You are on page 1of 13

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

PANCASILA DI MASA SOEKARNO DAN SOEHARTO

OLEH:

INGGRID EKA PRATIWI 041014065


EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA JL. AIRLANGGA 4-6 SURABAYA 2011

A. PANCASILA
1. Pengertian Pancasila
Pancasila artinya lima dasar atau lima asas yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Tantular, dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti Berbatu sendi yang lima (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti Pelaksanaan kesusilaan yang lima (Pancasila Krama), yaitu sebagai berikut: 1.Tidak boleh melakukan kekerasan 2.Tidak boleh mencuri 3.Tidak boleh berjiwa dengki 4.Tidak boleh berbohong 5.Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan bernegara dan pemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun berdasrkan kenyataan, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita teruskan sampai sekarang.

2. Sejarah Pancasila Ideologi dan dasar negara kita adalah Pancasila. Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah negara RI terdapat kerajaankerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut, bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata maupun politik. Perjuangan bersenjata bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini Belanda, sampai dengan tahun 1908 boleh dikatakan selalu mengalami kegagalan. Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus

menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura) Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik UsahaUsaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia. Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu: 1. Peri Kebangsaan 2. Peri Kemanusiaan 3. Peri Ketuhanan 4. Peri Kerakyatan 5. Kesejahteraan Rakyat Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal, yaitu: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Persatuan Indonesia 3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu: 1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia) 2. Internasionalisme (Perikemanusiaan) 3. Mufakat atau Demokrasi 4. Kesejahteraan Sosial 5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu: 1. Sosio nasionalisme 2. Sosio demokrasi 3. Ketuhanan Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong. Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu: 1. Ir. Soekarno 2. Ki Bagus Hadikusumo 3. K.H. Wachid Hasjim 4. Mr. Muh. Yamin 5. M. Sutardjo Kartohadikusumo 6. Mr. A.A. Maramis 7. R. Otto Iskandar Dinata 8. Drs. Muh. Hatta Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu: 1. Ir. Soekarno 2. Drs. Muh. Hatta 3. Mr. A.A. Maramis 4. K.H. Wachid Hasyim 5. Abdul Kahar Muzakkir 6. Abikusno Tjokrosujoso 7. H. Agus Salim 8. Mr. Ahmad Subardjo 9. Mr. Muh. Yamin

Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta. Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan Wakil Presiden. Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata ketuhanan yang berbunyi dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan Yang Maha Esa.

3. Fungsi Pokok Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia a) Pancasila dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum. Hal ini tentang tertuang dalam ketetapan MRP No. XX/MPRS/1966 dan ketetapan MPR No.V/MP/1973 serta ketetapan No. IX/MPR/1978 (merupakan pengertian yuridis ketatanegaraan)

b) Pancasila sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis) c) Pancasila sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalammencari kebenaran (merupakan pengertian Pancasila yang bersifatetis dan filosofis)

B. MASA PEMERINTAHAN ir. SOEKARNO


1. Tentang Soekarno Ir. Soekarno (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah PresidenIndonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Soekarno adalah penggali Pancasila karena ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan ia sendiri yang menamainya Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. 2. Era Pemerintahan Soekarno (a) Awal pemerintahan Soekarno dan Hatta Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Hatta mengumumkan agar rakyat mulai 3 November 1945 mendirikan partai-partai politik. Berdirilah banyak partai politik di Indonesia yang baru merdeka itu sebagai syarat menuju suatu negara demokrasi. Kejadian selanjutnya adalah dengan tumbuhnya banyak partai, tumbuh pula egoisme partai. Setiap partai menganggap dirinya yang paling benar dan pantas berkuasa, plus ingin mengumbar nafsu duniawi yang sementara ini. Tak heran jika kabinet yang menguasai negeri ini jatuh bangun dalam waktu yang singkat. Pertikaian dan jatuh bangunnya kabinet tersebut mendorong pihak-pihak lain untuk mencoba sistem lain. Presiden Soekarno sendiri ikut mencobanya. Ia mengecam partaipartai. Soekarno menyerukan harus adanya gotong royong antarelemen bangsa. Ia menganggap parlemen tidak efektif karena terlalu lama mengambil keputusan. Setiap kabinet yang berkuasa selalu menjanjikan diselenggarakannya pemilihan umum. Akan tetapi, semuanya tinggal janji. Selama bertahun-tahun pemilihan yang bersifat nasional itu tidak pernah dilaksanakan. Kabinet Hatta, Kabinet Natsir, Kabinet Sukiman tak pernah mampu menyelenggarakan pemilihan umum. Meskipun saat Kabinet Wilopo berkuasa ada tanda-tanda bakal ada Pemilu dengan adanya rancangan undang-undang untuk pendaftaran pemilih, fraksi-fraksi di parlemen menolaknya. Hal itu disebabkan Pemilu yang selalu ditunda-tunda dan hanya sebatas isu politik daripada program politik.

Herbert Feith dalam Daniel Dhakidae (1986) mencoba memberikan gambaran alasan mengenai ditunda-tundanya Pemilu tersebut, yaitu: (1) Banyak anggota parlemen yang mendapat kursi karena keadaan dan situasi yang belum normal setelah revolusi. Mereka sadar bahwa Pemilu akan mencopot kursinya. (2) Kekhawatiran Pemilu akan menggeser negara ke kanan dalam kekuasaan partai-partai Islam. Ketakutan ini menghinggapi Partai Nasional Indonesia (PNI). PNI takut jika Pemilu akan mengurangi kekuasaannya. Hal ini terbukti dari pemilihan di daerah-daerah, Masjumi mendapatkan kursi yang lebih banyak. Wajar jika PNI memandang bahwa Pemilu yang terlalu awal akan menguntungkan Masjumi. (3) Sistem Pemilu yang konsisten dengan UUDS 1950 akan menghasilkan perwakilan yang lemah bagi daerah-daerah di luar Jawa. (4) kekhawatiran terlalu besarnya pertumbuhan partai politik. Ada pula pihak yang memang secara sadar menolak Pemilu dengan alasan yang lebih logis. Mereka meragukan manfaat dilaksanakan Pemilu.Bahkan, melihat adanya risiko yang sangat besar dengan diselenggarakannya Pemilu. Saat kekacauan masih terjadi, gerombolan bersenjata merajalela, serta rakyat buta huruf sekaligus buta politik, tak ada gunanya Pemilu. Kalaupun Pemilu dilaksanakan, hasilnya hanya menguntungkan golongan-golongan tertentu yang posisi ekonomi dan politiknya memiliki pengaruh terbesar terhadap massa rakyat, baik dengan jalan legal maupun tidak legal. (b) Kehidupan Politik Masa Demokrasi Terpimpin Soekarno dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya menilai Demokrasi Barat yang bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan politik, Menurut Soekarno penerapan sistim Demokrasi Barat menyebabkan tidak terbentuknya pemerintahan kuat yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Pandangan Soekarno terhadap sistem liberal ini pada akhirnya berpengaruh terhadap kehidupan partai politik di Indonesia. Partai politik dianggap sebagai sebuah penyakit yang lebih parah daripada perasaan kesukuan dan kedaerahan. Penyakit inilah yang menyebabkan tidak adanya satu kesatuan dalam membangun Indonesia. Partai-partai yang ada pada waktu itu berjumlah sebanyak 40 partai dan ditekan oleh Soekarno untuk dibubarkan. Namun demikian, Demokrasi Terpimpin masih menyisakan sejumlah partai untuk berkembang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan Soekarno akan keseimbangan kekuatan yang labil dengan kalangan militer. Beberapa partai dapat dimanfaatkan oleh Soekarno untuk dijadikan sebagai penyeimbang. Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi Soekarno. Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh

untuk melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang hendak dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari partai-partai pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap terlibat dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga dibubarkan dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai politik, kecuali 9 partai yang dianggap dapat menyokong atau dapat dikendalikan, dibubarkan pula. Dalam penggambaran kiprah partai politik di percaturan politik nasional, maka ada satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu dominan yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang berpusat pada tiga kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada masa demokrasi terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini tidak dapat dilepaskan. (c) Soekarno dan PKI Hubungan antara PKI dan Soekarno sendiri pada masa Demokrasi Terpimpin dapat dikatakan merupakan hubungan timbal balik. PKI memanfaatkan popularitas Soekarno untuk mendapatkan massa. Pada bulan Mei 1963, MPRS mengangkatnya menjadi presiden seumur hidup. Keputusan ini mendapat dukungan dari PKI. Sementara itu di unsur kekuatan lainnya dalam Demokrasi Terpimpin, TNI-Angkatan Darat, melihat perkembangan yang terjadi antara PKI dan Soekarno, dengan curiga. Terlebih pada saat angkatan lain, seperti TNI-Angkatan Udara, mendapatkan dukungan dari Soekarno. Hal ini dianggap sebagai sebuah upaya untuk menyaingi kekuatan TNI-Angkatan Darat dan memecah belah militer untuk dapat ditunggangi. Keretakan hubungan antara Soekarno dengan pemimpin militer pada akhirnya muncul. Keadaan ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya. Sikap militan yang radikal yang ditunjukkan PKI melalui agitasi dan tekanan-tekanan politiknya yang semakin meningkat, membuat jurang permusuhan yang terjadi semakin melebar. Konflik yang terjadi itu kemudian mencapai puncaknya pada pertengahan bulan September tahun 1965. Seperti yang telah disebutkan di atas, partai politik pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami pembubaran secara paksa. Pembubaran tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara diterapkannya Penerapan Presiden (Penpres) yang dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1959. Peraturan tersebut menyangkut persyaratan partai, sebagai berikut: 1. Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila.

2. Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita politiknya. 3. Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah. 4. Partai-partai harus mempunyai cabang-cabang yang terbesar paling sedikit di seperempat jumlah daerah tingkat I dan jumlah cabang-cabang itu harus sekurangkurangnya seperempat dari jumlah daerah tingkat II seluruh wilayah Republik Indonesia. 5. Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai. 6. Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk merongrong politik pemerintah atau yang secara resmi tidak mengutuk anggotanya partai, yang membantu pemberontakan. Sampai dengan tahun 1961, hanya ada 10 partai yang diakui dan dianggap memenuhi prasyarat di atas. Melalui Keppres No. 128 tahun 1961, partai-partai yang diakui adalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII dan IPKI. Sedangkan Keppres No. 129 tahun 1961 menolak untuk diakuinya PSII Abikusno, Partai Rakyat Nasional Bebasa Daeng Lalo dan partai rakyat nasional Djodi Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres No. 440 tahun 1961 telah pula diakui Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan Tarbiyah Islam (Perti). Demikianlah kehidupan partai-partai politik di masa Demokrasi Terpimpin. Partaipartai tersebut hampir tidak bisa memainkan perannya dalam pentas perpolitikan nasional pada masa itu. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh peran Soekarno yang amat dominan dalam menjalankan pemerintahannya dengan cirinya utamanya yang sangat otoriter pada waktu itu di era demokrasi terpimpin.

C. MASA PEMERINTAHAN Jend. SOEHARTO


1. Tentang Soeharto Jend. Besar TNI Purn. Haji Muhammad Soeharto, (lahir di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul,Yogyakarta, 8 Juni 1921 meninggal di Jakarta, 27 Januari 2008 pada umur 86 tahun[1]) adalah Presiden Indonesia yang kedua (1967-1998), menggantikan Soekarno. Di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer "The Smiling General" (bahasa Indonesia: "Sang Jenderal yang Tersenyum") karena raut mukanya yang selalu tersenyum di muka pers dalam setiap acara resmi kenegaraan. Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30

September, Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah pihak yang bertanggung jawab dan memimpin operasi untuk menumpasnya. Operasi ini menewaskan lebih dari 500.000 jiwa. 2. Era Pemerintahan Soeharto Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.

D. IMPLEMENTASI SOEKARNO

PANCASILA

PADA

MASA

PEMERINTAHAN

Implementasi Pancasila pada masa pemerintahan Presiden Soekarno dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yakni : (1) tahap perjuangan 1945 1949 (2) tahap pemerintahan RIS dan berdasar UUDS (3) tahap setelah dekrit Presiden 1959 sampai 1966 (1) Implementasi Pancasila pada Tahap Perjuangan 1945 1949 Pada masa itu upaya untuk mengimplementasikan Pancasila secara sistematis dan terencana belum dapat direalisasikan, karena segala daya dan upaya bangsa dikerahkan untuk mempertahankan berdirinya negara yang baru saja diproklamasikan. Lebih-lebih

karena tentara Belanda mendesak terus, sehingga Pusat Pemerintah Republik Indonesia terpaksa pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Belanda dalam rangka menguasai kembali Indonesia menerapkan pendekatan membentuk negara-negara kecil untuk dijadikan negara federal dibawah payung Ratu Yuliana. Untuk sementara dibentuknya BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) yang terdiri atas negara-negara Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatra Timur dan Sumatra Selatan, serta satuan-satuan kenegaraan seperti Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur. Unsur-unsur inilah yang kemudian terikat menjadi Republik Indonesia Serikat bersama dengan Negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Sementara itu bangsa Indonesia tetap berpegang pada prinsip yang terdapat dalam Pancasila, yakni persatuan dan kesatuan negara bangsa Indonesia. Oleh karena itu dalam waktu sekitar sembilan bulan Republik Indonesia Serikat telah menjelma lagi menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini merupakan salah satu perjuangan bangsa untuk mewujudkan Pancasila khususnya sila ketiga, yakni persatuan Indonesia. Dalam era tersebut juga telah diupayakan implementasi Pancasila dalam bidang pendidikan dengan terbitnya Undang-undang No.4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Pasal 3 menyebutkan :Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Bila kita renungkan secara tenang maka rumusan tersebut merupakan upaya untuk merealisasikan Pancasila dalam pendidikan dan pengajaran. Selanjutnya pasal 4 menyebutkan :Pendidikan dan pengajaran berdasar atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia. Dengan tegas dinyatakan bahwa usaha dalam bidang pendidikan dan pengajaran adalah untuk mewujudkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (2) Implementasi Pancasila pada Masa Pemerintahan RIS dan UUDS. Implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat dan pada masa implementasi Undang-Undang Dasar Sementara agak tersendat, utamanya disebabkan oleh adanya pasal dalam UUDS yang menyebutkan bahwa perlu dibentuk UUD yang baru. Bab V pasal 134 menyebutkan :Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang

akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini. Pada tanggal 15 Desember 1955 diselenggarakan pemilihan umum bagi anggota-anggota Konstituante dan mengasilkan 542 orang anggota yang mewakili 18 fraksi dan satu golongan yang tidak berfraksi. Anggota Konstituante dilantik pada tanggal 10 Nopember 1956. Namun setelah bersidang sekitar tiga tahun Konstituante tidak mampu melaksanakan tugasnya, sehingga pada tahun 1959 Presiden Republik Indonesia menawarkan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Setelah diadakan voting sebanyak tiga kali ternyata tidak memenuhi ketentuan untuk dapat diambil keputusan. Jumlah suara yang setuju untuk kembali ke UUD 1945 telah melebih 50%, tetapi tidak mencapai 2/3. (pertama 269 199, kedua 263 203, ketiga 264 204). Akhirnya setelah melalui berbagai pendekatan, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Republik Indonesia menentukan dekrit kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Bila kita cermati bahwa Konstituante tidak berhasil merumuskan UUD baru bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena terjadinya perdebatan yang seru, yakni adanya sementara golongan/partai yang ingin mengubah dasar negara selain dari Pancasila. Akhirnya dengan dekrit Presiden, kembali ke UUD 1845, maka dasar negara tetap Pancasila hingga dewasa ini. Namun sebelum terjadinya dekrit tersebut Presiden Soekarno telah melemparkan berbagai gagasan mengenai implementasi Pancasila, di antaranya mengenai demokrasi terpimpin. Gagasan tersebut menimbulkan reaksi cukup keras dari masyarakat, sehingga dirasakan oleh Bung Karno untuk menjelaskannya. Dalam ceramah/kuliahnya pada tahun 1958 dan 1959 sebelum terjadinya dekrit, Bung Karno memberikan penjelasan yang cukup panjang lebar mengenai Pancasila, yang di dalamnya dikupas juga mengenai demokrasi terpimpin. (3) Implementasi Pancasila setelah kembali ke UUD 1945 Setelah terjadi dekrit presiden pada tanggal 5 Juli 1945, pada peringatan ulang tahun kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno berpidato di depan umum, yang merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh Presiden Soekarno setiap tanggal 17 Agustus. Pidato tersebut diberi judul Manifesto Politik Indonesia. Manifesto Politik tersebut berisi program pembangunan bangsa Indonesia dalam menjalankan revolusinya. Untuk memudahkan dalam memahaminya Manifesto Politik tersebut dirumuskan menjadi USDEK, singkatan dari Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia. Oleh karena itu masyarakat umum menyebutnya menjadi Manipol-USDEK.

Untuk mensosialisasikan gagasan tersebut diselenggarakan semacam penataran pada segala lapisan masyarakat. Salah satu bentuk sosialisasi adalah dengan membuat tugu-tugu batas antar desa yang berisi tulisan Manipol USDEK. Bahkan di Jawa Tengah rumah-rumah penduduk gentengnya dicat dengan tulisan USDEK dengan huruf besar-besar. Nampaknya kesempatan ini dimanfaatkan oleh partai politik tertentu untuk melancarkan aksi-aksinya. Salah satu gerakan yang dilakukan adalah dalam bidang pendidikan. Dikembangkan kurikulum tahun 1964, yang isinya di antaranya pendidikan agama bukan matapelajaran wajib. Bila orang tua berkeberatan terhadap penyelenggaraan pendidikan agama bagi anaknya, anak diperkenankan untuk tidak mengikuti pelajaran tersebut. Dikembangkan program pendidikan Panca Wardana yang merupakan penjabaran dari konsep ManipolUSDEK. Untuk masyarakat luas disiapkan Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi yang berisi penjabaran Manipol-USDEK, serta tentang Revolusi yang sedang diselenggarakan oleh bangsa Indonesia. Karena diduga bahwa program-program tersebut bernuansa pada ideologi yang diperjuangkan oleh partai politik tertentu, maka terdapat pihak-pihak yang tidak sepakat dengan gerakan tersebut, sehingga sering pula terdengar suara yang sinis terhadap usaha tersebut. Demikianlah usaha-usaha implementasi Pancasila yang pernah diselenggarakan selama pemerintahan Presiden Soekarno. Kita tidak memberikan pendapat setuju atau tidak, tetapi sekedar menggambarkan situasi yang terjadi pada waktu itu. Memang boleh saja orang berbeda pendapat, namun sekurang-kurangnya ada usaha untuk mengimplementasikan Pancasila, meski berbagai pihak ada yang berpendapat bahwa telah terjadi penyelewengan dalam implementasi tersebut.

You might also like