You are on page 1of 22

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2005).
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding depan perut atau vagina, atau suatu histerotomy untuk melahirkan
janin dari dalam rahim (mochtar,1998). Dikatakan juga seksio sesarea adalah
memindahkan fetus dari uterus melalui insisi yang dibuat dalam dinding abdomen
dan uterus (Long,1996).
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer dkk, 2000).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
Sesuai pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan, sectio caesaria
adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding
abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut
dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan
sehat.http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1913518-sectio-
caesaria/

2.2 Anatomi Fungsional


Anatomi fungsional yang dibahas pada kasus post operasi sectio caesar
terdiri dari anatomi dinding perut dan otot dasar panggul.

3
A. OTOT DINDING PERUT
Dinding perut dibentuk oleh otot-otot perut dimana disebelah atas dibatasi
oleh angulus infrasternalis dan disebelah bawah dibatasi oleh crista iliaca, sulcus
pubicus dan sulcus inguinalis. Otot-otot dinding perut tersebut terdiri dari otot-
otot dinding perut bagian depan, bagian lateral dan bagian belakang.
1. Otot rectus abdominis
Terletak pada permukaan abdomen menutupi linea alba, bagian depan
tertutup vagina dan bagian belakang terletak di atas kartilago costalis 6-8. Origo
pada permukaan anterior kartilago costalis 5-7, processus xyphoideus dan
ligamentum xyphoideum. Serabut menuju tuberculum pubicum dan symphisis
ossis pubis. Insertio pada ramus inferior ossis pubis. Fungsi dari otot ini untuk
flexi trunkus dan mengangkat pelvis.
2. Otot piramidalis
Terletak di bagian tengah di atas symphisis ossis pubis, di depan otot
rectus abdominis. Origo pada bagian anterior ramus superior ossis pubis dan
symphisis ossis pubis. Insertio terletak pada linea alba. Fungsinya untuk
meregangkan linea alba.
3. Otot transversus abdominis
Otot ini berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina
musculi recti abdominis. Origo pada permukaan cartilago costalis 7-12. Insertio
pada fascia lumbodorsalis, labium internum crista iliaca, 2/3 lateral ligamentum
inguinale, berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina musculi
recti abdominis. Fungsi dari otot ini menekan perut, menegangkan dan menarik
dinding perut.
4. Otot obliqus externus abdominis
Letaknya yaitu pada bagian lateral abdomen tepatnya di sebelah inferior
thorax. Origonya yaitu pada permukaan luas costa 5-12 dan insertionya pada
vagina musculi recti abdominis. Fungsi dari otot ini adalah rotasi thorax ke sisi
yang berlawanan.

4
5. Otot obliqus internus abdominis
Otot ini terletak pada anterior dan lateral abdomen, dan tertutup oleh otot
obliqus externus abdominis. Origo terletak pada permukaan posterior fascia
lumbodorsalis, linea intermedia crista iliaca, 2/3 ligamentum inguinale insertio
pada kartilago costalis 8-10 untuk serabut ke arah supero medial. Fungsi dari otot
ini untuk rotasi thorax ke sisi yang sama.

B. OTOT DASAR PANGGUL


Otot dasar panggul terdiri dari diaphragma pelvis dan diaphragma
urogenital. Diaphragma pelvis adalah otot dasar panggul bagian dalam yang
terdiri dari otot levator ani, otot pubococcygeus, iliococcygeus, dan
ischiococcygeus. Sedangkan diaphragma urogenital dibentuk oleh aponeurosis
otot transversus perinei profunda dan sphincter ani externus. Fungsi dari otot-otot
tersebut adalah levator ani untuk menahan rectum dan vagina turun ke bawah, otot
sphincter ani externus diperkuat oleh otot levator ani untuk menutup anus dan otot
pubocavernosus untuk mengecilkan introitus vagina.

2.3. Jenis seksio sesarea


1) Seksio Sesarea Klasik (insisi pada korpus uteri) Menurut Manuaba
(1999)
Seksio sesarea klasik menurut Sanger lebih mudah dimulai dari insisi
segmen bawah rahim, dengan indikasi :
a) Seksio sesarea yang diikuti dengan sterilisasi.
b) Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi
robekan segmen bawah rahim dan perdarahan.
c) Pada janin besar letak lintang.
d) Kepala bayi telah masuk pintu atas pinggul.
e) Grande multipara yang diikuti dengan histerektomi.
Keuntungan operasi seksio sesarea menurut Sanger adalah mudah dilakukan
karena lapangan operasi relatif luas.

5
Jenis ini mempunyai kelebihan:
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa di perpanjang proksimal atau distal

Kerugiannya adalah :
a) Kesembuhan luka operasi relatif sulit.
b) Kemungkinan terjadinya ruptura uteri pada kehamilan berikutnya lebih
besar
c) Kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar.

2) Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda menurut Kehrer


Menurt Keher seksio sesarea dapat dilakukan atas dasar :
a) Indikasi yang berasal dari ibu ( etiologi )
(1) Pada primigravida dengan kelainan letak
(2) Primi para tua disertai kelaiana letak, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi
janin/panggul)
(3) Sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk
(4) Terdapat kesempitan panggul
(5) Plasenta previa terutama pada primigravida
(6) Solusio plasenta
(7) Komplikasi kehamilan yaitu preeklampsi –eklampsia
(8) Setelah operasi plstik vaginal
(9) Gangguan perjalanan persalinan karena kista, mioma uteri, karsinoma serviks,
ruptur uteri
(10) Kehamilan disertai penyakit, seperti penyakit jantung dan diabetes mellitus
(11) Atas permintaan

b) Indikasi yang berasal dari Janin


(1) Gawat janin
(2) Malpresentasi dan malposisi kedudukan janin

6
(3) Prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil
(4) Kegagalan persalinan vakum atau forsep ekstraksi
Keunggulan insisi segmen bawah rahim menurut Kehrer ialah :
a. Segmen bawah rahim lebih tenang
b. Kesembuhan lebih baik
c. Tidak banyak menimbulkan perlekatan
Kerugiannya insisi segmen bawah rahim menurut Kehrer adalah :
a. Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin
b. Terdapat perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan

3) Seksio Sesarea-histerektomi menurut Porro


Operasi seksio sesarea / histerektomi menurut Porro dilakukan secara
histerektomi supravaginali untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin dengan
indikasi :
1. Seksio sesarea disertai infeksi berat
2. Seksio sesarea dengan antonia uteri dan perdarahan
3. Seksio disertai uterus solusio plasenta
4. Seksio yang disertai tumor pada otot rahim.
5. Seksio Sesarea Ekstraperitoneal
Operasi tipe ini tidak dikerjakan lagi karena perkembangan antibiotik dan
untuk menghindarkan kemungkinan infeksi yang dapat ditimbulkannya. Tujuan
dari seksio sesarea ekstrakperitoneal adalah menghindari kontaminasi kavum uteri
oleh infeksi yang terdapat diluar uterus.

4) Seksio Sesarea Vaginal.


Menurut Suci (2007) indikasi untuk dilakukan seksio sesarea adalah :
1) Panggul sempit absolute
2) Adanya hambatan dalam jalan lahir, misalnya : tumor pada jalan lahir,
mioma serviks, kista ovarium
3) Plasenta previa yaitu ari-ari yang menutupi jalan lahir, dimana normalnya
terletak di dinding rahim.

7
4) Disporposi sefalo pelvik (cephalo pelvik disporpotion / CPD) yaitu
ketidaksesuaian antara ukuran panggul ibu dengan kepala bayi, dimana
ukuran panggul ibu lebih kecil dibanding kepala bayi.
5) Gawat janin, dimana karena hal-hal tertentu terjadi penurunan kondisi
umum bayi hingga ke keadaan darurat janin.
6) Ruptur uteri
7) Ibu hamil dengan penyakit tertentu. misalnya : hipertensi, herpes genital,
atau HIV-AIDS.
8) Letak bayi melintang atau sungsang.
9) Proses persalinan normal berlangsung lama sehingga terjadi kelelahan
persalinan atau terjadi kegagalan persalinan normal (dystosia).
10) Punya riwayat sectio caesar sebelumnya, yang sesuai dengan indikasi medis.

8
2.4. Patofisiologi Seksio Sesarea

Ibu : WOC (Web of Causation)


Panggul sempit absolute
Janin :
Tumor-tumor jalan lahir
Letak janin yang tidak
Stenosis serviks bisa dikoreksi
Disproporsi sefalopelvis Presentasi bokong
Rupture uteri membakat (kadang-kadang)

Diabetes (kadang-kadang) Penyakit kongenital


exeritroblastosis
Riwayat observasi yang jelek
Gawat janin
Riwayat dasar klasik

Infeksi herpes virus tipe II MK :


Kurang
SECTIO pengetahuan
Cemas

Persalinan
komplikasi
normal

Kala II berjalan
Ibu : lancar
Janin
Infeksi

Perdarahan Bayi lahir dengan


Kematian
TTV normal
Luka kandung kemih

MK :

Risiko tinggi penyebaran


infeksi

Risiko cedera pada ibu

Risiko kerusakan integritas

9
2.5. Indikasi Seksio Sesarea
Menurut Kasdu (2003) indikasi seksio sesarea di bagi menjadi dua factor :
A. Faktor Janin
1) Bayi terlalu besar
Berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi sulit keluar dari
jalan lahir
2) Kelainan letak bayi
Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sungsang dan lintang
3) Ancaman gawat janin (Fetal Distres)
Gangguan pada janin melalui tali pusat akibat ibu menderita hipertensi atau
kejang rahim. Gangguan pada bayi juga diketahui adanya mekonium dalam
air ketuban. Apabila proses persalinan sulit melalui vagina maka dilakukan
operasi seksio sesarea.
4) Janin abnormal
Janin abnormal misalnya kerusakan genetic dan hidrosephalus
5) Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat
pada ibu dan janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi bila
itu plasenta previa dan solutio plasenta
6) Kelainan tali pusat
Ada dua kelainan tali pusat yang bias terjadi yaitu prolaps tali pusat dan
terlilit tali pusat
7) Multiple pregnancy
Tidak selamanya bayi kembar dilaksanakan secara operasi. Persalinan kembar
memiliki resiko terjadinya komplikasi misalnya lahir premature sering terjadi
preeklamsi pada ibu. Bayi kembar dapat juga terjadi sungsang atau letak
lintang. Oleh karena itu pada persalinan kembar dianjurkan dirumah sakit,
kemungkinan dilakukan tindakan operasi.

10
B. Faktor Ibu
1) Usia
Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40
tahun ke atas. Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang beresiko
misalnya hipertensi jantung, kencing manis dan eklamsia.
2) Tulang Panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin.
3) Persalinan sebelumnya dengan operasi
4) Faktor hambatan jalan lahir
Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma. Keadaan ini
menyebabkan persalinan terhambat atau tidak maju adalah distosia
5) Ketuban pecah dini
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar 60-70% bayi yang mengalami
ketuban pecah dini akan lahir sendiri 2×24 jam. Apabila bayi tidak lahir lewat
waktu, barulah dokter akan melakukan tindakan operasi seksio sesarea.

Alasan-alasan kelahiran cesarea dalam 5 kategori:


1. Distosia (33,4%)
2. Bekas section-cesarea (23,1%)
3. Letak sungsang (18,8%)
4. Gawat janin (13,2%)
5. Indikasi lain (11,2%)

Apapun indikasinya, peningkatan frekuensi sectio-cesarea diikuti dengan


penurunan absolute pada kematian perinatal. Walaupun memang peningkatan
frekuensi section-cesarea berperan dalam menurunkan kematian perinatal,
namun banyak factor lain yang berperan misalnya, membaiknya perawatan
antenatal, pemantauan denyut jantung secara elektronis dan kemajuan-
kemajuan perawat neonatal seecara ringkas. O’Driscoll dkk menyebutkan
keberhasilan mereka untuk lebih agresif menangani distosia dengan tetesan

11
infus oksitosin pada nullipara dimana uterusnya mereka annggap “kebal
terhadap rupture kecuali akibat manipulasi”. Member kesempatan “trial of
labor” pada penderita bekas section-cesarea transversa profunda dimana
terbukti 60% berhasil dan trial of labor pada letak langsung.
Ancaman pada wanita yang mengalami section-cesarea adalah anesthesia,
sepsis berat dan tromboemboli. Namun perlu ditekankan bahwa pneumoni
aspirasi yang sebelumnya merupakan penyebab utama kematian pada sectio-
cesarea di Parkland Memorial Hospital, telah dapat dicegah sempurna setelah
secara rutin diminumkan 30 ml susu magnesia segera sebelum induksi
anastesi. Penyebab umum morbiditas pada kelahiran cesarean yaitu infeksi,
perdarahan, dan perlukaan saluran kencing. Section-cesarea bukan jaminan
terhadap perlukaan janin. Sebagai contoh kepala janin premature sungsang
terjepitdalam insisi uterus melintang yang kecil yang tidak cukup luas untuk
melahirkan karena salah perkiraan. Kesalahan demikian dapat mengakibatkan
perlukaan pada otak atau sum sum tulang belakang janin dan dapat pula
mengakibatkan perluasan insisi uterus ke pembuluh darah atau segmen bawah
uterus atau keduanya. Janin dapat pula terluka pada saat insisi uterus. Perlu
ditekankan bahwa morbilitas perinatal menurun secara dramatis dengan
penggunaan secti-cesarea pada letak sungsang, letak lintang dan plasenta
previa. Meskipun distress pernapasan dikatakan lebih tinggi pada section-
cesarea berulang daripada kelahiran pervaginam namun mungkin tidak
dapatkan perbedaan yang bermakna bila umur kehamilan sama dan hipoksia
serta asidosis dapat dicegah.

2.6. Kontra Indikasi Seksio Sesarea


Pada umumnya Seksio sesarea tidak dilakukan pada janin mati, syok,
anemia berat sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (Wiknjosastro, 2005).

12
2.7. Prognosis Operasi Sectio Caesarea
Pada Ibu
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa
sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi,
penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik
dan oleh tenaga – tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.
Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan
sectio caesaria. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal
dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara
4 hingga 7 %. (Sarwono, 1999).

2.8. Pemeriksaan Diagnostik


a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial
d. Elektrolit
e. Hemoglobin/Hematokrit
f. Golongan darah
g. Urinalisis
h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
i. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
j. Ultrasound sesuai pesanan
(Tucker, Susan Martin, 1998)

13
2.9. Perawatan pascapartum
Perawatan wanita setelah melahirkan secara sesarea merupakan kombinasi
antara asuhan keperawatan bedah dan maternitas. Setelah pembedahan selesai, ibu
akan dipindahkan ke area pemulihan. Pengkajian keperawatan segera setelah
melahirkan meliputi pemulihan dari efek anastesi, status pasca operasi dan pasca-
melahirkan, dan derajat nyeri. Kepatenan jalan nafas dipertahankan dan posisi
diatur untuk mencegah kemungkinan aspirasi. Tanda-tanda vital diukur selama 15
menit selama 1 sampai 2 jam atau sampai wanita itu stabil. Kondisi balutan insisi,
fundus, dan jumlah lokhea dikaji, demikian pula masukan dan haluaran.
Membantu mengubah posisi dan melakukan nafas dalam serta obat-obatan
mengatasi nyeri dapat diberikan.
Perawatan sehari-hari meliputi perawatan perineum, perawatan payudara,
dan perawatan higienis rutin. Perawat mengkaji tanda-tanda vital, insisi, fundus
uterus, dan Lokhea. Bunyi nafas, bising usus, tanda homans, dan eliminasi urine
serta defekasi juga dikaji (Bobak, 2004).
Rencana pulang terdiri dari informasi tentang diet, latihan fisik, pembatasan
aktifitas, perawatan payudara, aktivitas seksual, dan kontrasepsi, medikasi dan
tanda-tanda komplikasi. Serta perawatan bayi.

2.10. Komplikasi Seksio Sesarea


Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janinnya.
Dapat terjadi aspirasi, emboli pulmoner, infeksi luka, tromboflebitis, perdarahan,
infeksi saluran kemih, cedera pada kandung kemih atau usus. Resiko janin lahir
prematur jika usia gestasi tidak dikaji dengan akurat dan resiko cidera janin dapat
terjadi selama pembedahan.
Menurut Mochtar (1998), komplikasi seksio sesarea sebagai berikut :
1. Infeksi peurperal (nifas)\
Kenaikan suhu beberapa hari merupakan infeksi ringan, kenaikan suhu yang
disertai dehidrasi serta perut kembung termasuk infeksi sedang. Sedangkan
peritonitis, sepsis serta ileus paralitik merupakan infeksi berat

14
2. Perdarahan dapat disebabkan karena pembuluh darah banyak yang
terputus
atau dapat juga karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan terluka kandung kemih bila
repertonial terlalu tinggi
4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang

2.11. Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan adalah suatu pendekatan untuk pemecahan masalah
yang memampukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan
keperawatan (Potter & Perry, 2005).
Kerangka kerja proses keperawatan mencakup langkah pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan (termasuk identifikasi hasil yang
diperkirakan), implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan
komunikasi data tentang klien (Potter & Perry, 2005).
Adapun hasil pengkajian yang ditemukan pada klien dengan Seksio Sesarea
berdasarkan rencana keperawatan maternal/bayi (Doenges & Moorhouse, 2001)
yaitu :
a. Pengkajian dasar data klien
Tinjau ulang catatan pranatal dan intraoperatif dan adanya indikasi untuk
kelahiran sesarea
b. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
c. Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan,
marah atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah
terima peran dalam pengalaman kelahiran. Mungkin mengekspresikan ketidak
mampuan untuk menghadapi situasi baru.

15
d. Eliminasi
Kateter urinarius mungkin terpasang, urine jernih pucat dan bising usus tidak
ada, samar atau jelas.
e. Makan atau cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
f. Neorosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi spinal epidural.
g. Nyeri/ketidanyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyaman dari berbagai sumber misalnya trauma
bedah, insisi dan nyeri penyerta, distensi kandung kemih-abdomen, efek-efek
anestesi. Mulut mungkin kering.
h. Pernapasan
Bunyi paru jelas dan vesikular.
i. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur
parenteral, bila digunakan paten dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri
tekan.
j. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhia sedang dan
bebas bekuan berlebihan/banyak.
k. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht) : mengkaji perubahan
dari kadar praoperasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan. Urinalisis : kultur urin, darah, vaginal, dan lokhia.

2. Diagnosis Keperawatan

1. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai prosedur pembedahan,


harapan, regimen pasca-operasi yang berhubungan dengan kurang
pemahaman tidak mengenal informasi, kesalahan interpretasi.

16
2. Ansietas yang berhubungan dengan kritis situasi, ancaman konsep diri,
ancaman yang dirasakan/aktual dari kesejahteraan maternal dan janin
transmisi interpersonal.

3. Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi yang berhubungan dengan


kegagalan yang dirasakan pada kejadian hidup.

4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan interaksi interpersonal,


persepsi terhadap aturan yang berhubungan dengan penyakit keputusan
gaya hidup.

5. Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi yang berhubungan dengan


peningkatan/kontraksi otot lebih lam, reaksi psikologi.

6. Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi yang berhubungan dengan


prosedur infasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan Hb.

7. Risiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas pada janin yang


berhubungan dengan perubahan aliran darah ke plasenta dan/atau melalui
tali pusat.

8. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan


prosedur invasif, insisi bedah.

Intervensi Keperawatan

1. Diagnosis 1 : Ansietas yang berhubungan dengan kritis situasi,


ancaman konsep diri, ancaman yang dirasakan/aktual dari
kesejahteraan maternal dan janin transmisi interpersonal.

Tujuan: ansietas pada ibu dapat teratasi.

Kriteria hasil:

a. Mengungkapkan rasa takut pada keselamatan ibu dan janin.

17
b. Mendiskusikan perasaan tentan kelahiran caesarea.

c. Klien tampak benar-benar rileks.

d. Menggunakan sumber/sistem pendukung dengan efektif.

Intervensi Rasional

a. Kaji respons psikologi a. Makin ibu merasakan ancaman,


pada kejadian dan makin besar tingkat ansietas.
ketersediaan sistem
pendukung

b. Pastikan apakah prosedur b. Pada kelahiran caesarea yang tidak


direncanakan atau tidak direncanakan, ibu dan pasangan
direncanakan. biasanya tidak mempunyai waktu
untuk persiapan psikologi atau
fisiologi.

c. Tetap bersama ibu, dan c. Membantu membatasi transmisi


tetpa bicara perlahan, ansietas interpersonal dan
tunjukkanempati. mendemonstrasakan perhatian
terhadap ibu/pasangan.

d. Beri penguatan aspek d. Memfokuskan pada kemungkinan


positif dari ibu dan kondisi kenerhasilan akhir dan membantu
janin. membawa ancaman yang
dirasakan/aktual ke dalam perspektif.

e. Anjurkan ibu pasangan e. Membantu mengidentfikasikan dan


mengungkapkan atau memberikan kesempatan untuk
mengekspresikan mengatasi perasaan ambivalen atau
perasaan. berduka. Ibu dapat merasakan
ancama emosional pada harga
dirinya karena perasaannya bahwa ia

18
telah gagal, wanita yang lemah.

f. Dukung atau arahkan f. Mendukung mekanisme koping


kembali mekenisme dasar dan otomatis meningkatkan
koping yang kepercayaan diri serta penerimaan
diekspresikan. dan menurunkan ansietas.

g. Berikan masa privasi g. Memungkinkan kesempatan bagi ibu


terhadap rangsangan untuk memperoloh informasi,
lingkungan seperti jumlah menyusun sumber-sumber, dan
orang yang ada sesuai mengatasi cemas dengan efektif.
keinginan ibu.

2. Diagnosis 2 : Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi yang


berhubungan dengan prosedur infasif, pecah ketuban, kerusakan kulit,
penurunan Hb.

Tujuan: infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil:

a. Klien bebas dari infeksi.

b. Pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi.

Intervensi Rasional

Mandiri

a. Tinjau ulang kondisi a. Kondisi dasar ibu: seperti DM dan


faktor risiko yang ada hemoragi menimbulkan potensial
sebelumnya risiko infeksi atau penyembuhan
luka yang buruk. Adanya proses
infeksi dapat meningkatkan risiko

19
kontaminasi janin.

b. Kaji terhadap tanda dan b. Pecah ketuban terjadi 24 jam


gejala infeksi (misalnya sebelum pembedahan dapat
peningkatan suhu, nadi, mengakibatkan koroamnionitis
jumlah sel darah putih, sebelum intervensi bedah dan dapat
atau bau/warna sekret mengubah penyembuhan luka.
vagina.

c. Berikan perawatan c. Membantu risiko infeksi asenden.


perineal sedikitnya setiap
4 jam bila ketuban telah
pecah.

Kolaborasi

d. Lakukan persiapan kulit d. Menurunkan risiko kontaminan


praoperatif, scrub sesuai kulit memasuki insisi, menurunkan
protokol risiko infeksi pasca-operasi.

e. Dapatkan kultur darah e. Mengidentifikasi prganisme yang


vagna dan plasenta sesuai menginfeksi dan tingkat
indikasi. keterlibatan.

f. Catat Hb dan Ht catat f. Risiko infeksi pasca melahirkan


perkiraan kehilangan serta penyembuhan lebih lama bila
darah selama prosedur kadar Gb rendah dan kehilangan
pembedahan. darah berlebihan.

g. Berikan antibiotik g. Antibiotik profilatik dapat


spektrum luas parenteral dipesankan untuk menvegah
pada pra-operasi. terjadinya proses infeksi sebagai
pengobatan pada infeksi yang
teridentifikasi.

20
4. Implementasi
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan (Potter & Perry, 2005).
Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap :
a. Mengkaji ulang klien, fase pengkajian ulang terhadap komponen implementasi
memberikan mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah tindakan
keperawatan yang diusulkan masih sesuai.
b. Menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, meskipun rencana
asuhan keperawatan telah dikembangkan sesuai diagnosa keperawatan yang
terindetisikasi selama pengkajian, perubahan dalam status klien mungkin
mengharuskan modifikasi asuhan keperawatan yang telah direncanakan.
c. Mengidentifikasi area bantuan, sebelum mengimplementasikan asuhan,
perawat mengevaluasi rencana untuk menentukan kebutuhan bantuan dan tipe
yang dibutuhkan.
d. Mengimplementasikan intervensi keperawatan, praktik keperawatan terdiri atas
keterampilan kognitif, interpersonal, dan psikomotor (teknis). Setiap
keterampilan diperlukan untuk mengimplementasikan intervensi.
e. Mengkomunikasikan intervensi, intervensi keperawatan di tulis atau
dikomunikasikan secara verbal. Ketika dituliskan, intervensi keperawatan
dipadukan kedalam rencana asuhan keperawatan dan catatan medis klien.
Setelah intervensi diterapkan, respons klien terhadap pengobatan dicatatkan
pada lembar yang catatan yang sesuai.
Beberapa hal yang dapat dilakukan pada pasien dengan post seksio sesarea
adalah memberikan kesempatan untuk ayah/pasangan untuk menyentuh dan
menggendong bayi dan bantu dalam perawatan bayi sesuai kemungkinan situasi,
tentukan karateristik dan lokasi ketidaknyamanan, dorong keberadaan atau
partisifasi dari pasangan, perhatikan isyarat verbal dan non-verbal seperti
meringis, kaku dan gerakan melindungi atau terbatas, tentukan respon emosional
klien/pasangan terhadap kelahiran seksio, kaji suhu, nadi, dan jumlah sel darah

21
putih, palpasi abdomen dan perhatikan distensi atau ketidak nyamanan ,
perhatikan status psikologis dan respon terhadap kelahiran seksio sesarea serta
peran menjadi ibu, memerikan cairan per oral 6-8 gelas per hari, bila tepat,kaji
status psikologis klien.

5. Evaluasi
Evaluasi respons klien terhadap asuhan yang diberikan dan pencapaian hasil
yang diharapkan (yang dikembangkan dalam fase perencanaan dan
didokumentasikan dalam rencana keperawatan) adalah tahap akhir dari proses
keperawatan (Doenges & Moorhouse, 2001).
Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan
yaitu :
a. Evaluasi proses atau formatif : fokus tipe evaluasi adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Sistem
penulisan pada tahap evaluasi ini bias menggunakan sistem “SOAP” atau
model dokumentasi lainnya.
b. Evaluasi hasil (sumatif) : fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau
status kesehatan pasien pada akhir tindakan keperawatan. Adapun metode
pelaksanaan evaluasi sumatif terdiri dari interview akhir pelayanan,
pertemuan akhir pelayanan, dan pertanyaan kepada pasien dan keluarga.
Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien seksio sesarea adalah,
perubahan proses keluarga, nyeri/ketidak nyamanan hilang atau berkurang,
ansietas tidak ada atau teratas, tidak terjadi harga diri, rendah situasional, cedera
tidak terjadi, infeksi tidak ada, kostipasi teratasi, paham terhadap perubahan
fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi, pola
eliminasi urine normal, perawatan diri terpenuhi.

6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi didefiniskan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak
yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang

22
berwenang (Potter & Perry, 2005). Semua catatan secara mendasar mengandung
informasi berikut :
a. Identifikasi klien dan data demografi klien
b. Surat izin untuk pengobatan dan prosedur
c. Riwayat keperawatan saat masuk
d. Diagnosa keperawatan atau masalah keperawatan
e. Rencana asuhan keperawatan atau multidisiplin
f. Catatan tentang tindakan asuhan keperawatan dan evaluasi keperawatan
g. Riwayat medis
h. Diagnosa medis
i. Pesananan terapeutik
j. Catatan perkembangan medis dan disiplin kesehatan
k. Laporan tentang pemeriksaan fisik
l. Laporan tentang pemeriksaan diagnostik
m. Ringkasan tentang prosedur operatif
n. Rencana pemulangan dan ringkasan tentang pemulangan.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

24

You might also like