Professional Documents
Culture Documents
UNTUKPROSESPRODUKSIUDANGBEKU
Oleh:
THORI PRASOJO
F02498082
.»
FAKULTAS TEKNOLOGI
BOGOR
Thori Prasojo (F02498082). Survival Bakteri Patogen pada Udang Selama Pengolahan dan Penetapan Rcncana HACCP untuk Proses Produksi Udang Bcku. Dibawah bimbingan Ratih Dewanti-Hariyadi dan SuIiantari.
RINGKASAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai luas perairan 5.8 juta km2 yang kaya akan sumber daya perairan dcngan potensi perikanan sebcsar 6.6 juta ton. Perikanan, khususnya udang adalah produk agribisnis yang mcrupakan andalan ekspor . Dalam perolehan nilai ekspor perikanan pada tahun 1997, udang mcnernpati urutan pertama diatas ikan tuna sebesar USS 160.133 ribu, Dari total nilai ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat tahun 1997, udang bcku rnencapai 82.3%. Ekspor udang Indonesia juga mengalami peningkatan sebesar 13% selama tahun 1999 dan 2000, yaitu dari 887.6 jutadolar AS pada tahun 1999 menjadi 1,003.3 juta dolar AS pada tahun 2000. Namun ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat banyak mengalami penahanan oleh FDA (Food and Drug Administration). Berbagai kasus penolakan dan penahanan ekspor pangan yang terjadi di Indonesia sebagian besar discbabkan oleh masalah mutu dan keamanan yang dianggap tidak memenuhi persyaratan Intemasional. Dari data yang dikumpulkan selama tahun 2001, masalah utama penolakan ekspor udang tersebut terjadi karena masalah filthy, Salmonella dan insanitary yaitu tcrdapat pada 99% dari 212 kasus penolakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui survival Salmonella, Escherichia coli, dan Listeria pada udang selama proses pengolahan udang beku pada suatu pabrik pengolahan komersial dan menyusun rcncana HACCP untuk pengolahan udang beku di pabrik pengolahan komersial tersebut. Pada sampel udang yang diperoleh dari Gresik, selama proses pembekuan terjadi penurunan kandungan E.coli pada 4 titik pengambilan sampel pertama yaitu pada penerimaan bahan baku (3.18 IogIOCFU/g), pemotongan kepala (2.63 10glOCFU/g), sortasi akhir (1.7 logI0CFU/g) dan pencucian akhir (l.40 log 1OCFU/g). Pada tahap penyusunan terjadi kenaikan jumlah E. coli menjadi 2.52 log 1OCFU/g, meskipun kemudian turun lagi menjadi <3.48(0) log 1OCFU/g setelah pembekuan. Cemaran mikroba Salmonella pada bahan baku udang yang akan dibekukan masih tinggi karena uji Salmonella positif pada 5 sampel yang diuji, yaitu 3 sampel dari Gresik dan 2 sampel dari Kalimantan. Proses sebelum pembekuan juga belum efektif untuk menginaktivasi Salmonella karena pada produk akhir semua sampel positif mengandung Salmonella kecuali 1 sampel udang dari Kalimantan. Jumlah total sampel yang mengandung Listeria dari 5 sampel selama proses terus mengalami peningkatan, yaitu pada tahap penerimaan bahan baku (2 sampel positit), pemotongan kepala (3 sampel positif), sortasi akhir (4 sampel positif), pencucian akhir (5 sampel positi£) dan penyusunan (5 sampel positif) kemudian turun setelah pembekuan (3 sampel positif). Hal ini menunjukkan pengolahan pembekuan udang belum dapat menginaktivasi cemaran Listeria.
Dari diagram penentuan CCP dapat diperoleh beberapa tahap baku yang merupakan CCP dari proses pembekuan udang. Tahap baku yang merupakan CCP tersebut adalab bahan baku udang, es, plastik/wadah, kondisi penimbunan, sortasi akhir, pencucian akhir, pemeriksaan logarn, penyimpanan dan distribusi,
SURVIVAL BAKTERI PATOGEN PADA UDANG SELAMA PENGOLAHAN DAN PENETAPAN RENCANA HACCP UNTUKPROSESPRODUKSIUDANGBEKU
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Oleh:
mom
PRASOJO
F02498082
2003
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTASTEKNOLOGIPERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
. __ .1
SURVIVAL BAKTERI PATOGEN PADA UDANG SELAMA PENGOLAHAN DAN PENETAPAN RENCANA
uxcce
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
F02498082
Dilahirkan pada tanggal8 Mei 1~80 di Wonogiri Tanggal lulus: Menyetujui : Bogor,
....
KATAPENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah serta nikmat yang telah diberikan- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: "SURVIVAL SELAMA PENGOLAHAN DAN BAKTERI PATOGEN PADA UDANG HACCP
PENETAPAN
RENCANA
skripsi ini, terutama kepada: l. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc. selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan, bantuan, saran, kritik serta dukungan
kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. Ora. Suliantari, MS. selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, bantuan, saran, kritik serta dukungan kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. 3. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, MSi. selaku Dosen Penguji yang juga telah memberikan bimbingan dan araban dalam proses pembuatan skripsi ini,
6. Ayah dan Ibu tercinta serta kakak dan adikku tersayang atas semua do'a, dan dukungan baik moral maupun materil sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. 7. Mas Ismail, STP. selaku rekan sepetjuangan dalam penelitian ini. 8. Teman-temanku satu bimbingan (Ananda, Anita, Yuliasri, Ruslan) atas
dorongan moralnya. 9. Mbak Ari, Mas Taufik, Bi Omah, Mbak Ida, Mbak Wiji, Ningrum, Wiwin, . Jule, Demon, Fitri, serta seluruh rekan pada laboratorium Mikrobiologi Pangan PAU Pangan dan Gizi, IPB atas kerjasama dan bantuannya.
iii
10. Anak-anak PR (Otem, Gede, Budi, Aan, Erik, Andi, Harisma dan Mamat) serta sahabat-sahabatku (Unyil, Helmy, Stif, Agung, Nugie, Pungki,
Arvan, Mahdi, Iwa, Wibie, Ade) dan ternan-ternan TPG 35 serta temanternan SMUN 1 Wonogiri yang menuntut ilmu di IPB atas kebersamaan dan semangatnya. 11. Kepada semua pihak yang telah membantu skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bennanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. sehingga terselesaikannya
Penulis
iv
DAFTARISI
Halaman K.A.TAPENGAl'rrI"TAR DAFf AR 181.......................... DAFT AR TABEL DAFT AR GAMBAR................................................................... DAFTAR LAMPIRAN............................................................... I PENDAHULUAN A. LAT AR BELAKANG B. TUJUAN PENELITIAN...................................................... II TINJAUAN PUST AKA.. A. UDANG BEKU B. MIKROBA ALAMI DAN PATOGEN PADA UDANG C. BAKTERI INDIKATOR SANITASI DAN PATOGEN PADA UDANG.................................................................... D. PENGOLAHAN PANG AN DENGAN PEMBEKUAN ..... E. MUTU MIKROBIOLOGI UDANG TENGAH DAN JA WA TIMUR DAR! JAW A . .
111
vii viii ix I
1 1
2
3 3 4 12
9 13
22 22 22 28 .. 30 36
III ,
PADA
UDANG
A. KETAHANAN HIDUP MIKROBA PATOGEN SELAMA PENGOLAHAN B. PENETAPAN PENGOLAHAN RANCANGAN UDANG BEKU HACCP UNTUK
. . .
53 53 54 55 59
vi
DAFfAR TABEL
Judul Tabel Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3 Tabel4. Syarat mutu udang beku Indonesia Standar produk-produk Perikanan di Amerika Serikat . ..
Halaman 4 4 10
Tabel5. Tabel6. Tabel 7. Tabel8. Tabel 9. TabellO. Tabel II. Tabe112. Tabell3. Tabe114. Tabel15.
Umur simpan rata-rata produk pangan pada suhu -18°C dan -4°C .. Pengaruh Suhu Pembekuan, Penyimpanan Beku, Media Suspensi terhadap Ketabanan Listeria monocytogenes Strain Scott A . Mutu mikrobiologi air tambak .. Mikroba Patogen pada Udang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur . Koloni tipikal Salmonella pada beberapa media ..
13
14
15 25 27 30
..
Jumlah E. coli pada Udang selama Pengolahan Udang Beku . Hasil Uji Salmonella UdangBeku Beku Identifikasi bahaya dan tindakan pencegahan Identiftkasi CCP bahan baku ldentifikasi CCP proses pembekuan udang Rancangan RACCP pada Proses Pembekuan Udang pada Udang selama Pengolahan . .. . ..
32 33 37
40
43 57
.
.
VII
DAFfAR GAMBAR
Judul Gambar Gambar 1. Digram Alir Pengolahan Udang Beku Diagram uji lcualitatif Salmonella. Diagram uji kualitatif Listen·Q........................................
Halaman 23 26 28
Gambar2.
Gambar3.
Gambar4.
42
viii
Li1J.IIVliA11
1.
.I..1.a.:llll
S-)'.U .. .. ''''.I-101iJ1u..
r--- __ __ ~
Q __
Hasil Analisa Listeria pada Udang Beku Hasil Analisa Escbertchia coli pada Udang Beku Bagan Pohon Keputusan (Decission tree) penentuan CCP untuk bahan mentah............................................ Bagan Pohon Keputusan (Decission tree) penentuan CCP untuk bahan mentah..............................................
61 62 63 64
ix
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Globalisasi ekonomi dan persaingan perdagangan dunia menuntut setiap negara untuk terns berupaya menghasilkan produk yang berkualitas dan
mampu bersaing di pasar intemasional. Untuk itu produk pangan tidak hanya harus bcrmutu tetapi juga harus mernenuhi persyaratan keamanan. Hal ini ditambah dengan kesadaran masyarakat tentang isu-isu yang menyangkut keamanan dan kesehatan yang membuat para produsen terus mengembangkan sistem pengendalian mutu yang tidak hanya efektif dan efisien tetapi juga
memenuhi standar kerja yang dipakai dan diakui secara intemasional. Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai luas perairan 5.8 juta km2 yang kaya akan sumber daya perairan dengan potensi perikanan sebesar 6.6 juta ton (Abdullah, 1994). Pada kondisi krisis seperti ini, indusri yang berbasis pertanian berperan sangat penting dalam menunjang ekonomi nasional. Perikanan sebagai produk agribisnis merupakan produk andalan
ekspor. Salah satu komoditas perikanan yang berprospek cerah adalah udang. Dalam perolehan nilai ekspor perikanan pada tahun 1997, udang menempati urutan pertama diatas ikan tuna sebesar US$ 160.133 ribu. Dari total nilai ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat tahun 1997. udang beku mencapai 82.3% (Raharjo.1998). Elesper u~g sebesar 13% selama tabun 1999
tahun 1999 menjadi 1,003.3 juta dolar AS pada tahun 2000 (BPS Indonesia, 1999-2000). Amerika SeOOt merupakan pengimpor udang terbesar dunia, sementara Jepang menduduki urutan kedua (Dadang, 1998). Namun ekspor udang
Indonesia ke Amerika Serikat banyak mengalami penahanan oleh FDA (Food and Drug Administration). Berbagai kasus penolakan dan penahanan ekspor
pangan yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh masalah mutu dan keamanan yang dianggap tidak mernenuhi persyaratan Intemasional.
••
=.= ..~.:"'''-'--. --
mengakibatkan
industri udang Indonesia di pasaran dunia, sehingga akhimya berakibat pada penurunan devisa negara. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu mikrobiologi udang segar di pulau Jawa masih rendah (Dewanti-Hariyadi 2001). Oleh karena itu pengoiaban meningkatkan pembekuan dan Suliantari, 2000dapat
udang dibarapkan
B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui survival Salmonella. Escherichia coli. dan Listeria pada udang selama proses pengolahan udang beku pada suatu pabrik pengolahan komersial dan menyusun rencana RACCP untuk pengolahan udang heku di pabrik pengolahan komersial tersebut.
A. UDANG BEKU
U dang adalah salah satu hasil perikanan merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Salah satu cara pengawetan yang dapat memperpanjang umur simpan udang adalah pembekuan, Pembekuan dimaksudkan metabolisme dihentikan mikroorganisme sarna sekali. pada makanan suhu dapat agar aktifitas atau dapat
diperlambat tertentu
Penurunan metabolisme
sampai
taraf
menyebabkan
terhentinya
mikroorganisme,
yang selanjutnya
berakibat kerusakan atau kematian sel (Fennema et al, 1976). Udang beku adalah udang segar dengan kepala atau tanpa kepala, dengan kulit atau tanpa kulit, dengan pengukusan atau perebusan, yang dibekukan secara cepat pada suhu rendah maksimal -450(: sehingga suhu pusat mencapai maksimal-18°C. dan disimpan dengan suhu maksimal-25OC dengan fluktuasi
1°C (standar udang beku Indonesia, 1985 dalam Sutami, 1993). Dalam pembekuan udang terdapat beberapa faktor yang perlu
diperhatikan yaitu suhu pembekuan, suhu penyimpanan, kondisi bakteriologi dan metode yang diterapkan.
cara penanganan,
1977; Ilyas, 1993). Dalam upaya mendorong ekspor udang, pemerintah telah mengel11bangkan standar mutu untuk udang heku yang dituangkan dalam 8NI 01-2705-1992 (Tabel I). sedangkan standar mutu udang FDA disajikan pada Tabe12. Dari tabel 1 terlihat bahwa SNI udang beku mensyaratkan bahwa TPC udang beku maksimal
negatit725g sampel , V. Cholerae negatif7 25g sampel dan Listeria negatif/25g sampel, Staphilococcus maksimal
batas yang masih dapat diterima untuk udang beku adalah TPC maksimal bakteri koliform maksimal 400 koloni/g, E.coli maksimal 25
mikroba yang terdapat pada udang maka di Amerika Serikat udang beku digolongkan kedalam kelas baik jika kandungan TPC kurang dari 4,0 x 10skolonil g dan kelas menengah j ika kandungan TPC an tara 4,0 x 105 sampai 1,9 x 106 kolonilg. Tabel 1. Syarat mutu udang beku Indonesia" KARAKTERISTIK.'!'"
-,
..
~, ,': '.'
-"":
.")
a.
Organoleptik (nilai min) b. Mikrobiologi ./ TPC, per g males ./ E.coli MPN/g maks ./ Salmonellal25g ./ Staphylococcus aureuslg*· ./ V.cholerae12 5g ./ Listeria monocytogenesl25g·*
6 5 x 105 3
negatif 1 x 103
6 2 x 105 3
negatif
1 X 103
~. Fisika
DSN 1992,
.* bila diperlukan
-lSOC
-I SOC
.: hJtp:llwww.Foodmarketexchange.com
B. MIKROBA
PADA UDANG
Pada saluran pencernaan ikan, baik ikan air tawar maupun air laut banyak ditemui bakteri dari genus A lkaligenes, Pseudomonas, Flavobacterium,
Vibrio, Bacillus, Clostridium dan Escherichia. Ikan air tawar mengandung bakteri yang secara alami terdapat pada air tawar, termasukjuga pada umumnya terdapat bakteri yang Lactobacillus, kapal, kotak sumber
Brevibacterium, penyimpanan,
Alkaligenes, nelayan
Kondisi
ikan menjadi
kontaminanasi ikan pada saat ikan dibersihkan. Jumlah bakteri pada lendir dan kulit ikan saat pada saat ikan ditangkap lebih sedikit bila dibandingkan pencemaan. Proses penghilangan dengan mikroba pada insang dan saluran kepala pada udang dapat mengurangi 1978;
kandungan rnikroba sampai sebanyak 75% (Frazier dan Westhoff, Fieger dan Novak, 1961 ).
Pada bagian lendir ditemukan adanya mikroba dari genus Pseudomonas, Alkaligenes, Micrococcus. Flavobacterium. Corynebacterium, Sarcina,
Serratia. Vibrio, dan Bacillus, sedangkan pada udang ditemukan bakteri dari spesies Bacillus, Micrococcus. Pseudomonas, dan Proteus. (Frazier dan Westhoff, 1978). Udang laut trapis banyak mengandung bakteri Gram positif yang bersifat mesofilik, sedangkan udang laut dingin mayoritas mengandung mikroflora Gram negatif yang bersifat psikrofilik seperti Pseudomonas. Moraxella, Flavobacterium, Alkaligenes
Acinobacter, Alkaligenes, Shewanella dan Flavobacterium (Banks et ai, 1980; Jensen dan Fenichal di dalam Lund et al, 2000). Menurut List~n (1980) dalam Hackney (1991), secara umum penyakit ataupun kasus keracunan karena rnengkonsumsi kontaminasi satu atau lebih mikroba: patogen V.para~
-----
alami
khususnya
C.botulinum
tipe
E,
Vcholerae.
dan V.vulvinicus.
patogen dari lingkungan air sebagai akibat buangan limbah manusia atau limbah rumah tangga, seperti
Cperfringens,
Shigella.
Erysipelotrix,
Edwardsiella,
Salmonella.
beberapa spesies Vibrio. Koliform atau kolifonn fekal yang berasal dari pekerja, seperti Ecoli. Staphylococcus dan Salmonella.
c. BAKTERI
INDlKATOR
1. Escherichia coli Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang,
coli termasuk
bakteri
famili Enterobacteriaceae,
oksidase negatif dan dapat tumbuh dengan menggunakan sumber karbon sederhana (misal: glukosa dan asetat), sitrat negatif, Voges-Proskauer
(VP) negatif, dan metil red positif. Pada media eosin methylene blue agar (EMBA) E. coli akan menghasilkan koloni berwarna gelap dan bersinar hijau metalik (Robinson et al, 2000). Beberapa galur dati E.coli dapat menyebabkan penyakit, misalnya dan Ecoli
serotype 0157:H7 yang pada umumnya tahan terhadap kondisi asam dan dapat ditemukan pada daging sapi giling, keju, tauge, salami dan cider apel. Selain itu ada beberapa bentuk E.coli yang dapat menyebabkan penyakit seperti E.coli enteropatogenik, E.coli enteroinvasive, Ecoli
dan E.coli enterotoxigenik. Selang waktu timbulnya pangan yang tercemari E.coli
akibat mengkonsumsi
mempunyai
gejala
yang terkontaminasi. Ciri-ciri keracunan EHEC adalah diare yang disertai dengan darah, mual, muntah, demam, dingin, sakit kepala dan sakit otot. Penyakit karena EHEC yang berkelanjutan biasanya disertai dengan
yaitu anemia
hemolitik, trombocitopenia, dan gagal ginjal akut. Untuk mencegah akihat lebih lanjut dari sindrom haemolytic-uraemic yaitu radang usus besar akut, pasien biasanya diinfus dengan menggunakan obat untuk menginaktifkan sitotoksin dari bakteri EHEC (Robinson et al, 2000).
Pada tahun 1971 di Amerika Serikat dilaporkan untuk pertama kalinya terjadi keracunan pangan setelah mengkonsumsi keju import yang
terkontaminasi E. coli, dan pada tabun 1982 di Oregon, Amerika Serikat terjadi lagi keracunan dari makanan siap saji yang terkontaminasi E. coli (Robinson et ai, 2000).
1. Salmonella
Samonella
termasuk
famili Enterobacteriaceae.
tidak membentuk
spora, Gram negatif, fakultatif anaerobik, dan berbentuk batang, Sebagian besar famili ini ditemukan pada saluran pencernaan manusia dan hewan serta bersifat patogen. Beberapa hewan yang dapat berfungsi sebagai karier terhadap Salmonella adalah anjing, kueing, sapi dan hewan temak, tetapi yang terutama mengkontaminasi makanan adalah yang berasal dari
tikus dan temak unggas (ICMSF, 1996 dan Fardiaz, 1983). Defiguerico dan Splittstoesser (1976) menyatakan babwa Salmonella dapat tumbuh pada suhu antara SOC- 4 T'C. Serotipe bakteri Salmonella tertentu seperti Salmonella heidelberg dapat tumbuh pada temperatur
antara 4°C - 5.'PC dan sebagian besar serotip lain tumbuh pada temperatur antara 6.6°C - 8.2OC dengan kisaran pH pertumbuhan adalah 6.0 - 8.0 dan Aw pertumbuhan berkisar antara 0.999 - 0.945. Salmonella sp tidak garam tinggi, dan ··larutan garam dengan
konsentrasi lebih dari 9% bersifat bakterisidal terhadap Salmonella (Jay, 2000). Keracunan setelah akibat Salmonella makanan biasanya muncul sekitar yang terkontaminasi 12-14 jam gejala
mengkonsumsi
dengan
seperti: mual, sakit perut, sakit kepala, kedinginan dan diare. Salmonella dapat hilang dengan cepat dari usus penderita, dan penderita yang sembuh bisa menjadi pembawa (karier) dari Salmonella (Jay 2000). Jumlah Salmonella yang dapat menyebabkan salmonellosis pada umumnya berkisar antara 107 sampai deogan 109sellg, walaupun ada juga beberapa penelitian yang menyebutkan salmonellosis terjadi setelah
allUUd
IS.000/g (Jay 2000). Menurut Bryan (1977) dalam Jay (2000), jumlah minimum sel Salmonella yang dapat menyebabkan gastroenteritis adalah
antara
io'
untuk Sipullorum
Pada tabun 1985 AS terjadi keracunan setelah mengkonsumsi yang terkontaminasi Suyphimurium dan pada tahun 1994 terjadi keracunan setelah mengkonsumsi es krim yang terkontaminasi oleh Sienteritidis
3. Listeria
Listeria monocytogenes adalah bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, dan bersifat bakteri aerobik sampai aerobik fakultatif, Voges
Proskaeur (VP) positif Urease negatif, katalase positif, oksidase negatif, menghidrolisis eskulin dan membentuk asam tanpa gas dari D-glukosa.
Bakteri ini tumbuh subur pada kondisi anaerobik sampai mikroaerofilik. Listeria toleran terhadap suhu rendah dan dapat tumbuh dan berkembang biak pada temperatur antara 300(: sampai 400c dengan suhu optimum pertumbuhan , dikenali dapat , Listeria pada suhu 3'r'C. Tiga dari enam spesies Listeria yang menyebablcan penyakit pada manusia dan hewan yaitu
membusuk, tanah yang lembab, kotoran pada jerami, makanan dan produk hasil perikanan (Russ, 1994). Pada area industri, L.monocytogenes ditemukan pada pennukaan,yang sering
saluran air yang mampat, lantai, daerah sekeliling proses pendinginan, dan peralatan proses (Cox et al, 1989). Listeria juga dapat menempel di berbagai pennukaan (misal: stainless steel, gelas dan karet), dan dapat
ditemui di daerah tropis. Kebanyakan galur Listeria yang diisolasi 'dari alam tidak bersifat patogen. Listeriosis sering kali menyebabkan aborsi pada hewan temak
misalnya sapi dan domba. Pada manusia, bakteri ini menimbulkan gejala yang nyata seperti septicemia, encephalitis, dan circulatory monocytosis. L.monocytogenes juga dapat menyebabkan gejala sakit perut ringan. Pada wanita, Listeria dapat menyebabkan infeksi di uterus seperti septicemia selama awal kehamilan, meningitis dan terjadi aborsi secara tiba-tiba. Pada orang dewasa, penyakit septicemia. conjunctivitis, pharyngitis dan flu-like Lmonocytogenes, meningitis. endocarditis, tidak boleh ada pada
makanan siap santap, seperti daging kepiting atau ikan asap, tetapi hal ini tidak berlaku untuk bahan mentah yang nantinya akan dimasak sebelum dimakan (Ahmed, 1991). D. PENGOLAHAN PANGAN DENGAN PEMBEKUAN
1. Proses Pembekuan
Proses pembekuan adalah suatu proses yang dilaksanakan di dalam alat pembeku yang tepat sebingga deret suhu penghabluran maksimum
dilalui dengan cepat. Proses pembekuan cepat dianggap selesai jika suhu pusat thermal produk sudah mencapai suhu -lSoe atau lebih rendah (FAO dalam Ilyas, 1993). Untuk membekukan produk pangan dapat dilakukan dengan 2 earn pembekuan, yaitu: pembekuan cepat dan pembekuan lambat Pembekuan cepat adalah proses pembekuan bahan pangan sampai mencapai suhu
penyimpanan -ISoe dan -24°C, beberapa produk mempunyai umur simpan yang berbeda yang ditunjukkan pada Tabel 3 (Lund et al, 2000).
Tabe13. Umur simpan rata-rata produk pangan pada suhu -ISoC dan -4°C* .
;
.-
':,.-~:'.:,.~/
_
.Produk
..
"'''\:''''_
,,"
.VmUr.sinJl~anpada ,:.;,-,c 180CfiiUlan) .:_.«.<.-~ 18-24 6-24 10-24 5-9 12->24 6 12-15
Makanan laut
Butter dan cream Ice cream Kue dan adonan kue
• Lund et al 2000.
diketahui dengan menumbuhkan mikroba pada media minimal. Pada suhu O°C, penurunan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan cold shock yang mengakibatkan kerusakan terhadap beberapa jenis bakteri, hal ini biasanya terjadi pada mikroba di fase log dan tidak pada mikroba di fase statis (Lund et al, 2000 dan Robinson et al, 2000). Selama pembekuan pada media broth, mikroba akan terkonsentrasi pada bagian yang tidak beku dati media tersebut. Pada saat subu turon dan air yang membeku bertambah, peningkatan larutan yang tidak membeku mengakibatkan konsentrasi terjadinya padatan pada difusi air dari
dalam, sel mikroba. Pada bagian yang tidak heku tersebut terjadi kenaikan kekuatan ion yang akan mendenaturasi makromolekul biologi seperti DNA dan protein (Robinson et al, 2000 dan Lund et ai, 2(00). Ketika pembentukan konsentrasi hidrofilik makanan dibekukan, air yang ada berkurang karen a
kristal es, dan Aw menurun karena terjadi peningkatan komponen hidrofilik. organik Tingginya konsentrasi dapat komponen membatasi
seperti
ion-ion
dan anorganik
pertumbuhan
mikroorganisme
air, membatasi
transfer nutrien ke dalam sel dan efek zat terlarut intraseluler (Ibrahim, 1993). Pada sel yang didinginkan pada suhu yang sangat rendah akan terjadi: (I) peningkatan konsentrasi padatan ekstraseluler sehingga air dalam sel
10
terdifusi dan (2) pembentukan es intraseluller, dan bila air dalam sel tidak terdifusi keluar, maka air tersebut akan membeku (Mazur, 1996 dalam Lund et al, 2000). Pengaruh pembekuan pada pertumbuhan mikroba sangat komplek dan berhubungan dengan
struktur membran
sel,
pengambilan
substrat,
respirasi, dan penurunan aktifitas enzim (Dennis dan Stringger. 1992). Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan mikroba selama pembekuan
dan thawing adalah: (1) suhu yang rendah, (2) pembentukan ekstraseluler es dan ekstraseluler dan intraseluler dan (3) konsentrasi
intraseluler padatan (Lund et ai, 2000). Waktu dan suhu pembekuan mempengaruhi kerusakan dan kematian
sel selama pembekuan dan penyimpanan beku. Secara umum, pada suhu yang sangat rendah kerusakan terakumulasi
kerusakan akan meningkat jika suhu mendekati titik beku tetapi tidak pada saat titik beku tercapai (Lund et ai, 2000).
3. Faktor Yang Meropengarubi Ketahanan Hidup Mikroorganisme selama Pembekuan dan Thawing.
Faktor yang mempengaruhi ketahanan mikroba terhadap pembekuan adalah: jenis dan galur mikroorganisme, komponen bahan pangan (seperti protein, peptida, gula, iemak dan juga bahan lainnya), fase pertumbuhan, komposisi media pendinginan dan pemhekuan, _laju pendinginan,
pengaturan waktu dan suhu pendinginan, laju thawing terhadap titik leleh, media cair untuk pertumbuhan mikroba, metoda penentuan perhitungan jumlah yang hidup dan medium yang digunakan untuk menentukan
jumlah yang hidup (Lund et ai, 2000 dan Robinson et al, 2000). Adanya protein pada bahan pangan dapat menyebabkan pembekuan tidak efektif untuk mereduksi jumlah mikroflora pada produk pangan
tertentu (Robinson et ai, 2000). Dalam penelitian tentang bakteri Gramnegatif dan Gram-positif pada tahun 1938, setelah inokulasi Brucella yang diinokulasikan pada es krim
temyata dapat bertahan hidup pada penyimpanan tabun (Wallace, 1938 dalam Lund et al, 2000).
11
Walaupun pada umumnya bakteri Gram-negatif kurang tahan terhadap pembekuan daripada Gram-positif, tetapi bakteri Gram-negatif juga dapat bertahan dengan baik pada makanan beku tergantung komposisi bahan pangan tersebut. Ketahanan hidup dari bakteri patogen seperti Salmonella dan verocytotoxigenic menjadi perhatian Escherichia coli dalam makanan yang beku adalah sedikit dapat
utama
menyebabkan penyakit. Pada makanan beku -2°C dan disimpan pada suhu -17.8°C selama lebih dari setahun, 10% dari inokulum S. typhimurium masih hidup (Raj dan Liston, 1961 dalam Lund et al, 2000). Penambahan lemak susu atau laktosa sebanyak 4% dari glycerol, dan penambahan kasei sebanyak 2% pada buffer phospate dapat melindungi L. monocytogenes pada suhu -ISoe. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada L. monocytogenes yang diinokulasikan pada daging sapi (PH 5.84) yang sebelumnya telah diradiasi
untuk
menurunkan
mikroflora
normal
(Palumbo dan Williams, 1991 dalam Lund et ai, 2000). Setelah dibekukan sampai -ISoe dan disimpan selama 14 minggu, jumlah L. monocytogenes mengalami perubahan, sedangkan pada media Tryptose phosphate agar + 1% sodium pyruvate (yang ditambahkan untuk mencegah penggandaan dari bakteri yag rusak), dan dalam Tryptose phosphate agar + 5% NaCl (yang ditambahkan untuk mencegah penggandaan dari bakteri yang tidak. rusak) selnya mengalami kerusakan. Pengaruh suhu pembekuan, Listeria
penyimpanan
ketahanan
monocytogenes Strain Scott A dapat dilihat pada Tabel a.: Pembekuan lambat menyebabkan terbentuknya kristal es yang besar dan pembekuan cepat menyebabkan Pembentukan berpengaruh penyimpanan membran, kristal terhadap es tersebut daya awet terbentuknya kristal es yang kecil. menjadi produk salah satu faktor yang Selarna
pangan
heku.
12
Tabel 4.
Pengaruh Suhu Pembekuan, Penyimpanan Beku, Media Suspensi terhadap Ketahanan Listeria monocytogenes Strain Scott A. * Media Bufer phosphat 87% sel mati 10,3% sel rusak 2.7% sel tidak rusak 0% sel mati 0% sel rusak 100% sel tidak rusak 60% sel mati 14% set rusak 26% sel tidak rusak Tryptose Broth 54% sel mati 21% sel rusak 25% sel tidak rusak 15.5% set mati <0.8% sel rusak 83.7% sel tidak rusak 61% sel mati 17.2% sel rusak 21.8% sel tidak rusak
8uhu Suhu £._embekuan peny_im~ .is-c, -18°C, 30 menit 4 minggu -19SoC, 1 menit -198°C, 1 menit -198°C, 4 minggu -lSoC, 4 minggu
• Lund et al (2000) E. MUTU MIKROBIOLOGI TIMUR Penelitian mengenai UDANG DAR! JA WA TENGAH DAN JA WA
udang
di Indonesia telah
dilaporkan oleh Dewanti-Hariyadi dan Suliantari (2000-2001). Pada penelitian ini sampel diperoleh dari Jawa Timur dan Jawa Tengah selama musim hujan tahun 2000 yang pada penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa pada musim ini sedikit terjadi kontaminasi dengan musim kemarau. Udang dari laut diperoleh dari dua tempat yaitu Tuban dan Surabaya (Jawa Timur) serta Semarang dan Pekaiongan (Jawa Tengah) demikian juga mikroba pada udang dibandingkan
untuk udang tambakjuga diperoleh dari lokasi yang sarna., Pengujian terhadap
mutu udang secara kuantitatif yaitu dengan menghitung jumlah mikroba TPC, Staphylococcus. Salmonella. kolifonn, Enterobacteriaceae dan E.coli.
sedangkan
V. cholerae, V. parahaemolyticus
dilakukan secara kualitatif Penelitian ini menunjukkan bahwa total mikroba dari udang taut lebih tinggi dari udang tambak. TPC untuk udang laut adalah antara 4.6 x lOS (Semarang, Jawa Tengah) sampai 2.2 x 106 bakteri per gram (Pekalongan, Jawa Tengah), Udang yang dari tambak mengandung total mikroba antara 4.5 x lOS (Surabaya, Jawa Timur) sampai 3.S x lOS bakteri per gram (Semarang, Jawa Tengah).
13
Pengujian terhadap air tambak menunjukkan bahwa jumlah bakteri tidak begitu berbeda dari tiga temp at yaitu: Tuban, Semarang, Pekalongan yaitu antara 3.0 sampai 7.5 x 104/001 (Tabel 5). Jumlah tertinggi ditemukan pada air tambak dari Surabaya. Penambahan kontaminasi dapat berasal dari rendahnya sanitasi kapal, peralatan pengangkut dan pekerja. Jumlah mikroba Staphylococci
dengan 104 bakteri per gram. Jumlah yang tinggi ditemukan pada mikroba tambak, Udang dari Pekalongan mempunyai jumlah mikroba Staphyococci tertinggi dan air tambak
mengandung
mikroba
Staphylococci
mempunyai jumlah total bakteri tertinggi, tetapi banya mengandung kurang dari sarna dengan 10 Staphylococci per ml. Staphylococci biasanya berasal
dati hidung manusia, tenggorokan dan kulit. Kontaminasi dari mikroba ini
rnenunjukkan tingginya keterlibatan dari pekerja selama penanganan udang. Tabe15. Mutu mikrobiologi air tambak*
* Dewanti-Hariyadi
Jumlah Enterobacteriaceae pada air laut maupun dari air tambak di Jawa Timur berkisar antara <10 sampai dengan 1.4x104 Ig . Bakteri tersebut lumlah tertinggi dari Enterobacteriaceae Pekalongan, Timur. ditemukan pada udang yang berasal dati
Jawa Tengah dan yang terendah dari udang Surabaya, Jawa pembusuk ini kemungkinan berasal dari air yang
Bakteri
terkontaminasi (TabeI5). Perbandingan total koliform dari udang taut dan udang tarnbak
14
udang dari Semarang, sementara udang dari laut maupun dad tambak di Surabaya mempunyai total koliform yang sangat sedikit «lO/g). Hasil ini
konsisten terhadap analisa air tambak yang menunjukkan kontaminasi yang rendah dari koliform (Tabel 5). Jumlah dari Escherichia coli udang tambak lebih sedikit bila
Pekalongan, Jawa Tengah, mengandung jumlah E.coli paling tinggi, Adanya E.coli mengindikasikan kontaminasi fekal. Kontaminasi fekal lebih banyak
terjadi di perairan tambak karena biasanya terletak di dekat pemukiman penduduk. Tabel 6 menunjukkan kandungan patogen yang ditemukan dari udang
tambak maupun laut, Dari 16 sampel udang laut dan 16 sampel udang tambak, tidak ada yang terkontaminasi Salmone/la. Vibrio cholerae terisolasi satu dari empat sampel dari udang laut Semarang, sementara sembilan sampel udang tambak dari empat tempat yang berbcda terdapat V.cholerae. Tiga dari empat sampel air tambak, yaitu Tuban, Semarang, Pekalongan terkontaminasi
V.cholerae (Tabei 5). Satu sampel udang tambak dari Tuban, Jawa Tirnur, menunjukkan adanya V.parahaem olyticus. Listeria monocytogenes tidak
terisolasi dari 32 sampel udang ataupun sampel air. Tabel 6. Mikroba Patogen pada Udang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur* Patogen Salmonella . Vibrio cholerae Vibrio p~rahaemolyticus Listeria monocytogenes
(Dewanti-Hariyadi
Jumlah sampel positifitotal sampel Udang laut Udang tambak JawaTen_gah lawa Timur Jawa Timur JawaTen~
,',
'-
-~
,.
Dari hasil peneiitian ini tidak ditemukan adanya Salmonella pada semua sampel. Vibrio cholerae terisolasi hanya dari satu sampel udang laut, tetapi enam sarnpel dari udang tarnbak menunjukkan uji positif pada bakteri ini. Viparahaemolyticus banya ditemukan pada udang tambak dan tidak ada pada
15
udang laut. Walaupun banyak bakteri yang ditemukan pada udang laut, udang tambak lebih banyak terkontaminasi dengan mikroba patogen. F. HAZARD ANALYSIS CRITICAL AND CONTROL POINT (HACCP) Sistem HACCP adalah suatu sistem untuk menjamin produk dengan menganalisa bahaya pada bahan mentah, mutu keamanan bahaya tersebut
dapat timbul selama melakukan proses atau terjadi akibat salah penanganan dari konsumen. Sistem HACCP mengidentifikasi bahaya spcsifik yang
mungkin timbul pada mata rantai produksi makanan dan melakukan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya terse but (Jay, 2000). Menurut SNI (1998) rencana HACCP adalah dokumen yang dibuat
bagi keamanan pangan pada rantai pangan yang dapat dipertimbangkan. Sistem HACCP memberikan perhatian khusus pada mutu dari baban
tambahan yang digunakan dan pada tabap-tahap proses yang dilakukan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman jika semua kriteria diatas dapat dikontrol (Jay, 2000). Sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang tanpa resiko (zero risk), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko babaya keamanan pangan (Dewanti-Hariyadi, 2001). Tujuan penerapan sistem HACCP menurut Fardiaz (1996): a. Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegab atau
mengurangi kasus keracunan melalui makanannya, b. Mengevaluasi cara produksi makanan untuk mengetahui bahaya yang
mengkin timbul dari makanan. c. Memperbaiki cara memproduksi makanan dengan memberikan perbatian khusus terbadap tahap-tahap proses yang dianggap kritis. " d. Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan
makanan serta penerapan sanitasi dalam mernproduksi makanan .. e. Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh operator dan karyawan.
16
~_I~
Aplikasi HAcep
didalamnya terdapat 7 prinsip HACep, yaitu: 1. Penyusunan tim RACCP 2. Deskripsi produk 3. Identifikasi mengenai cara penggunaan/konsumsi dari konsumen, jenis
konsumen, seperti manula, orang sakit, bayi, dan lain-lain. 4. Menyusun diagram alir mengenai proses 5. Verifikasi diagram alir ditempat, 6. Identifikasi Semua Bahaya Potensial 7. Penentuan CCP 8. Penetapan Batas Kritis Dari setiap CCP. 9. Penetapan cara pemantauanlrnonitoring. 10. Penetapan cara tindakan koreksi. 11. Verifikasi. 12. Dokurnentasi. Tujuh prinsip HACCP yaitu: 1. Penentuan Bahaya dan Resiko Bahaya dan resiko bisa ditentukan ~
rnakanan dari diagram atau dengan rnerangking produk akhir dengan menentukan rating dari A sampai F. A positif (+) ditentukan jika bahaya teridentifikasi. Enam kategori bahaya sudah didefinisikan, merupakan
pengembangan dari National Research Council (NRC) untuk Salmonella kontrol. Sistem merangking bahaya dan resiko ini tidak lagi populer di
golongan lemah, manula dan golongan immunoincompetens. B. Produk yang mengandung bahan sensitifterhadap (contoh: sus-a, daging segar). bahaya mikrobiologi
17
udang laut. Walaupun banyak bakteri yang ditemukan pada udang laut, udang tambak lebih banyak terkontaminasi dengan mikroba patogen. F. HAZARD ANALYSIS CRITICAL AND CONTROL POINT (HACCP) Sistem HACCP adalah suatu sistem untuk menjamin produk dengan menganalisa bahaya pada bahan mentah, mutu keamanan bahaya tersebut
dapat timbul selama melakukan proses atau terjadi akibat salah penanganan dari konsumen. Sistem HACCP rnengidentifikasi bahaya spcsifik yang
mungkin timbul pada mata rantai produksi makanan dan melakukan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut (Jay. 2000). Menurut SNI (1998) rencana RACCP adalah dokumen yang dibuat
bagi keamanan pangan pada rantai pangan yang dapat dipertimbangkan. Sistem HACCP memberikan perhatian khusus pada mutu dari bahan
tambahan yang digunakan dan pada tahap-tahap proses yang dilakukan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman jika semua kriteria diatas dapat dikontrol (Jay. 2000). Sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang tanpa resiko (zero risk), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan (Dewanti-Hariyadi, 2001). Tujuan penerapan sistem HACCP menurut Fardiaz (1996): a. Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau
mengurangi kasus keracunan mela1ui makanannya. b. Mengevaluasi cara produksi makanan untuk mengetabui mengkin timbul dari makanan. c. Memperbaiki cara memproduksi makanan dengan memberikan perhatian babaya yang
dan mengevaluasi
cara-cara penanganan
dan pengolahan
makanan serta penerapan sanitasi dalam memproduksi makanan .. e. Meningkatkan inspeksi mandiri terbadap industri pangan oleh operator dan karyawan.
16
Aplikasi HACCP yang dianjurkan oleh CODEX terdiri dari 12 tahap yang didalamnya terdapat 7 prinsip HACCP, yaitu: 1. Penyusunan tim HACCP 2. Deskripsi produk 3. ldentifikasi mengenai cara penggunaan/konsumsi dari konsumen, jenis
konsumen, seperti rnanula, orang sakit, bayi, dan lain-lain. 4. Menyusun diagram alir mengenai proses 5. Verifikasi diagram alir ditempat. 6. ldentifikasi Semua Bahaya Potensial 7. Penentuan CCP 8. Penetapan Batas Kritis Dari setiap CCP. 9. Penetapan cara pemantauanlrnonitoring. 10. Penetapan cara tindakan koreksi. 11. Veriftkasi. 12. Dokumentasi. Tujuh prinsip HACCP yaitu: 1. Penentuan Bahaya dan Resiko Bahaya dan resiko bisa ditentukan '
menentukan rating dari A sampai F. A positif (+) ditentukan jika bahaya teridentifikasi. Enam kategori
pengembangan dari National Research Council (NRC) untuk Salmonella kontro1. Sistem merangking bahaya dan resiko ini tidak lagi populer di tabun sembilan puluhan dan dapat diabaikan (Jay, 2000), yaitu:
A. Produk pangan ini adalah produk spesial yang tidak steril yang
diperuntukkan untuk dikonsumsi golongan beresiko, yaitu bayi, golongan lernah, manula dan golongan immunoincompetens. B. Produk yang mengandung bahan sensitifterhadap (contoh: sus-a, daging segar). C. Tidak ada proses yang efektif untuk mengkontrollmenghancurkan mikroba (seperti pasteurisasi). bahaya mikrobiologi
17
D. Produk yang bisa terkontaminasi ulang setelah proses tetapi sebelurn pengemasan (contoh: tempat pasteurisasi dan pengemasan terpisah), E. Besar kemungkinan dan atau suhunya terjadi kesalahan yang dalam bisa penanganan pada produk yang
distribusi meningkat
konsurnen ketika
dikonsumsi
seharusnya disimpan pada suhu refrigerasi). F. Tidak ada proses pemanasan akhir setelah dikemas atau kctika dimasak di rumah. Dari kategori diatas maka dapat ditentukan berikut: VI Kategori khusus yang digunakan untuk produk tidak steril dan diperuntukkan bagi individu yang dikategorikan pada kategori A. V. Produk pangan yang mengandung lima karakteristik bahaya (B, C, 0, E, dan F). IV. Produk pangan yang mengandung empat karakteristik bahaya. Produk pangan yang mengandung tiga kategori bahaya. Produk pangan yang mengandung dua kategori bahaya. Produk pangan yang mengandung satu kategori bahaya. Produk yang tidak mengandung karakteristik bahaya diatas beresiko babaya kategori bahaya sebagai
III. II. I. O.
yang hubungan
bisa
}>
}>
Pengaturan
pH dari produk
pangan
pada
level yang
mencegah
pertumbuhan mikroba
}>
Higiene karyawan
18
3. Menentukan Batas Kritis. Titik kritis adalah satu atau lebih toleransi yang sudah ditentukan yang harus terpenuhi untuk menjamin bahwa CCP dapat efektif mengontrol bahaya terhadap kesehatan. Contohnya adalah batas suhu refrigerasi
dengan spesifikasi tertentu dan kisaran tertentu atau batas minimum suhu yang dapat membunuh dan mempertahankan cukup lama dari efek negatif patogen. 4. Menentukan Prosedur untuk Memonitor CCP. Memonitor CCP meliputi uji secara terjadwal dan pengamatan CCP dan batas kritisnya, hasil pengamatan hams terdokumentasi. Jika, sebagai contoh, suhu untuk proses seharnsnya tidak melebihi 40°C maka
dokumen.
CCP karena
dapat dengan cepat diukur dan hasilnya segera diketahui. 5. Menentukan Tindakan Koreksi. Tindakan koreksi diambil ketika terjadi deviasi terjadi saat memonitor CCP. Alesi yang diambil hams dapat menghilangkan bahaya yang
dihasilkan dari deviasi. Jika produk tennasuk produk yang tidak aman maka hams dihilangkan. berbeda-beda, secara Walaupun aksi aksi yang diambil tersebut harns kemungkinan untuk
umum
diambil
menghilangkan bahaya yang terjadi dari CCP yang tidak terkontrol. 6. Menentukan Prosedur untuk Verifikasi Tetapkan prosedur verifikasi agar sistem HACep berjalan secara benar. Verifikasi memastikan menegaskan RACCP tennasuk metode, prosedur, dan uji yang digunakan untuk
dan
mikroba
diberlakukan.
19
tennasuk
juga
memeriksa
kembaii
rancangan
HACC?,
catatan
CCP,
deviasi, pengkoleksian sampel secara acak dan analisnya, dan menuliskan rekaman dan inspeksi verifikasi. Laporan inspeksi verifikasi terrnasuk juga menunjuk petugas yang bertanggung jawab terhadap pencatatan dan
memperbarui rancangan HACCP, langsung memonitor data CCP selama operasi, sertifikasi kalibrasi peralatan yang digunakan untul monitoring, dan prosedur deviasi yang digunakan. 7. Menentukan Keefektifan Sistem Dokumentasi Forms untuk mencatat dan mendokumentasikan dikembangkan, modifikasi. tambahan diistribusi. Walaupun HACCP adalah sistem y terbaik yang direncanakan mengontrol bahaya mikrobiologi untuk atau dengan menggunakan sistem HACCP bisa
dokumentasi pengemasan,
HACCP pada industri manufaktur dan servis tidak lepas dari perdebatan. Diantara pertanyaan yang masih melekat dan yang menjadi perhatian serius dari Thomkin, 1990 dalam Jay, 2000 adalah: ~ HACCP memerlukan pendidikan untuk para staf yang tidak
profesional, khususnya dalam industri pangan dan industri rumahan, kegagalan dari individu yang tidak mengerti tentang HACCP dapat menyebabkan kegagalan dan penerapan HACCP. ~ Agar menjadi efektif, konsep ini harus diterima tidak hanya oleh para staf proses pangan, tetapi juga oleh inspektor pangan dan publik. Ketidak efektifan aplikasi pada tingkat manapun akan menyebabkan kegagalan pada keseluruhan usaba untuk menghasilkan produk yang baik. ~ Diantisipasi bahwa para ahli akan mengalami perbedaan mengenai tahap CCP yang diberikan tahap tersebut. dan bagaimana Hal cara .terbaik untuk menyebabkan
memonitor
ini berpotensial
20
Adopsi
HACCP
oleh
industri
berpotensial
untuk
memberikan
jaminan yang salah kepada konsumen bahwa produknya aman dan biasanya konsumen tidak memperhi tungkan bahaya yang dapat
produk pangan sampai produk tersebut perlu sakit untuk diinformasikan produk bahwa pangan
akibat
konsumsi
rumah dan tidak berhubungan dengan tahapan dari proses produksi pangan tersebut. Prinsip HACCP harus dijalankan sampai setelah produk pangan dibeii untuk dikonsumsi.
21
1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang yang diambil dari titik-titik tertentu selama pengolahan udang beku disuatu
pabrik di pulau. Udang berasal dari dua pemasok yang berbeda yaitu: Gresik dan Kalimantan, masing-masing dilakukan penguj ian sebanyak 2 kali ulangan dan 3 kali ulangan. Media yang digunakan adalah Eosine Methylene Blue Agar (EMBA), Lactose Broth (LB), Selenite Cysteine (SC) Broth, Bismuth Sulfite (BS) agar, Xylose Lysine Desoxycholate (XLD)
agar, Hektoen Enteric (HE) agar, Triple Sugar Iron (TSI) Agar, Lysine Iron Agar (LIA), Fraser Broth, Palcam agar, Tripticase Soy Agar dengan 0.6% yeast extract (TSA YE) dan Jarutan garam fisiologis NaCl 0.85%.
2. Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi,
erlenmeyer. jarum ose, ice box, mikropipet lml dan O.lmt, rak tabung, inkubator, blender stainless steel, freezer, timbangan, bunsen, penangas air dan autoklaf.
PATOGEN
1. Peogambilan Sampel
Pada proses pengolahan pengambilan sampel dilakukan dengan
mengambil sampel udang secara acak sebanyak 250g pada setiap tahaptahap proses yang diduga dapat terjadi reduksi, inaktifasi atau kontaminasi mikroba. Tabap-tahap pengambilan udang dapat dilihat pada Gambar 1. sampel selama proses pengolahan
22
Penerimaan .1-
--.....
Sampling 1
Pencucian I (klorin 100 ppm) .1Pemotongan kepala .1Pencucian II(klorin 30 ppm) .1Sizing dan grading (Sortasi 1) .1Sizing dan grading II (Sortasi Final) .1Weighing .1Pencucian Final (klorin 30 ppm)
Sampling 2
Sampiing 3
J,
Sampling4 Sampling 5
J, .!,
.!,
....
Sampling 6
2. Persiapan
cootoh
Larutan fisiologis steril NaCI 0.85% sebanyak 250ml dan 200ml, HFB 200ml dan LB 200ml disiapkan dalam erlenmeyer untuk
menyiapkan contoh yang akan analisa. Jika contoh udang sudah beku maka dilakukan thawing. Thawing dilakukan dengan menyimpan eontoh pada suhu 45°C selama 15 menit dengan menggunakan penangas air dan diaduk seeara kontinyu.
23
Selanjutnya, 250g contoh udang yang diambil dimasukkan ke dalam blender secara aseptis dan ditambahkan larutan garam fisiologis NaCI 250ml (pengenceran 1:1) lalu dibancurkan selama 2 menit. Contoh udang yang telah bancur dimasukkan kedalam media Lactose broth 200ml
(untuk uji Salmonella), Half Frazer Broth 200ml (untuk uji Listeria) dan larutan garam fisiologis NaCI 0.85% 200ml (untuk uji E. coli) yang telah dipersiapkan sebelumnya masing-masing sebanyak 50g hancuran contob. Saat itu erlenmeyer akan berisi 25 gram contoh udang yang dilarutkan dalam 225 ml larutan (pengenceran 10-1)_ Penelitian ini dilakukan duplo dengan 2 kali ulangan untuk contoh udang dari Gresik dan 3 kali ulangan untuk contoh udang dari Kalimantan,
dimasukkan 50g hancuran contob udang (pengenceran 10-1) diencerkan pada pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4 dan pada masing-masing tingkat
dipipet sebanyak Iml kedalam cawan petri steril yang berisi sarnpel pada berbagai tingkat
pengenceran tersebut kemudian dituang dengan media EMBA ± 20ml dan diinkubasi pada suhu 35-37OC selama 24 jam lalu dihitung koloni yang berwama gelap dengan sinar hijau metalik.
,
seB
10mi kemudian
selama 24±2 jam pada suhu 35°C_ Dari tabung SeB diambil 1
ose dan digores secara kuadran (agar terbentuk koloni yang terpisah) pada media Bismuth Sulfite (BS) agar, Xylose Lysine Desoxycholate
.-
(XLD)
duplo). Inkubasi
HEA, XLD, BSA dilakukan selama 24±2 jam pada suhu 35°C. Koloni tipikal Salmonella pada ketiga media dapat dilihat pada Tabel 7.
24
Tabel 7. Koloni tipikal Salmonella pada beberapa media Media Hektoen Enteric (HE) agar. Koloni tipikal Salmonella Warna biru kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam ditengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap ditengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam. Warna merah muda dengan atau tanpa warna hitam ditengahnya, beberapa mungkin tarnpak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap ditengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam. Warna coklat, abu-abu atau koloni hitam, kadang tampak berwarna metalik berkilauan. Sekeliling koloni biasanya akan berwarna coklat pada awalnya dan akan menjadi hitam dengan bertambahnya waktu inkubasi, memproduksi so-yang disebut hallow effect.
Jika koloni tipikal Salmonella tidak ada, maka dicari koloni Samonella yang tidak tipikal sebagai berikut: l.Pada HE dan XLD agar, beberapa kultur Salmonella yang tidak tipikal memproduksi koloni kuning dengan atau tanpa warna bitam ditengahnya. Jika koloni yang tipikal tidak muneul setelah inkubasi 24 ± 2 jam, diambil maksimal j koloni yang tidak tipikal tersebut. 2.Pada BS agar, beberapa galur yang tidak tipikal memproduksi koloni hijau dengan sedikit atau tanpa dikelilingi warna gelap pada media. Jika koloni yang tipikal tidak terdapat pada BS agar yang diinkubasi 24 ± 2 jam,
maka jangan diambil koloninya, tetapi inkubasi lagi selarna 24 ± 2jam. Jika koloni yang tipikal juga belurn muneul, maka ambit koloni yang tidak tipikal setelah diinkubasi 48 ± 2 jam tersebut. Koloni yang dipilih kemudian digores dan ditusuk dengan jarum ose steril pada agar miring TSI, lalu tanpa pembakaran lagi diinokulasikan pada agar miring LIA dengan eara ditusuk dua kali dan digores. Karena
25
pada media LIA hams mempunyai kedalaman 4cm. Inkubasi agar miring TSI dan LIA dilakukan pada suhu 35°C selama 24±2 jam. Salmonella pada medium TSI secara tipikal akan memproduksi basa (merah) pada goresan miring dan asam (kuning) pada dasar tabung, dengan atau tanpa produksi H2S (kehitaman pada agar). Pada LIA. Salmonella secara tipikal akan memberikan (ungu) di dasar tabung. Wama kuning terang pada reaksi basa dasar tabung
menunjukkan
asam (negatif),
Meskipun
menghasilkan warna tersebut. Beberapa Salmonella pada LIA. Beberapa yang bukan Salmonella
merah bata pada LIA miring. Secara umum skema analisis kualitatif Salmonella disajikan pada Gambar 2, dan reaksi biokimia pada
I
PENGKA YAAN SELEKTIF SCB (24 jam. 35°C)
1
ISOLASI DIAGNOSA SELEKTIF BS, XLD. HE (24 jam, 35°C)
I
KONFIRMASI BIOKIMlA TSI, LIA (24 jam, 35°C)
Gambar 2. Diagram uji kualitatif Salmonella.
26
Tabel 8. Reaksi biokimia pada Salmonella. Jenis uji atau substrat Positif 1.Glukosa (TSI) ~.Lysine decarboxylase (LIA) p.H2S (TSI dan LIA)
i Keterangan :
. a) 1-,
Hasil Negatif lDasar tabung merah Dasar tabung kuning Tidak kehitaman
I atau 2 han
+ + +
.. positif'pada
5. Uji kualitatif Listeria (AOAC, 1992) Dari larutan contoh (25g sampel dalarn 225ml larutan HFB yang sudah diinkubasi selama 24jam dengan subu 30°C) diinokulasikan O.lml kedalam Fraserbroth diinkubasi selama 48jam pada suhu 37°C dan
digores pada media Palcam agar lalu diinkubasi pada subu 37°C selama 24-48 jam. Ciri- eiri koloni tipikal Listeria pada media Palcam agar yaitu:
berdiameter 1.5-2mm, wama hijau pudar keabu-abuan dan dikelilingi area hitam. Kultur yang lebih tua akan berwarna hijau dan eekung ditengahnya. Jika langkah Lmonocytogenes pengujian dari sudah Fraser teridentifikasi broth pada Palcam agar, Jika
tidak
dilakukan.
L. monocytogenes
Fraser broth (yang diinkubasi selama 48jam) ke media Palcam agar lalu diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 jam kemudian diamati koloni tipikal Listera yang muneul. Dari media Palcam agar diambil 5 koloni yang tipikal kemudian dig ores pada media TSAYE lalu diinkubasi pada subu 35°C selama 24 jam. Pengamatan pada media TSA YE dilakukan dengan mengacu pada sistem Henri's Illumination yang dimodifikasi. Ciri-ciri koloni tipikal pada media TSA YE yaitu berwama bim atau biru keabu-abuan, Secara umum, skema uji kualitatif Listeria disajikan pada Gambar 3.
lose
contoh dari
27
I
Diino kulasikan 0,1 ml ke Fraser Broth, 3TC, 48 jam
1
Digores 1 loop ke Palcam agar, 37°C, 24 atau 48 jam
I I
II
I I
pertumbuhannya,
28
proses, pangan.
manufaktur,
distribusi,
pemasaran,
persiapan
dan konsumsi
2. Penentuan CCP yang diperlukan untuk mengkontrol bahaya. 3. Pementuan batas kritis dari setiap CCP. 4. Penentuan prosedur untuk memantau CCP. 5. Penentuan tindakan koreksi yang harus diambil jika terjadi deviasi pada CCP. 6. Penentuan prosedur untuk verifikasi agar sistem HACCP dapat berjalan dcngan benar. 7. Dokumentasi.
29
MIKROBA PATOGEN
SELAMA PENGOLAHAN
1. Escherichia coli Survival Ecoli selama pengolahan udang beku dapat dilihat pada Tabe19. Tabe19. Jumlah E. coli pada Udang selama Pengolahan Udang Beku
Pengamatan
Bahan mentah
Udang Kaliman~n
'~«'g::~'<2.8::' (ld6)~~~:t
< 2.8 (0) ." "~~~;~i,',<2.813(Or~~:f£;;: < 2.8 (0)
'cc
<, "
'.CtK:ilildlir~:y~~~0.~~~';? ~·~:3A8~·:(1.40)'
Susun
• data dari 2 kali ulangan
Dari Tabel 9 terlihat bahwa kandungan Escherichia coli pada bahan baku berkisar antara <2.8(2) sampai <3.48(3.18) loglOCFU/g. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewanti-Hariyadi dan Suliantari (20002001), kandungan E.coli udang segar yang diperoleh Surabaya adalah berjumlah <1 sampai <41og10CFU/g. Bahan baku udang dari Kalimantan mengandung E.coli dalam jumlah lebih rendah daripada udang yang berasal dari Gresik, meskipun dari Tuban dan
transportasi bahan baku udang dari Kalimantan memakan waktu 3-4 hari sedangkan bahan baku udang dari Gresik transportasinya tidak memakan waktu yang lama (kurang dari sehari). Hal ini mungkin disebabkan karena di daerah Jawa Timor lebih padat penduduknya sehingga air tambak lebih banyak tercemari kontaminasi feka1. Kandungan <3.48(3.18) E.coli udang tanpa kepala mengalami <3.48(2.63) loglOCFU/g untuk penurunan udang oleh E.coli, mengingat bakteri ini adalah indikator
dari
menjadi
Gresik,
Menurut Fieger dan Novak (1961), penghilangan kepala akan mengurangi derajat kontaminasi bakteri sebanyak 75%.
Sortasi
akhir
pada
proses
pembekuan
udang
bertujuan
untuk
memisahkan udang berdasarkan wamanya (hitam atau biru). Pada tahap sortasi akhir jumlah menjadi E.coli juga <3.48(1.70) mengalami loglOCFU/g penurunan untuk yaitu
dari
<3.48(2.63)
udang
Gresik,
sebelum sortasi akhir terdapat tahap pencucian dengan air dingin yang mengandung klorin 30 ppm dan suhu udang dipertahankan tetap dingin dengan menggunakan media es selama proses. Pencucian dengan klorin dan suhu yang dingin tersebut menyebabkan jumlah E.coli mengalami penurunan. Tahap pencucian akhir dilakukan dengan menggunakan air kIorin 30 ppm dengan cara dicelupkan kedalam bak cuci sebanyak riga kali. Pada Tabel 9 terlihat bahwa
E.co/i
yaitu dari
<3.48(1.70) menjadi <3.48(1.40) loglOCFU/g untuk udang dati Gresik setelah mengalami pencucian akhir tersebut. Pada tahap penyusunan udang yang berasal dari Gresik sebelum dibekukan terjadi kenaikan yaitu dari rata-rata <3.48 (1.40) setelah cuci akhir menjadi rata-rata <3.48(2.52) loglOCFU/g setelah susun. Pada saat disusun udang diberi air dingin untuk menjaga suhu tetap dingin dan memakan waktu yang lama sekitar IS menit dan dapat bedangsung lebib lama lagi jika udang banyak. Waktu yang lama dari tahap penyusunan udang, es yang digunakan dan suhu air yang kurang dingin (Iebib dari
5°C) dapat menjadi sebab dari kontaminasi Escherichia coli. Kandungan E.coli bahan
baku udang
dari
Kalimantan
rendah
(2 oglOCFU/g) dan mengalami penurunan setelah diproses, yaitu menjadi 1.70 loglOCFU/g setelah pemotongan kepala dan tidak terdeteksi lagi pada proses selanjutnya. Pada produk akhir jumlah E.coli rendah yaitu <3.48(0} loglOCFU/g sehingga memenuhi standar SNI udang beku untuk E.coli yaitu 3 MPN/g.
2. Salmonella
Semua sampel dari dua tempat
dan
Kalimantan) positifmengandung
31
tempat tersebut, Dari penelitian yang dilakukan oleh Dcwanti-Hariyadi dan Suliantari (2000-2001) untuk udang laut dan udang tambak dari Salmonella.
Bakteri Salmonella ini dapat disebarkan dari kotoran binatang, hewan ternak atau dari manusia dan tcrbawa ketambak oleh aliran air. Hasil uji ketahanan TabellO. TabellO. Hasil Uji Salmonella pada Udang selama Pcngolahan Udang Seku* Salmonella selama proses pembekuan dapat dilihat pada
Pada proses pembekuan udang, dari enam. tahap pengambilan sampel tidak terlihat terjadi adanya inakti vasi Salmonella. Pada enam tahap proses tcrsebut, dari lima kali pengujian hanya teIjadi inaktivasi Salmonella pada satu sampel saja yaitu setelah tahap pembekuan sampel udang dari
Kalimantan. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan udang beku belum efektif untuk menginaktifkan Salmonella, pad aha I menurut standar SNI
bakteri ini tidak boleh ada dalam 2Sg sampel udang heku. Ncgara-ncgara pengimpor udang seperti Amerika Serikat impor udangnya tidak boleh mcngandung juga mensyaratkan SalmonellallSg bahwa sampel
(Anonim, 2002). SOOu pengangkutan dan suhu proses yang tidak terkontrol (lebih dari 5OC) dapat menyebabkan mcncemari udang lain. baik mikroba ini dapat berkembang biak dan
selama pengangkutan,
selama penimbunan
untuk menurunkan
32
jumlah
mikroba,
menjamin
membunuh
mikroorganisme
(Frazier, W. C et al, 1988). Pada makanan beku suhu ~22°C dan disimpan pada suhu ~17.8°C selama lebih dati setahun, 10% dari inokulum
Suyphimurium masih hidup (Raj dan Liston, 1661 dalam Lund, 2000).
Oleh karena itu, untuk menghindari perkembangbiakan disarankan untuk tetap mempertahankan
Salmonella udang,
suhu pengangkutan
penimbunan, maupun suhu proses tidak lebih dari 5°C. karena pada suhu diatas SOC Salmonella bisa twnbuh dan berkembangbiak sehingga
mencemari udang lain, bahkan Salmonella heidelberg dapat tumbuh pada suhu 4°C~5.7°C (Defigueiredo dan Splitstoesser, 1976). Dalam uji
Salmonella perlu dilakukan konfinnasi lagi setelah uji TSI dan LlA yaitu uji serologi yang tidak dilakukan dalam penelitian ini.
3. Listeria
Tabel 11. Hasil Uji Listeria pada Udang selama Pengolahan Udang Beku
2 sampel
dari
5 kali pengujian
bahan
baku
udang
Listeria, yaitu 1 sampel dari Gresik dan 1 sampel dari Dari jumlah tersebut terlihat tidak adanya perbedaaan
Listeria dari kedua daerah asal bahan baku udang. Dari dan Suliantari (2000-
2001) untuk udang laut dan udang tambak dati daerah Jawa-Tengah dan Jawa Timur tidak mengandung Listeria .. Ketabanan Listeria selama proses pembekuan udang ditunjukkan pada Tabel 11.
33
sampel yang mengandung Listeria yaitu dari 2 menjadi 3 sampel. Setelah pemotongan kepaIa, udang kemudian dikumpulkan kedalam bak, dan
sering menunggu dalam waktu lama untuk diproses selanjutnya. Hal ini dapat menyebabkan udang yang mengandung Listeria mengkontaminasi udang lainnya dalam bak yang sama, Setelah sortasi akhir terjadi kenaikan jumlah sampel yang mengandung Listeria yaitu dari 2 menjadi 3 sampel. Sebelum sortasi akhir yang bertujuan untuk memisahkan wama, dilakukan sortasi pertama untuk
memisahkan ukuran udang. Pada saat sortasi diusahakan suhu dijaga tetap dingin dengan menggunakan es. Selang waktu antara pemotongan kepala dan sortasi akhir cukup lama karena proses sebelumnya yaitu pemotongan kepala lebih cepat dilakukan daripada proses sortasi. Pada ketiga proses tersebut juga banyak mengalami kontak dengan tangan pekerja dan terjadi pencampuran udang yang menyebabkan kenaikan jwnlah sampel yang
mengandung Listeria. Pada tahap proses pencucian akbir dengan 30 ppm klorin, jumlah bakteri Listeria mengalami peningkatan dari 4 menjadi 5 sampel positifl (Tabel 11). Peningkatan tersebut dapat berasal dati air cucian yang dipakai yang sudah terkontaminasi oleh Listeria yang tidak mati oleh klorin dan mengkontaminasi udang yang dicuci.
,
pertama dan kedua yang dilakukan dengan cara penyiraman ke keranjang udang dengan air klorin, pencucian ketiga (terakhir) dilakukan dengan cara pencelupan udang keda1am bak yang berjumlah tiga. Pencucian dengan cara ini beresiko terbadap kontaminasi mikroba dati udang yang dicuci sebelumnya, sebaiknya penggantian terhadap air cucian dari bak dilakukan setelah dipakai untuk mencuci 10 kali dan tidak tergantung oleh
pengamatan pekerja (keruh atau belurn keruh). Pada tahap penyusunan kandungan Listeria tidak mengalami perubahan dari proses sebelumnya yaitu pencucian akhir (5 sampel positif). Proses pembekuan dan penyirnpanan pada suhu rendah bukan
34
jumlah mikroba (Frazier, W. C et al, 1988). Menurut Lund (2000) Listeria monocytogenes dalam media Tryptose Broth yang dibekukan pada subu -18°C selama 30 menit dan disimpan pada suhu ~18°C selama 4 minggu menunjukkan 25% sel tidak rusak, 54% sel mati, 21 % sel rusak, maka dari itu, faktor-faktor yang dapat menimbulkan kontaminasi oleb Listeria pada bahan baku dan pengolahan udang beku harus dikontrol agar standar ekspor udang beku dapat terpenuhi. Sumber kontaminasi Listeria tersebut dapat berasal dari peralatan, tanab yang dibawa oleh sepatu pekerja, tempat saluran air yang mampat, area sekeliling pembekuan, kemungkinan lantai yang lembab, peralatan proses dan
1989). Listeria juga dapat menempel di berbagai permukaan (misalnya: stainless steel, gelas dan karet), dan dapat membentuk biofilm di sekitar area pengolahan daging dan susu (Jeong et 01, 1994). Menurut SNl udang beku, Listeria monocytogenes tidak boleh ada pada 25g sampel pengujian. Pada basil penelitian ini, 3 dari 5 sampel Listeriall5g. Menurut Raj dan Liston (1961) dalam Lund (2000) walaupun bakteri Gram-negatif kurang tahan pada pembekuan dibanding bakteri Gramproduk akhir mengandung
dari pengaruh
tumbuh mikroba tersebut. Pada hasil penelitian ini, jwnlah sampel yang mengandung positif yaitu
bakteri Gram-negatif yaitu Salmonella dan balcteri GramListeria yang terdeteksi pada produk akhir tidak 4
sampel dan Listeria terdeteksi sebanyak 3 sampel pada lima sampel yang diuji, bal ini menunjukkan bahwa udang merupakan untuk memberikan perliodungan terhadap media yang baik
35
B. PENETAPAN UDANGBEKU
RANCANGAN
HACCP
UNTUK
PENGOLAHAN
HACCP penting untuk dilaksanakan di industri pangan karena dengan penerapan HACCP yang benar akan menjarnin mutu keamanan produk (Jay, 2000). Walaupun HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang tanpa resiko
dirancang
untuk
dapat
rnerninirnumkan resiko babaya keamanan pangan (Dewanti-Hariyadi, 2001). Sebelum program program
GMP (Good
program umum,
dijalankan
bangunan dan fasilitas, peralatan, serta pengendalian produksi dan proses. Sedangkan SSOP dibagi menjadi delapan bidang kunci, yaitu: keamanan air (memenuhi kriteria air minum), kondisilkebersihan dengan makanan, pencegahan fasilitas sanitasi, proteksi kontaminasi permukaan yang kontak
tangan dan
dan
pencemaran
pelabelan
penyimpanan yang tepat, kondisi kesehatan pekerja serta penghilangan hama. 1. Identifikasi Babaya Proses Pembekuan Udang
Pada industri pengolahan udang beku, bahaya yang utama yang terdapat dalam produk udang adalah adanya Salmonella. Salmonella ini bisa tumbuh pada kisaran suhu 5°C-47°C, bahkan Salmonella heidelberg bisa tumbuh , pada suhu 4°C-S.7°C Untuk mernonitor pertumbuhan Salmonella dan juga mikroorganisme lainnya pada pelaksanaan HACCP tidak disarankan dengan menggunakan uji dilaboratorium karena waktu yang diperlukan terlalu lama (4-5 hari) sehingga tidak efektif (hatas mikrobiologis kurang efektif jika
digunakan sebagai batas kritis) (Jay, 2000), sebagai gantinya adalah dengan memonitor faktor fisik seperti suhu tempat udang diproses dan suhu air yang digunakan (maksimal SOC). Tabel 12 menunjukkan bahaya dan tindakan pencegahan pada proses pembekuan udang.
36
TPC, E.coli. Koliform, Salmonella. Staphilococcus aureus, Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus, Listeria. Mikrobiologi
.:. Seleksi bahan baku melalui sertifikat analisis. .:. Jaminan supplier. .:. Suhu maksimum transportasi dan penimbunan udang SoC. •:. Pe laksanaan prosedur standar (SSOP) dengan baik (cuci tangan, pemakaian seragam produksi, penutup kepala dan sarong tangan yang bersih .:. Seleksi bahan baku melalui sertifikat analisis . .:. Jaminan supplier.
.:. Pengujian
bahan
baku
acid,
Cleaning agent
terhadap kandungan logarn erat dengan metode yang diakui . •:- Seleksi bahan baku dengan kandungan logam sesuai dengan standar Internasional. .:. Penggunaan cleaning agent yang tidak toksik dan aman untuk makanan (dapat dikendalikan dalam
proses) .
Kimia •:. Penyimpanan cleaning agent terpisah dengan ruang produksi dan jauh dari tempat pemimbunan bahan baku . •:. Semua bahan kimia harus tertutup rapat dan diberi label yang sesuai.
Bahan
plastik
kimia
pembuat
.:. Pemilihan
wadah yang benar . (sesuai dengan spesifikasi produk) . •:. Jaminan supplier.
37
Kontaminasi fisik dari bahan baku dan kontaminasi silang dati cemaran fisik (seperti: gelas, kayu, logam, karet, plastik, debulbatu dan serangga).
Fisik
.:. Pengujian secara visual olehQC . .:. Semua alat produksi terbuat dari logam (stainless stell). .:. Penerapan GMP dan melarang pekerja membawa alat yang dapat menimbulkan kontaminasi fisik, seperti pensil, sisir, gelang, dsb ke area poduksi . •:. Menggunakan detektor logarn sebelum produk dikemas dan dipasarkan . •:. Pemasangan lampu dan alat pencegah serangga . .:. Penerapan GMP pada gedung pabrik, seperti tidak ada jendela kaca yang dapat menimbulkan kontaminasi saat terjadi kecelakaan.
Bahaya mikrobiologi pada udang yaitu TPC, Coliform, Salmonella. Ecoli, Staphilocooccus aureus, Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus, Listeria. Bahaya mikrobiologi tersebut diambil dari standar produk udang beku Indonesia (SNI No. 01-2705-1992),
I
tidak terdapat tahap untuk membunuh mikroba sampai steril. Bahan baku yang mengandung bahaya mikrobiologi tersebut yang melebihi hatas
toleransi akan sulit untuk direduksi atau dihilangkan sampai batas yang memenuhi standar. Bahaya fisik yang tidak sengaja mengkontaminasi bahan baku adalah
potongan kayu, potongan serangga, plastik, gelas dan lain-lainnya dapat dihilangkan pada tahap sortasi. Bahaya fisik dapat juga terjadi karen a
kesengajaan petani atau supplier dengan memasukkan logam kedalam udang untuk menambah berat udang. Logam tersebut akan terdeteksi pada detektor logam pada tahap proses pembekuan· udang. Cemaran fisik selama proses
38
produksi dapat dicegah dengan penerapan cam produksi (GMP dan SSOP) yang benar dari semua personil produksi. Bahaya kimia yang mungkin terkandung dalam udang adalah logam berat (misalnya: Hg, Cd, Ph) dan hahaya kimia lainnya (misalnya: Histamin, EDTA, S02, P20s, Oxolinic acid, Oxytetracyclin). Bahan baku untuk
pengemas hams sesuai untuk produk pangan, misalnya: plastik pengemas harus termasuk GRAS (Generally Recognized as Safe). Migrasi monomer dari hahan pengemas yang tidak aman bisa mengganggu kesehatan manusia. Penyimpanan bahan-bahan kimia scperti sanitaiser yang digunakan untuk proses produksi hams pada tempat yang terpisah dari ruang pabrik dan diberi label yang sesuai serta ditutup rapat agar tidak terjadi kesalahan pemakaian dan kebocoran yang hisa mengkontaminasi produk.
2. Identifikasi
Udang
mengganggu kesehatan dan tidak ada proses yang dapat mereduksi bahaya
tersebut sampai batas aman tennasuk. dalam CCP. Untuk menentukan CCP
pada bahan baku dan proses dapat menggunakan bagan decission tree yang tercantum dalam lampiran 4 dan 5. Tabel13 menunjukkan identifikasi CCP pada bahan baku.
39
F : benda asing
•
Udang
K : logam berat
M: mikroba
proses pembekuan, ada tahap sortasi dan deteksi logam menggunakan detektor ./ Pada proses selanjutnya tidak ada tahap yang bisa mengbilangkan logam berat sarnpai batas aman ./ Pada proses selanjutnya tidak ada tahap yang bisa menjarmn mikroba menghilangkan patogen sampai batas Air mengalarni proses seperti pndahuluan penyaringan yang dapat menghilangkan bahaya ini, lolos uji kelayakan air oleh Dinas Kesehatan ./ Lolos uji kelayakan air oleh Dinas Kesehatan ./ Lolos uji kelayakan air oleh Dinas Kesehatan
./ Pada
• •
Air
F : benda asing
K : logarn berat
M: mikroba
F : benda asing
•
Es
K : logam berat
M: mikroba
Pada proses pembekuan terdapat tahap sortasi dan deteksi logam yang akan menghilangkan bahaya ini ./ Pada proses selanjutnya tidak ada tahap yang bisa logam menghitangkan berat sampai batas aman ./ Pada proses selanjutnya tidak ada tahap yang bisa menjamin mikroba menghilangkan patogen sampai batas
40
Baha.n baku
Babaya
PI
y
Pl P3 CCP
Y T T
Keterangan
yang dipakai adalah plastik dan kardus pembungkus yang bisa diamati seeara visual jika ada kontaminasi benda fisik (pemngemasan dilakukan secara manual) ./ Kemasan perlu dipilih yang am an untuk mengemas bahan pangan agar tidak terjadi migrasi komponen kimiawi dari plastik yang membahayakan kesehatan ./ Pengemasan dilakukan setelah produk mengalarni pembekuan dan seeara eepat
./ Kemasan
F : benda asing
Plasikl kemasan
I•
•
K : logam berat
M: mikroba
Cernaran mikrobiologis pada bahan baku udang dan bahan baku lainnya tennasuk CCP karena pada proses peogolahan selanjutnya tidak terdapat tahap yang meojamin mikroba tersebut tereduksi sampai batas standar yang berlaku. Pembekuan
I
batas amao. Logam berat yang terdapat pada udang segar dao bahan baku lainnya seperti air, es, monomer
pangan, tidak dapat dihilangkan pada proses pembekuan udang sehingga perlu pengontrolan yang ketat pada bahan baku dan perlu adanya jaminan
I
supplier. Logam herat yang terdapat udang dapat dikontrol dati air tambak
dan dapat diperkirakan dengan melakukan penelitian air tambak dan meneliti lingkungan tambak dengan mencari tempat-tempat yang berpoteosi menimbulkan pencemaran logam tersebut.i Bahan tambahan yang dipakai perlu dieek jaminan supplier bahwa produk tersebut amao untuk pangan dan dipakai sesuai petunjuk. Gambar 4 menunjukkan tahap proses pembekuan udang dan identifikasi CCP proses pembekuan dapat dilihat pada tabel14.
41
_..
SlVngdan
Grading (Sertasl 1)
.._
Pemotongan Kepala
Shingdan
GrtzdingII (Somsi Final) Weighing
GlIlzing
PembekuaD
Pemeriksaan Logam
Pengemasan
Penyimpanan
Stuffing Export
42
Mikroba Salmonella berkembang biak j ika suhu transportasi > 5°C, mikroba ini tennasuk indikator utama persyaratan udang beku ekspor (tidak boleh ada
1.2
Penimbunan
YT
yyy
YYT
Bahan baku udang akan ditimbun jika tidak bisa diproses pada hari terse but, suhu peti penimbunan harus dipertahankan tetap pada suhu < SoC agar Salmonella tidak tumbuh '" Suhu tiap-tiap proses sangat penting untuk dijaga agar tetap < 5°C agar mikroba patogen salmonella tidak tumbuh dan biak Pencucian pada tahap ini dimaksudkan untuk mereduksi mikroba tetapi tidak menjamin mereduksi mikroba sampai batas aman (sesuai standar eksport) '" Setelah tahap ini, bahan baku udang akan mengalami proses pencucian ddengan klorin lagi
43
No
I
5 Pencucian II (klorin30 ppm)
kepala adalah prosedur untuk menghasilkan udang beku tanpa kepala (salah satu jenis produk udang diekspor), untuk mengurangi walaupun mikroba, jumlah kepala pemotongan tidak tersebut secara dimaksudkan untuk tujuan khusus tersebut.
yyTYy
Sortasi I
Yy
yy
Sortasi II (akhir)
yyy
--
-/ Pencucian pada tahap ini untuk dimaksudkan mereduksi mikroba tetapi menjamin tidak mikroba mereduksi aman batas sampai (sesuai standar eksport) ./ Setelah tahap ini, bahan udang akan baku proses mengalami ddengan pencucian klorin laai -/ Sortasi I ditujukan untuk udang memisahkan ukurannya, menurut _.ini proses setelah dengan dilanjutkan sortasi terakhir -/ Sortasi II ditujukan untuk udang memisahkan wamanya menurut pengecekan sekaligus terdapat jika akhir kontaminasi benda fisik yang dapt diamati secara visual
44
No 8
Proses Penimhangan
Pp 12 YY
CCP T
Keterangan
./ Penimhangan
dimaksudkan untuk pengecekan berat sebelum dibekukan dan dikemas dan dilakukan dalam waktu yang singkat « 5 menit)
I
9
Pencucian Akhir 30ppm klorin yy y
10
Pembekuan
YY
--
Pada tahap ini ditujukan untuk mereduksi jumlah sampai hatas mikroba aman sebelum dibekukan ./ Proses pembekuan hanya jumlah mereduksi mikroba dan bukan tahap sehingga sterilisasi pencucian akhir penting mereduksi untuk mikroba ./ Proses pembekuan akan dan mereduksi mempertabankan jumlah mikroba sehingga sesuai dengan standar ekspor
./
11
Glazing
;
YY
./ Glazing ,
standar proses umum yaitu pembekuan, pelapisan bahan yang heku dengan air dan dibekukan lagi agar agar lama tahan lebih kebekuannya ./ Proses ini tidak bertujuan mengurangi untuk mikroba secara khusus dan berlangsung cepat adalah
45
No 12
yY
12
PP 34 Y-
CCP y
Keterangan
./ Tabap
13
Pengemasan
YY
!I
_.
14
Penyimpanan
yY
YT
15
Distribusi/Transportasi
YY
yT
yang terbawa oleh bahan pangan dan tidak teramati seeara visual/lolos sortasi ./ Pengemasan dilakukan setelah udang dibekukan sehingga kontaminasi melebihi batas yang aman tidak te_!jadi ./ Pada penyimpanan jika suhu penyllnpanan meningkat akan membuat kondisi udang meningkat beku dan memungkinkan bakteri patogen tumbuh meleihi batas aman ./ Seperti pada
penyimpanan,
transportasi udang beku harus dipertahankan tetap dingin agar tidak terjadi peningkatan jumlah mikroba pada bahan tersebut
Keterangan: P: pertanyaan pada diagram keputusan penenman CCP, Y: Ya, T: Tidak
dilakukan pada sistem HACCP. yaitu observasi visual, evaluasi indera, pengujian secara fisiko tes kimia dan pemeriksaan mikrobiologi. Karena
hasil yang diperoleh, maka pada umumnya observasi visual sering menadi
pemantauan yang paling berguna (Winamo, 1997). Tabel 15 merupakan raneangan HACCP Plan industri pembekuan udang.
46
Tabe 15. Ra ncangan HACCP oa d a Proses P em b e leuan Ud aog Tindakan No. Tahap Batas Kritis Bahaya Pencegahan CCP Proses Jaminan supplier Salmonella 1.1 Bahan efektif: baku Lulus audit udang - Audit
Pemantauan Prosedur Freleuensi Audit oleh auditorQA terlatih Memeriksa suhu kontainer Memeriksa sertifikat analisa supplier Tes Salmonella Audit oleh auditorQA terlatih Memeriksa sertifikat analisa supplier Tes lab Tahunan Setiap batch Setiap batch Setiap bulan Tahunan
Tindakan Koreksi
Ganti Supplier Hubungi supplier. tolak pengiriman/ganti supplier Hubungi supplier. tolak pengiriman! ganti supplier
1.2
rnaksimum maksimum
Histamin,
Logam berat dan bahan kimia lainnya (Hg. ce, Pb. EDTA.S02• P20s, Oxolinic acid, Oxytetracyclin)
Jaminan supplier
efektif
Audit
Lulus audit
Ganti Supplier
47
No. CCP 2
Tindakan Pencegahan Jaminan supplier efektif: - laporan negatif dati supplier - pemastian air dapat diminum mela1ui analisa sampel ditempat
Batas Kritis
Pemantauan Prosedur Frekuensi Periksa pembelian sebelumnya Tinjau sertifikat analisis Tiap pembelian Tiap pembelian
Tindakan Koreksi
--
Ganti Supplier Hubungi supplier, tolak pengirimanlganti supplier Hubungi supplier, tolak pengirimanlganti supplier
.
Suhu proses air/wadah yang kontak dengan udan_g 3 Pertumbuhan Salmonella Pemastian suhu amanuntuk pertumbuhan Salmonella (penambahan es pada wadah dan air), Suhu maksimal air proses dan wadah 5°C Periksa dengan menggunakan tennometer setiap wadah atau air cuci yangkontak dengan udang Setiap batch
48
No. CCP
4
Bahaya Bahankimia pembuat plastik dan bahan aditif terlarut kedalam produk
Tindakan Penc~ahan Pemilihan wadah yang benar (sesuai dengan spesifikasi produk)
penggunaan
makanan: - produk udang - memenui batas migrasi legal Lulus audit Suhu maksimal air proses dan wadab SoC
Pemantauan Prosedur Frekuensi Tinjau daftar Setiap kali komponen dan perubahan data migrasi supplier supplier untukjenis terhadap pembungkus peraturan atau kemasan
laminan supplier
Pertumbuhan
Salmonella
Sortasi final
(penambahan es pada wadab dan air) laminan supplier efektif Audit Penempatan pekerja sortasi yang handal
Audit oleh auditorQA terlatih Periksa dengan menggunakan termometer setiap peti penimbunan
Ganti supplier Penambahan es sampai batas suhu terpenuhi «SOC), pencucian lagi udang dengan air klorin, dijual sebagai produk lokal Ganti Supplier
Lulus audit
Audit oleh auditorQA terlatih Pemeriksaan secara visual oleh petugas sortasi dan QC
Tahunan
Tiap batch
Ganti petugas sortasi, beri pe latihan dan motivasi pada petugas sortasi dan supervisor
49
No. CCP 7
Tindakan Pencegahan Pemastian kadar klorin sesuai prosedur Penggantian air cueian Pendinginan cepat sesuai standar produk udangbeku
Batas Kritis 30 ppm 10 kali euci airdiganti Suhudan waktu pembekuan: males 45°C, 30 menit
Pemantauan Prosedur Frekuensi Pengukuran Setiap han kadar klorin Pengawasan kepada petugas Alat peneatat grafik: - pemeriksaan secara visual dan saat mengakhiri - Ukursensor suhu terhadap termometer yangsudah dikalibrasi Auditoleh auditorQA terlatih Uji produkjadi Periksa keterandalan alat Setiap hari Tiap batch
Tindakan Koreksi Ganti air cuci yang sesuai dengan prosedur Memberikan teguran dan motivasi kepada
petugas
Pembekuan
Tiap hari
QC
Pemeriksaan logam
...
50
No. CCP 10
.,_
Distribusi
11
Pemantauan Prosedur Frekuensi Maksimal Alat pencatat Setiap hari grafik suhu, subu penyimpanan ukursensor • 25°C subu terhadap dengan tennometer fluktuasi 1°C yangsudah dikalibrasi Maksimal Alat pencatat Tiap hari grafik suhu, subu penyimpanan ukursensor suhu terhadap - 25°C dengan terrnometer fluktuasi 1°C yang sudah dikalibrasi Batas Kritis
Tindakan Koreksi Karantina produk (rework/pembuangan), periksa periksa alat penyimpanan (freezer)
51
4.
pengawasan terhadap cara penanganan bahan baku udang dari petani dan supplier. d. Perancangan, pengkomunikasian dan pelaksanaan sistem HACCP
kepada karyawan yang benar dan mengadakan pelatihan HACCP dari lembaga yang diakui. e. Tindakan pengawasan produksi udang dengan ketat dari perusahaan sesuai dengan standar kerja (GMP. SSOP dan HACCP).
f. Pengadaan
g. Perbaikan
sarana
laboratorium
yang memadai
dan memberikan
pelatiban kepada anal is untuk meningkatkan kemampuannya. sistem manajemen Quality Control dan pelimpahan
tanggung jawab pengawasan mutu kepada karyawan dengan benar dan jelas.
52
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
A. KESIMPULAN Pada sampel udang yang diperoleh dari Gresik, setama proses pembekuan terjadi penurunan kandungan E.coli pada 4 titik pengambilan sampel pertama yaitu pada penerimaan bahan baku (3.18 loglOCFU/g). pemotongan (2.63 log 1OCFU/g). sortasi akhir (1.7 loglOCFU/g) dan pencucian kepala akhir
(1.40 log 1OCFU/g). Pada tahap penyusunan terjadi kenaikan jumlah E.coli menjadi 2.52 loglOCFU/g. meskipun demikian, kemudian turun lagi menjadi
o loglOCFU/g
dari air es dan suhu air yang kurang dingin dapat menjadi sebab kontaminasi E.coli pada tahap ini. Kandungan Ecoli bahan baku udang dari Kalimantan
menjadi 1.70 loglOCFU/g setelah pemotongan kepala dan tidak terdeteksi adanya E.coli lagi pada proses selanjutnya. Pada produk akhir jumlah E.coli rendah yaitu <3.48(0) loglOCFU/g sehingga memenuhi standar SNI udang beku untuk E.coli yaitu 3 MPN/g. Cemaran mikroba Salmonella pacta bahan baku udang yang akan
dibekukan masih tinggi karena pengujian Salmonella menghasilkan uji positif pada 5 sampei yang diuji, yaitu 3 sampel dari Gresik dan 2 sampel dari Kalimantan. menginaktivasi Proses sebelum
pembekuan
juga
belum
•
efektif
untuk
Salmonella karena pada produk akhir semua sampel positif kecuali 1 sampel udang dari Kalimantan. SNI udang
mengandung Salmonella
akhir (5 sampel positif) dan penyusunan setelah pembekuan (3 sampel positif). belum dapat
pembekuan
udang
Berdasarkan basil penelitian, kandungan mikroba Listeria dan Salmonella masih tinggi dan pengolahan pembekuan udang belum efektif untuk
menginakti vasi cemaran mikroba patogen tersebut. Faktor utama yang mempengaruhi rendahnya mutu mikrobiologis udang untuk ekspor: a. Bahan baku udang, meliputi cara pemanenan dan penanganan sebelum proses dan waktu proses. b. Manajemen perusahaan yang kurang mendukung, seperti perancangan
RACCP dan pelaksanaan program pendukung HACCP seperti GMP dan SSOP yang belum sempuma.
B.SARAN
Saran penulis dari hasil penelitian ini adalah: a. Pihak perusahaan perlu untuk segera melaksanakan HACep dengan benar untuk menjamin mutu mikrobiologis udang agar tetap terjaga dan sesuai dengan standar mutu udang negara importir. b. Kerjasama dengan pemerintah dan lembaga yang terkait perlu dibina untuk peningkatan mutu udang dang meningkatkan eksport udang. c. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh klorin terhadap
54
DAFTARPUSTAKA Abdullah, M. 1994. Kebijakan Pemerintah dalam Mendorong Keberadaan Industri Pasca Panen Perikanan yang Mantap pada PJFT II. Seminar Nasional Kesiapan Industri Pasca Panen Perikanan dalam Era Agroindustri pada PJPT II. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Ahmed, F. E. (ed.). 1991. Seafood Safety. National Academy Press, Washington, DC. USA Anonim. 2002. Detentions for OASIS for Indonesia. Http://www.fda.gov . Anonim. 2002. Shrimp Eksport Proses. Http://www.Foodmarketexchange.com AOAC. 1992. USFDA Bacteriological Analytical Manual. 7theds. AOAC International, USA. Banks, H., Nickelson, R., dan Finne, G. 1980. Shelf-life studies on carbon dioxide packaged finfish from the Gulf of Mexico. J. Food Sci. 45, 157-162. Di dalam Lund, B. M., Gould, G. W., dan Baird-Parker, 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Aspen Publisher, Inc. Geithersburg, Maryland .
BPS. 1999-2000. Export of Non Oil and Gas by Sector and Commodities, Indonesia. Jakarta. Cox, L. J., T. Kleiss, J. L. Cordier, C. Cordellana, P. Konkel, C. Pedrazzini, R. Beumer, dan A. Siebenga. 1989. Listeria spp. in food processing, non-food and domestic environments. Food Microbiol. 6:49-61. Di dalam Doyle, M. P. 1997. Food Microbiology Fundamentals and Frontiers. ASM Press. Washington D. C. Dadang, W. I. 1~98. Badai Moneter: Udang Makin Jaya. Trubus, 343: 6 - 8. Defigueriredo, M. P. dan Splittstosser, D. S. 1976. Food Microbiology': Public Health and Spoilage Aspects. AVI Publishing Company Inc. Wesport Connecticut. Dennis, C. dan Stringer, M. 1992. Chilled Foods a Comprehensive Guide. Ellis Horwood. England. Dewanti-Hariyadi, R dan Suliantari. 2001. Report of Contamination Profiles of Human Bacterial Pathogens in Shrimps. Center for Assessment of Traditional Food, Bogor Agricultural University. Dewanti-Hariyadi, R. 2001. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP). Makalah Training HACCP. M-Brio Training Body. Hotel Salak, l3 Juni 2001, Bogor
DSN. 1992. SNI No. 01-2705-1992. Udang Beku. Jakarta. DSN. 1998. SNI No. 01-4852-1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik. Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Departemen Perindustrian. Jakarta. Fardiaz, S. 1983. Keamanan Pangan Jilid I : Bakteriologi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Fardiaz, S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pang an. PAU. IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. Jurusan TPG, FATETA. IPS. Bogor. Fennema, O.R., Powrie, W.D., dan Marth, E. H. 1976. Low Temperature Preservation of Food and Living Matters. Marcel Dekker, New York. Fieger, E.A. dan Novak. A. F. 1961. Microbiology of shellfish deterioration. Fish as food Vol I,: 561-611, Georg Borgstonn (Ed). Academic Press, New York. Fieger, E.A. dan Novak. A. F. 1977. Shrimp in The Freezing Preservation of Food. AVI Publishing Company Inc. Wesport, Connecticut. Frazier w.e dan WesthoffD.e. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill. Inc. US
Huss, H.H. 1994. Assurance of Seafood Quality. FAO Fisheries technical paper 334. FAD, Rome. Ibrahim, B. 1993. Study on The Effect of Freeze: Thaw Technique on Black Spot Development of Frozen Norway (Nephrops novergicusy: MSe Post Harvest Technology Scool of Food. Fisheries and Environmental Studies. University of Humberside. ICMSF. 1996. Microorganism in Food Microbiological Spesification of Food Pathogens. Blackie Academic and Professional. Singapore. Ilyas, S. 1993. Teknologi Refrigerasi Departemen Pertanian, Jakarta. Hasil Perikanan Teknik Pembekuan Ikan.
Jay, J. M. 2000. Modem Food Microbiology. Litton Educational Publishing, Inc. Van Nostrdan Reinhold Company. New York. Jensen, P.R. dan Fenichal, W. 1995. The relative abundance and seawater requirements of gram-positif bacteria in near shore tropical marine samples. Microb. Ecol. 29,249-316. Oi dalam Lund, B. M., Gould, G. W., dan Baird-Parker. 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Aspen Publisher, Inc. Geithersburg, Maryland.
56
Jeong, D. K., dan J. F. Frank. 1994. Growth of Listeria monocytogenes at lOoC in biofilms with microorganisms isolated from meat and dairy processing environments. J. Food.' Prot. 57:576-586. Di dalam Doyle. P. D. 1997. Food Microbiology Fundamentals and Frontiers. ASM Press. Washington D. C. Liston, J. 1980. Microbiology in fishery Science. Di dalam: Hackney, C. R., dan Ward, D. C. 1988. Food Microbiology of Marine Food Products. AVI Book. Van Nostran Reinhold. New York. Lund, B. M., Gould, G. W., dan Baird-Parker. 2000. The Microbiological Quality of Food. Aspen Publisher, Inc. Geithersburg, Maryland. Safety and
Mazur,P. 1966. Physical and chemical basis of injury in single-celled microorganisms subjecterd to freezing and thawing. in cryobiology (ed. Meryman, H. T.), Academic Press, London and New York, 214-315. Di dalam Lund, B. M., Gould, G. W., dan Baird-Parker. 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Aspen Publisher, Inc. Geithersburg, Maryland. NACMCF,1998. Hazard Analiysis and Critical Control Point principles and application guidelines. 1. Food Protect 61:1246-1259. Di dalam Jay, J. M. 2000. Modem Food Microbiology. Sixth Eddition. Aspen Publication, Inc. Maryland. Palumbo, S. A. dan Williams, A. C. 1991. Resistance of Listeria monocytogenes to freezing foods. Food Microbiol. 8,63-68. Di dalam Lund, B. M., Gould, G. W., dan Baird-Parker. 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Aspen Publisher, Inc. Geithersburg, Maryland Raharjo, S. 1998. Nation-wide food safety assurance program to prevent food detention by importing country. Indonesian Food and Nutrition Progress Journal, Vol 5 No.
2.
Raj, H. dan Liston, J. 1961. Survival of bacteria of public health significance in frozen sea foods. Food Techno1.15 (10) 429-434. Di dalam Lund, B. M., Gould, G. W., dan Baird-Parker. 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Aspen Publisher, Inc. Geithersburg, Maryland ' Robinson, F. K. Batt. C. A. Patel. P. O. 2000. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic Press, NY. Ryan, C. A., M. K. Nickels, N. T. dan Hargrett-Bean, 1987. Massive outbreak of antimicrobial-resistant Salmonellosis traced to pasteurized milk. Di dalam Jay, 1. M. 2000. Modem Food Microbiology. Sixth Eddition. Aspen Publication, Inc. Maryland. Shewan,l. M. 1977. The Bacteriology of Fresh and Spoiling Fish and the Biochemical Changes Induced by Bacterial Action. In Proceedings of The Conference on Handling. Processing and Marketing of Tropical Fish. Tropical Procucts Institute,
57
London dalam Lund, B. M., Gould, G. W.o dan Baird-Parker. 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Aspen Publisher, Inc. Geithersburg, Maryland. Sutami, N. S. 1993. Analisis Pennintaan Udang Indonesia di Pasar lntemasional (Jepang dan AS). Skripsi Fakultas Perikanan. IPB. Bogor. Tompkin, R. B. 1990. The use of HACCP in the production of meat and poultry products. J. Food Protect. 52:795-803. Di dalam Jay, J. M. 2000. Modem Food Microbiology. Sixth Eddition. Aspen Publication, Inc. Maryland. Wallace, G. I. 1938. The survival of pathogenic microorganisms in ice cream. J. Dairy Sci. 21, 35-36. Di dalam Lund, B. M., Gould, G. W., dan Baird-Parker. 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Aspen Publisher, Inc. Geithersburg, Maryland
58
LAMP IRAN
59
Lampiran Sampel
1. Hasil Analisa Salmonella pada Udang Beku Media Agar Udan2 Kalimantan Ulang_an 1 Vlang_an 2 TSI LIA TSI LIA Udang Gresik Ulangan 1 Ulangan 2 Vlangan 3 TSI LIA TSI LIA TSI LIA Total
+
+ +
+
+ +
+
+
+ +
+ + -
XLD XLD BS BS
HE
HE XLD XLD BS BS HE HE
XLD
+
+ +
+
-
+
+ + +
+ +
+ + + +
+ + +
+ + +
+ + + +
+ +
+ +
+ + +
+
+ + + + + + + + +
+ +
+
+
+ +
+ + +
+
+ +
+ + + +
+ +
+
+ + + + + +
+
9/10
6/10
6/10 6/10
4/10
+ +
+
+ +
XLD BS BS
+ + + + +
+ +
+
+ + + + + +
+ +
+
+
+
+ + + + + + +
-
7/10
6/10
5/10
+ +
+
6/10
8/10
+ +
+ +
5/10 7/10
5/10
60
!
Sampel
Udane Greslk' - - Udan_g Kalimantan " Ulan1 an 1 Ulan an 2 Ulan an 1 Ulan an 2 Ulanzan S PAL TSA PAL TSA 'PAL' TSA PAL:- TSA PAL· TSA
CAM
.-
.-".
Total
1
2 3
b a b
a
+ + +
YE
+
+ + + + +
CAM . YE
+ +
b 4
5 6 a b a
+ + +
+
+
CAM + +
YE
CAM
YE
+ +
+ +
+ + + + +-
+ +
+ +
+
+ + +
+
+
+
+ + +
+ +
+
+ +
.
-
+ +
+ +
+ + + + + .
CAM
+
+
YE -
+
+
+
+ +
+
+
b
a b
.e-
+
+
.+
+ +
+ + +,
+
.~
'
+ + + + '" +
+ +
.L.'
+ +
61
RM Rata-rata
PK
Rata-rata Sortir final Rata-rata Cuci final Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
62
Lampiran 4. Bagan Pohon Keputasan (Decission tree) penentuan CCP untuk bahan mentah
Pl. Apakah bahan mentah mengandung bahaya
Pl. Apakah konsumen/ proses selanjutnya akan menghilangkan bahaya ini . <,
proses*
P3. Apakah ada resiko terkontaminasi ulang dari fasilitas atau produk lain
proses·
keterangan: • teruskan untuk bahan baku yang lain • bahan baku tersebut harus diproses sebagai CCP
63
Lampiran S. Bagan Pohon Keputusan (Decission tree) penentuan CCP untuk proses
P.I. Apakah proses ini megandung bahaya yang signifikan?
BukanCCP
Modifikasi
'-',
Fif. Apakah tahap ini khusus ditujukan untuk menghilangkanlmngurangi sampai hatas aman
bahaya
,..
CCP
bukan CCP
bukan CCP
CCP
64