You are on page 1of 17

PRESENTASI KASUS

FRAKTUR TERTUTUP OS HUMERI SINISTRA

Diajukan Kepada :
dr. Bambang Agus Teja K, Sp.OT

Disusun Oleh :
Dermawan Soleh FK UNSOED
Monika Yoke L FK UNSOED
Rizki Hapsari N FK UNSOED
Arista Sri Nuraini FK UNSOED
Afrianti FK UNSOED
Indah Widyastuty FK UPN

SMF ILMU OTRHOPAEDI


RS MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN & UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL
PURWOKERTO

2011
Lembar Pengesahan

Telah dipresentasikan dan disetujui PRESENTASI KASUS berjudul :

FRAKTUR TERTUTUP OS HUMERI SINISTRA

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat


di SMF Ilmu Penyakit Bedah Orthopaedi
RSUD Prof. Margono Soekarjo
Purwokerto

Telah dipresentasikan
Tanggal : Mei 2011

Dokter pembimbing,

dr. Bambang Agus Teja K. Sp.OT

1
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. I
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Wonosobo
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Tanggal Masuk : 24 – 04 – 2011
No RM : 848511

II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Lengan kiri tidak bisa digerakkan
2. Keluhan Tambahan : nyeri lengan kiri, pusing, mual
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan lengan kiri tidak
bisa digerakkan pasca kecelakan 2 hari sebelum masuk RSMS. Pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas , menghindar tabrakan dengan mobil,
motor jatuh ke sebelah kiri sehingga lengan kiri pasien menahan beban.
Pasien mengalami penurunan kesadaran + 1 jam kemudian sadar
kembali dan dirawat di RS Wonosobo selama 2 hari sebelum masuk
RSMS. Penanganan di RS Wonosobo hanya balut bidai karena tidak
ada dokter spesialis bedah ortopaedi.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada lengan kiri terutama
apabila digerakkan. Hal yang diperingan dengan istirahat. Selain itu,
pasien merasakan bengkak pada lengan kiri bagian atas yang terjadi
secara perlahan, berwarna kebiruan (memar), tidak terdapat luka
terbuka.
Pasien juga mengeluhkan pusing pasca kecelakaan, keluhan
hilang timbul. Hal ini diperberat dengan banyak bergerak dan
diperingan dengan berbaring. Pasien mengeluhkan mual 1 hari sebelum
masuk RSMS namun tidak muntah.

2
Pasien menyangkal gangguan pada anggota gerak bawah,
gangguan sensibilitas.
4. Riwayat Penyakit Dahulu .
Riwayat trauma (-)
Riwayat operasi (-)
5. Riwayat Sosial
Pasien memiliki sebagai pegawai negeri sipil dengan penghasilan
menengah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum : Sedang
B. Kesadaran : Compos mentis
C. Vital sign :T : 120/70 mmHg
N : 72 x/menit
R : 20 x/menit
S : 37 C

Status Generalis
1. Kepala : Vulnus laseratum (-)
2. Wajah : Vulnus laseratum (+) sinistra 2 cm dari area
orbita ukuran 3 x 4 cm, darah kering (+)
3. Mata : CA (-/-)
4. Thorax : Pulmo : tidak terdapat tanda-tanda trauma
thorax
Cor : dalam batas normal
5. Abdomen : Tidak ada tanda trauma abdomen
6. Ekstremitas :
a. Superior : edema -/+, hematoma -/+
vulnus laseratum -/-, krepitasi -/+
nyeri tekan -/+, teraba hangat -/+,
teraba arteri radialis sinistra

3
b. Inferior : edema -/-, hematoma -/-
vulnus laseratum -/-, krepitasi -/-
nyeri tekan -/-, teraba hangat -/-
7. Vertebrae : tidak ada tanda trauma vertebrae

IV. RESUME
1. Anamnesa
Lengan kiri bagian atas tidak bisa digerakkan, bengkak, dan nyeri
paska kecelakaan lalu lintas.
2. Pemeriksaan Fisik :
-Keadaan Umum : Sedang
-Kesadaran : Compos mentis
- Status generalis : Vulnus laseratum wajah sebelah kiri
- Status lokalis : regio brachii sinistra edema, hematoma, nyeri
tekan, krepitasi, teraba hangat, terdapat pulsasi arteri radialis
sinistra, ROM tidak dapat dilakukan karena nyeri yang dirasakan
pasien

V. DIAGNOSIS :
Fraktur tertutup os humeri sinistra

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Laboratorium
Darah lengkap : Hb, Ht, LED, Leukosit, Eritsosit, Trombosit
Kimia darah : SGOT, SGPT
b. Rontgen region brachii sinistra AP Lateral
c. CT Scan Kepala Tanpa Kontras

VII. DIAGNOSIS PASCA PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Fraktur tertutup os humeri 1/3 distal sinistra transverse displace
- Tidak terdapat kelainan pada CT Scan kepala
- Tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan laboratorium

4
PENATALAKSANAAN
1. KONSERVATIF :
A. Non Farmakologis
- Istirahat baring
- Diet tinggi kalori dan protein
B. Farmakologis
- IVFD RL 20 tpm
- Ranitidine 2 x 1 ampul IV
- analgetik : Asam mefenamat 3 x 500 mg (jika nyeri)
C. Edukasi
- Imobilisasi : pemasangan gips tergantung (hanging cast)
- Fisioterapi
D. Monitoring
- Awasi sindroma kompartemen : monitoring keadaan umum,
kesadaran , vital sign
- Awasi terjadi syok
- Awasi terjadi pendarahan

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanastionam : Dubia ad bonam

5
FRAKTUR TERTUTUP

A. Definisi
Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar.
B. Anatomi Humerus
Merupakan satu-satunya tulang penyusun rangka region brachii.
Sifatnyat e r m a s u k t u l a n g p a n j a n g ( o s l o n g u m ) , s e h i n g g a d a p a t
d i b e d a k a n m e n j a d i epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis
distalis. Adapun bangunan-bangunan yang terdapat didalamnya adalah

Epiphysis Proximalis Diaphysis Epiphysis Distalis

Caput humeri Collum cirurgicum Capitulum Humeri

Collum anatomicum Tuberositas deltoidea Trochlea Humeri

Tuberculum majus Sulcus nervi radialis

Tuberculum minus

Sulcus intertubercularis

Crista tuberculis majoris

Crista tuberculis minoris

6
7
C. Fraktur Humerus
Fraktur humerus dapat terjadi pada :
1. Fraktur epifisis humerus
 Fraktur epifisis humerus adalah fraktur lempeng epifisis tipe II
(Salter-Harris)

 Biasanya terjadi pada anak-anak yang jatuh dalam posisi


hiperekstensi
 Klasifikasi fraktur menurut Neer-Horowitz
Grade I : pergeseran fraktur kurang dari 5mm
Grade II : pergeseran epifisis 1/3 terhadap fragmen distal
Grade III : pergeseran 2/3
Grade IV : pergeseran melebihi 2/3

70% fraktur lempeng epifisis adalah grade I dan II

8
 Pemeriksaan radiologi :
Pemisahan epifisis dan metafisis, dimana epifisis bersama dengan
sebagian metafisis yang teteap terletak dalam ruang sendi,
sedangkan bagian distal tertarik ke proksimal.
 Pengobatan :
Grade I : tidak memerlukan reposisi.
Grade II : reposisi dan setelah itu dipasang mitela.
Grade III&IV :reposisi dengan pembiusan umum dan apabila tidak
berhasil dilakukan operasi terbuka dengan fiksasi
interna dengan menggunakan pin kecil.

2. Fraktur metafisis humerus


 Fraktur metafisis biasanya tidak mengalami pergeseran dan pada
keadaan ini terapi konservatif merupakan pilihan pengobatan.
 Fraktur metafisis dengan pergeseran yang jauh biasanya bagian
distal menembus kea rah muskulus deltoid sampai subkutan. Pada
keadaan ini biasanya dilakukan tindakan operasi untuk melepaskan
fragmen.

3. Fraktur daerah diafisis


 Fraktrur diafisis humerus terjadi karena adanya trauma langsung
atau trauma putar pada daerah humerus.
 Gambaran klinis :
Terdapat pembengkakan dan nyeri pada daerah humerus. Harus
diperhatikan apakah fraktur humerus ini disertai kelumpuhan saraf
nervus radialis yang jarang ditemukan pada anak-anak.
 Pengobatan :
Pemasangan gips sirkuler atau gips bentuk U, dipertahankan
selama beberapa minggu.

9
FRAKTUR TERBUKA

Keadaan dimana kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus yang
cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi disebut fraktur terbuka.
Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-
ulang dan kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).
Jenis Fraktur
a. Fraktur lengkap
Tulang benar- benar patah menjadi dua fragmen atau lebih. Kalau fraktur
bersifat melintang, fragmen itu biasanya tetap di tempatnya setelah reduksi;
kalau bersifat obliq atau spiral fraktur cenderung bergeser dan berpindah lagi
sekalipun tulang itu di bebat. Pada fraktur impaksi fragmen- fragmen terikat
erat bersama- sama dan garis fraktur tidak jelas. Fraktur kominutif adalah
fraktur dengan lebih dari dua fragmen karena ikatan sambungan pada
permukaan fraktur tidak baik.
b. Fraktur tidak lengkap
Tulang terpisah secara secara tidak lengkap dan periosteum tetap menyatu.
Pada fraktur greenstick tulang bengkok atau melengkung (seperti ranting hijau
yang dipatahkan) ini ditemukan pada anak- anak yang tulangnya lebih elastic
pada tulang orang dewasa. Fraktur kompresi terjadu bila tulang yang berespon
mengerut. Ini terjadi pada orang dewasa terutama dalam badan vertebra. Kalau
tidak dioperasi seketika itu reduksi tidak dapat dilakukan dan tak dapat
dihindari adanya deformitas sisa.
Gambaran Klinik
a. Riwayat cedera diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang
mengalami cedera. Selalu tanyakan mengenai gejala cedera yang berkaitan
yaitu baal atau hilangnya gerakan, kulit yang pucat atau sianosis, darah dalam
urin, nyeri perut, dan hilangnya kesadaran untuk sementara.
b. Penampilan yaitu pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat
jelas, tetapi hal yang terpenting apakah kulit itu utuh, kalau kulit robek dan
luka memiliki hubungan dengan fraktur (cedera itu terbuka).

10
c. Rasa yaitu tedapat nyeri tekan setempat tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi. Cedera
pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan penaganan.
d. Gerakan yaitu krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan tetapi lebih
penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi di bagian
distal dari cedera.

Terapi Fraktur Terbuka


Klasifikasi
a. Tipe I yaitu luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat tulang
menonjol keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan lunak, tanpa
penghancuran dan fraktur tidak kominutif.
b. Tipe II yaitu luka lebih dari 1 cm, tetapi tidak ada penutup kulit. Tidak banyak
terdapat kerusakan jaringan lunak dan tidak lebih dari kehancuran atau
kominusi fraktur tingkat sedang.
c. Tipe III yaitu terdapat kerusakan yang luas pada kulit jaringan lunak dan
struktur neurovascular disertai banyak kontaminasi luka. Terdapat tiga tingkat
keparahan. Pada tipe III A tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat
ditutupi secara memadai oleh jaringan lunak; pada tipe III B terdapat
pelepasan periosteum selain fraktur kominutif yang berat, dan tipe III C
terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki tidak peduli berapa kerusakan
jaringan lunak yang lain.

Penanganan Dini
Luka harus tetap ditutup hingga pasien tiba dikamar bedah. Antibiotika
diberikan secepat mungkin tidak peduli berapa kecil laserasi itu, dan dilanjutkan
hingga bahaya infeksi terlewati. Pemberian kombinasi benzipenisilin dan
flukloksasilin tiap 6 jam selama 48 jam akan mencukupi, jika luka amat
terkontaminasi dengan menambah gentamisin atau metronidazol dan melanjutkan
terapi selama 4 atau 5 hari. Pemberian profilaksi tetanus juga penting.

11
Debdridemen
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari bahan asing dan dari
jaringan mati, memberikan persediaan darah yang baik diseluruh bagian itu.
Setelah semua sudah steril, aestesi umum, sudah dilakukan irigasi akhir disertai
antibiotika. Jaringan itu kemudian ditangani sebagai berikut:
a. Kulit  hanya sesedikit mungkin kulit dieksisi dari tepi luka dan
pertahankan sebanyak mungkin kulit. Luka sering perlu diperluas dengan
insisi yang terencana untuk memperoleh daerah terbuka yang memadai,
setelah diperbesar pembalut dan bahan asing lain dapat dilepas.
b. Fasia  fasia dibelah secara meluas sehingga sikulasi tidak terhalang
c. Otot  otot yang mati berbahaya karena merupakan makanan bagi bakteri,
otot yang mati dapat dikenal melalui perubahan warna yang keungu- unguan,
konsistensi yang buruk, tidak dapat berkontraksi bila dirangsang dan tidak
berdarah bila dipotong.
d. Pembuluh darah pembulu darah yang banyak mengalami perdarahan perlu
diikat secara cermat.
e. Saraf dan tendon  saraf tdan tendon erpotong biasanya dibiarkan saja.
f. Tulang  permukaan fraktur dibersihkan secara perlahan dan ditempatkan
kembali pada posisi yang benar. Tulang perlu diseamatkan dan dan fragmen
baru boleh dibuang bila kecil dan lepas sama sekali.
g. Sendi  Cedera sendi terbuka terbaik diterapi dengan pembersihan luka,
penutupan sinovium dan kapsul dan antibiotika sistemik, drainase atau irigasi
sedotan hanya digunakan kalu terjadi kontaminasi hebat.

Penutupan Luka
Luka tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi yang dibalut dalam
beberapa jam setelah cedera, setelah debridemen, dapat dijahit asalkan tidak ada
tegangan. Luka yang lain harus dibiarkan terbuka hingga bahaya tegangan dan
infeksi telah terlewati. Luka itu dibalut sekadarnya dengan kasa steril dan
diperiksa setelah 5 hari. Kalu bersih luka dijahit, atau dilakukan pencakokan kulit.

12
Stabilisasi fraktur
Stabilisasi fraktur diperlukan untuk mengurangi infeksi. Untuk luka tipe I
atau tipe II yang kecil dengan fraktur yang stabil, boleh menggunakan gips yang
dibelah secara luas atau untuk femur digunakn traksi pada bebat. Tetapi pada luka
yang lebih berat fraktur perlu di fiksasi secara lebih ketat. Metode yang paing
aman adalah fikasasi eksterna. Pemasangan pen intramedula (dengan penguncian
jika fraktur itu kominutif) dapat digunakan unuk femur atau tibia, terbaik jangan
melakukan pelebaran luka yang akan menambah resiko infeksi. Plat dan sekrup
dapat dilakukan untuk fraktur metafisis.

Perawatan sesudahnya
Tungkai ditinggikan di atas tempat tidur dan sirkulasi diperhatikan dengan
cermat. Syok masih mungkin membutukan terapi. Kemoterapi dilajutkan dan jika
perlu dilakukan penggantian antibiotika. Kalau luka ibiarkan terbuka periksa
setelah 5-7 hari. Penjahitan primer tertunda sering aman jika terdapat kehilangan
banyak kulit dilakukan pencakokan kulit.

Sekuele pada fraktur terbuka


Jika terdapat kehilangan kulit atau kontraktur, pencangkokan kulit
mungkin diperlukan. Bila diperlukan operasi perbaikan atau rekonstruksi pada
jaringan yang lebih dalam pencangkokan kulit dengan ketebalan penuh sangat
diperlukan. Infeksi dapat mengakibatkan sekuester dan sinus. Sekuester yang kecil
harus disingkirkan secara dini, tetapi potongan- potongan tulang yang besar tidak
boleh dieksisi.

Komplikasi Fraktur
a. Syok, koagulopati difus dan gangguan fungsi pernapasan terjadi selama 24
jam pertama cedera.
b. Crush syndrome (sindrom peremukan) yaitu terjadi jika sejumlah besar massa
otot remuk.
c. Trombosis vena dan emboli paru  thrombosis vena adalah komplisi yang
sering ditemukan pada cedera dan operasi

13
d. Tetanus
e. Gas ganggren
f. Emboli lemak
g. Infeksi
h. Sindroma kompartemen

14
ANALISIS KASUS

Tn. X mengalami fraktur tertutup os humeri 1/3 distal sinistra transverse


displace paska kecelakaan lalu lintas. Penanganan pada pasien ini adalah dengan
pemasangan gips tergantung (hanging cast) karena sebagai pertolongan pertama
pada fraktur dan merupakan imbolisasi pertama untuk mengistirahatkan dan
mengurangi nyeri serta memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu
setelah operasi. Perkiraan penyembuhan humerus pada dewasa kurang lebih 10-12
minggu. Pada pasien ini tidak dilakukan operasi pemasangan plate and screw
karena fraktur tertutup pada bagian metafisis yang tidak mengalami pergeseran,
sehingga terapi konservatif merupakan terapi pilihan. Jika terdapat Fraktur
metafisis dengan pergeseran yang jauh biasanya bagian distal menembus kearah
muskulus deltoid sampai subkutan, tindakan operasi untuk melepaskan fragmen
merupakan terapi pilihan.
Fraktur pada humerus dapat sembuh dengan mudah. Fraktur itu tidak
membutuhkan reduksi yang sempurna ataupun imobilisasi; beratnya lengan
beserta gips luarnya biasanya cukup untuk menarik fragmen sehingga menjalar.
Gips menggantung dipasang dari bahu sampai pergelangan tangan dengan siku
yang berefleksi 90 derajat dan bagian lengan bawah tergantug pada kain
gendongan yang melingkar pada leher pasien. Gips ini dapat diganti setelah 2-3
minggu dengan gips yang pendek (dari bahu ke siku) atau suatu penanhan
polipropilen fungsional yang dipakai selam 6 minggu selanjutnya. Pergelangan
tangan dan jari diberi latihan sejak awal. Latihan bahu dengan pemberat dimulai
dalam seminggu tetapi abduksi aktif ditunda hingga fraktur telah menyatu. Pilihan
lainnya fraktur dapat dipertahankan tereduksi dengan fiksator luar.
Kalau fraktur sangat tidak stabil dan sulit dikendalikan, fiksasi inernal
lebih baik dengan plat dan sekrup atau paku intramedula panjang. Pemasangan
plat memerlukan banyak keahlian dan pemasangan pen mempunyai kelemahan
yaitu ujung proksimal pen dapat mengganggu kerja suprasupinatus. Fraktur spiral
menyatu sekitar 6 minggu jenis lainnya dapat memakan waktu 4- 6 minggu lebih
lama.

15
Komplikasi dini yang dapat terjadi pada pasien ini yaitu
a. Cedera saraf dimana terjadi kelumpuhan saraf radialis dan paralisis pada
ekstensor metakarpofalangeal dapat terjadi pada fraktur batang. Pada cedera
tertutup saraf jarang sekali terpisah, jadi tidak perlu tergesa- gesa untuk
melakukan operasi.
b. Cedera pembuluh darah dapat terjadi jika terdapat tanda- tanda insufisiensi
pembuluh darah pada tungkai, kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan.
Angiografi akan memperlihatkan kelainan. Ini merupakan hal yang darurat
dan penaganannya berupa fiksasi internal.
Komplikasi lanjut yang dapat terjadi pada pasien ini
a. Penyatuan yang lambat yang dapat terjadi pada fraktur melintang terutama
kalu tertalu banyak traksi (gips menggantung tidak boleh terlalu berat) atau
kalau pasien belum melatih fleksor dan ekstensor siku secara aktif.
b. Non union dapat terjadi setelahnya. Kombinasi yang berbahaya adalah
penyatuan yang tidak lengkap.

16

You might also like