You are on page 1of 22

I.

PENDAHULUAN Kebutuhan akan sumber energi yang ramah lingkungan semakin meningkat dengan menipisnya bahan bakar minyak dan tingginya pencemaran udara. Adanya penemuan beberapa potensi bahan bakar penyedia bioenergi seperti biodisel juga semakin memacu pengembangan penelitian di bidang bioenergi. Microbial Fuel cell sebagai salah satu alternatif yang bisa dipilih untuk pengadaan biolistrik mempunyai potensi tinggi karena selain mampu membangkitkan listrik dengan katalis mikroba, sistem ini juga mampu mengolah limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi secara simultan. Microbial fuel cell (MFC) adalah sebuah teknologi yang cukup menjanjikan di masa depan untuk membangkitkan biolistrik dari limbah cair. Bahan organik dalam limbah cair akan dioksidasi oleh mikro organisma menghasilkan arus listrik yang mengalir di antara 2 elektroda. Teknologi ini tidak hanya menawarkan proses yang ramah lingkungan untuk produksi energi namun juga merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk pengolahan limbah cair. Menyadari potensi MFC di masa mendatang sebagai salah satu penyedia energi yang hijau, penelitian ini akan mengeksplorasi pemanfaatan microbial fuel cell untuk pembangkitan listrik dan pengolahan limbah cair. Sebagai biokatalisator akan digunakan Saccharomyces cereviceae, sedangkan limbah cair yang digunakan adalah limbah cair rumah tangga. MFC ini akan digunakan untuk menyalakan LED sesuai dengan voltase yang dihasilkan. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui efektifitas limbah cair rumah tangga sebagai bahan bakar (fuel) pada sistem MFC. Selain itu juga menentukan pengaruh konsentrasi biokatalisator Saccharomyces cereviceae dan volume limbah cair tahu pada proses pembangkitan listrik dalam microbial fuel cell.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Microbial Fuel Cells Microbial Fuel Cells adalah alat yang dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik oleh mikro organisme. Terjadinya pembangkitan listrik disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri yang menyebabkan terlepasnya elektron dari komponen seperti oksigen, nitrat ke akseptor insoluble seperti anoda MFC. MFC mempunyai keuntungan dibandingkan dengan teknologi lain yang sekarang ini digunakan untuk membangkitkan energi dari bahan organik. Pertama, proses ini memungkinkan pembangkitan listrik dari bahan organik dengan tingkat konversi yang tinggi. Kedua, MFC beroperasi pada suhu kamar bahkan bisa pada suhu rendah yang membedakannya dari proses bioenergi lain yang saat ini sudah berkembang. Ketiga, MFC tidak memerlukan pengolahan gas karena gas hasil keluaran MFC kaya akan CO2. Keempat, MFC tidak memerlukan input energi untuk proses aerasi, karena di katoda secara pasif telah terjadi proses aerasi. Kelima, MFC mempunyai potensi yang besar untuk diadakan di wilayah yang langka fasilitas fisik dan sekaligus merupakan salah satu bentuk difersifikasi pembangkitan energi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Rabaey, dkk., 2005). Teknologi MFC juga memungkinkan produksi biolistrik dari limbah cair yang kaya akan bahan organik. Penelitian penggunaan microbial fuel cells untuk mengolah limbah cair telah dirintis sejak 1991 (Haberman, dkk.). Namun, baru saat ini MFC dengan daya keluaran yang lebih besar dikembangkan sehingga membuka peluang aplikasinya secara nyata. Pengolahan limbah cair menggunakan MFC cukup menjanjikan mengingat proses ini mengubah sebagian besar energi kimia yang tersimpan dalam bahan organik menjadi listrik sehingga mengurangi jumlah sludge yang berlebih (Jang, dkk. 2004; Kim, dkk., 2004). Sebagian besar MFC adalah elektrokimia tidak aktif. Oleh karena itu pada beberapa sistem MFC transfer elektron ke elektroda perlu dipermudah dengan adanya mediator seperti potassium heksasianoferat, thionin. Sebagian besar mediator ini mahal dan beracun. Sedangkan untuk MFC tanpa mediator, adanya bakteri elektrokimia aktif langsung dapat mentransfer elektron ke 2

elektroda, yaitu dengan membawa langsung elektron dari enzim hasil respirasi bakteri ke elektroda. Adapun bakteri yang termasuk dalam jenis ini adalah Shewanella putrefaciens, Aeromonas hydrophila, dan lain-lain. 2.2. Metabolisme dalam Microbial Fuel Cells Ada 3 cara proses metabolisme mikro organisme di dalam sistem microbial fuel cells, metabolisme dengan redox tinggi, metabolisme dengan redox rendah-medium dan fermentasi. Pada metabolisme dengan redox tinggi, elektron dan proton dapat dipindahkan melalui reaksi dehidrogenasi NADH, ubiquinone, coenzim Q dan cytochrome. Contoh konsorsia mikroba yang menggunakan sistem metabolisme ini adalah Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus faecium dan Rhodoferax ferrireducens. Pada metabolisme dengan redox rendah-medium, potensial anoda berkurang dengan adanya komponen penerima elektron seperti sulphate dan nitrat, karena elektron akan terdeposit dalam komponen tersebut. Bila tidak ada sulfat atau nitrat, fermentasi akan menjadi proses penggerak utama. Beberapa jenis mikro organisma yang diketahui dapat menghasilkan produk fermentasi ada dalam genus Clostridium, Alcaligens, Enterococcus. Produk fermentasi seperti acetat pada kondisi potensial yang rendah akan dioksidasi oleh bakteri anaerob seperti species Geobacter, menghasilkan elektron di MFC. Di dalam Tabel 1 disajikan beberapa contoh species bakteri yang digunakan dalam Microbial Fuel Cells dan metabolismenya. Tabel 1. Species Bakteri yang Digunakan di dalam Microbial Fuel Cell dan Metabolismenya Tipe Metabolisme Oxidatif Bakteri Rhodoferax ferrireducens Geobacter sulfurreducens Aeromonas hydrophila Eschericia coli Shewanella putrefaciens Pseudomonas aeruginosa Erwinia dissolvens Desulfovibrio Literatur Chaudhuri, Lovley (2003) Bond dan Lovley (2003) Pham, dkk. (2003) McKinlay, Zeikus (2004) Kim, dkk. (2002) Rabaey, dkk. (2005) Vega dan Ferndanez (1987) Cooney, dkk. (1996)

Fermentasi

desulfuricans Clostridium butyricum Enterococcus faecium

Park, dkk. (2001) Rabaey, dkk. (2005)

2.3. Limbah Cair Rumah tangga Limbah cair adalah sampah cair dari suatu lingkungan yang sebagian besar terdiri dari air yang telah digunakan dengan kurang lebih 0,1% berupa zat padat, tergantung dari sumber limbah cair tersebut. Kandungan dari zat padat itu sendiri berupa zat organik dan zat anorganik. Dalam Limbah, zat organik terdiri dari bahan protein, karbohidrat, lemak dan sabun. Zat-zat ini bersifat tidak tetap dan bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat akan menimbulkan bau yang menyengat dan polusi yang berat bagi perairan. Secara garis besar zat-zat yang terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan pada skema berikut ini.

Air Limbah

Air

Bahan padat

Organik Protein (65%) Karbohidrat (25%) Lemak (10%)

An organik Butiran Garam Metal

Gambar 1. Skema Komposisi Limbah Cair Limbah cair yang mengandung banyak zat organik umumnya berasal dari industri-industri pangan seperti: tahu, tempe, tapioka dan pengolahan ikan (industri hasil laut). Limbah industri pangan ini dapat menimbulkan masalah dalam penangannya karena dengan kandungan Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi, berkisar antara 100-400 mg/l, apabila dibuang langsung ke

perairan akan mengganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menimbulkan kematian ikan dan biota perairan lainnya. Limbah cair organik yang berasal dari rumah tangga, terdiri dari dari limbah padat berupa sisa makanann, bahan baku pangan dan cairan yang berasala dari konsumsi sehari-hari untuk mandi, cuci dan makan. Selama ini belum dilakukan pengolahan limbah yang berasal dari rumah tangga. Karena masih ada kandungan bahan organik, limbah ini mempunyai potensi untuk dimanfaatkan lebih jauh. 2.4. Yeast Dalam penelitian ini yeast roti akan digunakan sebagai mikroba. Yeast adalah mikro organisme eukariotik yang digolongkan dalam kingdom Fungi. Nama yeast itu sendiri berasal dari bahasa Inggris kuno gist atau gyst yang berarti uap atau busa. Yeast menggunakan bahan organik sebagai sumber energi dan tidak memerlukan cahaya untuk tumbuh, Sumber utama karbon diperoleh dari gula hexose seperti glukosa dan fruktosa atau disakarida seperti selulosa atau maltosa. Jenis yeast roti biasanya berasal dari species Saccharomyces cereviceae. Dalam aktivitasnya yeast roti akan mengubah komponen gula menjadi karbondioksida. Dalam proses ini secara mikroskopik akan dilepaskan elektron yang dapat digunakan untuk membangkitkan listrik dalam MFC. 2.5 Light Emitting Diode (LED) Pada dasarnya, LED adalah dioda yang memancarkan cahaya. Karenanya dioda dan LED memiliki kemiripan simbol, ditunjukkan pada gambar 2a dan 2b.

Gb.2a: Simbol Dioda

Gb.2b: Simbol LED

Konstruksi fisik dioda adalah sambungan bahan semikonduktor P dan N. konstruksi fisik LED adalah sama seperti dioda tetapi antara sambungan P-N disisipi lapisan aktif.

Dioda dibangun dengan sambungan bahan semikonduktor jenis P dan jenis N. lebih detail ditunjukkan pada gambar 3 tentang struktur fisik dioda.

Area Deplesi +++ +++ +++ +++ +++ ------

Gambar 3. Struktur Fisik Dioda Dengan Sambungan P-N Pada bagian P terdapat muatan hole dan N terdapat muatan elektron. Dalam kondisi tanpa suplai arus listrik, muatan hole pada P dan muatan elektron pada N seimbang, dan pada sambungan terdapat gap sempit antara muatan-muatan tersebut. Gap ini disebut area deplesi (depletion area). Dioda mengalirkan arus hanya dalam satu arah (DC). Ketika dioda mendapatkan suplai bias maju (forward bias) elektron bergerak maju dan melompat ke P mengisi hole di P, sehingga terdapat hole di bagian N. Terjadi aliran hole atau biasa disebut arus dari P ke N, sebagaimana diilustrasikan dengan gambar 4 berikut.
Area Deplesi menyempit Elektron mengisi hole dalam bahan P -

+ + + + +

+++ +++ +++ +++ +++

------

i + -

Gambar 4. Dioda Dengan Suplai Bias Maju Ketika dioda mendapatkan suplai bias mundur (reversed bias) elektron di N bergerak mundur dan hole di P juga bergerak mundur sehingga area deplesi melebar pada saat ini tidak ada elektron yang melompat melewati area deplesi dan tidak ada hole yang berpindah dari P ke N sebagaimana diilustrasikan pada gambar 5 berikut :

Area Deplesi m elebar -

+++ +++ +++ +++ +++

+ + + + +

Gambar 5. Dioda Dengan Suplai Bias Mundur Adapun konstruksi LED diperlihatkan pada gambar 6.
Bahan Aktif +++ +++ +++ +++ +++ ------

Gambar 6. Konstruksi LED Perilaku hole dan elektron sama seperti pada dioda, baik ketika diberikan bias maju maupun mundur. Bedanya, pada saat LED mendapat bias maju dan elektron melompat dari N ke P untuk mengisi hole di P, melepaskan energi dalam bentuk cahaya dan sedikit kalor karena melintasi bahan aktif. Warna cahaya yang dihasilkan tergantung dari bahan aktif yang dipakai. Bahan galium, arsenik, dan phosporus akan menghasilkan pancaran cahaya warna merah, kuning, dan hijau. Warna-warna lain bisa dihasilkan dengan cara mengkombinasikan bahan-bahan tersebut sebagai bahan aktif LED. 2.6 Tinjauan Penelitian Sebelumnya Dari penelitian yang telah dilakukan, strain dari Shewanella putrafaciens dan Eschericia coli paling banyak digunakan untuk pembangkitan listrik dalam MFC. Rabaey, dkk (2005) menggunakan 2 jenis mikroba yaitu Geobacter sulfurreducens dan Rhodoferax ferrireducens dan berhasil mentransfer sebagian besar elektron dari sumber karbon, glukosa, ke

}
Area Deplesi

elektroda. Dari hasil penelitiannya menunjukkan adanya efisiensi coulomb yang tinggi. Hal ini berarti proses perpindahan elektron berlangsung dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Namun ini tidak berarti energi listrik yang dihasilkan akan tinggi, karena besarnya energi listrik yang dihasilkan akan bergantung pada potensial dan arus listrik yang dibangkitkan. Dimana resistansi atau hambatan akan berpengaruh di sini. Cahyani, F.N, dkk (2007) menggunakan mikroba Saccharomyces cereviceae yang diperoleh dari ragi roti dan substrat/bahan bakar limbah cair artifisial untuk membangkitkan listrik dalam MFC. Limbah cair artifisial disiapkan dari campuran glukosa dan asam glutamat yang telah dimodifikasi sehingga mempunyai BOD 100-400 mg/L. Sistem yang digunakan MFC tanpa mediator dengan katolit Potassium heksasianoferat. Besar voltase optimal yang diperoleh dari sistem ini adalah 0,6 Volt dan arus 0,8 mA dengan densitas daya sebesar 450,1 mW/m2. Pada Tabel 2 disajikan beberapa sistem mikrobial yang telah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Tabel 2. Sistem Microbial Dari MFC Mikroba Kultur Tunggal Erwinia dissolvens Proteus vulgaris Shewanella putrefaciens Geobacter sulfurreducens Rhodoferax ferrireducens Pseudomonas aerigunosa Escherichia coli Saccharomyces cereviceae Kultur campuran Laktat Glukosa dan Asam glutamat Grafit (plain) Karbon Glukosa Grafit (plain) Glukosa Grafit (plain) Acetat Grafit (plain) Bond, (2003) Chaudhuri, Lovley (2003) Rabaey, (2005) Park, Zeikus (2003) Cahyani, (2007) F.N. dkk. Lovley Substrat Glukosa Glukosa Laktat Tipe Elektroda Grafit (anyaman) Karbon Grafit (anyaman) Literatur Vega, dkk. (1987) Choi, dkk. (2003) Kim, dkk. (1999)

Konsorsia campuran, batch Activated sludge

Glukosa Limbah cair Glukosa

Grafit (plain) Grafit (anyaman) Grafit (anyaman) Grafit (granular) Kertas karbon

Liu, dkk. (2004) Kim, (2004) Kim, (2004) B.H., dkk. dkk. B.H., dkk.

Konsorsia campuran, continuous

Glukosa Acetat

Rabaey, (2005)

Liu, dkk. (2005)

Hasil penelitian dari Bond dan Lovley (2003) menunjukkan potensi Geobacter sulfureducens fermentans sebagai biokatalis MFC. Ketika sejumlah G. sulfurreducens disuntikkan di ruang elektroda fuel cell, suspensi dari bakteri ini dapat mengoksidasi acetat menghasilkan electron yang mengalir melalui 2 elektroda. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Bond dan Lovley (2005) menggunakan mikroba yang berbeda yaitu Geothrix fermentans. Dalam penelitian ini G. fermentans sebagai organisme yang dapat mereduksi Fe (III) mampu menyimpan energi untuk menyuplai pertumbuhannya dengan jalan merangkai proses oksidasi acetat ke reduksi elektroda grafit. Ini adalah penelitian pertama yang melaporkan hubungan antara oksidasi bahan organik dengan reduksi elektroda. 2.7 Parameter Unjuk Kerja MFC Besarnya energi (Joule) yang dihasilkan dari proses elektrokimia dapat dirumuskan sebagai berikut: E = P.t (1) Dengan P adalah daya (Watt) dan t adalah waktu (detik). Besarnya daya tergantung pada besarnya potensial dan arus yang timbul : P = V.I (2) Dalam praktek, maksimal potensial pada sistem open circuit yang dapat diperoleh dalam kisaran 750-800 mV. Ketika loop ditutup, voltasenya akan turun secara drastic dikarenakan adanya over potensial akibat adanya resistansi internal dan resistansi pada proses transfer elektron. Pada MFC, over

potensial sangat tergantung pada aliran arus melalui anoda, sifat elektrokimia dari elektroda, ada tidaknya mediator dan suhu operasi. (Rabaey, dkk, 2005) Parameter unjuk kerja dari MFC umumnya dilihat dari besarnya output daya per luas elektroda dalam satuan mW/m2. Namun, karena biokatalis (bakteri) mempunyai karakteristik khusus dan menempati sebagian volume dari ruang elektroda sehingga mengurangi ukuran pori-pori elektroda, maka dari sudut pandang teoritis unjuk kerja dari MFC lebih baik jika dinyatakan dalam satuan mW/m3 sebagai pembanding. Dan atas dasar densitas daya ini unjuk kerja dari MFC dievaluasi. Rabaey, dkk. (2003) menyatakan bahwa densitas daya sebesar 3,6 W/m2 dapat diperoleh dari MFC yang menggunakan 100 mM ferisianida sebagai mediator di katoda. Akan tetapi densitas daya sebesar ini tidaklah konstan, terdapat beberapa puncak selama 5 hari pengoperasian. Penelitian yang menekankan pada modifikasi microbial fuel cell telah dilakukan oleh Zhen , dkk. (2005). Sebuah sistem Up flow microbial fuel cell (UMFC) dikembangkan untuk membangkitkan listrik sekaligus mengolah limbah cair. Selama periode 5 bulan operasi dengan larutan sukrosa sebagai electron donor, UMFC secara kontinyu mampu membangkitkan listrik dengan densitas daya maksimum 170 mW/m2. Guna memperoleh densitas daya sebesar ini, di katoda digunakan mediator elektron heksasianoferat.

10

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kampus STT Migas Balikpapan selama 4 bulan diantaranya untuk persiapan, kalibrasi alat ukur dan penelitian pendahuluan, penelitian, dan pembuatan laporan. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini tercantum dalam tabel 3 berikut : Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam Penelitian No Bahan yang digunakan Karakteristik 1. Saccharomyces cereviceae Berbentuk padatan dengan butirandari yeast roti 2. 3. 4. 5. Metilen blue Potasium heksasioanoferat Larutan buffer pH 7 Limbah cair rumah tangga butiran kecil Serbuk yang kemudian dilarutkan dalam aquades Berbentuk kristal, kemurnian 99% Berbentuk cair BOD tertentu

Adapun sistem microbial fuel cell yang digunakan disajikan dalam gambar berikut :

Gambar 7. Deskripsi Microbial Fuel Cells 3.3 Prosedur Penelitian 11

Saccharomyces cereviceae dari yeast roti yang digunakan sebagai mikroba dilarutkan dalam larutan buffer pH 7 dan menempati ruang anoda (10 ml). Sebagai oksidator digunakan Potasium heksasianoferat yang menempati ruang katoda (10 ml). Untuk substrat/bahan bakar digunakan limbah cair rumah tangga yang sebelumnya disterilisasi, untuk menjamin tidak adanya kontaminasi dengan mikroba yang lain. Selanjutnya elektroda karbon dihubungkan dengan crocodile clip dan disambungkan ke Telemetri. Selain itu untuk membuktikan secara nyata adanya pembangkitan listrik dirangkai dumper lamp (LED) sebagai beban listrik yang dihasilkan. Untuk menentukan voltase dan arus yang dibangkitkan microbial fuel cell, Telemetri voltase, ampere dan daya dirangkai dengan interface yang menampilkan hasil pengukuran tiap waktu tertentu melalui short message service (SMS) yang juga dapat ditampilkan ke monitor komputer. Sebagai pembanding (standar) dibuat larutan blanko berupa aquades yang dimasukkan ke ruang anoda, untuk diukur voltase dan arus listriknya. 3.4 Analisa data Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Variabel berubah : konsentrasi mikroba (dalam larutan buffer) Variabel tetap : konsentrasi oksidator, volume substrat/bahan bakar b. Variabel berubah ; volume substrat/bahan bakar limbah rumah tangga Variabel tetap : konsentrasi mikroba, konsentrasi oksidator Perhitungan energi listrik yang dihasilkan menggunakan persamaan 2.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 12

4.1 Analisis Blangko Voltase Arus Daya = 0,14 V = 10 mA = 1,4 mW Dari penelitian yang telah dilakukan, untuk luas elektroda = 11,1 cm2 dan volume ruang anoda = 10 ml, diperoleh data penelitian untuk variasi volume substrat sebagai berikut : Tabel 4. Data Percobaan Variasi Volume Substrat dengan Penambahan Yeast 10 gram. Densitas Daya, Volume I, mA V, Volt P, mW W/m2 Substrat, ml 10 20 30 40 22 21 21 22 0,7 0,6 0,86 0,9 15,4 12,6 18,06 19,8 14,0 11,5 16,4 18,0

4.2 Variasi Volume Substrat

4.3 Variasi Konsentrasi Yeast Tabel 5. Data Percobaan Variasi Konsentrasi Yeast dengan Substrat 30 ml Konsentrasi Yeast (gram/ml) 0,05 0,10 0,15 0,20 4.4 Pembahasan Microbial fuel cell yang digunakan dalam penelitian ini beroperasi secara batch. Substrat yang berupa limbah cair rumah tangga yang diambil dari air limbah sisa makanan (kaya bahan organik) akan berfungsi sebagai bahan bakar bagi fuel cell. Limbah ini mengandung bahan organik yang akan dioksidasi menghasilkan proton dan elektron. Yeast jenis Saccharomyces cereviceae berperan sebagai biokatalisator proses pembangkitan listrik. I, mA 20 20 22 22 V, Volt 0,7 0,8 0,9 0,9 P, W 14 16 19,8 19,8 Densitas Daya, W/m2 12,7 14,5 18,0 18,0

13

Gambar 8. Voltase yang dihasilkan dan LED yang menyala dari variasi substrat dan konsentrasi yeast. Di ruang anoda bakteri akan mengoksidasi bahan organik dalam limbah cair menghasilkan elektron sebagai produk intermediet. Selanjutnya elektron ini akan ditransfer ke elektroda. Aliran elektron dari elektroda anoda ke elektroda katoda akan melalui clip dan konduktor membangkitkan listrik. Telemetri yang dapat mengirimkan hasil pengukuran voltase, ampere dan daya MFC secara kontinyu melalui sistem short message service (SMS) ke Handphone. Proton akan bergerak ke ruang katoda menembus kation membran. Di katoda Potassium heksasianoferat terreduksi dari Fe(III) menjadi Fe(II). Reaksi di katoda adalah sebagai berikut : Fe(CN)63- + e- Fe(CN)64Potassium heksasioferat sebagai katolit (akseptor elektron) akan menjadikan ruang katoda miskin elektron, sehingga terjadi aliran elektron dari anoda (kaya elektron) ke katoda. Penggunaan katolit Potassium heksasionoferat untuk skala laboratorium lebih efektif dibandingkan dengan jenis yang lain seperti MnO2, oksigen, dikarenakan besarnya potensial yang dihasilkan lebih mendekati potensial open circuit (overpotensial rendah). Namun penggunaannya untuk skala besar kurang efektif karena proses oksidasinya terbatas waktunya sehingga harus diganti secara berkala. Dari Tabel 4 dan Tabel 5 hasil pengukuran voltase pada berbagai variasi volume substrat dan konsentrasi mikroba diperoleh range voltase 0,6 0,9 V. Besarnya voltase ini selain dipengaruhi oleh jenis akseptor elektron, dalam hal ini Potassium heksasianoferat, juga dipengaruhi oleh proses metabolisme yang terjadi di anoda, dimana terjadi perubahan energi kimia menjadi energi listrik. C6H12O6 + H2O 6 CO2 + 24 H+ + 24 e-

14

Dari variasi volume substrat terlihat bahwa semakin besar volume substrat voltase makin besar. Harga voltase tertinggi diperoleh pada V=40 ml, yaitu sebesar 0,9V. Adanya mikroba akan meningkatkan beda potensial antar elektroda. Semakin besar jumlah mikroba semakin banyak bahan organik yang akan dikonsumsi. Artinya elektron akan semakin banyak dihasilkan. Namun pada konsentrasi Yeast 0,15-0,20 gram/ml nilai daya tetap karena pada kondisi tersebut bahan organik telah dikonsumsi oleh mikroba sehingga peningkatan jumlah mikroba tidak dapat lagi meningkatkan daya yang dihasilkan. Keberadaan mikroba yang merupakan agen reduksi sangat menentukan proses konversi energi kimia menjadi listrik. Jika konsentrasi mikroba makin besar banyak elektron yang terlepas dari proses oksidasi bahan organik juga makin banyak, namun setelah mencapai konsentrasi optimum elektron yang dihasilkan justru akan turun karena pada konsentrasi yang lebih tinggi mikroba justru bersaing menggunakan bahan organik untuk proses pertumbuhannya. Selama proses pengukuran arus, besarnya arus terukur tidak stabil. Dibandingkan arus yang terukur saat pengukuran blangko, besarnya arus menurun karena sistem menjadi polar yang mengindikasikan bahwa tidak ada suplai elektron yang cukup besar di elektroda. Hal ini dikarenakan luas permukaan elektroda yang digunakan sangat kecil (11,1 cm2), sehingga polarisasi sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, dari hasil penelitian ini disarankan guna peningkatan arus dan daya yang dihasilkan penggunaan microbial fuel cell secara paralel untuk memperluas elektroda sangat dimungkinkan. Selain itu dengan cara ini juga dapat ditingkatkan lama proses karena sistem dapat berkerja secara semi batch. Dengan daya yang dihasilkan seperti pada Tabel 4 dan 5 dapat digunakan untuk menghasilkan LED sebagai bukti bahwa benar listrik dihasilkan.

15

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dari pecobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Yeast roti dengan jenis Saccharomyces cereviceae dan bahan bakar/substrat limbah cair rumah tangga dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif pembangkit listrik, meskipun baru digunakan dengan skala yang kecil. 2. Pada konsentrasi yeast roti 0,15 gram/ml dan volume substrat 40 ml diperoleh kondisi terbaik yaitu besarnya densitas daya 18 W/m2 dengan arus listrik sebesar 22 mA dan voltase 0.9 Volt. 3. B. yaitu : 1. Untuk menghasilkan daya yang lebih besar, sebaiknya dalam penelitian selanjutnya MFC dengan ruang katoda-anoda yang lebih besar dan sistem rangkaian MFC yang paralel. 2. Jika menggunakan limbah cair lain seperti limbah cair organik dari industri sebaiknya dilakukan pretreatment terlebih dahulu untuk mengetahui komposisi yang terdapat dalam limbah tersebut. Daya yang diperoleh dapat digunakan untuk menghidupkan LED. Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang dapat disarankan,

16

DAFTAR PUSTAKA 1. Bond, D.R. and Lovley, D.R., 2003, Electricity production by Geobacter sulfurreducens attached to electrodes, Appl.Environ.Microbiol. 69:1548-1555 2. Bond, D.R. and Lovley, D.R., 2005, Evidence for involvement of electron shuttle in electricity generation by Geothrix fermentans, Appl.Environ.Microbiol. 71:2186-2189 3. Cahyani, F.N., dkk, 2007, Penggunaan biokatalisator Saccharomyces cereviceae dengan substrat limbah cair artifisial untuk membangkitkan listrik dalam sistem Microbial fuel cell (MFC), Prosiding Simposium RAPI VI 2007, FT UMS 4. Habermann, W., and Pommer, E.H., 1991,Biological fuel cells with sulphide storage capacity, Appl. Microbiol. Biotechnol.35, 128-133 5. Jang, J.K., Pham, T.H., Chang, I.S., Kang, K.H., Moon, H., Cho, K.S., Kim, B.H., 2004,Construction and operation of a novel mediator and membrane-less microbial fuel cell, Process Biochem., 39, 1007-1012 6. Kim, B.H, et al., 2006, Continuos electricity production from artificial wastewater using a mediator-less microbial fuel cell, Bioresource Technology 97:621-627 7. Kim, B.H., Park, H.S., Kim, H.J., Kim G.T., Chang I.S., Lee, J., Phung, N.T., 2004, Enrichment of Microbial Community generating electricity using a fuel cell type electrochemical cell, Appl.Microbiol. Biotechnol. 63(6),672-681 8. Kim, H.J, et al., 1999, A microbial fuel cell type lactate biosensor using a metal reducing bacterium, Shewanella putrefaciens, J. Microbiol. Biotechnol., 9:365-367 9. Kim, H.J, et al., 2002, A mediator-less microbial fuel cell using a metal reducing bacterium, Shewanella putrefaciens, Enzyme Microb. Technol., 30:145-152 10. Rabaey, K., and Verstraete, W., 2005, Microbial fuel cells: novel biotechnology for energy generation, TRENDS in Biotechnology, Vol 23 No 6 June 2005, 291-298 11. Rabaey, K., et al., 2003,A microbial fuel cell capable of converting glucose to electricity at high rate and efficiency, Biotechnol.Lett. 25, 1531-1535 12. Rabaey, K., et al., 2004, Biofuell cells select for microbial consortia that self-mediated electron transfer, Appl. Environ. Microbiol. 70, 5373-5382 13. Sugiharto, 1987, Dasar-dasar pengolahan air limbah, Cetakan pertama, UI press, Jakarta 14. U.N. Mahida, 1986, Pencemaran air dan pemanfaatan limbah industri, Cetakan kedua, CV Rajawali, Jakarta 15. Zhen, H. et al., 2005, Electricity generation from artificial wastewater using an upflow microbial fuel cell Environ.Sci.Technol. 39:5262-5267 16. The History of Bread Yeast, British Broadcasting Company, 2006

17

LAMPIRAN I

SUMBER DAYA LED INDIKATOR

SENSOR TEGANGAN

MIKROKONTROLER AVR ATMEGA 16A

DISPLAY LCD 16 x2 BARIS

SENSOR ARUS

KONVERTER TTL KE RS 232

GSM MODEM

BEBAN LISTRIK

SWITCH SETING

Gambar 9. Diagram Blok Telemetri VA meter

START

INISIALISASI M IKRO NTRO KO LER : PO I /O, LCD , USART 19200 BPS , RT DISPLAY : JUDUL PENELITIAN , START TIM ER 1

BACA ADC 0 & ADC 1, KONVERSI NILAI TEG ANG AN & ARUS SIM PAN DATA

YA TIM ER 1 = SET M ENIT TIDAK

TULIS DATA KE ARRAY <M SG > : TELEM ETRI SISTEM , DATA NO . NNNN , TEG ANG AN V : 0,00 VO LT , ARUS I : 0,000 A, DAYA LISTRIK P : 0,00 WATT

DISPLAY LCD : NILAI TEG ANG AN & ARUS

KIRIM SM S

BACA M O SM SIM EM RI S CARD : SET INDEX = 1, KIRIM : AT +CPM ? S RESPO N : + CPM S = n , m ,SM ,

RESTART TIM ER

YA n = 0 TIDAK

BACA SM M S ASUK : KIRIM : AT +CM R = INDEX G SIM PAN ISI PESAN SM S

PERIKSA ISI PESAN SM S

HAPUS M O SM EM RI S : KIRIM : AT +CM D = index G

TIDAK INDEX > m YA INDEX + 1

Gambar 10. Diagram Alir Sistem Kerja Telemetri VA meter

18

START

SIMPAN DATA : NOMER PENGIRIM SMS = <Y>, TEXT PESAN SMS = <MSG >

DISPLAY LCD : SMS INPUT NO .< INDEX >, NOMER PENGIRIM SMS = <Y>

YA MSG = CEK TIDAK YA TULIS DATA KE ARRAY <MSG > : TELEMETRI SISTEM , DATA NO . NNNN , TEGANGAN V : 0,00VOLT , ARUS I : 0,000 A, DAYA LISTRIK P : 0,00 WATT NOMOR TUJUAN = REGISTER 1-5

MSG = DATA

NOMOR TUJUAN

= PENGIRIM SMS

TIDAK YA MSG = REGn ON SIMPAN DATA REGISTER n = 1

TIDAK YA NOMOR TUJUAN = PENGIRIM SMS

MSG = REGn OFF TIDAK

SIMPAN DATA REGISTER n

= 0

MSG = REGn <081 >

YA

SIMPAN DATA <081 ...> KE EEPROM ARRAY < REG n >

TIDAK MSG = AUTO XXX YA SIMPAN DATA : SET TIMER = XXX MENIT

TULIS DATA KE ARRAY <MSG > : SETUP : Data : <counter >, Auto : <XXX > menit , Reg .1: ON / OFF / <REG 1>, Reg .2: ON / OFF / <REG 2>, Reg .3: ON / OFF / <REG 3>, Reg .4: ON / OFF / <REG 4>, Reg .5: ON / OFF / <REG 5>

TIDAK YA

MSG = SETING

TIDAK YA VOICE DIAL : KIRIM : ATD <KODE > ;< CR >< LF > TULIS DATA KE ARRAY <MSG > : CHEK : < TEXT RESPON >

MSG = PULSA < KODE >

KIRIM SMS

TIDAK

STOP

Gambar 11. Diagram Alir Sistem Periksa Isi Pesan SMS

19

SA T T R

P R IA A D T E S P N AA : N M R S R IC C N R O O E V E E T E <X>, N M RT J A S S O O UU N M <Y>, IS P S N T X I E A E T <M G > S

S TC U T R E O NE

= 0

K IMD T S R L K G MM D M IR A A E IA E S O E : A +C G T M S = < N M R T J A O O UU N > <C >< L > R F

R S O E P N

: >

D L Y EA

1 m 0 S

K IMD T S R L K G MM D M IR A A E IA E S O E : K IMD T IR AA : < M G > < C R +Z > S T L

T A ID K R S O E P N :O K (C U T R O NE + 1) > 3

T A ID K

Y A

Y A

S O T P

Gambar 12. Diagram Alir Sub Routine Kirim SMS

20

Lampiran II

10

1 8

2 7 6 3 9

11 12

Keterangan : 1. GSM Modem menggunakan Wavecom M1602 Fastrack 2. Sistem regulator supply 5V DC 3. Sistem regulator supply 7V DC untuk GSM Modem 4. Fuse pengaman sensor tegangan dan arus bernilai 2 A 5. Resistor shunt 0,5 ohm 1 Watt 6. Konverter RS232 menggunakan IC MAX232 7. Mikrokontroler ATMEGA16 8. Lcd modul tipe M1632 9. Led indikator 10. Panel box sisi depan 11. Fuse pengaman sistem control modul bernilai 3 A 12. Panel terminal sisi bawah Gambar 13. Realisasi Alat Telemetri VA Meter Sisi Dalam

21

13

14

15

Keterangan : 13. Input switch A 14. Input switch B 15. Input switch C Gambar 14. Realisasi Alat Telemetri VA Meter Sisi Atas

16

18

20

22

17

19

21

23

Keterangan 16. Removable fuse holder 17. Terminal koneksi ke GSM Modem 18. Switch power utama 19. Terminal masukan power supply AC/DC 12V 20. Terminal positif masukan dari sumber tegangan input 21. Terminal negatif masukan dari sumber tegangan input 22. Terminal positif output ke rangkaian beban listrik 23. Terminal negatif output ke rangkaian beban listrik Gambar 15. Realisasi Alat Telemetri VA Meter Sisi Bawah

22

You might also like