You are on page 1of 10

Makalah Manusia dan Penderitaan

MANUSIA DAN PENDERITAAN


MAKALAH

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Ilmu Budaya Dasar

Oleh :

Muhammad Ibrahim Sahupala

08 3522 086

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI

YPPT PRIATIM TASIKMALAYA


2010

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Manusia dan Penderitaan”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi
Besar kita yakni Nabi Muhammad SAW. Kepda keluarganya, sahabatnya, tabi’in
tabi’atnya, dan umat yang senantiasa taat kepadanya hingga akhir zaman. Amin.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Budaya
Dasar. Dalam makalah ini akan dibahas tentang hakikat manusia serta tanggung jawab
yang diembannya.

Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan manusia


bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu
juga menentukan berat-tidaknya Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap
penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat
pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai
langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.

“Tak ada gading yang tak retak”. Penulis sadar masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah ini dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar penulis
dapat memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah
selanjutnya.Terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya
bagi penulis.
Tasikmalaya, Januari 2010

Penulis,

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk cipataan Tuhan yang paling mulia. Kemuliaan itu
dikarenakan manusia dianugerahi akal dan pikiran untuk membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk untuk kehidupannya. Walaupun dalam kenyataannya banyak
manusia yang tidak menggunakan akal pikirannya sehingga ia salah arah yang akhirnya
merusak dirinya sendiri.

Dalam kehidupannya, manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi membutuhkan


orang lain. Itulah mengapa sebabnya manusia disebut sebagai makhluk sosial. Disadari
atau tidak, setiap manusia saling membutuhkan satu sama lain. Tidak ada seorangpun
manusia di bumi ini yang dapat hidup seorang diri. Kemandirian bukan berarti bisa hidup
sendiri tanpa orang lain, melainkan kita dapat mengerjakan sesuatu sendiri tanpa
menyusahkan orang lain.

Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan manusia


bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu
juga menentukan berat-tidaknya Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap
penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat
pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai
langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
Akibat dari penderitaan itu ada yang mengambil hikmah dari semua penderitaan
yang telah dia alami dan ada juga yang tidak seperti itu, mudah-mudahan semua manusia
bisa mengambil hikmah dari penderitaan yang mereka alami.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun masalah – masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain :

1. Apa hakekat manusia itu ?

2. Apa yang dimaksud dengan penderitaan ?

3. Apa saja sumber-sumber penderitaan itu ?

1.3. Tujuan Makalah

Dari rumusan masalah yang telah dirumuskan oleh penulis diatas, makalah ini
disususn dengan tujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan :

1. Hakikat manusia.

2. Definisi penderitaan.

3. Sumber penderitaan.

1.4. Kegunaan Makalah

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis
maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengetahuan agar
biasa menyikapi positif dalam penderitaan yang dialami dalam hidup ini. Secara praktis
makalah ini diharapkan bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

1.5. Prosedur Makalah

Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode yang


digunakan adalah metode deskriptif.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Hakekat Manusia


Manusia adalah mahluk Allah yang sempurna dan mulia dibandingkan mahluk Allah
lainnya karna manusia dibekali akal ghorizi untuk berpikir dan juga manusia diberi tugas
dan peran di muka bumi ini.

Manusia mempunyai dua kedudukan dan tugas. tugas pertama


adalah sebagai abdullah, yang artinya adalah sebagai hamba Allah.
Sebagai hamba Allah maka manusia harus menuruti kemauan Allah
yaitu beribadah karna beribadah adalah menuruti segala perintah, dan
tidak boleh membangkang pada-Nya. Tugas kedua manusia adalah
sebagai Kalifatullah. Jika tugas manusia adalah sebagai seorang
pemimpin, tentu ia harus dapat membangun dunia ini dengan sinergis,
dapat melakukan perbaikan-perbaikan, baik antara dirinya dengan
alam, maupun antar sesama itu sendiri.

Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin


untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. (http://www.wikipedia.com)

Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah dengan


mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan
Sualalah.

Firman Allah itu iyalah dalam Qur’an Surat Nuh, 71 ayat 17-18 :

Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia
mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada
hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. (QS. Nuh, 71 : 17-18)

Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-
macam unsure kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses
selanjutnya, al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini,
prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang
mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses
penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.

Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah,
alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang
memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia
yang telah diberikan Allah Swt.

2.2. Penderitaan

Penderitaan berasal dari kata derita, kata derita berasal dari bahasa Sanskerta “dhara”
artinya menahan, menanggung. Derita berarti menanggung atau merasakan sesuatu yang
tidak menyenangkan. Penderitaan itu ialah keluh kesah, kesengsaraan, kelaparan,
kekenyangan, kepanasan, dan lain-lain.

Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan manusia


bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu
juga menentukan berat-tidaknya Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap
penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat
pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai
langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.

Akibat penderitaan yang bermacam-macam. Ada yang mendapat hikmah besar


dari suatu penderitaan, ada pula yang menyebabkan kegelapan dalam hidupnya. Oleh
karena itu, penderitaan belum tentu tidak bermanfaat. Penderitaan juga dapat ‘menular’
dari seseorang kepada orang lain, apalagi kalau yang ditulari itu masih sanak saudara.

Mengenai penderitaan yang dapat memberikan hikmah, contoh yang gamblang


dapat dapat dicatat disini adalah tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme. Misalnya
Kierkegaard (1813-1855), seorang filsuf Denmark, sebelum menjadi seorang filsuf besar,
masa kecilnya penuh penderitaan. Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli
karena ayahnya yang pernah mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan
badan sebelum menikah dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota
keluarganya, termaksud ibunya, selama dua tahun berturut-turut. Peristiwa ini
menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi Soren Kierkegaard, dan ia menafsirkan
peristiwa ini sebagai kutukan Tuhan akibat perbuatan ayahnya. Keadaan demikian,
sebelum Kierkegaard muncul sebagai filsuf, menyebabkan dia mencari jalan
membebaskan diri (kompensasi) dari cengkraman derita dengan jalan mabuk-mabukan.
Karena derita yang tak kunjung padam, Kierkegaard mencoba mencari “hubungan”
dengan Tuhannya, bersamaan dengan keterbukaan hati ayahnya dari melankoli. Akhirnya
ia menemukan dirinya sebagai seorang filsuf eksistensial yang besar.

Penderitaan Nietzsche (1844-1900), seorang filsuf Prusia, dimulai sejak kecil,


yaitu sering sakit, lemah, serta kematian ayahnya ketika ia masih kecil. Keadaan ini
menyebabkan ia suka menyendiri, membaca dan merenung diantara kesunyian sehingga
ia menjadi filsuf besar.

Lain lagi dengan filsuf Rusia yang bernama Berdijev (1874-1948). Sebelum dia
menjadi filsuf, ibunya sakit-sakitan. Ia menjadi filsuf juga akibat menyaksikan
masyarakatnya yang sangat menderita dan mengalami ketidakadilan.

Sama halnya dengan filsuf Sartre (1905-1980) yang lahir di Paris, Perancis. Sejak
kecil fisiknya lemah, sensitif, sehingga dia menjadi cemoohan teman-teman sekolahnya.
Penderitaanlah yang menyebabkan ia belajar keras sehingga menjadi filsuf yang besar.

Masih banyak contoh lainnya yang menunjukkan bahwa penderitaan tidak


selamanya berpengaruh negatif dan merugikan, tetapi dapat merupakan energi pendorong
untuk menciptakan manusia-manusia besar. Contoh lain ialah penderitaan yang menimpa
pemimpin besar umat Islam, yang terjadi pada diri Nabi Muhammad. Ayahnya wafat
sejak Muhammad dua bulan di dalam kandungan ibunya. Kemudian, pada usia 6 tahun,
ibunya wafat. Dari peristiwa ini dapat dibayangkan penderitaan yang menimpa
Muhammad, sekaligus menjadi saksi sejarah sebelum ia menjadi pemimpin yang paling
berhasil memimpin umatnya (versi Michael Hart dalam Seratus Tokoh Besar Dunia).

2.3. Sumber-sumber Penderitaan


Manusia adalah mahluk yang memiliki kepribadian yang tersusun dari perpaduan, saling
berhubungan, dan pengaruh mempengaruhi antara unsur jasmani dan rohani, karena itu
penderitaan dapat terjadi pada tingkat jasmani dan rohani.

Sumber-sumber penderitaan yang dirasakan oleh manusia itu iyalah :

1. Nafsu

Nafsu adalah semua dorongan yang ditimbulkan oleh segala macam kebutuhan termasuk
pula instink sehingga menimbulkan keinginan. Batas antara nafsu dan keinginan tidak
terlalu jelas. Poedjawiyatna (1984) menyamakan antara keinginan dan nafsu. Nafsu dapat
menimbulkan gairah hidup pada manusia.

Nafsu atau keinginan itu bisa menjadi suatu penderitaan / kehancuran jika kita
tidak bisa mengendalikannya tetapi jika manusia itu bisa mengendalikan nafsu atau
keinginannya maka manusia itu akan sukses di dunia maupun di alam akhirat.

keinginan adalah sumber penderitaan ketika ia memperbudak kita dan


membuat kita jadi orang lain. membuat kita kehilangan jati diri dan menyakiti diri
sendiri. membuat kita kehilangan kemanusiaan. seperti seorang pengembara yang
menunggu dalam sebuah pelayaran menuju dermaga yang tidak ada. keyakinan kadang
tidak cukup memberi kebahagiaan. karena disamping itu ada kenyataan. kenyataan
kadang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan. sehingga keinginan hanya
menimbulkan penderitaan.

“Rinaldy Tonik (2009) didalam blognya mengatakan bahwa Penyebab dari


penderitaan, antara lain: yang pertama karena perilaku buruk manusia, maka
daripada itu bersikaplah dengan sepatutnya tau wajar. Yang kedua penyakit atau
siksaan (Azab) dari Tuhan”

2. Perasaan

Perasaan merupakan gejala psikis. Perasaan menyangkut suasana batiniah


manusia. kalau manusia merasakan cinta, benci dan sebagainya. Perasaan timbul didalam
bathin akibat kontak antara manusia dengan lingkungannya dari lingkungan
menimbulkan reaksi dalam kaitan reaksi emosional. Reaksi emosional ini dapat sesuai
dengan kehendak pribadi tapi ketika tidak sesuai dengan kehendak pribadinya maka akan
timbullah rasa tidak puas sehingga timbullah rasa tidak senang, marah dan sikap negatif
lainnya.

3. Pikiran

Pikiran disebut juga akal, budi. Dimilikinya budi atau akal ini pula
memungkinkan manusia tahu atau mempunyai pengetahuan tentang sesuatu. Tahu dalam
hal ini berarti menghubungkan secara mental sesuatu dengan sesuatu.

4. Kemauan

Kemauan disebut juga kehandak. Dimilikinya kemauan atau kehendak dalam diri
manusia memungkinkan manusia memilih. Oleh karena itu kemauan atau kehendak ini
dapat dikatakan sebagai pelaksana mengenai apa-apa yang telah di pertimbangkan oleh
akal budi dan perasaan.

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Manusia akan merasa menderita jika anda rasakan itu sebuah penderitaan tetapi
jika manuisa itu menjadikan penderitaan sebagai hikmah dan pelajaran maka manuisa itu
tidak akan merasakan suatu penderitaan

Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan manusia


bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu
juga menentukan berat-tidaknya Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap
penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat
pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai
langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
keinginan adalah sumber penderitaan ketika ia memperbudak kita dan
membuat kita jadi orang lain. membuat kita kehilangan jati diri dan menyakiti diri
sendiri.

Saran

Sejalan dengan simpulan diatas penderitaan tidak bisa hilang selama manusia itu
masih hidup tetapi panderitaan itu bisa dikurangi bahkan bisa sampai tak terasa.

Dari pernyataan diatas penulis menyarankan bahwa penderitaan itu harus


dijadikan sebagai hikmah dan ujian untuk menaikan tingkat derajat manusia itu sendiri.

Daftar Pustaka

Al-Quran dan Terjemahnya

Poedjawiyatna, Manusia Dengan Alamnya; Filsafat Manusia,Bina Aksara, Jakarta, 1981.


(1984)

Tonik Rinaldy. (2009) Sumber Penderitaan. [Online]. Tersedia : http : // 4ld1 .nge bl
ogs.com/2009/11/13/sebab-penderitaan/. [13 November 2009].

VanPeursen,Prof. DR.C. A., Tubuh Jiwa dan Roh, Sebuah pengantar dalam filsafat
manusia, PT BPK. Gn. Mulia, Jakarta, 1988.

You might also like