You are on page 1of 7

PANCASILA

Sebagai sistem politik dan ideologi suatu negara

1. Ideologi Pancasila Kultur Politik Bangsa Indonesia:

Secara historis dapat dijelaskan, bahwa istilah “ideologi” adalah berasal dari sejarah
Perancis ketika mengalami pencerahan, sebagai sebuah ilmu penge tahuan tentang hasil
pemikiran atau idea manusia, artinya ideologi merupakan sebuah konsep ilmiah, yang
mempergunakan racikan atau pola empirik maupun logika berfikir rasional. Ideologi dengan
demikian sebagai bagian dari ilmu politik, yang mencoba mempersatukan usaha manusia
yang bersifat politik bagi terben- tuk dan terselenggaranya pemerintahan yang dianggap baik
dan benar.

Pada awal sejarahnya itu, ideologi dianggap sebagai alat politik yang membawakan
pemikiran revolusioner untuk menghancurkan pemerintahan model lama dengan strukturnya
yang dianggap tidak lagi sesuai dengan suasana baru yang demokratis. Tetapi istilah ideologi
atau ideologues pernah mengalami konotasi negatif sebagai doktrin bukan bersifat ilmiah
seperti awalnya yang bersifat destruktif, oleh pengaruh Revolusi Perancis. Hal ini sebagai
pengakuan ahli politik Perancis : Antoine Revarol (1753-1801) yang mengatakan, bahwa
ideologi telah berubah menjadi doktrin yang destruktif dan ini telah menjadi kenyataan
sejarah bahkan sebagai doktrin yang berbahaya bagi tertib politik yang baik; ideologi menjadi
idea yang berbahaya, karena ingin merobek-robek tiang-tiang dunia yang ada. Di Perancis
pada zaman revolusi itu para pemuda dengan berteriak keras berusaha merobohkan semua
rintangan yang ada, sekalipun dengan kekerasan, membawa panji-panji ideologi. Memang
Revarol hidup di zaman berkecamuknya revolusi dahsyat.

Setelah itu, terbawa oleh revolusi modern di Inggris, ideologi memperoleh kembali
arti aslinya yang rasional, yakni ketika kaum Liberal maupun Konservatif, ketika hendak
menyerang sebuah doktrin yang mereka tidak sukai, mereka mengenakan senjata ideologi
secara rasional, tidak seperti di Perancis. Dalam mengritik kaum sosialis misalnya, kaum
Liberal menggunakan ideologi untuk memperbaiki masyarakat. Sebaliknya kaum Sosialis
atau Marxis juga menempuh jalan yang sama, yakni menggunakan ideologi sebagai senjata
untuk menghadapi lawan politik. Walaupun demikian sering kali sifat destruktif ideologi,
sebagai yang disinyalir Antoine Revarol (bukunya, De la Philosophie Moderne”, Paris 1802)
bisa muncul kembali kepermukaan, ketika situasi pertentangan memanas.

Seorang ahli politik dan sosiologi terkenal Robert Mac Iver, dalam bukunya
“European Ideologies”, New York, Philosophical Library, 1948, memberikan definisi tentang
ideologi sebagai berikut : “ a political and social ideology is a system of political, economic
and social values and idea from which objectives are derived. These objectives from the
nucleus of a political program” (bahwa ideologi politik dan sosial adalah sebuah sistem nilai
dan pemikiran politik, ekonomi dan sosial, yang memunculkan sasaran-sasaran. Sedang
sasaran-sasaran ini membentuk intisari sebuah program politik). Dengan pengertian itu, maka
ideologi akan memunculkan serangkaian gagasan, berupa sasaran-sasaran yang dinamis yang
bisa mempengaruhi bahkan membimbing masa depan harapan bisa menentukan nasib masa
depan manusia banyak. Definisi Mac Iver itu mengisyaratkan secara jelas bahwa ideologi
hendaknya memiliki sifat mengatur atau “normatif”, berupa kaidah dasar, disamping juga
memiliki fungsi memberikan “ilham atau inspirasi” bagi pemilik ideologi serta sifat ideologi
haruslah rasional dengan tata logika yang benar, tepat dan singkat.
Pendidikan kewarganegaraan Page 1
Apabila kita hubungkan dengan Pancasila sebagai ideologi, maka terlihat relevansi
yang begitu nyata, bahwa sebagai ideologi, maka Pancasila adalah sebuah alat politik bangsa
Indonesia, untuk mencapai cita-citanya dalam penyelenggaraan “Negara Bangsa”, bukan
sebagai doktrin yang destruktif sebagai keluhan Revarol, tetapi sebagai sebuah kaidah yang
konstruktif, untuk menciptakan masa depan bangsa yang adil dan bahagia. Bila mengikuti
definisi Mac Iver, maka jelas kiranya bahwa Pancasila memiliki dasar kebenaran, artinya
berkarakteristik “normatif” sebagai dasar negara, memberikan “inspirasi atau ilham” terus-
menerus sebagai pedoman bagi sebuah Weltanschaung manusia bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, sedang prinsip pemikiran atau “ideas” yang dikandungnya jelas menggunakan
“tertib logika yang rasional”, berarti open to any soiontific debate.

Seterusnya Pancasila sebagai ideologi mampu memberikan skema yang lengkap bagi
seluruh aspek kehidupan manusia, baik sosial, politik, ekonomi maupun tertib keamanan,
berarti sebuah gagasan yang bisa mengilhami usaha mencapai tujuan atau sasaran luhur
manusia berbangsa dan bernegara secara lengkap. Oleh karena itu tidak berlebihan kiranya
apabila ideologi Pancasila adalah merupakan “kultur politik bangsa Indonesia”.

Untuk lebih jauh membahas mengenai konotasi ideologi politik, baiklah kita simak
pendapat Profesor Samuel H. Beer, dalam bukunya yang berjudul “Patterns of Government”,
New York 1958, dia membuat deskripsi tentang watak politik. Watak politik terlihat ketika
sebuah masyarakat atau pemerintahan mengadakan aktivitas, mereka sebenarnya
mempertontonkan sebuah “watak politik”, dan watak ini karena berlaku terus-menerus dalam
jangka panjang, maka terbentuklah apa yang dinamakan “kultur politik”, yang menurut Beer,
kultur ini memiliki tiga komponen penting, yakni (1) nilai, (2) kepercayaan dan (3) sikap.

Khusus mengenai (1) nilai, Beer membedakan antara (a) nilai prosedural dan (b) nilai
tujuan. Ketika pemerintahan terbentuk atas dasar ideologi politik yang ada, maka otoritas
pemerintahan dijalankan sesuai prosedur yang disepakati, dengan berpedoman kepada
ideologi politik yang dimiliki, misalnya menjalankan prinsip-prinsip yang demokratis,
membentuk lembaga-lembaga negara, menyelenggarakan Pemilu, dan sebagainya. Ini adalah
“nilai prosedural”. Sedang “nilai tujuan” ialah berupa hasil pekerjaan yang dijalankan
pemerintahan negara, misalnya terwujudnya masyarakat yang berkeadilan sosial serta
berkemakmuran. Selanjutnya mengenai (2) kepercayaan, Beer menunjuk keinginan rakyat
tentang jalannya ideologi politik atau ideologi politik dalam praktek kenegaraan. Beer
membedakan antara “nilai” dengan “kepercayaan”, bahwa nilai politik adalah berbicara
tentang apa “yang seharusnya” dijalankan atau diwujudkan, sedang kepercayaan politik
adalah berbicara tentang apa adanya, bukannya What ought to be, tetapi What is saja.

Oleh sebab itu sebuah “kepercayaan politik” adalah sebuah gambaran tentang politik
yang hidup dalam masyarakat, berupa adat-kebiasaan, agama, budaya, tingkah-laku dan
seterusnya. Disini kiranya dapat menjelaskan sejarah, ketika Bung Karno mencoba menggali
Pancasila dari bumi Indonesia, maka dia ketemukan dari lubuk hatinya rakyat Indonesia,
yakni telah adanya (What is) prinsip-prinsip Pancasila, sehingga di sinilah letaknya Pancasila
sebagai “kepercayaan atau keyakinan Politik” bangsa Indonesia. Ini apa adanya, dan
sekaligus sebagai nilai yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan berbangsa dan
bernegara. Berdasarkan analisa Beer tersebut, maka ideologi Pancasila adalah sekaligus
Nilai/Value dan Kepercayaan/Belief. Bisa dibandingkan dengan pendapat Bung Karno,
bahwa Pancasila adalah landasan statis sekaligus Leidster dinamis.

Pendidikan kewarganegaraan Page 2


Komponen (3) Sikap, menurut Beer sikap ini biasanya sentimentil atau emosional. Ini
adalah bawah sadar masyarakat politik. Ujudnya seperti gunung es hanya tampak sedikit,
sedang bagian terbesar tersimpan di bawah wadar. Dalam sikap politik banyak
mengemukakan hal-hal yang bersifat peranan, misalnya sentimen nasionalisme, yang oleh
dorongan ideologi politik bisa membara apabila tersinggung oleh sebuah kondisi yang
menantang, jadi sifatnya sangat emosional. Namun sebenarnya disini sebagai ukuran apakah
sebuah ideologi politik telah benar berakar dalam kehidupan masyarakat atau belum. Sikap
sentimental yang besar terhadap nasionalisme yang sedang tersinggung adalah cermin
langsung telah menebalnya kultur politik yang dibina oleh ideologi politik yang ada pada
mereka. Sebaliknya tidak adanya reaksi sikap nasional yang emosional terhadap keterpurukan
ideologi tersebut yang timbul dari masyarakat.

Apabila teori Profesor Beer benar, maka seharusnya Pancasila sebagai ideologi dan
yang diharapkan menjadi kultur politik nasional itu berparameter “nilai prosedural maupun
tujuan, kepercayaan politik dan sekaligus memiliki sikap sentimental yang tinggi”, sehingga
tidak akan tergoyahkan oleh badai besar maupun yang bisa menimpa bangsa Indonesia, dari
manapun datangnya serta kapanpun.

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NEGARA

Perlunya Ideologi bagi Suatu Negara


Pendidikan kewarganegaraan Page 3
Sebelum mengkaji mengenai perlunya ideologi bagi suatu negara, kita perlu mengetahui
terlebih dahulu pengertian ideologi
a.pengetian ideologi

Ideologi berasal dari kata idea (Inggris), yang artinya gagasan, pengertian. Kata kerja
Yunani oida = mengetahui, melihat dengan budi. Kata “logi” yang berasal dari bahasa
Yunani logos yang artinya pengetahuan. Jadi Ideologi mempunyai arti pengetahuan tentang
gagasangagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science of ideas atau ajaran tentang
pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari menurut Kaelan ‘idea’ disamakan
artinya dengan citacita.

Dalam perkembangannya terdapat pengertian Ideologi yang dikemukakan oleh


beberapa ahli.
Istilah Ideologi pertama kali dikemukakan oleh Destutt de Tracy seorang Perancis pada tahun
1796. Menurut Tracy ideologi yaitu ‘science of ideas’, suatu program yang diharapkan dapat
membawa perubahan institusional dalam masyarakat Perancis.3.Karl Marx mengartikan
Ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan kepenti-ngan golongan
atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial ekonomi. Gunawan Setiardjo
mengemukakan bahwa ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh
realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.

Ramlan Surbakti mengemukakan ada dua pengertian Ideologi yaitu Ideologi secara
fungsional dan Ideologi secara struktural. Ideologi secara fungsional diartikan seperangkat
gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling
baik. Ideologi secara fungsional ini digolongkan menjadi dua tipe, yaitu Ideologi yang
doktriner dan Ideologi yang pragmatis. Ideologi yang doktriner bilamana ajaran-ajaran yang
terkandung didalam Ideologi itu dirumuskan secara sistematis, dan pelaksanaannya diawasi
secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah. Sebagai contohnya adalah komunisme.
Sedangkan Ideologi yang pragmatis, apabila ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi
tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, namun dirumuskan secara umum
hanya prinsip-prinsipnya, dan Ideologi itu disosialisasikan secara fungsional melalui
kehidupan keluarga, sistem pendidikan, system ekonomi, kehidupan agama dan sistem
politik. Pelaksanaan Ideologi yang pragmatis tidak diawasi oleh aparat partai atau aparat
pemerintah melainkan dengan pengaturan pelembagaan (internalization), contohnya
individualisme atau liberalisme.

Ideologi secara struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan
formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa. Dengan
demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa Ideologi adalah kumpulan gagasan-
gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut
berbagai bidang kehidupan manusia.

Pendidikan kewarganegaraan Page 4


Notonegoro sebagaimana dikutip oleh Kaelan mengemukakan, bahwa Ideologi negara
dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi suatu sistem kenegaraan
untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas
kerokhanian yang antara lain memiliki ciri:

1) Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan;

2) Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pedoman hidup, pegangan


hidup yang dipelihara,dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya,
diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.Ideologi merupakan cerminan
cara berfikir orang atau masyarakat yang sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu
menuju cita-citanya.

Ideologi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi merupakan
suatu pilihan yang jelas membawa komitmen (keterikatan) untuk mewujudkannya. Semakin
mendalam kesadaran ideologis seseorang, maka akan semakin tinggi pula komitmennya
untuk melaksanakannya. Komitmenitu tercermin dalam sikap seseorang yang meyakini
ideologinya sebagai ketentuan yang mengikat, yang harus ditaati dalam kehidupannya, baik
dalam kehidupan pribadi ataupun masyarakat.

Ideologi berintikan seperangkat nilai yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang
dimiliki dan dipegang oleh seseorang atau suatu masyarakat sebagai wawasan atau
pandangan hidup mereka. Melalui rangkaian nilai itu mereka mengetahui bagaimana cara
yang paling baik, yaitu secara moral atau normatif dianggap benar dan adil, dalam bersikap
dan bertingkah laku untuk memelihara, mempertahankan, membangun kehidupan duniawi
bersama dengan berbagai dimensinya. Pengertian yang demikian itu juga dapat
dikembangkan untuk masyarakat yang lebih luas, yaitu masyarakat bangsa.
b. Pentingnya Ideologi bagi Suatu Negara

Jika menengok sejarah kemerdekaan negaranegara dunia ketiga, baik yang ada di
Asia, Afrika maupun Amerika Latin yang pada umumnya cukup lama berada di bawah
cengkeraman penjajahan negara lain, ideologi dimaknai sebagai keseluruhan pandangan, cita-
cita, nilai, dan keyakinan yang ingin mereka wujudkan dalam kenyataan hidup yang nyata.
Ideologi dalam artian ini sangat diperlukan, karena dianggap mampu membangkitkan
kesadaran akan kemerdekaan, memberikan arahan mengenai dunia beserta isinya, serta
menanamkan semangat dalam perjuangan masyarakat untuk bergerak melawan penjajahan,
yang selanjutnya mewujudkannya dalam kehidupan penyelenggaraan negara.

Pentingnya ideologi bagi suatu negara juga terlihat dari fungsi ideologi itu sendiri.
Adapun fungsi ideologi adalah membentuk identitas atau ciri kelompok atau bangsa. Ideologi
memiliki kecenderungan untuk “memisahkan” kita dari mereka. Ideologi berfungsi
mempersatukan sesama kita. Apabila dibandingkan dengan agama, agama berfungsi juga
mempersatukan orang dari berbagai pandangan hidup bahkan dari berbagai ideologi.
Sebaliknya ideologi mempersatukan orang dari berbagai agama. Oleh karena itu ideologi juga
berfungsi untuk mengatasi berbagai pertentangan (konflik) atau ketegangan sosial.

Pendidikan kewarganegaraan Page 5


Dalam hal ini ideologi berfungsi sebagai pembentuk solidaritas (rasa kebersamaan)
dengan mengangkat berbagai perbedaan ke dalam tata nilai yang lebih tinggi. Fungsi
pemersatu itu dilakukan dengan memenyatukan keseragaman ataupun keanekaragaman,
misalnya dengan memakai semboyan “kesatuan dalam perbedaan” dan “perbedaan dalam
kesatuan”
c. Pengertian Dasar Negara

Dasar Negara adalah landasan kehidupan bernegara. Setiap negara harus mempunyai
landasan dalam melaksanakan kehidupan bernegaranya. Dasar
negara bagi suatu negara merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.
Dasar negara bagi suatu negara merupakan sesuatu yang amat penting. Negara tanpa dasar
negara berarti negara tersebut tidak memiliki pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan
bernegara, maka akibatnya negara tersebut tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas,
sehingga memudahkan munculnya kekacauan. Dasar negara sebagai pedoman hidup
bernegara mencakup cita-cita negara, tujuan negara, norma bernegara

d. Pancasila Ideologi Terbuka

Nilai luhur yang terkandung dalam ideologi Pancasila tentunya perlu implementasi,
yang menjalankan adalah seluruh rakyat warganegara, tanpa aktualisasi maka nilai tersebut
tidak mempunyai arti apa-apa. Disinilah perlunya partisipasi, sedang partisipasi adalah
dukungan nyata. Hal ini memerlukan keterbukaan antar warganegara sendiri, antara yang
kebetulan menjadi penyelenggara negara maupun rakyat jelata, bahkan keterbukaan sistem
politik nasional termasuk ideologi Pancasila sendiri. maka suatu keharusan adanya ideologi
Pancasila yang terbuka. Masyarakat pluralistik memerlukan keterbukaan sistem, sehingga
semua aspirasi mereka dapat tertampung.

Sejarah perjalanan politik sendiri menunjukkan, bahwa sejak berkem- bangnya


pemikiran demokrasi, orang telah mengembangkan keterbukaan di semua aspek kehidupan,
lebih-lebih dalam bidang politik. Karakteristik keyakinan politik serta kultur politik modern
menuntut adanya “perubahan yang terus menerus” bagi perbaikan hidup manusia. Idealisme
kuno yang statis sudah lama ditinggalkan. Modernisme selalu berisi pemikiran-pemikiran
untuk terus maju, kemudian disemua aspek hidup itu terus berkembang dalam tamansarinya
perdamaian, kebebasan, keadilan, kesejahteraan dan ketentraman, dan menentang serta
mengeliminasi semua bentuk kemiskinan, penindasan, kekerasan, kejahatan, penyakit dan
ketidak tertiban.

Ketika Marquis de Condorcet diguillotine dalam revolusi Perancis, dia lantang


mengumandangkan perbaikan masyarakat untuk terus maju menuju “kesempurnaan” hidup.
Condorcet meninggal, namun idea kemajuan telah dicatat sejarah. Condorcet yakin, bahwa
manusia mampu untuk mencapai perbaikan hidup menuju kesempurnaan yang tidak terbatas,
dengan kemampuan reason yang dimiliki manusia. Di kalangan umat Nasrani, dalam
memasuki zaman modern dan industri, dikembangkan apa yang dinamakan “Work Ethics”
atau etika kerja keras untuk mencapai kesejahteraan yang maksimal di bumi yang telah
diberikan Tuhan bagi manusia. Juga umat Islam dianjurkan oleh agamanya untuk : Merubah

Pendidikan kewarganegaraan Page 6


suatu ni’mat yang telah dianugerahkan-Nya (Allah) kepada sesuatu bangsa, sehingga bangsa
itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri” (Surat Al-Anfal 53).

Sila-sila dalam Pancasila bisa tetap sebagai landasan statis, namun dalam menuju nilai
tujuan, ideologi Pancasila akan tetap terbuka untuk mencapai sasaran-sasaran yang dinamis.
Tuhan sebagai Maha Pencipta alam semesta saja membebaskan manusia untuk merubah dan
memperbaiki sikapnya di dunia untuk merubah ni’mat Tuhan kepada posisi yang lebih baik.
Maka Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah terbuka bagi pemahaman yang konstruktif
untuk mencapai nilai tujuan yang diciptakan bersama.

Sebagai landasan statis, sebagai istilah Bung Karno, maka sila-sila dalam Pancasila pun
dapat dibahas terbuka secara ilmiah, seperti yang pernah dikemukakan Prof. Notonegoro dari
Universitas Gajah Mada dan pakar-pakar lainnya secara akademik. Namun sila-sila tersebut
nyatanya telah teruji secara sejarah akan authentisitasnya bersumber dari rakyat, yang dalam
istilah Prof. Beer sebagai “Political Belief”, maka ideologi politik adalah realitas apa adanya
(what is), ini berarti tetap terbuka juga untuk penyelidikan ilmiah kapan saja. Pendapat Beer
ini kelihatan juga tidak jauh dari pandangan pendekar demokrasi liberal John Locke, ketika
mengemukakan prinsip-prinsip ideologis demokrasi liberalnya, bahwa prinsip itu telah
menjadi hukum alam yang tetap, namun kapanpun orang bisa berdebat tentang itu. Oleh
karena itu, Pancasila sebagai ideologi, baik dilihat dari sandaran “Landasan Statis” maupun
sasaran “Leidster dinamis”, akan tetap terbuka bagi pembahasan yang mendalam atau
deliberatif. Dalam keterbukaan itu orang tidak perlu menakutkan timbulnya kondisi akan
melemahkan posisi maupun eksistensi ideologi bangsa, akan tetapi justru sebaliknya akan
menemukan penguatan kondisi maupun eksistensinya, sebab sekali lagi sebagai sebuah kultur
yang telah memiliki label political belief, eksistensinya tidak perlu diragukan lagi.

Mungkin perlu sekali lagi kita mendengar pendapat filosuf politik humanitarian
Marquis de Condorcet (1743-1794) yang banyak berpengaruh ketika ideologi politik sedang
banyak diluncurkan di Europa, bahwa manusia akan tetap selalu menuju kearah
“Perfektibilitas”, oleh sebab itu sebuah ideologi politik harus terbuka untuk menuju ke sana.
Perfektibilitas harus dicapai melalui perjuangan politik, sedang perjuangan untuk pencapaian
usaha perbaikan intellektual, perbaikan moral dan kemampuan fisik, dengan intensifikasi
pendidikan di semua lapisan penduduk.

Bagi masa depan bangsa dan negara, maka tidak ada ruang lain bagi ideologi Pancasila
kecuali tetap membuka diri sebagai ideologi terbuka.

Pendidikan kewarganegaraan Page 7

You might also like