You are on page 1of 24

ATRESIA ANI / BAYI LAHIR TANPA ANUS

Posted on November 11, 2009 by yuda handaya

Apakah atresia ani itu?

· Atresia ani/anus imperforata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar (Walley,1996)

· atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya
anus secara abnormal (Suriadi,2001).

· atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan
dalam kandungan

· atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.

Apakah penyebab atresia ani?

· Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui

· Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur

· Gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik

· Kelainan bawaan

Benarkah atresia ani itu kelainan bawaan dari ibu atau ayah?

Kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul.
Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian
beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk
diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan
kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.

Komplikasi dari atresia ani?

Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi
asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi
berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-
laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate
(rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis)

manifestasi/tanda terjadinya atresia ani?

• Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir


• Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
• Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah
• kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya
membran anal (Suriadi,2001).
• bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal,
pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol
(Adele,1996)
• Bayi muntah–muntah pada usia 24–48 jam setelah lahir.

Klasifikasi dari atresia ani?

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :

· Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui
saluran fistula eksterna.

· Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.

Dalam penegakan diagnosa apa yang harus dilakukan?

Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum
yang teliti

Patofisiologis dari atresia ani?

Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi
stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstruksi.

Pemeriksaan apa saja yang dapat mendukung diagnosa?

· Pemeriksaan radiologis

· Sinar X terhadap abdomen


· Ultrasound terhadap abdomen

· CT Scan

· Pyelografi intra vena

· Pemeriksaan fisik rectum

· Rontgenogram abdomen dan pelvis

Tindakan apa yang dapat dilakukan tenaga medis pada atresia ani?

· Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau
plastik anorektal posterosagital.

· Colostomi sementara (anus buatan)

Penatalaksanaan dan pengobatan pada atresia ani?

Penanganan secara preventif antara lain:

1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-
obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia anin.

2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak
diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun
hingga mendesak paru-parunya.

3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.

Tindakan yang dapat dilakukan tenaga keperawatan?

· Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan tepat

· Pemeriksaan fisik

· Menetapkan diagnosa keperawatan

· Melakukan intervensi berdasarkan diagnosa yang diperoleh.

· Implementasi Keperawatan

· Validasi Rencana keperawatan

· Dokumentasi rencana keperawatan

· Tindakan keperawatan

· Evaluasi

Diagnosa apa saja yang dapat diperoleh dari atresia ani?


· Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik) berhubungan dengan tidak lengkapnya
pembentukan anus (Suriadi,2001).

· Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1996).

· Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges,1993).

· Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993).

· Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi.(Suriadi,2001;159)

· Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1996).

· Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan diit


(Doenges,1993).

· Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1996).

Lebih berpotensi pada bayi baru lahir berupa kelainan bawaan ;

· Transelvator (anus imperforata/atresia ani rendah). Perempuan 50 % dengan tipe ini, laki laki 90 %

· Supralevator ( anus imperforata tinggi ). Kantong ( pounch ) rektum lebih ke atas dari
pubocogsigeal, Perempuan 50 % laki laki 10 %

Rehabilitasi dan pengobatan pada atresia ani?

1. Melakukan pemeriksaan colok dubur

2. Melakukan pemeriksaan radiologik

3. Melakukan tindakan kolostomi neonatus

4. Dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau spekulum

5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus
yang baru pada kelainan tipe dua.

6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada
masa neonatus

7. Melakukan pembedahan rekonstruktif ;

· Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)

· Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-2 bulan)

· Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)

8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi
"abdominal pull-through"
Kapan waktu yang tepat untuk melakukan bedah kolostomi pada penderita atresia ani?

Atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.
Sebaiknya segera dilakukan kolostomi jika terdapat indikasi terjadinya komplikasi.

bagaimana cara perawatan colostomi pada pasien atresia ani?

· Cegah terjadinya infeksi dan iritasi

· Observasi dan catat ukuran, frekwensi, karekteristik feces

Apakah atresia ani dapat menyebabkan kematian?

Kematian pada atresia ani dapat terjadi jika tidak segera dilakukan penanganan terhadap komplikasi
yang terjadi.

Apa pencegahan terjadinya atresia ani pada bayi?

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom, USG untuk mengetahui
lebih awal kelainan yang terjadi pada bayi.dan pmenuhan gizi yang baik untuk bayi.
Ultrasonograpgy, dan pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling).

Diagnosa banding dari atresia ani?

· Pada perempuan dapat ditemukan fistula dan kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula
rektovagina.

· Pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula
rektoperineum.

· Terjadinya infeksi pada post operasi kolostomi

Health Education pada orang tua tentang kolostomi pada atresia ani?

· Orang tua diberi penjelasan bagaimana melakukan perawatan colostomi.

· Bantu orang tua klien untuk dapat mengerti situasi anaknya bila tambah usia / besar.

· Ketidakmampuan mengontrol feces.

· Perlu toilet training.

Atresia Ani atau Anus Imperforata


Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti
makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal.

Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar
(Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya
perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001).
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan
kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.

Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak
mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan.

Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila
tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.

Etiologi

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan
anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi
penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang
sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom
genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.
Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan
sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang
memisahkannya.

Faktor predisposisi

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea,
esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.

Klasifikasi

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan
fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan
bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja.Pada
kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon,
memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :

Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan
eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal
berada pada posisi yang normal.
Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan
dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.

Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang
dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu
kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak
mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke
vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila
kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila
dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak
lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada
perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel
vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium
tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan
kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar
selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat
kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna.
Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia
rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih
dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak
ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal,
stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah
selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada
stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel
dan udara <>
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis
anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak
anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang
anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga
biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara
<>

Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi
stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi
lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum
(Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar
sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir
abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)

Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi
klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga
berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1. Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

2. Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.

3. Ultrasound terhadap abdomen


Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari
adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

4. CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

5. Pyelografi intra vena


Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.
Penatalaksaan
Penatalaksanaan Medis
• Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi
posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
• Colostomi sementara

Definisi
Anal atresia adalah suatu kondisi bawaan di mana pembukaan anus tidak hadir atau terhalang.
Sebagian besar waktu, atresia anal dapat diperbaiki.
Penyebab
atresia Anal adalah cacat bawaan, ditemukan saat lahir.
Faktor Risiko
Faktor risiko adalah sesuatu yang meningkatkan kesempatan Anda mendapatkan penyakit atau
kondisi.
Faktor-faktor berikut meningkatkan kesempatan anak Anda mengembangkan atresia anal. Jika anak
Anda memiliki salah satu faktor risiko, beritahu dokter anak Anda:
• Terlahir dengan cacat lahir lainnya
• Menjadi laki-laki
Gejala
Jika anak Anda mengalami gejala-gejala tersebut jangan menganggap itu adalah karena atresia anus.
Gejala ini mungkin disebabkan oleh lain, kondisi kesehatan kurang serius. Jika anak Anda
mengalami salah satu dari mereka, lihat dokter anak Anda.
• Tidak hadir dubur pembukaan pada saat kelahiran
• Anal membuka di lokasi yang salah
• Bayi tidak lulus feses pertama dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
• Tinja yang dikeluarkan melalui vagina, penis, skrotum, atau uretra
• Ketat, perut bengkak
• Tidak ada kontrol buang air besar pada usia 3
Diagnosa
Dokter akan bertanya tentang gejala anak Anda dan riwayat kesehatan, dan melakukan pemeriksaan
fisik. Tes mungkin termasuk yang berikut:
• Pemeriksaan fisik untuk menentukan keberadaan dan lokasi anus
• :: Abdominal x-ray -jenis x-ray yang menggunakan radiasi untuk mengambil gambar
struktur di dalam perut.
• Enema-suntikan cairan ke dalam usus dengan cara anus (untuk pembersihan atau
pemeriksaan)
Pengobatan
Bicarakan dengan dokter anak Anda tentang rencana pengobatan terbaik untuk anak Anda. Pilihan
pengobatan antara lain meliputi:
Operasi
Hal ini dilakukan untuk merekonstruksi anus.
Kolostomi
Sementara prosedur bedah untuk membantu membersihkan tubuh dari sampah sampai kondisi dapat
diperbaiki. Dalam prosedur ini, rektum ditutup-off dan stoma (membuka) dibuat dalam perut
sehingga limbah yang dapat melewati dan ke dalam kantong kolostomi.
Sementara Kolostomi suatu Bayi
Inti Media © 2011 Medical, Inc
Pencegahan
Karena merupakan cacat bawaan lahir, tidak ada cara yang dikenal untuk mencegah atresia anus.
ASKEP ATRESIA ANI PRE OPERASI

1. DEFINISI
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak 
ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, 
atresia   adalah   suatu   keadaan   tidak   adanya   atau   tertutupnya   lubang   badan 
normal.
Atresia   ani   adalah   malformasi   congenital   dimana   rectum   tidak 
mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa 
atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus 
atau   tertutupnya   anus   secara   abnormal   (Suriadi,2001).   Sumber   lain 
menyebutkan   atresia   ani   adalah   kondisi   dimana   rectal   terjadi   gangguan 
pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Jadi   menurut   kesimpulan   penulis,   atresia   ani   adalah   kelainan 
congenital anus  dimana anus  tidak mempunyai  lubang untuk mengeluarkan 
feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi 
kelainan   bisa   terlewatkan   bila   tidak   ada   pemeriksaan   yang   cermat   atau 
pemeriksaan perineum.
2.ETIOLOGI
Etiologi   secara   pasti   atresia   ani   belum   diketahui,   namun   ada   sumber 
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, 
fusi,   dan   pembentukan   anus   dari   tonjolan   embriogenik.   Pada   kelainan 
bawaananus   umumnya   tidak   ada   kelainan   rectum,   sfingter,   dan   otot   dasar 
panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak 
memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen 
autosomal   resesif   yang   menjadi   penyebab   atresia   ani.   Orang   tua   yang 
mempunyai   gen   carrier   penyakit   ini   mempunyai   peluang   sekitar   25%   untuk 
diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom 
genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk 
menderita   atresia   ani.   Sedangkan   kelainan   bawaan   rectum   terjadi   karena 
gangguan   pemisahan   kloaka   menjadi   rectum   dan   sinus   urogenital   sehingga 
biasanya   disertai   dengan   gangguan   perkembangan   septum   urorektal   yang 
memisahkannya.
Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital 
saat lahir seperti :
1. Sindrom   vactrel   (sindrom   dimana   terjadi   abnormalitas   pada   vertebral,   anal, 
jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.
Untuk lebih memperjelas, Atresia juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, 
antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi 
lahir tanpa lubang dubur

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 
bulan

3.   Adanya   gangguan   atau   berhentinya   perkembangan   embriologik   didaerah 


usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara 
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

3. KLASIFIKASI
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar 
yaitu :

1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis 
dicapai melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina 
atau   rectofourchette   yang   relatif   besar,   dimana   fistula   ini   sering   dengan 
bantuan   dilatasi,   maka   bisa   didapatkan   dekompresi   usus   yang   adequate 
sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam 
keluar   tinja.   Pada   kelompok   ini   tidak   ada   mekanisme   apapun   untuk 
menghasilkan   dekompresi   spontan   kolon,   memerlukan   beberapa   bentuk 
intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub 
kelompok anatomi yaitu :

• Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat 
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal 
dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius

• Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan 
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
• Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini 
biasanya  berhungan dengan fistuls  genitourinarius  – retrouretral  (pria)  atau 
rectovagina   (perempuan).   Jarak   antara   ujung   buntu   rectum   sampai   kulit 
perineum lebih daai1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan 
I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum 
datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari 
orifisium   eksternum   uretra,   mungkin   terdapat   fistel   ke   uretra   maupun   ke 
vesika   urinaria.   Cara   praktis   menentukan   letak   fistel   adalah   dengan 
memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel 
terletak   uretra   karena   fistel   tertutup   kateter.   Bila   dengan   kateter   urin 
mengandung   mekonuim   maka   fistel   ke   vesikaurinaria.   Bila   evakuasi   feses 
tidak   lancar,   penderita   memerlukan   kolostomi   segera.   Pada   atresia   rectum 
tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak 
ada   dan   udara   >   1   cm   dari   kulit   pada   invertogram,   maka   perlu   segera 
dilakukan kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu 
kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel 
tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi 
feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel 
vestibulum,   muara   fistel   terdapat   divulva.   Umumnya   evakuasi   feses   lancar 
selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita 
mulai   makan   makanan   padat.   Kolostomi   dapat   direncanakan   bila   penderita 
dalam   keadaan   optimal.   Bila   terdapat   kloaka   maka   tidak   ada   pemisahan 
antara   traktus   urinarius,   traktus   genetalis   dan   jalan   cerna.   Evakuasi   feses 
umumnya   tidak   sempurna   sehingga   perlu   cepat   dilakukan   kolostomi.Pada 
atresia   rectum,  anus   tampak  normal   tetapi   pada   pemerikasaan  colok  dubur, 
jari   tidak   dapat   masuk   lebih   dari   1­2   cm.   Tidak   ada   evakuasi   mekonium 
sehingga   perlu   segera   dilakukan   kolostomi.   Bila   tidak   ada   fistel,   dibuat 
invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan   II   pada   laki   –   laki   dibagi   4   kelainan   yaitu   kelainan   fistel 
perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama 
dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada 
membran  anal  biasanya  tampak bayangan mekonium  di  bawah selaput.  Bila 
evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. 
Pada   stenosis   anus,   sama   dengan   perempuan,   tindakan   definitive   harus 
dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <>
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan 
fistel   perineum,   stenosis   anus   dan   fistel   tidak   ada.   Lubang   fistel   perineum 
biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda 
timah   anus   yang   buntu   menimbulkan   obstipasi.   Pada   stenosis   anus,   lubang 
anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses 
tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila 
tidak ada fistel dan pada invertogram udara. 
4. PATOFISIOLOGI
Anus   dan  rectum   berkembang  dari   embrionik  bagian  belakang.  Ujung 
ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal 
genitoury   dan   struktur   anorektal.   Terjadi   stenosis   anal   karena   adanya 
penyempitan   pada   kanal   anorektal.   Terjadi   atresia   anal   karena   tidak   ada 
kelengkapan   migrasi   dan   perkembangan   struktur   kolon   antara   7   dan   10 
mingggu   dalam   perkembangan   fetal.   Kegagalan   migrasi   dapat   juga   karena 
kegagalan   dalam   agenesis   sacral   dan   abnormalitas   pada   uretra   dan   vagina. 
Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak 
dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.
Terdapat tiga macam letak:
Ø Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya
disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
Ø Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
Ø Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi   klinis   yang   terjadi   pada   atresia   ani   adalah   kegagalan 
lewatnya   mekonium   setelah   bayi   lahir,   tidak   ada   atau   stenosis   kanal 
rectal,adanya   membran   anal   dan   fistula   eksternal   pada   perineum 
(Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat 
buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran 
abdomen,   pembuluh   darah   di   kulir   abdomen   akan   terlihat   menonjol 
(Adele,1996). Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga 
merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan 
dapat   berwarna   hijau   karena   cairan   empedu   atau   juga   berwarna   hitam 
kehijauan karena cairan mekonium.
 6.  PEMERIKSAAN PENUNJANG
   
Untuk   memperkuat   diagnosis   sering   diperlukan   pemeriksaan   penunjang 
sebagai berikut :
• Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
• Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan   untuk   menentukan   kejelasan   keseluruhan   bowel   dan   untuk 
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
• Ultrasound   terhadap 
abdomen
Dilakukan   untuk   menentukan   kejelasan   keseluruhan   bowel   dan   untuk 
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.

• CT scan
Digunakan untuk menentukan lesi.

• Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

• Pemeriksaan fisik Rektum
Kepatenan   rectal   dapat   dilakukan   colok   dubur   dengan   menggunakan 
selang atau jari.

• Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga   bisa   digunakan   untuk   mengkonfirmasi   adanya   fistula   yang 


berhubungan dengan traktus urinarius.

7. PENATALAKSAAN

• Penatalaksanaan Medis

• Malformasi   anorektal   dieksplorasi   melalui   tindakan   bedah   yang   disebut 


posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.

• Colostomi sementara

• Penatalaksanaan Keperawatan
8. PENGKAJIAN
Diperlukan   pengkajian   yang   cermat   dan   teliti   untuk   mengetahui   masalah   pasien 
dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan keberhasilan 
proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah 
model   konseptual   keperawatan   dari   Gordon.   Menurut   Gordon   data   dapat   dikelompokkan 
menjadi 11 konsep yang meliputi :
• Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.

• Pola nutrisi­metabolikAnoreksia,

penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia 
ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu 
oleh mual dan munta dampak dari anestesi.

• Pola Eliminasi

Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru 
maka tubuh dibersihkan dari bahan ­ bahan yang melebihi kebutuhan 
dan   dari   produk   buangan.   Oleh   karena   pada   atresia   ani   tidak 
terdapatnya   lubang   pada   anus,   sehingga   pasien   akan   mengalami 
kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,1996).

• Pola Aktivitas dan Latihan

dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.

• Pola Persepsi Kognitif

Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, 
daya   ingatan   masa   lalu   dan   ketanggapan   dalam   menjawab 
pertanyaan.

• Pola tidur dan istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri 
pada luka inisisi.

• Konsep diri dan persepsi diri

Menjelaskan   konsep   diri   dan   persepsi   diri   misalnya   body   image,   body 
comfort.   Terjadi   perilaku   distraksi,   gelisah,   penolakan   karena 
dampak luka jahitan operasi (Doenges,1993).
• Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan 
sesudah   sakit.   Perubahan   pola   biasa   dalam   tanggungjawab   atau 
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993).
• Pola Reproduktif dan Sexual
Pola   ini   bertujuan   menjelaskan   fungsi   sosial   sebagi   alat 
reproduksi (Doenges,1993).
Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah 
(Doenges,1993).
Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk 
dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam 
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan 
ibadah (Mediana,1998).
Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak 
merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan 
melalui   anus   tertahan   oleh   jaringan,   pada   auskultasi   terdengan   hiperperistaltik,   tanpa 
mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).
9. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

2. Risiko   kekurangan   volume   cairan   berhubungan   dengan   menurunnya   intake, 


muntah.

3. Perubahan   nutrisi   kurang   dari   kebutuhan   tubuh   berhubungan   dengan 


Anoreksia

4. Gangguan integrasi kulit berhubungan dengan kolostomi

5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

6. Gangguan Citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi

7. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit 
dan prosedur perawatan.

8. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan 
dirumah

Intervensi
Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion

Tujuan   :   Klien   mampu   mempertahankan   pola   eliminasi   BAB   dengan 


teratur.
Kriteria Hasil :

• Penurunan distensi abdomen.

• Meningkatnya kenyamanan.

Intervensi :

1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order

R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.

2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam

R/ Meyakinkan berfungsinya usus

3. Ukur lingkar abdomen

R/   Pengukuran   lingkar   abdomen   membantu   mendeteksi   terjadinya 


distensi

Dx.   2   Resiko   kekurangan   volume   cairan   berhubungan   dengan 


menurunnya intake, muntah

Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

Kriteria Hasil :

• Output urin 1­2 ml/kg/jam

• Capillary refill 3­5 detik

• Turgor kulit baik

• Membrane mukosa lembab

Intervensi :

1. Monitor intake – output cairan

R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien

2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV

R/ Mencegah dehidrasi

3. Pantau TTV

R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi
Dx.3   Perubahan   nutrisi   kurang   dari   kebutuhan   tubuh 
berhubungan dengan Anoreksia

Tujuan yang diharapkan adalah kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi.
Kriteria hasil : 
• menunjukkan peningkatan BB,
• nilai laboratorium normal, 
• bebas tanda mal nutrisi.

Intervensi :
1. Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan.
R/ mengetahui intake dan output
2. Kaji kesukaan makanan anak.
R/   untuk   tindakan   keperawatan   selanjutnya   dalam   pemberian 
nutrisi
3. Beri makan sedikit tapi sering.
R/ untuk menjaga keseimbangan nutrisi tetap ada
4. Pantau berat badan secara periodik.
R/ mengetahui perkembangan BB klien 
5. Libatkan orang  tua, misal  membawa   makanan  dari  rumah, membujuk  anak 
untuk makan.
R/ untuk pemenuhan nutrisi
6. Beri perawatan mulut sebelum makan.
R/ mulut klien tetap sehat
7. Berikan isirahat yang adekuat.
R/ menjaga agar badan tetap Fit
8. Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan kalori 
sesuai program diit.
R/ Kalori dalam tubuh tetap terpenuhi

Dx 4 Gangguan integrasi kulit berhubungan dengan kolostomi

Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi gangguan integritas kulit.

kriteria hasil : 

• penyembuhan luka tepat waktu.

• tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.

Intervensi :
1. Kaji area stoma.

R/ untuk mengetahui keadaan sebenarnya.

2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area 
stoma

R/ Agar daerah stoma tidak lembab.

3. Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan stoma.

R/ menjaga keseimbangan

4. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8 
dari ukuran stoma.

R/ kantong tidak mudah lepas

5. Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.

R/ memberikan rasa kenyamanan pada klien

Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi.
kriteria hasil :
• tidak ada tanda – tanda infeksi.
• TTV normal.
• lekosit normal.
Intervensi :
1. Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau 
perawatan.
R/ langkah pertama mencegah infeksi
2. Amati lokasi invasif terhadap tanda­tanda infeksi.
R/ untuk pencegahan lebih dini
3. Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.
R/ mengetahui keadaan umum klien
4. Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika memungkinkan.
R/ untuk keamanan klien selama masa parawatan
5. Beri antibiotik sesuai advis dokter.
R/ mencegah adanya bakteri di dalam tubuh
Dx 6 Gangguan Citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi
Tujuan   yang   diharapkan   adalah   pasien   mau   menerima   kondisi   dirinya 
sekarang.
kriteria hasil :
• pasien mentatakan menerima perubahan ke dalam konsep diri tanpa harga diri 
rendah.
• menunjukkan penerimaan dengan merawat stoma tersebut.
• menyatakan perasaannya tentang stoma.
Intervensi :
1. Kaji persepsi pasien tentang stoma.
R/ mengetahui pendapat klien tentang penyakitnya
2. Motivasi pasien untuk megungkapkan perasaannya.
R/ klien akan lebih merasa nyaman jika masalahnya diungkapkan
3. Kaji ulang tentang alasan pembedahan.
R/ mengetahui alasan klien
4. Observasi perilaku pasien.
R/ lebih mengetahui sikap klien
5. Berikan kesempatan pada pasien untuk merawat stomanya.
R/ motivasi klien bisa merawat stomanya sendiri
6. Hindari menyinggung perasaan pasien atau pertahankan hubungan positif.
R/ mempertahankan hubungan saling percaya

Dx   7   Cemas   orang   tua   berhubungan   dengan   kurang   pengetahuan 


tentang penyakit dan prosedur perawatan.

Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang

Kriteria Hasil :

• Klien tidak lemas

Intervensi :

1.  Jelaskan   dengan   istilah   yang   dimengerti   oleh   orang   tua   tentang 


anatomi   dan   fisiologi   saluran   pencernaan   normal.  Gunakan   alay, 
media dan gambar

R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien

2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua

R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan 
kecemasan

3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi

R/ Membantu mengurangi kecemasan klien
Dx   8  Kurangnya   pengetahuan   keluarga   berhubungan   dengan 
kebutuhan perawatan dirumah
Tujuan yang diharapkan adalah pasien dan keluarga memahami perawatan 
di rumah.
kriteria hasil : 
• keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawata untuk bayi di 
rumah.
Intervensi :
1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka 
dapat melakukan perawatan.
R/ keluarga bisa merawat klien jika dirumah nanti
2. Ajarkan   untuk   mengenal   tanda   –   tanda   dan   gejala   yang   perlu   dilaporkan 
perawat.
R/ agar keluarga tetap waspada dan melaporkan tanda & gejala kpd 
perawat
3. Ajarkan   bagaimana   memberikan   pengamanan   pada   bayi   dan   melakukan 
dilatasi pada anal secara tepat.
R/ keluarga lebih memahami ttg pengurusan bayi
4. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
R/ menghindari infeksi yang ada
5. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
R/ klien lebih mandiri
6. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat)

You might also like