You are on page 1of 5

SOAL UJIAN SOSIOLOGI (sem 2)

1. Jelaskan pandangan aliran structural fungsional, berikan 3 contoh yang menunjukkan bukti
dianutnya aliran tersebut dlm pelaksanaan pendidikan formal di Indonesia .
2. Konsep pendidikan Multikultural sbagai suatu inovasi bidang pendidikan di Ind. Kiranya
saat ini sangat penting utk dikembangkan dan di sosialisasikan. Bagaimana pendapt anda ?
jelaskan !
3. Pendidikan merupakan pusat perubahan social. Setujukah anda dengan pendapat
tersebut? Mengapa
4. Pendidikan keluarga merupakan tempat awal proses social nilai dan kluckhon
menampilkan tentang lima dasar orientasi nilai budaya. Jelaskan bagaimana sos nilai yang
dilakukan oleh masyarakat berkaitan hub manusia dg alam (MA)

JAWAB:
1. Pandangan aliran structural fungsional adalah:

PDF] pendidikan menurut perspektif struktural


fungsional menurut tokoh sosiologi
umm blog article 35.pdf
 
File Name : umm blog article 35.pdf
Filesize :
Header : peran ilmu sosiologi dalam pendidikan
Content-Type : PDF Adobe Acrobat
Search Result : dalam pendidikanlah para tokoh sosiologi memberikan apa yang mungkin
Sedangkan menurut Munib (2007:58) pendidikan tidak berjalan dengan vakum
dan yang telah bertahan cukup lama adalah teori �Struktural Fungsional�
dan teori dalam pendidikanlah para tokoh sosiologi memberikan apa yang
mungkin Sedangkan menurut Munib (2007:58) pendidikan tidak berjalan dengan
vakum dan yang telah bertahan cukup lama adalah teori �Struktural
Fungsional� dan teori Dari pemikiran beberapa tokoh sosiologi tersebut,
nampak jelas bahwa studi struktural fungsional. Perspektif ini mempunyai
pandangan bahwa masyarakat Perspektif fingsional struktural mempunyai
beberapa asumsi dasar menurut. ekonomi seperti kemakmuran, industrialisasi,
urbanisasi dan pendidikan. Jenis Berkas: PDF/Adobe Acrobat - Versi HTMLSalah
satu aspek penting dan perspektif struktural-fungsional adalah bahwa .TOKOH-
TOKOH AHLI STRUKTURAL FUNGSIONAL. Auguste Comte (1798 -1857) teon
sosiolog; menurut Comte adalah sebagai benkut : a. Menurut Comte .. o Alat-alat
dan lembaga-Iembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga Tokoh
ketiga yaitu Durkheim, yang menolak anggapan Spencer tentang kontrak individu
sebagai basis yang . paradigma fakta sosial atau perspektif teori Sosiologi Makro.
dalam perspektif teori Struktural fungsional dalam konteks paradigma Menurut
teori ini, arus migrasi tenaga kerja dari suatu negara Dari kedua pernyataan ilmiah
para tokoh sosiologi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan sekolah
yang mewar- Menurut Silverman (1970) proses sosialisasi di Berdasarkan struktur
organisasi yang terbentuk, guru bertugas Perempuan dalam Perspektif Dua Aliran
Besar Sosiologi. Membicarakan perempuan dalam konsep Pertama adalah aliran
struktural fungsional. Menurut aliran ini proses struktural.Tokoh utama teori ini
adalah Ralp Dahrendorf. Tokoh yang oleh banyak pihak dianggap sebagai Bapak
Sosiologi adalah Auguste Comte, . Bandingkan dengan pendidikan agama atau
pendidikan moral. ..Menurut para penganut teori fungsionalisme struktural,
meskipun di dalam masyarakat Jenis Berkas: PDF/Adobe Acrobatdari pergeseran
filsafat pembelajaran sejarah tersebut, menurut Hasan (1999: 9), Robinson,
seorang sejarawan Amerika Serikat yang merupakan tokoh Sejarah ..perspektif
global melalui pendidikan sejarah global, agar siswa memiliki Fungsionalisme
Struktural Parsons (1962: 227) dan Teori Konflik Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Bahasa,. Sastra Indonesia, dan Daerah .. masyarakat,
misalnya, dipelajari oleh cabang kajian sosiologi sastra, konflik batin menurut
Hardjana (1994: 23) adalah terganggunya hubungan . menggunakan beberapa
perspektif teori yaitu teori struktural, teori Jenis Berkas: PDF/Adobe Acrobatoleh R
Agusyanto - Artikel terkaitstruktural-fungsional. Berdasarkan hal ini, jika ingin
mempelajari teori-teori . terhadap pendidikan. Pada perkembangan selanjutnya dia
dikenal sebagai . Struktur sosial, menurut Radcliffe Brown adalah keseluruhan dari
studi tentang organisasi juga dilakukan oleh para ahli sosiologi dan disusul

Berteori Dengan Teori Fungsional Struktural

Sebagaimana telah kita ketahui mengenai sejarah sosiologi, maka sosiologi muncul setelah
terjadi ancaman terhadap dunia yang dianggap nyata, sosiologi muncul setelah terjadi
perubahan mendasar dan berjangka di Eropa seperti industrialisasi, urbanisasi, rasionalisasi.
Untuk menjelaskan proses-proses tersebut para ahli sosiologi berteori.

Apakah yang dimaksud dengan teori? Melalui kegiatan berteori, menurut Tunner,
seorang ilmuwan dapat menjelaskan mengapa peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Suatu
perumusan lain ditawarkan oleh Kornblum. Dalam perumusan Kornblum yang ditekankan
ialah penjelasan sebab terjadinya suatu gejala yang diamati.

Dalam proses pencarian sebab ini, para ilmuwan membedakan antara dan faktor yang harus
dijelaskan [explanandum] dan faktor penyebab [explanans]. Dalam analisa data kuantitatif
kitapun mengenal pembedaan antara konsep variable tergantung [dependent variable] yang
merupakan faktor yang harus dijelaskan, dan variabel bebas [independent variable] yang
merupakan faktor penyebab.

Disamping penjelasan kausal dikenal pula bentuk penjelasan lain. Durkheim [1965],
misalnya, membedakan dua macam penjelasan: penjelasan fungsional, yang terdiri dari
pencarian fungsi suatu fakta sosial, dan penjelasan kausal, yang mencari sebab-sebab
terjadinya fakta sosial.

Pengertian Teori Fungsional

Functionalism-fungsionalisme: Berasal dari bahasa Latin funger = saya laksanakan.


Merupakan aliran psikologi yang timbul di Amerika Serikat, dengan tokoh-tokohnya:
William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), James Rowland Angell (1869-
1949). Aliran ini menganggap proses mental yang berupa cerapan indra, emosi, pemikiran
sebagai fungsi dari organisme biologis dalam penyesuaiannya terhadap lingkungan serta
pengendalian lingkungannya. Timbulnya Fungsionalisme sebagai reaksi terhadap psikologi
struktural yang berpendirian bahwa tugas psikologi adalah mengadakan analisis dan
memberikan deskripsi terhadap kesadaran.[1]

Function (bhs. Latin, Functio, performansi, eksekusi, fungsi).

1. Aktifitas Lazim (wajar, normal, karakteristik) dari sesuatu dalam sebuah sistem.

2. Kekuatan atau fakultas tindakan dalam cara tertentu yang unik bagi suatu kelompok.

3. Operasi konseptual dari himpunan-himpunan teratur yang saling berhubungan dan


emmiliki korespondensi atau ketergantungan satu sama lain.[2]
[1] Ali Mudhafir, Kamus Teori dan Aliran Dalam Filsafat, Yogyakarta: Liberty, 1988, 31.

[2] Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995, 128

Read more: http://kafeilmu.com/2011/01/berteori-dengan-teori-fungsional-


struktural.html#ixzz1NPfegoFK

Pendidikan Multikultural dan Implikasinya


Posted on September 6th, 2009 A. Effendi Sanusi No comments
Oleh: A. Effendi Sanusi
 
Kondisi masyarakat yang plural, baik dari segi budaya, ras, agama, dan status sosial
memungkinkan terjadinya benturan antarbudaya, antarras, etnik, agama, dan nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat. Untuk itu, dipandang perlu memberikan
porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan agar peserta didik
memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial
yang berakar pada perbedaan suku, ras, agama, dan tata nilai yang terjadi pada
lingkungan masyarakat. Hal ini dapat diimplementasikan baik pada substansi
maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman
budaya.
 
Pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep muncul karena ada interes politik,
sosial, ekonomi, dan intelektual yang mendorong. Wacana pendidikan
multikultural pada awalnya muncul di Amerika karena punya akar sejarah dengan
gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri
tersebut. Banyak pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial orang
Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami
praktik diskriminasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi
pada tahun 1960-an. Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena
bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan.
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-
lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan
semakin gencar dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh, dan orang tua.
Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan
pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari
konseptualisasi pendidikan multikultural.
 
Tahun 1980-an dianggap sebagai kemunculan lembaga sekolah yang berlandaskan
pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan aktivis pendidikan
progresif. James Bank adalah salah seorang pioner dari pendidikan multikultural.
Dia yang membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan
pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana di
antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang
memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam
kerangka kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan
menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan sosial.
 
Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanic, warga
pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan pendidikan
serta didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk memberikan
solusi terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas
di sekolah menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat
populer pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural
menjadi slogan yang sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep
ini diterima sebagai strategi penting dalam mengembangkan toleransi dan
sensitivitas terhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yang beraneka
macam di negara ini.
 
Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana
direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di
antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan
kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam
kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta
mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama
dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan
mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang
memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan
masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan
menyelesaikan konflik secara damai tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan
hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam pikiran peserta
didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh
kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara.
 
Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar ke kawasan di
luar Amerika Serikat, khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis,
ras, agama, dan budaya. Sekarang, pendidikan multikultural secara umum
mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman
budaya, penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk
hidup dalam masyarakat pluralistik.
 
Paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun
kohesifitas, soliditas, dan intimitas di antara keragaman etnik, ras, agama, budaya,
dan kebutuhan. Lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah,
akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk
menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama
dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai dengan
harapan, seyogianya kita mau menerima jika pendidikan multikultural
disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan serta ditetapkan
sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang, baik di lembaga
pendidikan pemerintah maupun swasta. Paradigma pendidikan multikultural
secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi
HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
 
Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat
diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga dapat
dimplementasikan melalui pendidikan nonformal. Dalam pendidikan formal,
pendidikan multikultural tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi
tersendiri, tetapi dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada melalui
bahan ajar atau model pembelajaran. Di perguruan tinggi misalnya, dari segi
substansi, pendidikan multikultural dapat diintegrasikan misalnya melalui mata
kuliah umum, seperti kewarganegaraan, agama, dan bahasa. Pada tingkat SD,
SLTP, atau sekolah menengah, pendidikan multikultural dapat diintegrasikan
dalam bahan ajar seperti agama, sosiologi, dan antropologi, dan dapat melalui
model pembelajaran, seperti diskusi kelompok atau kegiatan ekstrakurikuler.
Dalam pendidikan nonformal, pendidikan multikultural dapat disosialisasikan
melalui pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang responsif
multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan, baik
ras, suku, maupun agama antaranggota masyarakat.
 
 
Referensi:
Banks, J. 1993. Multicultural Education: Historical Development, Dimension, and
Practice. Review of Research in Education.
 
Cunningham, William G. dan Paula A. Cordeiro. 2003. Educational Leadership A
Problem-Based Approach: Second Edition. United States of America: Tara Whorf.

You might also like