You are on page 1of 3

Suhu (Temperatur)

Suhu merupakan faktor fisika yang penting dimana-mana di dunia. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi; menurut hukum vant Hoff kenaikan suhu 10C melipatduakan kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku. Misalnya saja proses metabolisme akan menaik sampai puncaknya dengan kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan. Suhu juga dapat diartikan sebagai suatu besaran yang menyatakan besarnya nilai bahang yang terkandung (heat) yang dimiliki suatu benda. Menurut Sidjabat (1973) dalam Rosmawati (2004), suhu merupakan derajat panas suatu benda yang dapat berubah ruang dan waktu dimana penyebarannya disebabkan oleh gerakan air seperti arus dan turbulensi. Suhu memiliki fungsi yang sangat urgen di dalam lingkungan laut. Secara langsung, suhu mempengaruhi laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan reproduksi. Sedangkan secara tidak langsung suhu mempengaruhi daya larut oksigen yang digunakan untuk respirasi biota laut. Daya larut oksigen akan berkurang jika suhu perairan naik (Brown et al, 1989).

Sebaran Temperatur Permukaan Laut (oC).

Secara horizontal sebaran suhu didasarkan pada letak lintang. Wilayah dengan intesitas penyinaran matahari yang lebih banyak ialah daerah-daerah yang terletak pada lintang 100LU 100LS. Implikasinya, suhu air laut tertinggi akan ditemukan di daerah sekitar ekuator. Semakin ke arah kutub, suhu air laut semakin dingin (Hutagalung, 1998 dalam Rosmawati. 2004). Hal ini jugalah yang menyebabkan kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil.

Sebaran Temperatur Terhadap Kedalaman

Akibat banyaknya cahaya matahari yang mengenai daerah ekuator dari pada kutub ialah cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer akan banyak mengalami kehilangan panas sebelum sampai ke kutub. Selain itu cahaya matahari yang jatuh di daerah tropik akan menempuh jarak yang lebih pendek daripada yang ditempuh di daerah kutub. Kisaran suhu permukaan di perairan lepas pantai selatan Jawa antara periode musim timur (Juli-September) dan musim barat (Desember-Mei) menurut Wyrtki (1961) masingmasing sebesar 25,60C 28,60C. Hasil pengukuran suhu (Pariwono, 1988) di perairan Palabuhanratu pada bulan September Oktober dan November Desember masing-masing tercatat sebesar 26,0 0C pada musim timur 280C pada awal musim barat. Turbulensi juga berkontibusi dalam terjadinya stratifikasi suhu di perairan. Sebaran vertikal suhu di perairan tropis dapat dibagi menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan homogen, lapisan termoklin dan lapisan dalam (Soegiarto dan Birowo, 1975 dalam Perdede, 1975). Lapisan homogen bercirikan penyebaran parameter oseanografi yang homogen yang disebabkan oleh adanya pengadukan angin dan arus. Kedalaman lapisan homogen di perairan tropis berkisar antara 50 100 m. Lapisan termoklin dicirikan dengan penurunan (gradasi) suhu yang cepat per kedalaman. Letak lapisan termoklin berada pada kedalaman 100 300 m dari permukaan laut. Selanjutnya lapisan di bawah lapisan temoklin merupakan lapisan dalam. Beralih ke sebaran suhu secara melintang, dimana suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah pantai menuju laut lepas. Karena dekat dengan daratan, pada siang hari suhu di pantai umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah laut terbuka karena pada siang hari daratan lebih mudah menyerap panas matahari. Sedangkan laut relatif sulit untuk melepaskan panas bila suhu di lingkungannya tidak berubah. Begitu juga pada malam hari sehingga di daerah lepas pantai suhunya lebih rendah dan lebih stabil dibanding daerah pantai. (Sugiarto dan Birowo, 1975 dalam Perdede, 1975). Suhu air laut dipengaruhi oleh cuaca, kedalaman air, gelombang, waktu pengukuran, pergerakan konveksi, letak ketinggian dari muka laut (altitude), upwelling, musim, konvergensi, divergensi, dan kegiatan manusia di sekitar perairan tersebut serta besarnya intensitas cahaya yang diterima perairan (Herunadi, 1996 dalam Farita, 2006).

Sumber: Brown, et al. 1989. Ocean Circulation. The Open University. Pergamon Press. Oxford. York New Farita, Yadranka. 2006. Variabilitas Suhu di Perairan Selatan Jawa Barat dan Hubungannya dengan Angin Muson, Indian Ocean Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Perdede, Shinta Trilestari 2001. Pola Perubahan Suhu Permukaan Laut disekitar perairan Laut Jawa dan Laut Flores dari Data Citra NOAA/AVHRR dan Hubungannya dengan fenomena Bleaching pada ekosistem Terumbu Karang di Perairan Bali. Skripsi. Bogor : Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rosmawati. 2004. Kondisi Oseanografi Perairan Selat Tiworo Pada Bulan Juli Agustus 2002. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

You might also like