Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Abad ke 19 hingga abad ke 20 merupakan suatu momentum dimana
umat Islam memasuki suatu gerbang baru, gerbang pembaharuan. Fase ini
kerap disebut sebagai abad modernisme, suatu abad dimana umat
diperhadapkan dengan kenyataan bahwa Barat jauh mengungguli mereka.
Keadaan ini membuat berbagai respon bermunculan, berbagai kalangan Islam
merespon dengan cara yang berbeda berdasarkan pada corak keislaman
mereka. Ada yang merespon dengan sikap akomodatif dan mengakui bahwa
memang umat sedang terpuruk dan harus mengikuti bangsa Barat agar dapat
bangkit dari keterpurukan itu. Ada pula yang merespon dengan menolak
apapun yang datang dari Barat sebab mereka beranggapan bahwa itu diluar
Islam. Kalangan ini menyakini Islamlah yang terbaik dan umat harus kembali
pada dasar-dasar wahyu, kalangan ini kerap disebut dengan kaum revitalis.
Berbagai nama tokoh pun segera tampil dalam ingatan ketika
disebutkan tentang abad modernisme Islam yang ditandai dengan dominasi
Eropa ini. Dominasi Eropa atas dunia Islam, khusunya di bidang politik dan
pemikiran ini ditanggapi dengan beragam cara sehingga melahirkan kalangan
modernis dan fundamentalis. Modernisme cenderung akomodatif terhadap ide
Barat meskipun kemudian mengembangkan sendiri ide-ide tersebut,
sedangkan fundamentalisme menganggap apa–apa yang datang dari Barat
adalah bukan berasal dari Islam dan tak layak untuk diambil.
Fundamentalisme merupakan suatu paham yang lahir atau besar setelah fase
modernisme.
Berbicara abad pembaharuan dalam Islam, maka tak lepas dari
seorang tokoh yang merupakan sosok penting dalam pembaharuan Islam, al-
Afghani, seorang pembaharu yang memiliki keunikan, kekhasan, dan
misterinya sendiri. Berangkat dari pembagian corak keIslaman di atas,
Afghani menempati posisi yang unik dalam menanggapi dominasi Barat
terhadap Islam. Di satu sisi, Afghani sangat moderat dengan mengakomodasi
ide-ide yang datang dari Barat, ini dilakukannya demi memperbaiki
kemerosotan umat. Namun di lain sisi, Afghani tampil begitu keras ketika itu
2
II. PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Jamaluddin Al Afghani
Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin Al-Afghani bin Shafdar
Al-Husaini yang lahir pada tahun 1835 M di As’adabat dekat Kota Kunar
yang termasuk kawasan distrik Kabul bagian timur Afghanistan. Ayahnya
bernama Shafdar Al-Husaini, seorang bangsawan terhormat dan mempuyai
nasab sampai ke Ali bin Abi Thalib dari jalur At-Tirmidzi, seorang perawi
hadits yang termasyhur.
Di masa kecilnya Al-Afghani pindah ke kota Kabul beserta
keluarganya. Sejak masa kecilnya telah nampak pada diri Al-Afghani
kecerdasan dan kemauan yang besar untuk menggali pengetahuan. Dalam
usia delapan tahun ia mulai belajar disiplin ilmu dan menguasai beberapa
ilmu, diantaranya Al-Quran, bahasa Arab, hadits, fiqih, ilmu kalam, politik,
sejarah, musik dan termasuk ilmu-ilmu eksak.
Dalam rangka menambah wawasan pengetahuannya, Al-Afghani
melanjutkan studi ke India dan menetap disana selama satu tahun untuk
belajar pengetahuan-pengetahuan Barat dan metodologinya serta bahasa
Inggris. Tahun 1857 ia menunaikan ibadah haji ke mekah dan sekembalinya
di Afghanistan, ia diangkat menjadi pembantu pangeran Dost Muhammad
Khan.
3
Pada taun 1864, Al-Afghani menjadi penasehat Sher Ali Khan dan
pada masa Muhammad Azzam Khan menjadi perdana menteri. Karena
terjadinya konflik dalam negeri Afghanistan, ia kembali menuju India untuk
kedua kalinya pada tahun 1869. Saat itu India jatuh ke tangan Inggris, oleh
karenya ia memutuskan untuk menuju Mesir pada tahun 1871. Di Mesir ia
sempat berkenalan dengan kalangan ulama Al-Azhar dan memberikan kuliah.
Selanjutnya Al-Afghani pergi ke Turki dan diangkat sebagai anggota Majelis
Pendidiakan Turki dan sering diundang untuk menyampaikan ceramah di
Aya Shofia dan Masjid Sultan Ahmad.
Karena keberadaanya yang dianggap membehayakan posisi kepala
pemerintahan, timbullah fitnah yang dilancarkan oleh Hasan Fahmi Syaikh
Al-Islam dengan mengatakan bahwa ceramah-ceramah Al-Afghani banyak
mengandung unsur penghinaan terhadap kenabian. Dengan alasan ingin
menunaikan haji, maka Al-Afghani meninggalkan Turki dan kemudian
menetap di Mesir hingga tahun 1879. Pada masa inilah ide pemikiran dan
aktivitas memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia Islam khususnya
Mesir.
Al-Afghan telah mengunjungi beberapa kota di Eropa bahkan menetap
di sana. Tahun 1882 berada diLondon, lalu satu tahun kemudain ke Paris,
dan kembali lagi menetap di London tahun 1885. Selanjutnya ke Teheran,
ke Moscow tahun 1887, ke Jerman dan akhirnya kembali lagi ke Teheran.
Pengamanan merantau inilah yang kemudian membentuk wawasan
berfikirnya yang luas, bebas dan demokratis yang tentunya telah banyak
melahirkan banyak murid asli didikan dan binaan yang dilakukan Al-Afghani
yang mewarnai sejarah pemikiran di dunia Islam. Akhirnya pada tahun 1897
ia wafat di Istanbul karena sakit.
Buku ini telah diterjemahkan ke dalam Arab oleh Muhammad Abduh dengan
judul Al-Radd 'ala al-dahriyyin (Bantahan terhadap Materialisme). Al-
Ta'Liqat 'ala sharh al-Dawwani li'l-'aqa'id al-'adudiyyah (Cairo, 1968).
Berupa catatan Afghani atas komentar Dawwani terhadap buku kalam yang
terkenal dari] Adud al-Din al-'Iji yang berjudul al-‘aqa’id al-‘adudiyyah.
Berikutnya Risalat al-waridat fi sirr al-tajalliyat (Cairo, 1968). Suatu tulisan
yang didiktekan oleh Afghani kepada siswanya Muhammad 'Abduh ketika ia
di Mesir. Khatirat Jamal al-Din al-Afghani al-Husayni (Beirut, 1931). Suatu
buku hasil kompilasi oleh Muhammad Pasha al-Mahzumi wartawan Libanon.
Mahzumi hadir dalam kebanyakan forum pembicaraan Afghani pada bagian
akhir dari hidupnya Buku berisi informasi yang penting tentang gagasan dan
hidup Afghani.
Selanjutnya, pemikiran Afghani, diteruskan dan dikembangkan oleh
murid-muridnya yakni Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Selanjutnya,
pemikiran Islam modern yang mereka kembangkan bukan hanya pada tingkat
wacana, namun ditransformasikan oleh pengikut-pengikut selanjutnya
menjadi gerakan. Dapat dikatakan bahwa gerakan Islam di abad kedua puluh
banyak terpengaruh olehnya dan menjadikannya sumber inspirasi. Pengaruh
tersebut terlihat dalam tokoh dan gerakan-gerakan Islam modern masa kini
seperti Hasan al-Banna dengan Ikhwanul Muslimin, Abul A’la al-Maududi
dengan Jama’atul Islam dan termasuk Muh Natsir dengan Masyuminya.
yang langsung tertuju pada penguasa suatu negara. Hasilnya dapat dilihat,
dengan mudahnya imperialisme Barat menguasai serta mengintervensi bentuk
pemerintahan absolut yang banyak digunakan sebagai sistem pemerintahan di
banyak negara Islam.
Dalam perjuangan politiknya, Afghani kerap berpindah-pindah dari
satu negara ke negara lain, ini dilakukannya sebab seringkali pada suatu
negara ia mengalami pngusiran oleh penguasa setempat. Namun demikian
talenta politik Afghani memang telah tampak sejak awal, bahkan ia lebih
menonjol sebagai seorang aktivis gerakan politik ketimbang pemikir
keagamaan. Pendapat tersebut dipaparkan Harun Nasution yang juga ia kutip
dari berbagai pendapat semisal Stoddart maupun Goldzhier.
Pandangan ini memang bukan sekadar komentar, tapi suatu
pandangan yang memiliki dasar. Jika kita amati kronologi perjalanan hidup
Afghani, maka kita akan mendapati agenda beliau dipenuhi dengan aktivitas
politik. Talenta politik ini memang sujah tamapak sejak dini. Pada usia 22
tahun, ia membantu pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan, lalu
pada usia kurang lebih 25 tahun ia menjadi penasihat Sher Ali Khan, dan
beberapa tahun setelah itu Afghani diangkat sebagai perdana menteri oleh
A’zam Khan.
Perjalanan politiknya ke berbagai negara pun patut mendapat sorotan,
semua ia lakukan untuk menggoyang posisi penguasa yang otoriter, penguasa
yang keluar dari rel amanat, dan juga untuk melawan dominasi barat atas
negeri-negeri muslim. Namun ia kerap kali terlibat pertentangan dengan para
pemimpin, kendati pemimpin itulah yang telah mengundangnya masuk ke
negaranya. Misalnya saja pada kasus Iran, ia diundang ke Iran untuk urusan
Iran-Rusia, namun sikap otoriter syah membuatnya menentang syah dan
berpendapat bahwa syah harus digulingkan. Namun pendiriannya ini
membuatnya terusir dari Iran. Nasib yang lebih tragis diterimanya ketika ia
Berada di turki, alih-alih menjadi penasihat sultan Hamid II, Afghani malah
berakhir sebagai tahanan kota hingga akhir hayatnya.
10
III. KESIMPULAN
Dalam kiprahnya di dunia politik Al-Afghani banyak meyumbangkan
pemikiran, yakni:
1. Keyakian bahwa kebangkitan dan kejayaan kembali Islam hanya mungkin
terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang murni, dan
meneladani pola hidup Nabi dan para sahabatnya.
2. Perlawanan terhadap kolonislisme dan dominasi Barat, baik politik,
ekonomi maupun kebudayaan
3. Pengakuan terhdap keunggulan Barat dalam Ilmu dan Teknologi, dan
karenanya umat Islam hars belajar dari Barat dalam dua bidang tersebut.
4. Menentang setiap sistem yang sewenang-wenang dan menggantikannya
dengan pemerintahan berdasarkan musyawarah.
5. Menganjurkan pembentukan Jamiah Islamiyah/ Pan-Islamisme,
menyatukan seluruh umat Islam termasuk Persia dengan menggunakan
suatu bahasa yakni bahasa Arab.
6. Melakukan perubahan kekuasan dengan cara revolusi.