Professional Documents
Culture Documents
Sahara Maharani
1102005236 Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Pembimbing: Dr.H.Hami Zulkifli Abbas, Sp.PD, MHKes Dr. Sri Agustini K, Sp.PD Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Arjawinangun Cirebon, Februari 2010
: :
Pembimbing: Dr.H.Hami Zulkifli Abbas, Sp.PD, MHKes Dr. Sri Agustini K, Sp.PD Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senatiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang berjudul PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS PADA SIROSIS HEPATIS ini, yang merupakan salah satu syarat dalam melaksanakan kepanitraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Arjawinangun. Shalawat dan salam tak lupa kita sampaikan kepada Rasul akhir zaman, Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Semoga kita termasuk kepada pengikut setianya hingga akhir hayat. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.H.Hami Zulkifli Abbas, Sp.PD, MHKes, Dr. Sri Agustini K, Sp.PD, Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD selaku pembimbing yang telah banyak memberikan kesempatan bagi kami untuk mendapatkan bimbingan dan pelajaran dari kasus ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr.Sunhadi yang telah banyak memberikan sumbangan saran demi sempurna dan tepat waktunya penyusunan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises esophagus dan non varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang dengan: 1. Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama 2. Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik, derajat hipovolemi menentukan tingkat kegawatan pasien1 Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya varises esophagus, gastritis erosive, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Malloryweiss, dan keganasan. Perbadaan diantara laporan-laporan penyebab perdarahan SCBA terletak pada urutan penyebab tertentu2 Perdarahan varises gastro-esofagus, merupakan salah satu komplikasi terbanyak dari hipertensi portal akibat sirosis, terjadi sekitar 10-30% seluruh kasus perdarahan saluran cerna bagian atas. Perdarahan varises sendiri terjadi pada 25 -35% pasien sirosis. Perdarahan ini sering disertai dengan angka morbiditas dan mortalitas yang jauh lebih tinggi dibanding dengan penyebab perdarahan saluran cerna lain, demikian pula dengan biaya perawatan rumah sakit yang lebih tinggi. Perdarahan pertama biasanya memberi angka mortalitas yang tinggi , bisa sampai 30 %, sementara 70% dari pasien yang selamat akan mengalami perdarahan ulang setelah perdarahan yang pertama tersebut. Selain itu, ketahanan hidup selama 1 tahun setelah perdarahan verises biasanya rendah (32-80%).2.3 Selama 3 dekade terakhir ini, pengobatan pasien hipertensi portal telah mngalami kemajuan yang cukup pesat, dengan tersedianya makin banyak pilihan
4
pengobatan , baik bagi pasien yang belum maupun yang sudah pernah mengalami perdarahan esophagus, demikian pula untuk pengobatan pada saat perdarahan akut, maupun untuk pengobatan jangka panjang guna mencegah perdarahan ulang4 Pengobatan pasien dengan perdarahan varises gastro -esofagus meliputi: prevensi terhadap serangan perdarahan pertama (primary prophylaxis), mengatasi perdarahan aktif dan prevensi perdarahan ulang setelah perdarahan pertama terjadi (secondary prophylaxis). Selama beberapa decade terakhir, banyak modalitas pengobatan baru dan yang menarik telah ditemukan untuk perdarahan varises ini.5
1.2. TUJUAN
1.2.1. TUJUAN UMUM Mengetahui secara definisi, klasifikasi, pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis dan komplikasi sirosis. Pembahasan perdarahan saluran cerna atas, gejala dan tanda klinis yang terkait, pemeriksaan yang dilakukan, dasar penegakan diagnosis, tata laksana, serta prognosis pasien 1.2.2. TUJUAN KHUSUS 1. Memenuhi salah satu tugas Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Arjawinangun, Cirebon. 2. Sebagai prasyarat mengikuti ujian Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Arjawinangun, Cirebon.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 DEFINISI
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hapatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular dan regenerasi nodularis parenkim hati1
mikronodular.sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alcohol adalah:
y
Perlemakan hati alkoholik : steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit kemembran sel
Hepatitis alkoholik dan sirosis alkoholik : fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alcohol dan destruksi hepatosit yang
berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi ditempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Didaerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi masa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus
6
berlanjut,ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol ( nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik1.2
Sirosis hati pasca nekrosis Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbetuk tidak teratur dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik yang konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. Sel stelata akan membentuk kolagen pada paparan yang terus menerus ( hepatitis virus, bahan bahan hepatotoksik) membentuk fibrosis, jaringan sehat diganti jaringan ikat1
TEMUAN KLINIS Spider telangiektasi, eritema Palmaris, perubahan kuku munchrche, jari gada pada sirosis bilier, kontraktur dupuyren akibat fibrosis facia Palmaris, ginekomastia, atrofi testis hipogonadisme sebabkan impotensi dan infertil, hepatomegali, spleenomegali pada penyebab non alkoholik, asites akibat hipertensi potal dan hipoalbuminemia, caput medusa, fetor hepatikum, ikterus, asterixis bilateral1.2
GAMBARAN LABORATORIS Tes fungsi hati : aminotransferase SGOT SGPT meningkat, alkali fosfatase meningkat (sangat tinggi pada kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer), gamma glutamil transpeptidase (tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik) , bilirubin bisa normal/meningkat pada sirosis dekompensata, albumin menurun, globulin meningkat dan waktu protrombin memanjang, natrium serum menurun pada asites2 Kelainan hematologi anemia dengan trombositopenia, leucopenia, neutropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi portal sehingga terjadi hiperslenime2 Pemeriksaan radiologi : barium meal untuk melihat varises pada hipertensi porta, USG, Tomografi komputerisasi2
II. 4 KOMPLIKASI
y
Peritonitis bacterial spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen
Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan funsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum dan kreatinin tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. 20-40% pasien dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara
Ensefalopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula mula ada gangguan tidur, selanjutnya dapat timbul gannguan kesadaran yang berlanjut sampai koma
Pada
sindrom
hepatopulmonal
terdapat
hidrotoraks
dan
hipertensi
portopulmonal2
Kolateral yang menjadi varises disubmukosa lambung bagian atas pecah di salulan cerna bagian atas3
dan
esophagus bagian bawah yang mengalirkan darah kedalam vena Azygos yang dapat
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superficial dinding abdomen , dan timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena vena sekitar umbilicus (kaput medusa). Dilatasi anastomosis antara cabang-cabang vena mesenterika inferior dan vena-vena rectum sering mengakibatkan terjadinya hemoroin interna. Perdarahan dari hemoroid yang pecah biasanya tidak hebat, karena tekanan tidak setinggi tekanan pada esophagus oleh karena jarak yang lebih jauh dari vena porta1.4 Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronik akibat bendungan dan tekanan darah yang meningkat pada vena lienalis1
perdarahan. Kebanyakan klinisi beranggapan bahwa cara ini hanya memiliki efek sementara dan tidak efektif untuk pengobatan jangka panjang. Vasopressin telah digunakan untuk mengatasi perdahan. Obat ini menurunkan tekanan porta dengan mangurangi aliran darah splangnik, walaupun efeknya hanya bersifat sementara. Kendatipun telah dilakukan tindakan darurat, sekitar 70% penderita akan meninggal pada perdarahan saluran cerna yang pertama1 Bila penderita pulih dari perdarahan, baik secara spontan atau setelah pengobatan darurat, operasi pirau porta-kaval harus dipertimbangkan. Pembedahan ini mengurangi tekanan portal dengan melakukan anastomosis vena porta (tekanan tinggi) dengan vena cava inferior (tekanan rendah). Pirau merupakan terapi drastis dari komplikasi utama sirosis. Operasi ini memperkecil kemungkinan perdarahan esophagus selanjutnya, tetapi menambah resiko ensefalopati hepatic. Harapan hidup penderita tidak bertambah karena masih ditentukan oleh perkembangan penyakit hati1 Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu factor penting yang mempercepat ensefalopati hepatic. Ensefalopati terjadi bila ammonia dan zat-zat toksik lain masuk dalam sirkulasi sistemik. Sumber amonia adalah pemecahan protein oleh bakteri dalam saluran cerna. Ensefalohepati akan terjadi bila darah tidak dikeluarkan melalui aaspirasi lambung, pemberian pencahar dan enema dan bila pemecahan protein darah oleh bakteri tidak dicegah dengan pemberian antibiotik1
11
aspirasi dan pencucian lambung. Tidak terdapat bukti bahwa pemasangan pipa ini meningkatkan resiko pada pasien yang mengalami perdarahan varises. Cara lain selain memberi keuntungan untuk mengetahui apakah perdarahan masih ak juga tif dapat digunakan untuk membersihkan lambung, sehingga endoskopi dapat dilakukan lebih efektif 2 Dalam consensus Baveno 1 (1990), disebutkan bahwa untuk diagnosis perdarahan vaises mutlak dibutuhkan pemeriksaan endoskopi secepat mungkin. Untuk itu perlu dicatat waktu pemeriksaan endoskopi (tanggal dan jam pemeriksaan) dalam setiaplaporan. Sebagai batasan perdarahan aktif disebutkan bila tampak ada perdarahan pada saat pemeriksaan endoskopi (oozing atau spurting). Sebagai tanda bekas perdarahan baru ( recent bleeding), dipakai tanda papil putih (white nipple). Sedang bila terdapat bekuan darah, harus dibersihkan dengan penyemprotan (wash). Diagnosis perdarahan varises tanpa sumber perdahan lain, dapat digunakan bila ditemukan darah dalam lambung dan atau endoskopi dilakukan dalam waktu 24 jam.2 Secara endoskopi batasan perdarahan varises adalah : perdarahan dari varises esophagus atau lambung yang tampak pada saat pemeriksaan endoskopi, atau ditemukan adanya varises esophagus yang besar dengan darah dilambung tanpa ada penyebab perdarahan yang lain. Perdarahan disebut bermakna secara klinis bila kebutuhan transfuse darah 2 unit atau lebih dalam waktu 24 jam sejak pasien masuk rumah sakit disertai dengan tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg, atau penurunan tekanan darah lebih dari 20mmHg dengan perubahan posisi, dan atau nadi lebih dari 100 kali/menit pada saat masuk rumah sakit.2 Untuk menilai beratnya sirosis, dapat digunakan skor Child-Pugh
12
Menurut system skor diatas, kelas A Child-Pugh, sesuai dengan skor 6 atau kurang, Kelas B = skor 7, Kelas C = 10 atau lebih. Pasien dari kelas A, biasanya meninggal akibat efek perdarahannya sendiri, sementara pasien pada kelas C kebanyakan akibat penyakit dasarnya. Untuk menilai derajat besarnya varises dibagi menjadi :
y y y
Tingkat 1 : varises yang kolaps pada saat inflasi esophagus dengan udara Tingkat 2 : varises antara tingkat 1 dan 3 Tingkat 3 : varises yang cukup untuk menutup lumen esophagus2.5 Dari consensus Boveno 2-1995, telah disepakati bahwa pada semua pasien
sirosis hati sebaiknya secara rutin diperiksa ada tidaknya hipertensi portal, dengan pemeriksaan endoskopi dan USG (sebaiknya dengan Dropler), terutama pada pasien yang belum pernah mengalami perdarahan SMBA. Sarana diagnosis yang lain seperti : pengukuran tekanan varises dengan cara langsung, Angiografi, dan MRI, hanya dianjurkan untuk keperluan penelitian saja. Dalam consensus Baveno 2 ini ada beberapa kesepakatan baru yang dibuat, antara lain : perdarahan varises baru berarti secara klinis bila memenuhi persyaratan membutuhkan minimal 2 unit darah dalam waktu 24 jam. Sedang perarahan ulang terjadi bila timbul hematemesis dan atau melena baru, setelah 24 jam keadaan umum pasien stabil ( tensi, nadi, Hb, Pcv) pasca perdarahan akut.2 konsensus Baveno 3-2000 (41) menyebutkan bahwa diagnosis klinik hipertensi portal (CSPH = clinical significant of portal hypertension) dapat ditegakkan berdasarkan :
y y
Meningkatnya gradient tekanan portal diatas batas sekitar 10 mmHg Adanya varises, perdarahan varises, dan/atau asites, dapat dipakai sebagai dasar adanya hipertensi portal secara klinik (CSPH)2
Selain itu semua pasien sirosis sebaiknya dilakukan skrining secara rutin untuk mengetahui adanya varises pada saat diagnosis awal sirosis dibuat. Pemeriksaan ulang untuk setiap pasien yang dengan atau tanpa tanda-tanda klinik hipertensi portal (CSPH) dapat dilakukan seperti berikut :
13
pada pasien dengan sirosis kompensata tanpa varises, pemeriksaan endoskopi dapat diulangi setiap 2-3 tahun untuk mengetahui kapan varises mulai timbul
pada pasien dengan varises kompensata dengan varises kecil, endoskopi dapat diulangi setiap 1-2 tahun, untuk mengetahui progresivitas perbesaran varises2 untuk diagnosis perdarahan akut akibat gastropati hipertensi portal (GHP).
Dibutuhkan pembuktian secara endoskopi adanya lesi yang berdarah aktif. Bila ditemukan varises esophagus atau lambung, endoskopi dapat diulangi dalam 12-24 jam. Untuk klasifikasi GHP, konsensus Baveno 2 sepakat unutk menggunakan system scoring seperti : Lesi 1. MLP (mosaic like pattern) Ringan Berat 2. RM (red marking) Terisolasi Berkonfluen 3. GAVE Ectasis) Negatif Positif GHP ringan GHP berat ( Gastric Anhral Vascular 0 2 <3 >4 1 2 1 2 skor
Kriteria untuk menetapkan perarahan kronik akibat GHP dalah fecal blood loss, penurunan Hb > 2 gram% dalam 3 bulan dan saturasi transferin yang rendah , disertai GHP pada pemeriksaan endoskopi, tanpa adanya kolopati, duodenopati, supresi sumsum tulang, penyakit ginjal kronik, maupun pemakaian obat-obat antiinflamasi2
14
Tekanan dalam varises Ukuran varises Tekanan di dindind varises Beratnya penyakit hati2 Pada sebagian basar kasus, tekanan portal yang merefleksikan tekanan intra varises, dan gradient tekanan vana hepatica (HVPG = hepatic venous pressure gradient) lebih besar dari 12 mmHg, dibutuhkan untuk terjadinya perdarahan varises esophagus, namun tidak ditemukan hubungan lurus antara beratnya hipertensi portal dan resiko terjadinya perdarahan varises. Gradient tekan vena hepatica (HPVG) menunjukkan tendensi lebih tinggi pada pasien yang mengalami perdarahan, demikian pula pasien yang mempunyai varises yang lebih besar. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa resiko perdarahan varises meningkat dengan makin besarnya ukuran varises.2.4 Dengan menggunaka model in-vitro, polio, dan Groszmann menunjukkan bahwa pecahnya varises berhubungan dengan tegangan (tension) pada dinding varises. Tegangan ini tergantung pada pada radius varises. Pada model ini, meningkatnya ukuran varises dan mengurangnya tabal dinding varises, menyebabkan varises pecah.2 Gambaran endoskopi, seperti bintik kemerahan (red spot) dan tanda wale, pertama kali dikemukakan oleh Dagradi. Kedua tanda ini digambarkan sebagai tanda sangat penting dalam meramalkan terjadinya perdarahan varises. Dalam penelitian retrospektif di jepang menunjukkan bahwa 80% pasien yang mempunyai varises kebiruan (blue varices) atau bintik kemerahan (cherry spot varices) tenyata mengalami perdarahan varises. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa keduanya merupakan predictor penting untuk terjadinya perdarahan varises esofagus pada sirosis.2
15
Kedua penelitian ini The north Italian endoscopic club (NIEC) dan data dari jepang menunjukkan bahwa resiko perdarahan tergantung pada 3 faktor :
y y y
Beratnya penyakit hati (diukur dengan klasifikasi Child) Ukuran varises Tanda kemerahan (red wale markings) Dua faktor terpenting yang menetukan resiko perdarahan varises adalah
bertanya penyakit hati dan ukuran varises. Pengukuran gradirn tekanan vena hepatica (HPVG) berguna sebagai penunjuk untuk seleksi pasien, guna menentukan cara pengobatan dan responnnya terhadap terapi2
Panduan utama penggunaan obat farmakologi sebagai profilaksis primer perdarahan varises masih tetap propanolol, yang terbukti dapat menurunkan gradient tekanan
16
portal, menurunkan aliran darah vena azigos dan juga tekanan varises. Efek ini disebabkan karena vasokontriksi splanknik dan penurunan volume semenit. Penggunaan vasodilator Isosorbid mononitrat dapat menekan tekanan portal sama efektifnya dengan propanolol. Terapi kombinasi nadolol dan isosorbid mononitrat dapat menekan frekuensi perdarahan secara bermakna2
y
Bedah pintasan profilaksis menunjukkan keuntungan yang bermakna dalam menekan perdarahan varises, tapi juga menunjukkan peningkatan resiko terjadinya ensefalopati hepatic dan kematian pada pasien yang dilakukan operasi pintasan. Devaskularisasi juga menunjukkan penurunan yang bermakna.2
Endoskopi salah satu teknik untuk mencegah perdarahan varises. Sklero Terapi Endoskopi (STE) telah dipakai sejak beberapa tahun untuk pengobatan perdarahan varises, namun akhir-akhir ini tidak dianjurkan lagi sebagai pengobatan profilaksis karena kurang efektif. Ligasi Varises Endoskopi (LVE) bermanfaat untuk perdarahan varises akut2
Sesuai rekomendasi inggris dan Baveno 3-2000, metode profilaksis primer yang paling baik dan efektif adalah : 1. Terapi farmakologi dengan propanolol, menurunkan gradient tekanan hepatica mnejadi kurang dari 12 mmHg. Dosis mulai 2 x 40 mg, dinaikkan 2 x 80 mg. pemakaian long acting propanolol dalam dosis 80-160 mg dapat dipakai untuk memperbaiki ketaatan pasien 2. Jika kontraindikasi propanolol, LVE menjadi pilihan utama 3. Jika baik propanolol atau LVE tidak dapat digunakan, isosorbid mononitrat 2 x 20 mg dapat menjadi pilihan utama2 PENATALAKSANAAN AWAL (INITIAL MANAGEMENT) 1. Resusitasi dan proteksi jalan napas untuk mencegah terjadinya aspirasi 2. Endoskopi dini mengevaluasi saluran cerna bagian atas secara lebih akurat untuk membuat diagnosis sumber perdarahan, serta menentukan pengobatan secara cepat 3. Dianjurkan diawasi dirumah sakit, bila perlu di ruangan perawatan intensif, segera dilakukan pemeriksaan endoskopi darurat
17
4. Transfuse PRC secara tepat dan lebih konservatif untuk mempertahankan hematokrit antara 25-30% dan pemberian cairan pengganti plasma untuk mempertahankan hemodinamik yang stabil 5. Intervensi awal pada pasien perdarahan akut
y y
Pemasangan akses intravena yang baik Penggantian volume darah yang hilang (volume replacement) dengan cairan kristaloid dan transfuse darah
Bila perdarahan disertai hipertensi portal diberi Vasopressin 0,1-1,0 unit/menit memberikan vasokontriksi bermakna, kontraindikasi pada penyakit pembuluh darah koroner. Penambahan Nitroglisrin
0,3mg/menit menurunkan resiko komplikasi pada jantung dan pembuluh darah. Octreotide lebih aman dari Vasopressin dapat diberikan 25-200 mcg/jam IV dengan atau tanpa bolus 50-100 mcg sebelumnya. Somatostatin untuk perdarahan akut bolus 250 ug ditambah infuse 250 ug/jam observasi selama 24 jam2.5
y
Pemberian Plasma segar beku (FFP) untuk pasien yang terus berdarah dengan PPT memanjang. Juga trombosit (Thrombocyte concentrate) jika trombosit < 50.000/ul dan perdarahan masih berlanjut. Pemberian faktor VII untuk memperbaiki PT pada pasien sirosis dan child -pugh kelas B
pada
pasien ensefalopati,
Pemberian antibiotic profilaksis Norfloxacin 400mg/12 jam adalah pilihan pertama, Ceftriaxone intravena pada pasien asites dan gangguan hati ( amoksisilin-asam klavulanik-ciproflokxacin) 2.5
PENGOBATAN DEFINITIF
y
Pipa Sengstaken-Blakemore (SB tube) dengan modifikasi Minnesota (dengan penambahan lubang aspirator diatas balon esophagus) dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan varises esophagus atau varises lambung didaerah proksimal. SB harus dipasang secara tepat dan dengan pengawasan yang ketat. Pada umumnya dianjurkan untuk melakukan inflasi balon esophagus maupun lambung pada awalnya, dan segera dilakukan deflasi dalam waktu 12-24 jam,
18
untuk menghindari kerusakan mukosa. Sekali balon dikempeskan, dianjurkan untuk segera dilakukan pengobatan lanjutan untuk mencegah perdarahan ulang, karena perdarahan ulang setelah pengempesan SB tube terjadi sekitar 80% atau lebih.2
y
Terapi definitf awal adalah Sklero Terapi Endoskopi (STE) atau Ligasi Varises Esofagus (LVE). Baik penyuntikan skleroran (1.5% sodium tetradecyl sulfate atau 5% ethanolamine oleate) dan pemasangan ligator pada varises esophagus, dapat mencegah perdarahan ulang varises dan dan memperpanjang ketahanan hidup pasien. Pasien harus diterapi berkala dan teratur, dengan pengobatan awal selajutnya dengan interval 1-2 minggu sampai varises dapat dieradikasi. STE mempunyai efek samping seperti : demam, nyeri dada, mediastinitis, efusi pleura, tukak esophagus yang dalam, perforasi esophagus dan striktur. LVE lebih aman dan lebih cepat dibanding STE2
Embolisasi transhepatik atau transmesenterik (minilaparotomi). Embolisasi radiologic pada arteri koronaria gastrika dan kolateralnya, yang member pasokan pada varises yang berdarah, dapat menghentikan perdarahan secara aktif. Pada pasien yg sangat sirotik pendekatan lewat vena transmesenterik lebih baik, namun butuh insisi kecil2
Devaskularisasi lambung bagian proksimal dan esophagus dengan atau tanpa transeksi esophagus, memberikan keuntungan tapi belum pasti aman dan efektif. Pintasan porto-sistemik efektif hentikan perdarahan namun angka morbiditas dan mortalitasnya ensefalopati2 bermakna, khusus pasien Child C. pintasan
Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunts (TIPS) untuk pasien gagal endoskopi . pintasan ini menurunkan tekanan portal secara efektif sampai <12 mmHg. Perlu dimonitor secara berkala dengan USG atau dengan Venografi. Juga digunakan dalam transplantasi hati. ensefalopati cukup sering terjadi, terutama pada pasien hati yang jelek. Transplantasi hati (Orthotopic Liver Transplantation) masih menjadi pilihan paling baik untuk pasien dengan perdarahan varises tidak terkontrol 1. Resusitasi 2. Saat melakukan endoskopi
19
3. mengatasi perdarahan
y y
LVE merupakan pilihan pertama bila LVE sulit karena perdarahan yang massif dan terus berlangsung atu teknik tidak memungkinkan, STE dapat dikerjakan
bila
endoskopi
tidak
memungkinkan,
pemberian
vasokonstriktor seperti Octreotide atau Glypressin atau pemasangan Sengstaken dapat dikerjakan sambil menunggu tindakan yang lebih definitive 4. Kegagalan mengatasi perdarahan aktif
y
dalam keadaan dimana perdarahan sulit dikontrol, pipa sengstaken dapat dipasang, sampai pengobatan lanjutan seperti terapi endoskopi, TIPSS atau tindakan bedah dapat dikerjakan.
pada saat ini konsultasi kepada spesialis harus segera dikerjakan, dan bila mungkin juga pemindahan pasien ke unit spesialis yang lebih pengalaman dalam menangani keadaan seperti ini
modalitas pengobatan seperti antara lain, intervensi bedah seperti transeksi esophagus atau TIPSS harus ditetapkan dulu berdasarkan pengalaman serta tersedianya spesialis yang biasa mengerjakan tindakan tersebut dipusat rujukan yang dituju2
PENGOBATAN JANGKA PANJANG/PROFILAKSIS SEKUNDER Sesuai dengan rekomendasi Inggris, profilaksis sekunder untuk perdarahan varises pada sirosis dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :
y
Ligasi Varises Endoskopi setelah perdarahan aktif verises dapat diatasi, varises harus dieradikasi dengan cara endoskopik. pilihan pertama adalah LVE dianjurkan setiap varises diligasi dengan 1 ligator setiap minggu sampai varises menghilang pemakaian Over tube sebaiknya dihindari karena dapat menambah komplikasi
20
setelah varises berhasil dieradikasi, pasien harus tetap diikuti dengan endoskopi berkala setiap 3 bulan dan 6 bulan. bila terjadi varises baru, segera dilakukan eradikasi ulang
y
Skleroterapi Endoskopik (STE) bila LVE tidak memungkinkan, STE dapat dikerjakan bahan sklerosan yang dipakai tergantung persediaan yang ada\ interval antara pengobatan sama seperti LVE diatas Penghambat Beta Non-Selektif dengan atau tanpa Terapi endoskopik kombinasi STE dengan penghambat Beta non-selektif, maupun Beta bloker tunggal, dapat digunakan. Bila yang dipilih Yang terakhir, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan pengukuran HVPG, untuk memastikan bahwa pengobatan tersebut berhasil menurunkan tekanan HVPG dibawah 12 mmHg
TIPSS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Stent Shunt) TIPSS lebih efektif dibanding terapi endoskopik dalam menekan perdarahan ulang varises esophagus, tetapi tidak dapat memperbaiki ketahanan hidup pasien, dan sering diikuti ensefalopati hepatic. Tindakan ini hanya dikerjakan pada pusat tertentu yang mempunyai fasilitas untuk tindakan ini.2
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-prose penyakit, ed 4. Jakarta: EGC. 1995. h 445
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. h
219
3. Jong Wd, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : ECG. 2005. h 517 4. Sepregi, A, Malfertheiner, P. (DOI:10.1159/000084719) 5. Rosch J, Albraldes J.G. Variceal bleeding pharmacology Therapy. 2005;23:1829 (DOI:10.1159/000084722) Management of Portal Hypertension. 2005;23:5
22