Professional Documents
Culture Documents
· Atresia ani/anus imperforata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar (Walley,1996)
· atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya
anus secara abnormal (Suriadi,2001).
· atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan
dalam kandungan
· atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
· Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur
· Kelainan bawaan
Benarkah atresia ani itu kelainan bawaan dari ibu atau ayah?
Kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul.
Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian
beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk
diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan
kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi
asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi
berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-
laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate
(rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis)
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
· Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui
saluran fistula eksterna.
· Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.
Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum
yang teliti
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi
stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstruksi.
· Pemeriksaan radiologis
· CT Scan
Tindakan apa yang dapat dilakukan tenaga medis pada atresia ani?
· Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau
plastik anorektal posterosagital.
1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-
obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia anin.
2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak
diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun
hingga mendesak paru-parunya.
3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
· Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan tepat
· Pemeriksaan fisik
· Implementasi Keperawatan
· Tindakan keperawatan
· Evaluasi
· Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993).
· Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1996).
· Transelvator (anus imperforata/atresia ani rendah). Perempuan 50 % dengan tipe ini, laki laki 90 %
· Supralevator ( anus imperforata tinggi ). Kantong ( pounch ) rektum lebih ke atas dari
pubocogsigeal, Perempuan 50 % laki laki 10 %
4. Dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau spekulum
5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus
yang baru pada kelainan tipe dua.
6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada
masa neonatus
8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi
"abdominal pull-through"
Kapan waktu yang tepat untuk melakukan bedah kolostomi pada penderita atresia ani?
Atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.
Sebaiknya segera dilakukan kolostomi jika terdapat indikasi terjadinya komplikasi.
Kematian pada atresia ani dapat terjadi jika tidak segera dilakukan penanganan terhadap komplikasi
yang terjadi.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom, USG untuk mengetahui
lebih awal kelainan yang terjadi pada bayi.dan pmenuhan gizi yang baik untuk bayi.
Ultrasonograpgy, dan pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling).
· Pada perempuan dapat ditemukan fistula dan kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula
rektovagina.
· Pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula
rektoperineum.
Health Education pada orang tua tentang kolostomi pada atresia ani?
· Bantu orang tua klien untuk dapat mengerti situasi anaknya bila tambah usia / besar.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar
(Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya
perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001).
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan
kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak
mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila
tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan
anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi
penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang
sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom
genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.
Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan
sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang
memisahkannya.
Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea,
esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.
Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan
fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan
bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja.Pada
kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon,
memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan
eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal
berada pada posisi yang normal.
Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan
dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang
dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu
kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak
mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke
vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila
kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila
dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak
lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada
perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel
vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium
tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan
kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar
selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat
kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna.
Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia
rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih
dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak
ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal,
stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah
selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada
stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel
dan udara <>
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis
anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak
anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang
anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga
biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara
<>
Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi
stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi
lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum
(Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar
sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir
abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi
klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga
berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
4. CT Scan
Definisi
Anal atresia adalah suatu kondisi bawaan di mana pembukaan anus tidak hadir atau terhalang.
Sebagian besar waktu, atresia anal dapat diperbaiki.
Penyebab
atresia Anal adalah cacat bawaan, ditemukan saat lahir.
Faktor Risiko
Faktor risiko adalah sesuatu yang meningkatkan kesempatan Anda mendapatkan penyakit atau
kondisi.
Faktor-faktor berikut meningkatkan kesempatan anak Anda mengembangkan atresia anal. Jika anak
Anda memiliki salah satu faktor risiko, beritahu dokter anak Anda:
• Terlahir dengan cacat lahir lainnya
• Menjadi laki-laki
Gejala
Jika anak Anda mengalami gejala-gejala tersebut jangan menganggap itu adalah karena atresia anus.
Gejala ini mungkin disebabkan oleh lain, kondisi kesehatan kurang serius. Jika anak Anda
mengalami salah satu dari mereka, lihat dokter anak Anda.
• Tidak hadir dubur pembukaan pada saat kelahiran
• Anal membuka di lokasi yang salah
• Bayi tidak lulus feses pertama dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
• Tinja yang dikeluarkan melalui vagina, penis, skrotum, atau uretra
• Ketat, perut bengkak
• Tidak ada kontrol buang air besar pada usia 3
Diagnosa
Dokter akan bertanya tentang gejala anak Anda dan riwayat kesehatan, dan melakukan pemeriksaan
fisik. Tes mungkin termasuk yang berikut:
• Pemeriksaan fisik untuk menentukan keberadaan dan lokasi anus
• :: Abdominal x-ray -jenis x-ray yang menggunakan radiasi untuk mengambil gambar
struktur di dalam perut.
• Enema-suntikan cairan ke dalam usus dengan cara anus (untuk pembersihan atau
pemeriksaan)
Pengobatan
Bicarakan dengan dokter anak Anda tentang rencana pengobatan terbaik untuk anak Anda. Pilihan
pengobatan antara lain meliputi:
Operasi
Hal ini dilakukan untuk merekonstruksi anus.
Kolostomi
Sementara prosedur bedah untuk membantu membersihkan tubuh dari sampah sampai kondisi dapat
diperbaiki. Dalam prosedur ini, rektum ditutup-off dan stoma (membuka) dibuat dalam perut
sehingga limbah yang dapat melewati dan ke dalam kantong kolostomi.
Sementara Kolostomi suatu Bayi
Inti Media © 2011 Medical, Inc
Pencegahan
Karena merupakan cacat bawaan lahir, tidak ada cara yang dikenal untuk mencegah atresia anus.
ASKEP ATRESIA ANI PRE OPERASI
1. DEFINISI
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa
atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain
menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan
pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan
congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan
feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi
kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau
pemeriksaan perineum.
2.ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan
bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang
mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk
diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom
genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk
menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena
gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga
biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang
memisahkannya.
Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital
saat lahir seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal,
jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.
Untuk lebih memperjelas, Atresia juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3
bulan
3. KLASIFIKASI
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina
atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan
bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate
sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam
keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk
menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk
intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub
kelompok anatomi yaitu :
• Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal
dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius
• Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
• Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit
perineum lebih daai1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan
I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum
datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke
vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan
memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel
terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses
tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum
tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak
ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera
dilakukan kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu
kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel
tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi
feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel
vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar
selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita
mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita
dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses
umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada
atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur,
jari tidak dapat masuk lebih dari 12 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat
invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel
perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama
dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada
membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila
evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin.
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus
dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <>
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan
fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum
biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda
timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang
anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses
tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila
tidak ada fistel dan pada invertogram udara.
4. PATOFISIOLOGI
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung
ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10
mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena
kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina.
Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak
dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.
Terdapat tiga macam letak:
Ø Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya
disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
Ø Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
Ø Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan
lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal
rectal,adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum
(Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat
buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran
abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol
(Adele,1996). Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga
merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan
dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam
kehijauan karena cairan mekonium.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
• Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
• Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
• Ultrasound terhadap
abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
• CT scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
• Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
• Pemeriksaan fisik Rektum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
• Rontgenogram abdomen dan pelvis
7. PENATALAKSAAN
• Penatalaksanaan Medis
• Colostomi sementara
• Penatalaksanaan Keperawatan
8. PENGKAJIAN
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien
dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan keberhasilan
proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah
model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan
menjadi 11 konsep yang meliputi :
• Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
• Pola nutrisimetabolikAnoreksia,
penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia
ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu
oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
• Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru
maka tubuh dibersihkan dari bahan bahan yang melebihi kebutuhan
dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak
terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami
kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,1996).
• Pola Aktivitas dan Latihan
dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
• Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman,
daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab
pertanyaan.
• Pola tidur dan istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka inisisi.
• Konsep diri dan persepsi diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena
dampak luka jahitan operasi (Doenges,1993).
• Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993).
• Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat
reproduksi (Doenges,1993).
Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah
(Doenges,1993).
Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan
ibadah (Mediana,1998).
Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak
merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan
melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa
mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).
9. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
4. Gangguan integrasi kulit berhubungan dengan kolostomi
5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
6. Gangguan Citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi
7. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur perawatan.
8. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan
dirumah
Intervensi
Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion
• Penurunan distensi abdomen.
• Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi :
1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.
2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
R/ Meyakinkan berfungsinya usus
3. Ukur lingkar abdomen
Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
• Output urin 12 ml/kg/jam
• Capillary refill 35 detik
• Turgor kulit baik
• Membrane mukosa lembab
Intervensi :
1. Monitor intake – output cairan
R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien
2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
R/ Mencegah dehidrasi
3. Pantau TTV
R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi
Dx.3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan Anoreksia
Tujuan yang diharapkan adalah kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi.
Kriteria hasil :
• menunjukkan peningkatan BB,
• nilai laboratorium normal,
• bebas tanda mal nutrisi.
Intervensi :
1. Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan.
R/ mengetahui intake dan output
2. Kaji kesukaan makanan anak.
R/ untuk tindakan keperawatan selanjutnya dalam pemberian
nutrisi
3. Beri makan sedikit tapi sering.
R/ untuk menjaga keseimbangan nutrisi tetap ada
4. Pantau berat badan secara periodik.
R/ mengetahui perkembangan BB klien
5. Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak
untuk makan.
R/ untuk pemenuhan nutrisi
6. Beri perawatan mulut sebelum makan.
R/ mulut klien tetap sehat
7. Berikan isirahat yang adekuat.
R/ menjaga agar badan tetap Fit
8. Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan kalori
sesuai program diit.
R/ Kalori dalam tubuh tetap terpenuhi
Dx 4 Gangguan integrasi kulit berhubungan dengan kolostomi
Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi gangguan integritas kulit.
kriteria hasil :
• penyembuhan luka tepat waktu.
• tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.
Intervensi :
1. Kaji area stoma.
R/ untuk mengetahui keadaan sebenarnya.
2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area
stoma
R/ Agar daerah stoma tidak lembab.
3. Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan stoma.
R/ menjaga keseimbangan
4. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8
dari ukuran stoma.
R/ kantong tidak mudah lepas
5. Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.
R/ memberikan rasa kenyamanan pada klien
Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi.
kriteria hasil :
• tidak ada tanda – tanda infeksi.
• TTV normal.
• lekosit normal.
Intervensi :
1. Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau
perawatan.
R/ langkah pertama mencegah infeksi
2. Amati lokasi invasif terhadap tandatanda infeksi.
R/ untuk pencegahan lebih dini
3. Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.
R/ mengetahui keadaan umum klien
4. Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika memungkinkan.
R/ untuk keamanan klien selama masa parawatan
5. Beri antibiotik sesuai advis dokter.
R/ mencegah adanya bakteri di dalam tubuh
Dx 6 Gangguan Citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi
Tujuan yang diharapkan adalah pasien mau menerima kondisi dirinya
sekarang.
kriteria hasil :
• pasien mentatakan menerima perubahan ke dalam konsep diri tanpa harga diri
rendah.
• menunjukkan penerimaan dengan merawat stoma tersebut.
• menyatakan perasaannya tentang stoma.
Intervensi :
1. Kaji persepsi pasien tentang stoma.
R/ mengetahui pendapat klien tentang penyakitnya
2. Motivasi pasien untuk megungkapkan perasaannya.
R/ klien akan lebih merasa nyaman jika masalahnya diungkapkan
3. Kaji ulang tentang alasan pembedahan.
R/ mengetahui alasan klien
4. Observasi perilaku pasien.
R/ lebih mengetahui sikap klien
5. Berikan kesempatan pada pasien untuk merawat stomanya.
R/ motivasi klien bisa merawat stomanya sendiri
6. Hindari menyinggung perasaan pasien atau pertahankan hubungan positif.
R/ mempertahankan hubungan saling percaya
Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang
Kriteria Hasil :
• Klien tidak lemas
Intervensi :
R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan
kecemasan
3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
R/ Membantu mengurangi kecemasan klien
Dx 8 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan
kebutuhan perawatan dirumah
Tujuan yang diharapkan adalah pasien dan keluarga memahami perawatan
di rumah.
kriteria hasil :
• keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawata untuk bayi di
rumah.
Intervensi :
1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka
dapat melakukan perawatan.
R/ keluarga bisa merawat klien jika dirumah nanti
2. Ajarkan untuk mengenal tanda – tanda dan gejala yang perlu dilaporkan
perawat.
R/ agar keluarga tetap waspada dan melaporkan tanda & gejala kpd
perawat
3. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan
dilatasi pada anal secara tepat.
R/ keluarga lebih memahami ttg pengurusan bayi
4. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
R/ menghindari infeksi yang ada
5. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
R/ klien lebih mandiri
6. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat)