Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Kriteria Penilaian Dalam Mata Kuliah
Hukum Agraria
KELOMPOK VIII:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga
penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Adapun judul dari makalah ini adalah
”Pengalihan Hak Atas Tanah Terlantar Dengan Studi Kasus PT. Wanawisata Alam
Hayati”. Penyusunan makalah ini ditujukan intuk memenuhi salah satu kriteria penilaian
dalam mata kuliah Hukum Agraria semester genap di Universitas Pembangunan
Nasional ”Veteran” Jakarta.
Makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya
dukungan moril dan materiil dari berbagai pihak. Karena itu, penyusun mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua, yang telah memberi dukungan dan membantu dalam
pembuatan makalah ini.
2. Hj. Devi Kantini Rolaswati, S.H, M.Kn, selaku dosen Hukum Agraria.
3. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan makalah
ini, yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca. Namun, makalah ini mungkin memiliki kekurangan. Karena itu, sangat
diperlukannya kritik dan saran yang dapat membangun makalah ini sehingga menjadi
lebih baik lagi. Akhir kata, penyusun mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya atas
segala kesalahan yang mungkin ada didalam makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Daftar Pustaka................................................................................................................ 28
Lampiran......................................................................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
Munculnya kasus dan sengketa tanah banyak yang berawal dari tanah
terlantar. Disisi lain pemerintah sulit melakukan kebijakan peralihan tanah
terlantar menjadi tanah Negara,karena pelaku tanah terlantar umumnya orang
yang bermodal besar, akibatnya.bidang tanah terlantar terus terjadi,sehingga
menyebabkan ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah.
Metode dan teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis
ini adalah metode studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan
data dan informasi yang bersifat teoritis yang kemudian data tersebut akan
dijadikan dasar atau pedoman untuk melihat adanya ketidaksesuaian antara teori
dengan kenyataan sebagai penyebab dari permasalahan yang dibahas dalam
karya tulis ini. Sumber – sumber yang dijadikan sebagai rujukan untuk studi
pustaka diperoleh dari berbagai sumber bacaan. Baik itu buku maupun situs –
situs yang ada di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
Tabel
Hak dan Kewajiban Penerima (Pemegang) Hak Atas Tanah dalam Pengelolaan
Pertanahan
Hak Kewajiban
1. Mempergunakan tanahnya sesuai 1. Hak atas tanah mempunyai fungsi
dengan jenis hak atas tanah yang sosial. Hak atas tanah tidak
dimilikinya, yaitu: dibenarkan apabila hanya
a) Hak milik : member kewenangan dipergunakan semata-mata untuk
kepada pemegang hak secara turun kepentingan pribadinya, apalagi kalau
temurun mempergunakan tanahnya hal tersebut merugikan masyarakat.
untuk berbagai jenis keperluan Penggunaan dan pemanfaatan tanah
dengan jangka waktu yang tidak haruslah disesuaikan dengan
terbatas; keadaan dan sifat haknya, sehingga
b) Hak Guna Usaha : memberi bermanfaat bagi kesejahteraan
kewenangan kepada pemegang hak masyarakat dan negara. Namun
untuk mempergunakan tanah negara demikian tidaklah berarti hak-hak
untuk keperluan pertanian, perikanan individu dari pemegang hak atas
dan peternakan dalam jangka waktu tanah menjadi berkurang, akan tetapi
tertentu; antara hak dan kewajiban haruslah
c) Hak Guna Bangunan : member terjadi keseimbangan dalam
kewenangan kepada pemegang hak pelaksanaannya.
untuk mendirikan bangunan di atas 2. Kewajiban pemeliharaan tanah.
tanah negara atau milik orang lain Kewajiban yang diatur dalam Pasal 15
selama jangka waktu tertentu; UUPA berkaitan dengan fungsi social
d) Hak Pakai : member kewenangan hak atas tanah, yaitu bahwa
kepada pemegang hak untuk berhubungan dengan fungsi
menggunakan atau memungut hasil sosialnya, adalah hal yang wajar
dari tanah negara atau tanah milik suatu bidang tanah harus dipelihara
orang lain dalam jangka waktu dengan sebaik-baiknya, agar
tertentu bertambah kesuburannya serta
e) Hak Pengelolaan : memberi dicegah kerusakannya. Kewajiban ini
kewenangan yang lebih luas kepada tidak hanya dibebankan kepada
pemegang daripada hak untuk pemiliknya, tetapi juga merupakan
mempergunakan sendiri tanah negara kewajiban bagi setiap orang, badan
yang dikuasainya atau hukum atau instansi yang mempunyai
memberikannya kepada pihak lain hubungan hukum dengan tanah.
atas dasar perjanjian antara 3. Pembatasan luas maksimum
pemegang hak dengan pihak ketiga penguasaan tanah. Penetapan
2. hak atau kewenangan untuk maksimum dan minimum yang dapat
mempergunakan tanah tersebut dimiliki oleh perorangan dalam satu
meliputi juga sebagian tubuh bumi keluarga telah ditetapkan dalam Pasal
yang ada di bawahnya dan sebagian 7 dan17 UUPA yang ditindaklanjuti
ruang yang ada di atasnya, dalam dengan UU No. 56 Prp. Tahun 1960
batas-batas tertentu dan sepanjang tentang Penetapan Luas Tanah
hal tersebut dipergunakan untuk Pertanian, sedangkan untuk badan
kegiatan yang berhubungan dengan hukum sementara mengacu pada
jenis hak atas tanah yang dimilikinya. Peraturan Menteri Negara
3. hak atau kewenangan lainnya: graria/Kepala BPN Nomor 2 Tahun
a) mengalihkan hak atas tanahnya 1999 tentang Ijin Lokasi.
kepada pihak lain 4. Larangan penguasaan tanah
b) membebani tanahnya dengan hak secara absentee (guntai). Prinsip
tanggungan dasar yang melatarbelakangi
c) mewariskan tanahnya kepada ahli pengaturan norma larangan
warisnya penguasaan tanah secara absentee
d) membuat wasiat atas tanahnya adalah bahwa tanah pertanian wajib
e) menghibahkan tanahnya kepada dikerjakan sendiri oleh pemiliknya
pihak lain dan pengelolaan tanah pertanian
f) Mewakafkan tanahnya sesuai tersebut hanya dapat didayagunakan
ketentuan peraturan perundang- secara maksimal apabila dikerjakan
undangan. secara aktif oleh pemiliknya, sehingga
ditetapkan suatu ketentuan bahwa
pemilik tanah pertanian harus
bertempat tinggal di wilayah
kecamatan tempat lokasi tanah
tersebut berada.
5. Penggunaan tanah harus sesuai
dengan RT/RW. Pemberian hak atas
tanah pada dasarnya memberi
wewenang kepada pemegang hak
untuk mempergunakan tanahnya
Sesuai dengan keadaan, sifat dan
tujuan pemberiannya. Dalam
memberikan hak atas tanah kepada
perorangan atau badan hukum harus
sesuai dengan kondisi dan tata ruang
wilayah setempat, agar penggunaan
dan pemanfaatan suatu bidang tanah
tetap dilaksanakan dalam kerangka
menjaga keharmonisan dan
kelestarian lingkungan.
6. Larangan penelantaran tanah.
Dalam UUPA telah diatur secara
tegas bahwa pemegang hak atas
tanah yang menelantarkan tanahnya,
tanahnya hapus karena hukum dan
tanahnya menjadi tanah yang
dikuasai langsung oleh negara.
Tindak lanjut dari ketentuan tersebut
telah dikeluarkan dengan terbitnya PP
No. 36 tahun 1998 dan Keputusan
Kepala BPN No. 24 tahun 2002 yang
mengatur langkah penertiban dan
pendayagunaantanah terlantar.
1. Tanah Hak Milik atau HGU yang secara tidak sengaja tidak
dipergunakan sesuai keadaan atau sifat dan tujuan pemberian
haknya.
2. Tanah yang dikuasai pemerintah, sudah berstatus maupun tidak
berstatus milik Negara atau daerah yang tidak sengaja tidak
dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan
pemberian haknya.
Tanah Hak Milik atau HGU yang secara tidak sengaja tidak
dipergunakan sesuai keadaan atau sifat dan tujuan pemberian
haknya. Tanah yang dikuasai pemerintah, sudah berstatus maupun
tidak berstatus milik Negara atau daerah yang tidak sengaja tidak
dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan
pemberian haknya.
Dalam hal ini PP. No. 36 Tahun 1998, pasal 11 ayat (2)
menentukan bahwa tanah yang dimiliki perorangan yang diterlantarkan
karena faktor ekonomi memiliki perbedaan akibat hukum dengan tanah
yang diterlantarkan karena memang tidak digunakan sesuai dengan
keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya (pasal 11
ayat (3) huruf b), begitu juga dengan tanah yang diterlantarkan yang
dimiliki oleh suatu badan hukum.
BAB III
PENUTUP
Hak penguasaan atas tanah adalah suatu hubungan hukum yang memberi
wewenang untuk berbuat sesuatu kepada subyek hukum (orang / badan hukum)
terhadap obyek hukumnya, yaitu tanah yang dikuasainya. Di dalam penguasaan atas
tanah ada 2 macam yakni :
A. Hak penguasaan atas tanah yang bersifat khusus yaitu :
• Hak Bangsa Indonesia (pasal 1 UUPA)
• Hak Menguasai Negara (pasal 2 UUPA)
• Hak Ulayat Pada Masyarakat Adat (pasal 3 UUPA)
B. Hak penguasaan atas tanah yang bersifat umum yaitu :
• Hak atas tanah orisinil atau primer, yaitu hak atas tanah yang bersumber pada
hak bangsa Indonesia dan yang diberikan oleh Negara dengan cara
memperolehnya melalui permohonan hak.
• Hak atas tanah derivative atau sekunder, yaitu hak atas tanah yang tidak
langsung bersumber kepada hak bangsa Indonesia dan diberikan pemilik tanah
dengan cara memperolehnya melalui perjanjian pemberian hak antara pemilik tanah
dengan calon pemegang hak yang bersangkutan
• Hak jaminan atas tanah, yaitu hak penguasaan atas tanah yang tidak
memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah yang
dikuasainya tetapi memberikan wewenang untuk menjual lelang tanah tersebut
apabila pemilik tanah tersebut (debitur) melakukan wanprestasi.
Tanah tidak hanya untuk sebagai tempat hidup dan berkembangnya makhluk
hidup tetapi tanah juga memiliki peranan terpenting bagi kegunaan dan
pemanfaatannya, di dalam Undang-Undang Pokok Agraria pasal 6 menyebutkan bahwa
tanah memiliki fungsi sosial yang dimana tanah tersebut tidak hanya berguna bagi si
pemilik tanah saja tapi bagi sekitarnya.
Tanah yang tidak terurus atau tanah terlantar adalah tanah yang diterlantarkan
oleh pemegang hak atas tanah, pemegang Hak Pengelolaan atau pihak yang telah
memperoleh dasar penguasaan atas tanah tetapi belum memperoleh hak atas tanah
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini Peraturan
Pemerintah No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar, obyek didalam penertiban tanah terlantar yakni tanah yang sudah diberikan
hak oleh Negara berupa :
1. Hak Milik (Hak milik atas tanah hapus bila tanahnya jatuh kepada Negara
karena diterlantarkan. (UUPA Pasal 27 poin a. 3)
2. Hak Guna Usaha (Hak Guna Usaha hapus karena diterlantarkan
(UUPA Pasal 34e)
3. Hak Guna Bangunan (Hak Guna Bangunan hapus karena diterlantarkan
(UUPA Pasal 40e)
4. Hak Pakai, dan
5. Hak Pengelolaan
Kriteria tanah terlantar ini dapat ditemukan dengan cara mensistematisasi unsur-
unsur yang ada dalam tanah terlantar, kemudian menyusunnya dalam struktur hukum
tanah nasional. Adapun unsur-unsur yang ada pada tanah terlantar:
1. Adanya pemilik atau pemegang hak atas tanah (subyek)
2. Adanya tanah hak yang diusahakan/atau tidak (obyek)
3. Adanya tanah yang teridentifikasi telah menjadi hutan kembali atau
kesuburannya tidak terjaga.
4. Adanya jangka waktu tertentu dimana tanah menjadi tidak produktif.
5. Adanya perbuatan yang sengaja tidak menggunakan tanah.
6. Status tanah kembali kepada hak ulayat atau kepada negara.
Didalam kasus adanya perselisihan antara PT. WAH (Wanawisata Alam Hayati)
dengan Pansus Trawangan dan BPN Lombok Barat yang dimana PT. WAH tersebut
telah menelantarkan tanahnya, didalam klausula perjanjian pemberian hak atas tanah
dengan pemerintah PT. WAH memiliki jangka waktu membangun hotel melati dengan
35 kamar dalam 1 tahun. Tapi, adanya suatu kelalaian dalam menjalankan tugas dan
tujuannya PT. WAH tidak dapat menyelesaikan apa yang menjadi kehendak dan tujuan
diberikannya hak atas tanah oleh pemerintah dan telah menelantarkan (menyia-
nyiakan) tanahnya, Sehingga dengan sendirinya, HGB PT. WAH itu batal. Kata Ketua
Pansus Trawangan Jasman Hadi dan BPN Lombok Barat.
Temuan pada tahun 2003, di atas lahan itu ternyata ada perumahan seluas 40
are, dan 1,1 hektare sejenis bungalow. Di dalam lahan itu juga ditemukan 10 orang
warga yang tinggal. Temuan ini membuktikan bahawa adanya unsur pembagian tanah-
tanah, tanah HGB yang diberikan haknya oleh Negara saat pemberian haknya kepada
PT WAH telah diperjanjikan bahwa hak atas tanah tersebut tidak dapat dibagi-bagi . Di
dalam UUPA Hak Guna Bangunan memiliki jangka waktu paling lama 30 tahun dan
dapat diperpanjang selama 20 tahun. Tapi, HGB dapat di hapuskan karena adanya
suatu unsur yakni :
dipenuhi
e. Diterlantarkan
f. Tanahnya musnah
Di dalam hal ini, point b dan point e yang memperkuat alasan kenapa panitia
khusus (Pansus) serta pihak BPN menetapkan lahan tersebut batal demi hukum serta
memutuskan Hak Guna Bangunan PT.WAH yang tidak berjalan sesuai dengan tujuan
dan kegiatannya. Walaupun di dalam ketentuan UUPA HGB memiliki jangka waktu
paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun, tapi, bisa kita lihat
dalam kasus PT. WAH ini memiliki izin membangun hotel dengan 35 kamar dalam
jangka waktu 1 tahun sejak diterbitkannya HGB tahun 1996 dan kenyataanya tujuan
dari pemberian hak atas tanah tersebut belum tercapai sampai waktu yang ditentukan
oleh pemerintah, melainkan pada tahun 2003 di temukannya 10 keluarga yang
bertempat tinggal di dalam lahan tersebut. Dengan demikian, PT.WAH telah membagi-
bagikan lahan tersebut dan dapat dikatakan bahwa PT. WAH wan prestasi terhadap
perjanjian dengan pemerintah. Tidak hanya itu saja lahan tersebut tidak dimanfaatkan,
digunakan, dan di olah sebaik mungkin melainkan ditelantarkan.
Sebagai pemegang hak atas tanah seyogyanya mengurus dan memperhatikan
tanahnya sesuai dengan tujuannya, di Indonesia banyak ketidak jelasan tanah/lahan
sehingga timbulnya sengketa antara pemerintah dan masyarakat. Banyak masyarakat
yang memiliki modal besar hanya menguasai lahan secara yuridis saja, namun
penguasaan lahan secara fisik tidak terlaksana sehingga tanah diterlantarkan.
Sebagaimana halnya tertera pada pasal 6 UUPA mengenai fungsi sosial tanah,
tentunya tanah yang terlantarkan tersebut mencederai rasa keadilan masyarakat yang
hingga saat ini banyak masyarakat belum memiliki tanah sehingga tujuan pelaksanaan
dari landreform tidak terlaksana yaitu redistribusi tanah kepada segenap bangsa
Indonesia sehingga tercapainya tujuan Negara dalam konstitusi kita (pasal 33 ayat 3
UUD 1945)
Daftar Pustaka
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penertiban Tanah Terlantar.
http://d5er.wordpress.com/2011/03/10/kebijakan-tanah-terlantar/
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/17108153164.pdf
http://joeharry-serihukumbisnis.blogspot.com/2009/06/penyelesaian-masalah-tanah-
terlantar.html
http://lombokpost.co.id/index.php?option=com_k2&view=item&id=3472:mengarah-
pada-tanah-terlantar&Itemid=543
Lampiran