan oleh partikel Al2O3 yang terdistribusi pada matrik Al tidak terpecah
menjadi bagian-bagian yang halus, akan tetapi masih dalam butiran-butiran kasar
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.14 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% SiO2 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.14 sampai 4.17.
yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Berbeda dengan hasil pengelasan tanpa
pada strukturmikro Al-20Si + 21% SiO2, partikel SiO2 tidak terlalu dapat dilihat
dengan jelas, hal ini mungkin disebabkan oleh partikel SiO2 yang terdistribusi
tidak bercampur atau teraduk pada matrik Al, atau juga disebabkan oleh adanya
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone).
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.18 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 1 kali lewat (1 pass)
(a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d) thermomechanical
affected zone
57
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.19 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.20 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
58
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.21 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
bagian adukan las gesek paduan Al-30Si yang dihasilkan dari 1 sampai 4 kali (1 –
perbedaan antara adukan las pada specimen Al-30Si dengan specimen Al-20Si
terdapat pada jumlah partikel-partikel silikon (Si) pada bagian adukannya. Jumlah
partikel-partikel silikon (Si) yang terdistribusi pada sambungan las Al-30Si lebih
banyak dibandingkan dengan sambungan las pada Al-20Si, hal ini dikarenakan
kandungan silikon (Si) yang lebih banyak terdapat pada paduan Al-30Si. Kedua
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.22 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan 1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
adukan las gesek paduan Al-30Si yang dihasilkan dari 1 sampai 4 kali (1 – 4 pass)
gelap pada matrik Al. Partikel-partikel yang terbentuk memiliki ukuran diameter
lebih besar ini diakibatkan oleh penambahan 21% Al2O3. Penambahan tersebut
partikel-partikel pada bagian base metal, stir zone, transisi/heat affected zone,
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.26 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% SiO2 hasil pengelasan 1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
adukan las gesek paduan Al-30Si yang dihasilkan dari 1 sampai 4 kali (1 – 4 pass)
pada matrik Al. Kemudian partikel-partikel SiO2 akan semakin halus dengan
partikel yang terbentuk juga memiliki ukuran diameter lebih besar dibandingkan
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone).
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.30 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 1 kali lewat (1 pass);
(a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d) thermomechanical
affected zone
66
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.31 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.32 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
67
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.33 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Bagian adukan las gesek paduan AC9A yang dihasilkan dari 1 sampai 4
kali pengelasan ditunjukkan pada strukturmikro pada gambar 4.30 sampai gambar
4.33. Perbedaan dapat terlihat pada bagian (a) base metal, (b) stir zone, (c)
terdistribusi pada matriks Al. Pada bagian stir zone, Fiber-fiber Si kasar pada
pada matriks Al, sedangkan pada bagian thermomechanical affected zone partikel
dari gesekan. Kemudian bagian transisi, menunjukkan peralihan antara base metal
dan bagian adukan yang hanya terkena pengaruh panas (heat affected zone).
68
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.34 Strukturmikro paduan AC9A + 21% Al2O3 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.34 sampai 4.37.
partikel Si yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Berbeda dengan hasil
membuat strukturmikro terlihat cenderung lebih besar (pada partikel Al2O3), hal
ini disebabkan oleh partikel Al2O3 yang terdistribusi pada matrik Al tidak terpecah
menjadi bagian-bagian yang halus, akan tetapi masih dalam butiran-butiran kasar.
71
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.38 Strukturmikro paduan AC9A + 21% SiO2 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.38 sampai 4.41.
yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Kemudian partikel-partikel SiO2 akan
semakin halus dengan bertambahnya jumlah pengelasan gesek hingga 4 kali lewat
partikel SiO2 tidak terlalu dapat dilihat dengan jelas, hal ini mungkin disebabkan
oleh partikel SiO2 yang terdistribusi tidak bercampur atau teraduk pada matrik Al,
atau juga disebabkan oleh adanya sedikit kesamaan pada partikel SiO2 dengan
partikel Si.
74
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone).
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.42 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 1 kali lewat (1 pass);
(a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d) thermomechanical
affected zone
75
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.43 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.44 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
76
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.45 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Bagian adukan las gesek paduan AC9B yang dihasilkan dari 1 sampai 4
kali pengelasan ditunjukkan pada strukturmikro pada gambar 4.42 sampai gambar
Yang menjadi perbedaan antara adukan las pada specimen AC9B dengan
sambungan las AC9B lebih sedikit dan lebih halus, dibandingkan dengan
sambungan las pada AC9A yang cenderung lebih banyak dan kasar, hal ini
dikarenakan kandungan silikon (Si) yang lebih sedikit pada paduan AC9B bila
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.46 Strukturmikro paduan AC9B + 21% Al2O3 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.46 sampai 4.49.
partikel Si yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Berbeda dengan hasil
membuat strukturmikro terlihat cenderung lebih besar (pada partikel Al2O3), hal
ini disebabkan oleh partikel Al2O3 yang terdistribusi pada matrik Al tidak terpecah
menjadi bagian-bagian yang halus, akan tetapi masih dalam butiran-butiran kasar.
80
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
affected zone)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
Gambar 4.50 Strukturmikro paduan AC9B + 21% SiO2 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
(a) (b)
20 µm
(c) (d)
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.50 sampai 4.53.
yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Kemudian partikel-partikel SiO2 akan
semakin halus dengan bertambahnya jumlah pengelasan gesek hingga 4 kali lewat
partikel SiO2 tidak terlalu dapat dilihat dengan jelas, hal ini mungkin disebabkan
oleh partikel SiO2 yang terdistribusi tidak bercampur atau teraduk pada matrik Al,
atau juga disebabkan oleh adanya sedikit kesamaan pada partikel SiO2 dengan
partikel Si.
83
bagian kecil, yang tersebar pada matrik Al secara acak. Begitu juga pada
Tabel 4.1 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si, Si+Al2O3 dan
Tabel 4.2 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si, Si+Al2O3 dan
Tabel 4.3 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si, Si+Al2O3 dan
Tabel 4.4 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si, Si+Al2O3 dan
dan AC9B, lebih besar dibandingkan pada bagian adukan las-nya (stir zone).
Hasil yang sama diperoleh sewaktu menggunakan partikel penambah 21% Al2O3
(alumina) dan 21% SiO2 (silika) pada sambungan Al-20Si, Al-30Si, AC9A, dan
pada daerah sambungan adukan las-nya. Diameter partikel Si pada logam induk
rata-rata mencapai angka sekitar 2,70 µm, berbeda dengan hasil yang ditunjukkan
85
pada proses pengelasan adukan gesek. Selama proses pengelasan adukan gesek,
ukuran diameter partikel rata-rata sekitar 1,00 µm. Penambahan 21% Al2O3
(alumina) dan SiO2 (silika) pada bagian adukan membuat efektifitas penghalusan
besar, yaitu rata-rata sekitar 1,50 µm. Bertambah besarnya diameter partikel
membuat bertambahnya beban proses pengelasan adukan gesek atau akibat dari
partikel Al2O3 (alumina) dan SiO2 yang tidak terdistribusi dengan rata.
Hasil rata-rata diameter partikel yang diperoleh pada tabel 4.1 sampai 4.4,
masih dalam orbit bulat atau mendekati bulat. Pada strukturmikro paduan
matrik Al. Sebaliknya faktor rasio partikel Si pada bagian adukan sambungan las
baik menggunakan atau tidak menggunakan 21% Al2O3 (alumina) dan SiO2
bentuk bulat.
AC9B
adukan gesek, maka dilakukan pengujian kekerasan pada beberapa titik dari
specimen Al-20Si, Al-30Si, AC9A, dan AC9B, baik dengan atau tanpa alumina
86
dan silika. Dari uji kekerasan, maka akan diperoleh angka atau nilai yang
Uji kekerasan yang dilakukan pada sambungan las adalah uji kekerasan
Mikro Vickers, yang dilakukan secara memanjang dari tengah ke sisi kiri dan ke
sisi kanan dari specimen, dengan jumlah jejak adalah 12 jejak, panjang 3,6 mm
dan jarak antar jejak adalah 0,3 mm atau 300 µm. Titik 0 dimulai dari bagian
adukan gesek (stir zone), kemudian bergerak ke kiri sejauh -1500 µm yang
panas (heat affected zone), sampai pada bagian paduan induk (base metal),
kemudian dari titik 0 ke kanan sejauh 1800 µm, melewati bagian pengaruh panas
panas (heat affected zone), sampai pada bagian paduan induk (base metal).
Berikut adalah pemetaan jejak identor pada specimen uji kekerasan mikro vickers.
logam induk
(base metal)
pengaruh panas termomekanik Transisi / pengaruh panas
(thermomechanical affected zone) (heat affected zone)
Gambar 4.54 Pemetaan jejak identor pada uji kekerasan Mikro Vickers
87
Berikut adalah data/hasil yang diperoleh dari uji kekerasan pada specimen
Al‐20Si+Al2O3 67.8 77.23 83.95 77.87 72.71 83.95 83.95 80.49 78.84 77.87 74.77 69.92
Al‐20Si+SiO2 67.8 67.8 74.77 75.68 78.84 82.19 80.49 80.49 80.49 82.19 75.68 67.8
logam induk
(base metal)
logam induk
(base metal)
Al‐30Si+Al2O3 84.67 80.49 80.49 77.87 88.92 83.95 88.92 88.92 88.92 82.19 83.95 80.49
Al‐30Si+SiO2 82.18 83.95 83.95 84.67 87.63 84.67 88.19 88.92 87.63 84.67 83.95 80.49
Transisi Transisi
pengaruh pengaruh
adukan las
panas panas
termomekanik
(stir zone) termomekanik
logam induk
(base metal) logam induk
(base metal)
AC9A+Al2O3 123.2 125.1 121.9 100.3 169.9 159.5 161.7 115.9 100.3 92.39 87.64 151.4
AC9A+SiO2 121.9 125.1 102.66 115.9 115.9 125.1 128.42 169.9 169.9 96.66 95.79 125.1
Transisi Transisi
adukan las
pengaruh (stir zone) pengaruh
panas panas
termomekanik termomekanik
logam induk
logam induk (base metal)
(base metal)
AC9B+Al2O3 85.76 86.5 86.5 86.5 88.4 91.57 94.92 92.39 91.57 85.76 83.95 87.63
AC9B+SiO2 87.63 85.76 84.66 87.63 90.36 91.57 91.57 91.57 89.57 85.76 86.88 87.63
logam induk
(base metal) logam induk
(base metal)
Dari tabel 4.5 sampai 4.8 dan gambar 4.55 sampai 4.58 menunjukkan nilai
atau tingkat kekerasan paduan Al-20Si, Al-30Si, AC9A, dan AC9B. Dari hasil
yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa penambahan 21% partikel Al2O3
(alumina) pada paduan, dapat membuat paduan lebih keras, namun hal tersebut
dan AC9B berturut-turut sebesar 1.72, 1.43, 23.55, dan 3.01. Hal tersebut
mungkin diakibatkan oleh sifat kekerasan pada partikel alumina yang berperan
penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap perkaratan dengan udara atau
melindungi logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut. Hal yang sama juga
meningkat terutama pada bagian adukan las, peningkatan kekerasan paduan Al-
20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B berturut-turut sebesar 2.23, 1.11, 5.80, dan 2.46.
Ini menunjukkan rongga yang kosong di antara partikel aluminium, akan diisi
oleh partikel silika, sehingga berfungsi sebagai bahan penguat dan meningkatkan
kekerasan (Hardness).
Sebagai contoh, hal ini dapat terlihat pada specimen Al-20Si (tabel 4.5 dan
gambar 4.55), pada paduan Al-20Si tanpa penambahan partikel penambah, nilai
kekerasan pada daerah adukan las, pada jarak jejak -300, 0, 300, 600, dan 900 µm,
berturut-turut menunjukkan angka 77.23, 80.49, 77.87, 77.87, dan 77.87. Dari
data tersebut, maka dapat dilihat peningkatan kekerasan pada daerah adukan las,
bila dibandingkan dengan logam induknya yang hanya menujukkan angka 69.92.
penambahan 21% Al2O3 (alumina), nilai kekerasan pada daerah adukan las pada
92
jarak jejak -300, 0, 300, 600, dan 900 µm, berturut-turut menunjukkan angka
72.71, 83.95, 83.95, 80.49, dan 78.84. Hal ini menunjukkan penambahan tingkat
kekerasan, rata-rata sebesar ± 1.722 pada daerah adukan las paduan Al-20Si,
akibat penambahan 21% Al2O3 (alumina) pada proses pengelasan adukan gesek.
Sedangkan pada penambahan 21% SiO2 (silika) nilai kekerasan pada daerah
adukan las pada jarak jejak -300, 0, 300, 600, dan 900 µm, berturut-turut
menunjukkan angka 78.84, 82.19, 80.49, 80.49, dan 80.49. Hal ini menunjukkan
penambahan tingkat kekerasan, rata-rata sebesar ± 2.234 pada daerah adukan las
paduan Al-20Si, akibat penambahan 21% SiO2 (silika) pada proses pengelasan
adukan gesek.
Mengacu dari data tersebut, maka bila dilihat pada data selanjutnya, pada
tabel 4.6 sampai 4.8 dan gambar 4.56 sampai 4.58, maka hal yang sama seperti
pada specimen Al-20Si, juga ditunjukkan pada specimen lainnya, yakni Al-30Si,
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
dengan penambahan partikel alumina dan silika, pada paduan Al-20Si, Al-30Si,
AC9A dan AC9B, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Paduan hypereutektik Al-Si disusun oleh fasa utama larutan padat Al-α
bulat, serta terdistribusi lebih seragam, baik pada interior maupun pada
batas butir matrik Al-α pada bagian adukan, baik tanpa ataupun dengan
2,70 µm, berbeda dengan hasil yang ditunjukkan pada proses pengelasan
93
94
adukan gesek dapat membuat paduan lebih keras, sama halnya dengan
1.43, 23.55, dan 3.01. Dan pada penambahan silika rata-rata peningkatan
5.2 Saran
September 2009.
[2] Davis, J.R., Aluminium and Aluminium Alloy, Ohio,: ASM International
1994.
[3] Surdia, T. dan Saito, S., Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta,: Pradnya
Paramita 1995.
/content/html/eng/default.asp?catid=205&pageid=2144416862, November
2009
[8] http://www.tradekorea.com/product-detail/P00010392/JIS_Aluminum_
Alloys_Ingot_for_Casting.html
2001.
[14] Kusworo, E dan Hadi, S., Pengujian Logam, ISBN,: Humaniora Utama
Bandung 1999.
[15] LIPI – Pusat Penelitian Metalurgi, Divisi Pengujian Bahan, Panduan Uji
2010.