You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu ciri manusia berkualitas dalam rumusan UU No. 20 Tahun 2003 di atas adalah mereka yang tangguh iman dan takwanya serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian salah satu ciri kompetensi keluaran pendidikan nasional adalah ketangguhan dalam iman dan takwa serta memiliki akhlak mulia. Selama ini pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal faktafakta walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam subtansi materinya. Dampaknya, sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan. Mereka sangat perlu untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat tinggal dan masyarakat pada umumnya di mana mereka akan hidup. Siswa memiliki kesulitan memahami konsep akademik sebagaimana mereka

biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Adapun tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai melalui proses pembelajaran yang berdasarkan pada kurikulum KTSP adalah melatih cara berfikir dan bernalar, mengembangkan aktifitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan. Sedangkan salah satu prinsip pengembangan dalam kurikulum adalah prinsip berpusat pada anak. Dipandang dari tujuan pembelajaran secara prinsip pengembangan kurikulum KTSP tersebut, maka model pembelajaran kontruktifis merupakan salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum KTSP. Hal tersebut didukung dengan pendekatan konstruktifis yang berasal dari ide-ide pieget dan vygotsky. Pendekatan konstruktifis menekankan adanya prinsip terpusat pada peserta didik (student centered instruction) dan menyarankan penggunaan kelompok-kelompok belajar dalam proses pembelajaran. Artinya bahwa suatu pembelajaran hendaknya didominasi oleh aktivitas belajar siswa yang mandiri guna mengkonstruksi pengetahuan bagi diri mereka sendiri. Dunia pendidikan dewasa ini cenderung kembali kepada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik lagi jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak "mengalami" sendiri apa yang dipelajarinya, bukan "mengetahuinya". Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi "mengingat" jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu pembaharuan pendidikan harus dilakukan.

Seringkali dalam proses pembelajaran materi tidak sejalan dengan kenyataan yang dihadapi oleh siswa, minimal di tingkat lokal. Padahal proses pendidikan sesungguhnya dijalankan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia yang (minimal) sanggup menyelesaikan persoalan lokal yang melingkupinya. Artinya, setiap proses pendidikan seharusnya mengandung berbagai bentuk pelajaran dengan muatan lokal yang signifikan dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga output pendidikan adalah manusia yang sanggup untuk memetakan dan sekaligus memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat dengan life skills yang ia dapatkan di bangku sekolahnya. Berdasarkan pengamatan, selama ini dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru terbiasa menggunakan metode konvensional, dimana siswa kurang terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa cenderung hanya mendengar dan menerima penjelasan dari guru tanpa diberi kasempatan untuk mengutarakan pendapatnya secara lebih luas dan terbuka. Kondisi seperti itu tidak memberdayakan para siswa untuk mau dan mampu berbuat untuk memperkaya belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya. Sehingga tidak akan bisa membangun pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia sekitarnya (learning to know). Lebih jauh lagi mereka pun tidak memiliki kesempatan untuk membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be), maupun kemampuan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang beragam (learning to live together) di masyarakat. Maka saat ini yang seharusnya dilakukan oleh para guru Pendidikan Agama Islam adalah mengembangkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi peserta didik baik dalam pemahaman mengenai ajaran-ajaran agamanya, mendorong

mereka untuk mengamalkannya dan sekaligus dapat membentuk akhlak dan kepribadiannya. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi terget penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) disingkat menjadi CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui dengan diterapkan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran Fisika dapat meningkatkan life skills siswa. Melalui pembelajaran kontekstual siswa dibawa ke dalam nuansa pembelajaran yang di dalamnya dapat memberi pengalaman yang berarti melalui proses pembelajaran yang berbasis masalah, penemuan (inquiry), independent learning, learning community, proses refleksi, permodelan sehingga dari proses tersebut diharapkan siswa dapat menghayati dan mengamalkan pelajaran Pendidikan sebagai rumpun pelajaran mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi yang sarat dengan muatan norma, nilai-nilai dan aktualisasi diri dalam kehidupan sehari-hari, sudah barang tentu menuntut adanya sejumlah kompetensi yang harus dimiliki siswa, sesuai dengan tuntutan kurikulum KTSP, kompetensi yang harus dimiliki siswa mencakup tiga hal yaitu: 1) kompetensi kognitif; 2) afektif; dan 3) psikomotor. Gabungan dari tiga jenis kompetensi itu yang akan melahirkan life skills

(keterampilan hidup). Tuntutan penguasaan kompetensi yang komprehensif ini akan berimplikasi pada proses pembelajaran dan penilaian. Siswa sebenarnya mempunyai kemampuan berfikir yang bagus, pada awal pembelajaran guru memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, lebih megaktifkan siswa, mendorong mengembangkan kemampuan baru sehingga menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat. Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi responsif dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilan di kehidupan nyata sehingga memiliki bekal life skills yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-harinya.

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

A. Konsep Dasar Pembelajaran merupakan komponen utama dalam proses pendidikan.

Pembelajaran menentukan hasil yang diperoleh siswa selama melalui proses pendidikan, dalam pembelajaran siswa memperoleh kemampuan dan keterampilan baru serta perubahan sikap dan perilaku. Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Pembelajaran merupakan suatu proses membelajarkan siswa yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara aktif, efektif dan inovatif. Inovasi pembelajaran harus senantiasa dilakukan untuk memecahkan masalah kesulitan belajar siswa dan sebagai upaya mencapai hasil yang lebih baik. Inovasi pembelajaran bisa dilakukan secara mendasar atau hanya berupa tambahan yang secara fondasi masih memakai prinsip lama. Inovasi pembelajaran saat ini banyak bermunculan contohnya kuantum teaching, contextual teaching and learning (CTL), SAVI, dan masih banyak lagi. Salah pembelajaran hasil inovasi adalah CTL yang merupakan akronim dari Contextual Teaching and Learning. Bila melihat sejumlah teori pembelajaran, maka CTL dapat digolongkan pada model pembelajaran. Pembelajaran sebagai suatu proses membutuhkan cara atau langkah pelaksanaan, cara ini terdapat macam istilah. Ada

pendekatan

pembelajaran,

strategi

pembelajaran,

metode

pembelajaran;

teknik

pembelajaran; taktik pembelajaran; dan model pembelajaran. Model pembelajaran adalah kesatuan antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai utuh. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan wujud dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Salah satu model pembelajaran ialah model pembelajaran kontekstual (CTL), model pembelajaran ini bisa mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi nyata siswa serta bisa membantu siswa menerapkan materi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. Secara etimologis atau asal kata, kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti hubungan, konteks, suasana, dan keadaan (konteks). Secara umum kata kontekstual berarti : yang berkenaan, relevan, ada hubungan, atau kaitan langsung, mengikuti konteks ; yang membawa maksud, makna, dan kepentingan (Rini Hermawati, 2010 : 1). Menurut Depdiknas, pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran yang diajarkan dengan situasi nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari (Sumiati, 2008 : 14). Johnson, seorang tokoh pendidikan mengemukakan bahwa CTL merupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Supinah, 2009 : 40).

Pembelajaran Kontekstual merupakan konsep yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi nyata siswa, yang dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan para siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Sardiman, 2007 : 222). Definisi CTL secara istilah teknis merupakan suatu model pembelajaran yang mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan konteks kehidupan peserta didik ( konteks pribadi, sosial dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan / keterampilan yang secara fleksibel dapat ditransfer dan diterapkan dari satu permasalahan / konteks ke permasalahan / konteks lainnya dengan tujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya (Ahmad Rosyidi, 2010 : 1). Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata. Model pembelajaran ini dilandasi oleh teori konstruktivisme yaitu sebuah filosofi tentang belajar yang berpandangan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksi apa yang ada di dalam benak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan itu tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta. Fakta atau proposisi yang terpisah tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Konstruktivisme ini mengakar pada filsafat pragmatisme yang lahir pada awal abad ke 20 silam. Menurut pandangan salah satu tokoh konstruktivistik Ernest, bahwa perolehan pengalaman seseorang itu dari proses asimilasi dan akomodasi sehingga pengalaman

yang lebih khusus ialah pengetahuan tertanam dalam benak sesuai dengan skemata yang dimiliki seseorang (Supinah, 2009 : 39). Kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan lebih baik jika lingkungan diciptakan alami dikarenakan sistem atau teknik pembelajaran yang digunakan sekarang pada umumnya berorientasi pada target penguasaan materi, hanya berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak dalam kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Ini terjadi karena masih tertanam pemikiran bahwa pengetahuan dipandang sebagai fakta yang harus dihafal, kelas berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan. Pencetus pembelajaran kontekstual adalah John Dewey pada 1918, ia merumuskan kurikulum dan metodologi pembelajaran yang berkaitan dengan pengalaman dan minat siswa. Pemakaian pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran di sekolah mempunyai manfaat yang besar untuk siswa yaitu : membantu siswa menguasai pengetahuan, membantu siswa menguasai kompetensi dan membantu siswa menguasai pemahaman kontekstual serta anak didik mengalami sendiri apa yang dipelajari bukan sekedar mengetahuinya atau menghafalnya tanpa pengalaman. Pembelajaran kontekstual mempunyai beberapa prinsip dasar yang membuat CTL berbeda dengan metode pembelajaran lain sekaligus menjadi keunggulannya. Prinsip dasar tersebut adalah : a. Menekankan pada pemecahan masalah

b. Mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai konteks seperti rumah, masyarakat dan tempat kerja

c.

Mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi

pelajar yang aktif dan terkendali d. Menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa e. f. Mendorong siswa belajar satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama Menggunakan penilaian otentik Prinsip CTL secara umum adalah mengembangkan cara belajarnya sendiri dan aplikasi dari konsep yang dipelajari (Sumiati, 2008 : 18). Adapun perbedaan mendasar yang membedakan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional (Ahmad Rosyidi, 2010 : 1) adalah : a. Siswa aktif dalam proses pembelajaran

b. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa c. Menyandarkan pada memori spasial (pemahaman makna) daripada hapalan

d. Dapat mengintegrasikan pada beberapa bidang studi / ilmu e. f. Selalu mengaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata

g. Perilaku dibangun atas kesadaran diri h. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi,

berfikir kritis atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah melalui (kerja kelompok) i. j. Siswa tidak melakukan hal buruk karena sadar hal tersebut keliru dan merugikan Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri

k. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman

Penerapan pembelajaran kontekstual dalam proses pembelajaran akan melibatkan tujuh indikator atau tujuh kegiatan pokok yang secara langsung membedakan pembelajaran ini dengan yang lain, yaitu : Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual yang menjadi pokok CTL sehingga bisa dibedakan dengan pembelajaran lainnya, yaitu Teori Konstruktivisme, Inquiry, Bertanya, Masyarakat Belajar, Pemodelan, Refleksi, Penilaian Autentik (Sardiman, 2007 : 222). Setiap indikator memiliki aktivitas tertentu, yaitu : constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), inquiry

(identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), reflection (review, rangkuman, tindak lanjut) serta authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara), (Erman Suherman, 2009 : 13). Pembelajaran ini dapat dipakai pada berbagai mata pelajaran di sekolah seperti IPA, bahasa, sains, sosial dan lain-lain (Sumiati, 2008 : 18). Kegiatan dan strategi pembelajaran kontekstual dapat ditunjukkan berupa kombinasi dari kegiatan-kegiatan berikut ini : pembelajaran otentik, pembelajaran berbasis inquiry, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran layanan, pembelajaran berbasis kerja (Sumiati, 2008 : 16).

Dalam kegiatan kelas yang menggunakan pembelajaran kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran secara berkelompok. Siswa dibagi-bagi dalam kelonpok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajar yang lemah, yang sudah tahu memberi tahu temannya, yang cepat daya tangkapnya akan mendorong yang lambat. Pengembangannya akan senantiasa mendorong komunikasi multiarah. Masing-masing pihak bisa menjadi sumber belajar (Sardiman, 2007 : 225). Prinsip learning community mendekatkan CTl pada pembelajaran kooperatif walaupun ada perbedaan dalam pelaksanaannya. Prinsip ini bisa diartikan sebagai pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerjasama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Pembelajaran dipandang lebih dari sekedar kerja kelompok biasa karena dalam pembelajaran harus ada struktur dan dorongan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi yang efektif di antara anggota kelompok. Tujuan dilakukannya pembelajaran kontekstual dengan pendekatan kooperatif adalah secara aktif melibatkan kecerdasan interpersonal (kemampuan berhubungan sosial dengan orang lain), mengajarkan siswa untuk dapat bekerjasama dengan baik dengan orang lain, mendorong kolaborasi, berkompromi, dan bermusyawarah mencapai kesepakatan (Julia Jasmine, 2008 : 139). Manfaatnya adalah : meningkatkan kemampuan hubungan interpersonal siswa, mengembangkan kualitas diri siswa terutama aspek afektif, mendorong penyelesaian pemecahan masalah lebih cepat, meningkatkan semangat belajar siswa, mengembangkan

sikap gotong royong dan saling percaya. Yang pada akhirnya akan membantu siswa mengerti dan memahami materi pelajaran karena adanya diskusi, saling membagi pengetahuan, pemahaman, serta akan saling mengoreksi antar sesama dalam kegiatan belajar. Tumbuhnya rasa kebersamaan akan menimbulkan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar. Dari uraian tentang pembelajaran kontekstual maka terlihat bahwa pembelajaran ini memiliki kelebihan, yaitu : 1. Menekankan pada cara dan upaya pemecahan masalah 2. Mengenalkan bahwa kegiatan belajar mengajar dapat terjadi pada berbagai konteks, situasi dan tempat seperti rumah dan masyarakat 3. Mengajarkan pada siswa untuk memantau dan mengarahkan cara dan aktivitas

belajarnya sehingga menjadi pelajar yang aktif dan terkendali 4. Menekankan materi, proses dan hasil pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa sehari-hari 5. Mendorong siswa dapat belajar tidak hanya sendirian tetapi dengan orang lain atau bersama-sama saling membantu dan berbagi 6. Menggunakan penilaian otentik yang menilai tidak hanya satu aspek tapi semua

aspek

Kelemahan 1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi

siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau penguasa yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. 2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ideide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategistrategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

BAB III KESIMPULAN

Model pembelajaran adalah kesatuan antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai utuh. Pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata. Pembelajaran kontekstual mempunyai beberapa prinsip dasar yang membuat CTL berbeda dengan metode pembelajaran lain sekaligus menjadi keunggulannya. Prinsip dasar tersebut adalah : a. Menekankan pada pemecahan masalah

b. Mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai konteks seperti rumah, masyarakat dan tempat kerja c. Mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi

pelajar yang aktif dan terkendali d. Menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa e. f. Mendorong siswa belajar satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama Menggunakan penilaian otentik

Tujuan dilakukannya pembelajaran kontekstual dengan pendekatan kooperatif adalah secara aktif melibatkan kecerdasan interpersonal (kemampuan berhubungan sosial dengan orang lain), mengajarkan siswa untuk dapat bekerjasama dengan baik dengan

orang lain, mendorong kolaborasi, berkompromi, dan bermusyawarah mencapai kesepakatan Manfaatnya adalah : meningkatkan kemampuan hubungan interpersonal siswa, mengembangkan kualitas diri siswa terutama aspek afektif, mendorong penyelesaian pemecahan masalah lebih cepat, meningkatkan semangat belajar siswa, mengembangkan sikap gotong royong dan saling percaya. Yang pada akhirnya akan membantu siswa mengerti dan memahami materi pelajaran karena adanya diskusi, saling membagi pengetahuan, pemahaman, serta akan saling mengoreksi antar sesama dalam kegiatan belajar. Tumbuhnya rasa kebersamaan akan menimbulkan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar. Dari uraian tentang pembelajaran kontekstual maka terlihat bahwa pembelajaran ini memiliki kelebihan, yaitu : 1. Menekankan pada cara dan upaya pemecahan masalah 2. Mengenalkan bahwa kegiatan belajar mengajar dapat terjadi pada berbagai konteks, situasi dan tempat seperti rumah dan masyarakat 3. Mengajarkan pada siswa untuk memantau dan mengarahkan cara dan aktivitas

belajarnya sehingga menjadi pelajar yang aktif dan terkendali 4. Menekankan materi, proses dan hasil pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa sehari-hari 5. Mendorong siswa dapat belajar tidak hanya sendirian tetapi dengan orang lain atau bersama-sama saling membantu dan berbagi 6. Menggunakan penilaian otentik yang menilai tidak hanya satu aspek tapi semua

aspek

Kelemahan 1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau penguasa yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. 2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ideide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategistrategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

You might also like