You are on page 1of 95

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No.

1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN

I.

Volume 10 No. 1 April 2009

SISTEM INFORMASI DI PEMERINTAHAN KABUPATEN ACEH TENGAH Oleh : Ali Murtadha M Arifin1

ABSTRAKSI Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan sistem penyampaian informasi di Pemerintahan Kabupaten Aceh Tengah setelah diberlakukannya otonomi daerah di Kabupaten tersebut karena penyampaian informasi sebelumnya dilakukan oleh juru penerangan dibawah Pemerintahan Departemen Penerangan disamping itu juga tu juan penelitian ini adalah sebagai penambah wawasan tentang perubahan sistem informasi tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu melakukan wawancara mendalam dengan Kasub Bagian Humas, Kepala Informasi dan Komunikasi serta karyawan yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai penyiar informasi di Kabupaten Aceh Tengah. Adapun hasil penelitian dapat digambarkan bahwa otonomi daerah dapat merubah sistem informasi di Daerah Kabupaten Aceh Tengah, sistem informasi juga mempengaruhi kelanjutan pertumbuhan pembangunan, maka membangun informasi juga perlu, sehingga sistem informasi pesan pemerintah di kemas dan disiarkan dengan melalui media cetak maupun elektronik sehingga dapat diperoleh / dinikmati oleh publik dan sistem informasi pada masa Orde Baru berbeda dengan sistem informasi di era Orde Baru. Pada masa Orde Baru sistem informasi ditentukan oleh Pemerintah Pusat sedangkan pada otonomi daerah sistem informasi ditentukan oleh Pemerintah setempat (Daerah).

Penulis adalah Peneliti di BBPPKI Wilayah I Medan.

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Kata Kunci : Sistem informasi, Pemerintahan Kab. Aceh Tengah

A. Latar Belakang Masalah Di era otonomi daerah saat ini, sistem Pemerintahan Daerah sudah berbeda dibandingkan dengan sistem pemerintah diera orde baru. Kalau diera orde baru, organisasi Pemerintah dan sistem informasinya ditentukan oleh pemerintah pusat, di era otonomi daerah ini pembentukan instansi pemerintah daerah termasuk sistem informasinya ditentukan oleh pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu sistem informasi pada setiap daerah bisa berbeda sesuai dengan perkembangan yang terjadi / kebutuhan di daerah masing-masing. Pada awal otonomi daerah, Pemerintah di daerah bisa membentuk dinas, Badan dan Lembaga tehnis sesuai dengan kebutuhan daerah setempat. Adanya ketentuan ini membuat berbagai daerah membentuk dinas secara berlebihan untuk menampung sebanyak mungkin pejabat struktural. Ketentuan mengenai pembentukan dinas dan lembaga tehnis tersebut kemudian disusul Peraturan Baru yang memberikan batasan jumlah dinas yang boleh dibentuk di Pemerintah Daerah. Daerah yang sudah terlanjur membentuk dinas dan lembaga teknis daerah melebihi ketentuan akan segera menyesuaikan dengan ketentuan baru dalam pembentukan Dinas dan lembaga teknis. Adanya kebebasan Pemerintah daerah untuk membentuk dinas dan lembaga tehnis di daerah maka bisa terjadi adanya perbedaan nama lembaga/dinas yang menangani informasi. Bahkan penanganan informasi di suatu daerah cukup hanya dimasukkan dalam suatu seksi/bagian dari dinas dan setiap daeah menggunakan istilah yang berbeda seperti : Hubungan Masyarakat (Humas) Informasi Komunikasi (Infokom), BadanInformasi Komunikasi Telematika (BIKT). Dengan berbedanya dinas yang berkaitan dengan informasi, maka dimungkinkan terjadinya perbedaan sistem informasi pemerintahan antara satu daerah dengan daerah-daeah lain. Saat ini sistem inforasi di pemerintahan masih berkembang dan mencari model yang tepat untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan yang sedang dilaksanakan. Adanya dua organisasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah yang secara khusus menangani informasi yaitu Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah dan Sub Bagian Hubungan Masyrakat. Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah merupakan lembaga hasil peleburan Kantor Departemen Penerangan semasa orde baru sebelum otonomi daerah. Hampir seluruh karyawan Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah adalah mantan pegawai Kantor Departemen Penerangan Kabupaten Aceh Tengah Perkantoran yang dipergunakan, sebelumnya juga pernah dipergunakan sebagai Kantor Departemen Penerangan Kabupaten Aceh Tengah Kepala Kantor Informasi dan Komunikasi berada pada eselon III. Sub Bagian Humas juga sudah ada sebelum era otonomi daerah. Struktur organisasinya berada di bagian Sekretariat Daerah. Sub Bagian Humas ini berada dibawah Bagian Humas, Pengolah Data Elektronik (PDE) dan Santel, yang berada dibawah Asisten Umum. Sebagai sub bagian di Sekretariat Daerah, Sub Bagian Humas hanya menempati satu ruangan di Kantor Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah Kepala Sub Bagian Humas berada pada eselon IV. Adanya dua lembaga yang menangani informasi ini merupakan salah satu unsur sistim informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Kedua lembaga itu bisa secara bersama-sama menjalankan tugasnya dalam diseminasi informasi pada masyarakat. Sistem informasi pemerintah ini mempunyai peran yang penting untuk mensukseskan pembangunan di suatu daerah. Sistem informasi yang baik, bisa menciptakan kesatuan gerak dan langkah antar lembaga/dinas untuk mencapai tujuan. Jika sistem informasi antar lembaga/dinas tidak berjalan baik maka dimungkinkan terjadinya tumpang tindih kegiatan, bahkan bisa terjadi kegiatan yang saling bertentangan. Sistem informasi yang baik 2

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

memungkinkan program-program dan kegiatan yang dilakukan pemerintah bisa direspon oleh masyrakat sehingga bisa meningkatkan partisipasi masyarakat. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana pelaksanaan sistem informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah. Dengan diketahuinya pelaksanaan sistem informasi di daerah tersebut dapat menambah pengetahuan mengenai sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah. Hasil penelitian ini juga bisa dimanfaatkan sebagai pembanding sistem informasi di berbagai daerah yang memiliki sistem informasi yang berbeda. D. Landasan Teori 1. Pengertian Sistem Informasi Berbagai pengertian tentang sistem informasi dikemukakan dalam berbagai buku untuk menggambarkan pengertian mengenai sistem informasi diantaranya ditulis oleh Alter (1992) bahwa Sistem informasi adalah kombinasi antara prosedur kerja, informasi, orang dan tehnologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah organisasi. Bodnar dan Hopwood (1993)mendifinisikan sistem informasi adalah kumpulan perangkat keras dan peangkat lunak yang dirancang untuk mentransformasikan data ke dalam bentuk informasi yang berguna. Gelinas, Oram dan Wiggins (1990) mendifinisikan sistem informasi adalah suatu sistem buatan manusia yang secara umum terdiri atas sekumpulan komponen berbasis komputer dan manual yang dibuat untuk menghimpun, menyimpan dan mengelola data serta menyediakan informasi keluaran kepada pemakai. Hall (2001) mendifinisikan sistem informasi sebagai sebuah rangkaian prosedur formal dimana data dikelompokkan, diproses menjadi informasi dan didistribusikan kepada pemakai. Dari berbagai difinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem informasi mencakup sejumlah komponen (manusia, tehnologi informasi dan prosedur kerja) berupa masukan (input), ada proses (data menjadi informasi) dan dimaksudkan untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan (output).

2. Otonomi Daerah Untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi dibentuk daerah otonom. Menurut UU No. 22 Tahun 1999, daerah otonomi merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indoneia. Kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat sering disebut otonomi daerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa daerah otonom adalah daerah yang memiliki otonomi daerah. Kaho (1987) memaparkan ciri-ciri Daerah Otonom sebagai berikut :

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

1. Adanya urusan-urusan tertentu yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau daerah tingkat atas kepada daerah untuk diatur dan diurusnya dalam batas-batas wilayahnya. 2. Pengaturan dan pengurusan urusan-urusan tersebut dilakukan atas inisiatif sendiri dan didasarkan pada kebijaksanaan sendiri pula. 3. Adanya alat-alat perlengkapan atau organ-organ atau apatur sendiri. 4. Pengaturan urusan-urusan tersebut masyarakat daerah perlu memiliki sumber-sumber pendapatan/keuangan sendiri. 3. Teori Sistem Setiap sistem merupakan tempat memproses, mengolah, mengubah, atau menstransformasikan bahan-bahan yang disebut masukan (input) menjadi suatu hasil karya yang bisa disebut keluaran (output) (Shrode dan Voich, 1974 : 128). Proses transformasi sistem ini sering dilukiskan orang dengan mempergunakan model masukan-keluaran (inputoutput model). Model masukan keluaran ini biasa disebut juga dengan model kotak hitam (black-box model). Model adalah gambaran mengenai sesuatu realitas untuk menggambarkan bagaimana suatu itu tampaknya atau bagaimana bekerjanya guna memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini dipergunakan untuk memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini dipergunakan untuk menunjukkan bahwa isiyang terkandung di dalam satuan (unit) pemroses (transformasi) atau jelasnya sistem itu tidak diketahui, jadi seperti kotak hitam (Tatang M. Arifin, 2002 : 38). Model kotak hitam itu digambarkan atau dilukiskan orang-orang bermacam-macam. Konsep dasarnya : Masukan Proses Keluaran

Untuk menilai pelaksanaan sistem informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, maka pendekatan sistem merupakan cara yang tepat sebagai pemandu. 1. Input Dari sisi masukan (input), yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui masukan pelaksanaan sistem informasi di humas dan Kantor infokom adalah : a. Memiliki tugas dan sasaran yang jelas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kebijakan, tugas dan sasaran yang akan dicapai Humas dan kantor infokom. b. Sumberdaya yang tersedia dan siap. Sumberdaya sangat strategis bagi keberhasilan pelaksanaan tugas humas dan infokom, sejauh mana kesiapan sumberdaya baik sumberdaya manusia (yang mencakup jumlah dan kualitas) maupun sumbrdaya selebihnya seperti keuangan, peralatan perlengkapan dan sebagainya. c. Staf yang kompeten dan komitmen tinggi. Staf yang kompeten merupakan pra sarat mutlak dalam pelaksanaan tugas humas dan infokom. Kompetensi ini dapat ditunjukkan dengan kesesuaian tingkat dan latar belakang pendidikan, kemampuan melaksanakan tugas, dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugas. 2. Proses Dari sisi proses di Humas dan Kantor infokom yang bisa dijadikan indikator terjadinya proses pelaksanaan sistem informasi adalah : a. Pelaksanaan proses tugas penyampaian informasi ditandai oleh : Kepemimpinan lembaga yang kuat, dalam arti kepemimpinan yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan 4

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

sumber daya manusia dilingkungan humas dan infokom serta menyerasikan semua sumberdaya yang ada pada satu tujuan yang sama. b. Kerja sama yang kompak dan cerdas serta dinamis, yang ditandai komunikasi yang baik dan harmonis antara humas, infokom dan satuan unit kerja di pemerintahan, kerja sama yang didasari oleh saling pengertian dan kesediaan menerima perbedaan pendapat. c. Partisipasi yang tinggi dari unit kerja di pemerintah daerah. Dalam hal ini dapat diamati dari : keikutsertaan unit kerja di Pemda dalam berbgai aktifitas pelaksanaan tugas Humas dan Infokom. 3. Output Setiap proses pelaksanaan sistem informasi selalu diharapkan adanya keluaran atau hasil berupa kinerja pelaksanaan sistem informasi. Indikator terjadinya kinerja pelaksanaan informasi tersebut. - Informasi yang disampaikan oleh humas dan infokom dapat diterima. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub Bagian Humas dan Kantor Infokom Kabupaten Aceh Tengah sebagai lembaga yang secara khusus menangani informasi. 3. Informan penelitian Adapun yang dijadikan informan sebagai sumber/ menghimpun data dalam penelitian ini adalah Kasub Bagian Hubungan Masyarakat, Sub Bagian Dokumentasi dan Informasi, Kasub Bagian Informasi dan Informatika, karyawa Humas dan Infokoma yang bertugas n sebagai ujung tombak dalam penyiaran / penyampaian informasi publik di daerah Kabupaten Aceh Tengah. 4. Tehnik pengumpulan data Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini dipergunakan dua macam tehnik yaitu : a. Studi dokumentasi. Dengan tehnik ini peneliti berusaha memperoleh data atau informasi dengan cara menggali dan mempelajari dokumen-dokumen, arsip dan catatan yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas humas dan Kantor Infokom. b. Wawancara mendalam. Dengan tehnik wawancara tidak berstruktur atau mendalam (Indepth/unstructured interviewing) peneliti melakukan tanya jawab dan tukar pikiran tanpa daftar wawancara; peneliti hanya dibantu dengan sejumlah topik umum tentang proses pelaksanaan sistim informasi di Kabupaten Aceh Tengah yang masih harus dikembangkan oleh pewawancara berdasar jawaban informan. Dalam pelaksanaannya, dimanfaatkan instrument berupa panduan wawancara dan daftar topik. 5. Tehnik Analisa Data Metode yang dipergunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan model interaktif yaitu semacam siklus terkait antara kegiatan pengumpulan data, penyederhanaan data pemaparan data, dan penarikan kesimpulan. Jadi analisa data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data.

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Waktu penelitian ini dijadwalkan sebagai berikut penyusunan/ persiapan rancangan penelitian bulan Februari 2009, pengumpulan data bulan April dan pengolahan data/laporan bulan Mei 2009. Dana : dana penelitian ini dibebankan kepada anggaran rutin BBPPKI Medan. F. Hasil Penelitian Dalam penelitian ini, kualitas masukan, proses dan keluaran diperlukan sebagai cerminan realitas model dan implementasi pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah. Dengan kata lain profil kualitas pelaksanaan sistem informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah merupakan keutuhan kualitas masukan, proses dan keluaran sistim informasi. Ketiga hal itu diuraikan berikut ini : 1. Kualitas Masukan Sistem Informasi Sudah disinggung di atas, bahwa masukan sistim informasi diambil tiga indicator yaitu adanya tugas, dan sasaran yang jelas, Sumberdaya yang tersedia dan kompetensi sumberdaya. Tugas dan sasaran Humas dan Kantor infokom diatur dalam peraturan daerah. Tugas dan fungsi Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 8 Tahun 2002 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor-Kantor Daerah, Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang informasi dan komunikasi yang meliputi pemberdayaan informasi, media informasi dan publikasi. Urusan bidang informasi dan komunikasi tersebut meliputi informasi yang bersifat umum yang tidak berkaitan dengan informasi didalam pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Informasi yang bersifat umum itu bisa berasal dari pemerintah pusat maupun Provinsi seperti peraturan perundangan. Dalam melaksanakan tugas itu tiga seksi yang dimiliki Badan Infokom yaitu Seksi Pemberdayaan Informasi mempunyai tugas melaksanakan upaya pemberdayaan partisipasi masyarakat, kelompok komunikasi sosial, pemberdayaan potensi informasi lembaga swadaya masyarakat dan lembaga informasi desa. Seksi Media Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas melaksanakan, memantau penyelenggaraan kegiatan penyebaran informasi melalui media interaktif, radio, televisi, film dan Seksi Publikasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyampaian informasi langsung. Sementara itu Sub Bagian Humas, sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Su b Bagian Hubungan Masyarakat mempunyai tugas : 1. Melakukan hubungan timbal balik antar pemerintah daerah dengan masyarakat umum dan organisasi kemasyarakatan untuk memperjelas kebijakan dan kegiatan pemerintah daerah. 2. Melakukan hubungan intern dengan satuan dan unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah. 3. Melaksanakan usaha untuk peningkatan peliputan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat. 4. Melaksanakan koordinasi/kerja sama dengan organisasi kewartawanan. 5. Melaksanakan tugas sebagai juru bicara pemerintah daerah sesuai dengan petunjuk Bupati. 6. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang kehumasan.

2. Kualitas Masukan SDM Non Manusia 6

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Sumberdaya bukan manusia atau sekarang sering diistilahkan modal fiskal dan modal finansial (Thomas dkk, 2000) mendukung dan menunjang atau malah mempengaruhi kiprah kinerja sumber daya manusia. Seluruh staf yang bergerak di Humas dan Kantor Infokom dapat bertindak, bebruat dan melakukan sesuatu secara lebih maksimal dalam melaksanaka n tugas berkat tersedianya secara memadai sejumlah sumberdaya bukan manusia. Bangunan dan ruang, prasarana (infrastruktur), perlengkapan kantor (furniture, mesin, computer dll) dan dana merupakan sejumlah sumberdaya bukan manusia yang perlu disediakan kare secara na signifikan dapat mempengaruhi kinerja sumberdaya manusia. Secara kuantitatif bangunan dan ruang yang dipergunakan Kantor Infokom sangat representatif untuk melakukan kegiatan karena gedung yang dipergunakan adalah bekas Kantor Departemen Penerangan. Prasarana (infrastruktur), perlengkapan kantor dan alat bantu kegiatan yang dimiliki Kantor Infokom kelihatan kurang memadai untuk melaksanakan tugas karena peralatan yang dimiliki sebagian merupakan bekas peralatan lama yang pernah dipergunakan semasa masih ada Departemen Penerangan. Sementara itu di lingkungan Humas, terjadi hal yang sebaliknya. Bangunan atau ruangan yang dimiliki sangat terbatas karena terbatasnya ruangan yang ada di sekretariat daerah. Humas yang memiliki staf sebanyak 13 orang hanya menempati satu ruangan. Namun demikian infratruktur yang dimilikinya sangat memadai dengan tersedianya perlengkapan yang dibutuhkan dalam setiap operasional kegiatannya. 3. Kualitas Masukan Perangkat Lunak Dalam penyelenggaraan pengelolaan informasi seperti halnya masukan sumberdaya manusia dan sumber daya bukan manusia, masukan perangkat lunak menunjang dan menentukan beroperasi tidaknya dan berjalan tidaknya secara efektif dan maksimal proses penyampaian informasi di masyarakat. Tidak jarang perangkat lunak diyakini lebih penting dari pada sumberdaya bukan manusia meski tidak sepenting sumber daya manusia (Suryadi dan Budimansah, 2004 : 243-245) Implikasinya perangkat lunak harus ada dan tersedia di bagian pengelolaan informasi secara memadai supaya implementasi penyebaran informasi kepada masyarakat dengan baik, efektif, mencapai maksud dan tujuannya. Sebagai pengelola informasi resmi milik pemerintah, Humas dan Infokom memiliki peraturan perundangan, diskripsi tugas pokok dan fungsi, rencana dan program kegiatan. Diskripsi tugas pokok dan fungsi ini menjadi dasar atas rencana dan program kegiatan Humas dan Infokom. Perangkat lunak yang terdapat di Humas jauh lebih mapan dibandingkan dengan perangkat lunak yang ada di Kantor Infokom karena eksistensi humas yang sudah berlangsung lama sementara eksistensi Kantor Infokom msih berjalan beberapa tahun setelah pelaksanaan otonomi daerah. 4. Kualitas Masukan Harapan Humas dan Infokom Implementasi penyebarluasan informasi selalu dikaitkan dengan harapan terjadinya peningkatan kualitas pelayanan informasi. Oleh sebab itu menjadi kewajiban setiap pengelola informasi untuk menerapkan harapan dan dorongan yang jelas, pasti, tinggi dan unggul dibidang kualitas pelayanan informasi dengan dilandasi oleh semangat ingin menjadi lebih baik. Demikian juga Humas dan Infokom Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah yang mengimplementasikan sistim pengelolaan informasi harus memiliki harapan yang jelas, mantap dan tinggi serta terfokus untuk meraih kualita pelayanan informasi. Harapan itu tergambar dalam rencana dan strategi (renstra) khususnya visi, misi dan tujuan serta sasaran masing-masing pengelola informasi. Berdasar pengamatan, harapan yang tertuang dalam bentuk visi, misi, rencana jangka panjang, rencana pengembangan, rencana pelayanan dan lain-lain sudah ada dan telah 7

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

ditetapkan di Humas dan Infokom. Hampir semua karyawan juga mengetahui adanya visi dan misi tersebut karena seringkali ditempelkan di dinding dalam ruangan kerja. 5. Kualitas Proses Sistem Informasi Dalam pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah proses sistem informasi menempati kedudukan dan arti penting dan strategis. Proses sistem informasi ini bersangkutan dengan bekerja tidaknya fungsi-fungsi manajemen di Humas dan Badan Infokom. Dalam kontek pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah, proses sistem informasi sudah cukup memadai bila dilihat secara makro, tidak harus secara mikro. Secara mikro proses sistem informasi yang mencerminkan terlaksana tidaknya atau berfungsi tidaknya pelaksanaan sistem informasi secara organis, bukan mekanis dan artificial, dalam penyelenggaraan proses sistem informasi. Berdasar hasil wawancara dengan Kasub Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah diketahui bahwa hampir semua pegawai pemerintah mendukung manajemen proses sistem informasi dengan menjadikan humas sebagai satu -satunya sumber informasi. Untuk itu unit kerja yang lain siap memberi bantuan Humas dengan memberikan informasi yang diperlukan. A. Kondisi Proses Penyebaran Informasi Dalam implementasi sistim informasi, proses penyebaran mendapat perhatian utama sehingga harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Hal ini dikarenakan proses penyebaran iformasi secara langsung menentukan kualitas keluaran informasi secara kognitif afektif dan behavior. Artinya tinggi rendahnya kualitas keluaran sistim informasi ditentukan oleh proses penyebarannya. Hasil pengamatan dan wawancara dengan kepala Kantor Infokom dan Kepala Sub Bagian Humas, menunjukkan bahwa baik Kepala Humas dan Kantor Infokom memiliki kesadaran akan kedudukan proses penyebaran informasi sebagai inti proses sistem pengelolaan informasi guna mencapai kompetensi koqnitif, afektif dan behavior yang ditentukan dalam juknis dan juklak. Selain itu dari diri, sikap dan perilaku mereka sebagai pemimpin dan pelaksana yang mempunyai komitmen, semangat dan etos kerja yang cukup kuat untuk melaksanakan proses penyebaran informasi. B. Kondisi Proses Pengelolaan Sistem Informasi Proses pengelolaan program penyebran informasi perlu dilakukan secara bersamasama oleh tim kerja yang kompak cerdas dan dinamis. Seiring dengan itu partisipasi semua pihak menjadi penting selain kolaborasi, kerjsama dan sinergi antara program. Pekerjaan dan tanggungjawab pengelolaan program harus dibagi pada semua pihak dalam mengelola informasi, bukan terpusat pada beberapa orang atau kepala dinas/kepala bagian tidak boleh mendominasi pekerjaan dan tanggungjawab melainkan harus mengkoordinasi dan mensinergikan berbagai pihak yang disertai pekerjaan dan tanggungjawab yang mengelola informasi. Dalam proses pengelolaan informasi ini Humas dan Infokom mengelola informasi secara sistematis, agar dapat dikembangkan menjadi pengetahuan yang bermanfaat guna peningkatan kualitas kehidupan dan pembangunan, menjadi pusat informasi dan komunikasi bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah sekaligus berperan menjadi pusat pembelajaran dan pengetahuan. Bersinergi dengan seluruh Dinas/Badan/Kantor, ormas, Orpol, LSM dan masyarakat untuk menjawab tantangan masa kini maupun masa depan. 6. Kualitas Keluaran Sistim Informasi Setiap proses penyebaran informasi selalu meniscayakan keluaran bahkan juga hasil dan dampak sistim pengelolaan informasi walaupun keduanya tidak dapat diketahui atau 8

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

diukur seketika, karena karakteristik masing-masing. Karena itu dalam kontek pengelolaan sistim informasi, perhatian di fokuskan pada keluaran pelayanan informasi, bahkan bila mungkin diperhatikan pula hasil dan dampak pelayanan informasi. Keluaran pelayanan informasi berkaitan dengan kinerja atau prestasi lembaga pengelola informasi secara komprehensif. Prestasi pelayanan informasi dapat berupa produktifitas, efektifitas, efisiensi, inovasi dan moralitas atau etos kerja. Dalam pelayanan informasi Prestasi pelayanan informasi dilihat secara komprehensif dari pencapaian tujuan kegiatan program. Kinerja atau pencapaian tujuan ini erat kaitannya dengan masukan yang ada sebelumnya diantaranya sumber dana yang tersedia untuk menghasilkan keluaran berupa produktifitas kerja. Keluaran yang terjadi di Infokom cukup memadai meski sumberdana yang tersedia terbatas. Diantaranya melakukan kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber dana kecil atau tanpa sumber dana seperti pengkoordinasian penyampaian informasi secara terjadwal oleh dinasdinas yang ada di Kabupaten Aceh Tengah radio yang dikelola Infokom. Kegiatan yang memerlukan sumber dana yang besar sangat terbatas pelaksanaannya, bahkan buletin yang telah ada sejak Departemen Penerangan masih eksis, saat ini berhenti terbit. Disamping keterbatasan dana SDM yang mengelola buletin tersebut pindah ke Humas untuk menangani tabloid Humas. Sebagai lembaga yang memiliki sumber dana yang cukup besar, humas bisa lebih produktif menghasilkan keluaran dalam melaksanakan tugas yang diembannya. Keluaran humas yang cukup menonjol adalah terlayaninya kebutuhan wartawan untuk memperoleh informasi melalui humas, lancar dalam berkoordinasi dengan satuan atau unit kerja di pemerintah Kabupaten. Humas juga menghasilkan tabloid yang peredarannya cukup besar meski masih di lingkungan pegawai pemerintah. G. Pembahasan Berdasar uraian diatas, dapat ditarik satu model teoritis pelaksanaan sistem informasi. Model teoritis yang dimaksud digambarkan sebagai berikut : Kebijakan otonomi daerah memberi kewenangan lebih besar kepada daerah. Kewenangan yang lebih besar ini diharapkan membuat daerah mandiri dalam mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Disamping itu dengan kewenangan lebih besar diharapkan daerah mampu menemukan masalah yang mencatat di daerahnya dan sekaligus mampu mencari solusi terbaik sesuai dengan kondisi dan karakteristik daerah. Kemandirian daerah ini diharapkan dapat mencapai apa yang diharapkan dapat mencapai apa yang menjadi tujuan kebijakan otonomi daerah, yang salah satunya peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Kebijakan otonomi daerah melahirkan sistem informasi di daerah sesuai dengan apa yang diputuskan bersama antara Pemerintah Kabupaten dan DPRD menjadi Peraturan daerah (Perda). Di Kabupaten Sistem informasinya dilaksanakan oleh Humas dan Kantor Infokom. Tujuan adanya dua lembaga yang menangani informasi ini adalah untuk meningkatkan pelayanan informasi kepada masyarakat. Dibentuknya Humas diantaranya sebagai juru bicara pemerintah, melakukan hubungan timbal balik antar pemerintah daerah dengan masyarakat umum dan organisasi kemasyarakatan untuk memperjelas kebijakan dan kegiatan pemerintah daerah, melakukan hubungan intern dengan satuan dan unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah, melaksanakan usaha untuk peningkatan peliputan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan melaksanakan koordinasi/kerja sama dengan organisasi kewartawanan. Sementara tugas Kantor Infokom adalah melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang informasi dan komunikasi yang meliputi informasi, media informasi dan publikasi. 9

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Sistem Informasi di Pemerintah Kabupaten



D

KINERJA PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI : y INPUT y PROSES y OUTPUT

H. Kesimpulan 1. Perlunya kerjasama antar Humas dan Kantor Infokom dengan semua pihak utamanya Dinas/Badan/Kantor di Pemerintah Kabupaten untuk memberikan pelayanan informasi pada yang membutuhkan pelayanan. 2. Sarana, prasarana dan sumber dana yang terbatas di Kantor Infokom membuat hasil akhir atau keluaran berupa hasil dan produktifitas kerja cukup terbatas, sementara di Humas karena sarana, prasarana, anggaran operasional yang dimiliki bisa untuk membiayai kegiatan yang dilakukan, produktifitasnya cukup besar. 3. Kegiatan Humas yang banyak berhubungan dengan unit kerja di Pemda yang memiliki tingkat eselon yang lebih tinggi bisa menjadi hambatan bagi humas meski gengsi posisi humas cukup tinggi.

Gelinas, Oranda Wiggins, Information System Theory and Practice, New York, 1990. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 52 Tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 22 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Tataruang, Sekretariat Daerah. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 8 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 26 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Tata Kerja Kantor Kepala Daerah. Riwu Kaho, Yosep, Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia , Rineka Cipta, Jakarta, 1987. Suryadi dan Budimansah, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta, Kanisius. Shrode, William A and Dan Voich, Jr, Organisasi and Management; Basic System Conceps, or win Book, co, Malaysia, 1974. Tatang M. Amiran, Pokok-Pokok Teori Sistem, PT Raja Grafika Persada,Jakarta,2001.

( "   ! !
y HUMAS y INFOKOM

   '!&! %#"#$# "!! 

TUJUAN : MENINGKATKAN PELAYANAN INFORMASI

OTONOMI SISTEM INFORMASI : HUMAS DAN INFOKOM

DAFTAR PUSTAKA

10

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

TELEPON SELULER DAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI MASYARAKAT PEDESAAN 2 (Studi Di Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu,Kabupaten Langkat) Oleh Budiman ** Abstrak Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat. Satu diantaranya adalah telepon seluler (telepon seluler, disamping tren teknologi ini terus berkembang, juga dari aspek pemanfaatannya telah merambah hingga ke pedesaan. Hampir setiap orang menjadikan telepon seluler ini sebagai kelengkapan sehari-hari sebagai media komunikasi. Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya dengan memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok pada masyarakat Desa Pertumbukan bagaimana dalam memanfaatkan telepon seluler. Pemanfaatan telepon seluler ini berdasarkan aspek-aspek kebutuhan yang diadopsi dari asumsi-asumsi Teori Uses and Gratifications yang sudah lazim digunakan untuk meneliti media komunikasi modern yang berkonvergensi. Hasil temuan penelitian berdasarkan kebutuhan inf ormasi, diversi, identitas personal dinyatakan bahwa telepon seluler sarana media untuk berkomunikasi yang dibutuhkan dan telah membantu masyaraka pedesaan. Kata Kunci : Telepon Seluler,Efektivitas Komunikasi,dan Masyarakat Pedesaan.

Latar Belakang Masalah Kemajuan dan rambahan teknologi komunikasi berupa telepon seluler (telepon seluler) yang semakin pesat dan maju tidak dapat kita hindari. Tidak ada khalayak yang secara tegas menolak hadirnya teknologi yang banyak diminati oleh berbagai kalangan tersebut. Secara tidak langsung memang teknologi komunikasi membawa berbagai keuntungan bagi mereka penggunanya. Perkembangan jenis telepon seluler semakin hari semakin meningkat. Mulai dari fasilitas yang disediakan sampai bentuknya. Perkembangan pesat dalam dunia sistem komunikasi kita tentunya akan mengubah pola komunikasi yang terjadi di masyarakat selama ini. Sebelumnya nyaris sistem komunikasi yang berkembang di Indonesia masih memakai peralatan sederhana (media tradisional maupun tatap muka). Akan tetapi delapan tahun terakhir, Indonesia diramaikan dengan pola komunikasi melalui telepon seluler atau biasa disebut dengan HandPhone (HP). Bagi orang komunikasi, menyebutnya dengan komunikasi seluler. Melihat data perkembangan pengguna telepon seluler di Indonesia terus berkembang pesat dari tahun ke tahun, sebagai berikut:

Telah diseminarkan pada tanggal 10 Juli 2008 di Pematangsiantar dalam acara Seminar Peningkatan, Pengembangan SDM Peneliti Kominfo Menuju Masyarakat Informasi Sumatera Utara., dan diseminarkan pada tanggal 30 Oktober 1 November 2008 di Cisarua, Bogor dalam acara Temu Ilmiah Peneliti X Badan Penelitian Dan Pengembangan SDM Depkominfo RI ** Penulis adalah Peneliti Pertama bidang Komunikasi Sosial pada B BPPKI Medan

11

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Data Perkembangan Pengguna Telepon seluler Di Indonesia

Sumber : http://data.un.org/ diakases tgl 12/5/08 Dan hingga sampai tahun 2007 telah terdapat 85 juta pelanggan telepon seluler dan sementara hanya 10 juta pelanggan telepon tetap (fixed) di Indonesia (http://www.pintunet.com/lihat_opini.php?pg= 2007/10/27102007/65568 - diakses tgl 11/4/08). Kepintaran, kecanggihan dan fasilitas yang dimiliki oleh teknologi komunikasi menjadi tolok ukur seberapa besar fungsi dan kebutuhan dari teknologi komunikasi itu bagi penggunanya tanpa memikirkan dampak yang akan timbul dari pemakaian teknologi tersebut. Secara nyata jelas terlihat bahwa teknologi komunikasi memberikan keuntungan yang sangat besar bagi penggunanya terutama dalam hal berkomunikasi (komunikasi tidak lagi rumit seperti dulu). Teknologi telekomunikasi membuat dunia semakin dekat dan menyatu karena waktu dan jarak semakin pendek, pergerakan informasi berjalan dengan cepat dan menyebar sesuai dengan tujuan tergantung siapa yang membutuhkan. Dari pra-riset yang dilakukan peneliti (19-22 Februari 2008) di Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat diperoleh gambaran tentang pola penggunaan telepon seluler oleh masyarakat desa tersebut yakni, secara umum memberikan kontribusi yang baik dalam kecepatan mendapatkan informasi. Namun kalau diperhatikan secara seksama pola penggunaan telepon seluler berdasarkan motif jelas berbeda dari aspek sosiodemografis masyarakat. Ada yang menggunakan untuk kelancaran usaha/niaga hasil hasil bumi atau pertanian, silaturahmi dengan keluarga atau teman, sebagai hiburan dan lain sebagainya. Namun dengan memiliki telepon seluler juga telah menambah biaya pengeluaran bagi setiap keluarga terutama untuk pembelian pulsa, hal ini masyarakat menjadi konsumtif . Belum lagi berkembangnya model telepon seluler dari berbagai merek dagang yang semakin canggih dan terus bergulir yang menggoda konsumen melalui iklan dengan mengkaitkan terhadap gaya hidup tertentu. Bagaimana tentang pola penggunaan telepon seluler dan sikap masyarakat desa, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian. Permasalahan Dari fenomena yang terjadi pada masyarakat di atas maka untuk mencari informasi tersebut di rangkum dalam pertanyaan sebagai berikut : Bagaimanakah penggunaan dan sikap masyarakat Desa Pertumbukan terhadap telepon seluler ? Tujuan Untuk mengetahui bagaimana penggunaan telepon seluler dan sikap masyarakat Desa Pertumbukan. 12

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Manfaat Secara praktis, hasil penelitian ini walau dalam cakupan wilayah penelitian yang kecil diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pemerintah me lalui Depkominfo untuk mengkaji stategi perkembangan TIK khususnya telepon seluler dalam hal tren penggunaannya. Dan secara teoretis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran pada studi Ilmu Komunikasi dan untuk mengetahui perkembangan serta penerapan teori uses and gratification, dimana dalam penelitian ini berusaha untuk menggambarkan motif kebutuhan dalam penggunaan telepon seluler bagi masyarakat pedesaan. Dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan studi komunikasi serta mampu memperkaya varian, alternatif rujukan juga sebagai khasanah referensi dalam penelitian-penelitian tentang khalayak di masa mendatang terhadap pemanfaatan industri teknologi komunikasi dan informasi, terutama telepon seluler. KAJIAN TEORETIS Kajian Pustaka Inovasi besar di bidang teknologi informasi dan komunikasi dalam empat dekade terakhir ini adalah ditemukannya telepon seluler atau handphone (HP). Telepon seluler telah berkembang secara fenomenal, baik dari model/merk maupun dari jumlah pengguna. Goswami dalam tulisannya Sustainability Proyek Harus Dipikirkan, mencontohkan jumlah produksi telepon seluler mencapai 6,6 juta; dan investasi di bidang infrastruktur telepon seluler sangat agresif dilakukan oleh berbagai operator. Pada tahun 2006 nilai investasi infrastruktur telepon seluler yang dilakukan operator lebih dari US$ 2,5 miliar. Di sini, para operator melakukan ekspansi jaringan. Salah satu contoh gambaran lengkapnya sebagai berikut: sejak tahun 2005, Telkomsel menambah BTS-nya dari 7.741 menjadi 12.156 sehingga terdapat pertumbuhan sebesar 57% (http://www.majalahindonesia.com /divakar_ goswami.htm ). Bidang komunikasi sekarang ini sedang mengalami perubahan besar. Karena media teknologi baru yang memberi banyak kemudahan bagi pengguna, konsep dasar komunikasi massa mengalami perubahan. Teori komunikasi massa butuh penyesuaian dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan itu. Teori-teori yang sudah ada mungkin masih bisa dipakai, tetapi yang lain mungkin memerlukan modifikasi untuk menyesuaikan dengan lingkungan baru ini (Severin dan Tankard, 2005) Terkait dengan pola penggunaan telepon seluler, teori Uses and Gratification dianggap tepat sebagai acuan untuk memahaminya. Teori ini mengusulkan bahwa khalayak (pengguna) memainkan peran dalam pemilihan dan penggunaan media. Khalayak berperan aktif dalam mengambil bagian dalam proses komunikasi dan diorientasikan pada tujuan penggunaan media. Menurut pencetus teori ini, Blumler dan Katz (1974) mengutarakan bahwa seorang pengguna media mencari sumber media yang terbaik guna memenuhi kebutuhan mereka. Uses and Gratifications mengangkat bahwa pengguna memiliki pilihanpilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhan mereka (http://www.uky.edu/~drlane/capstone/contexts.htm ). Teori ini berpandangan bahwa manusia menggunakan media karena dianggap memiliki manfaat baginya. Manusia sebagai individu aktif dan memiliki tujuan, mereka bertanggung-jawab dalam pemilihan media yang akan mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan dan individu ini tahu kebutuhan mereka dan bagaimana memenuhinya. Media dianggap hanya menjadi salah satu cara pemenuhan kebutuhan dan individu bisa jadi menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan mereka. Perilaku ini biasanya dipengaruhi oleh predisposisi sosial dan psikologinya. Tentang hal ini Katz dan Blumer mengatakan sebagai berikut : 13

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

The social and psychological origins of, Needs which generate,Expectation,The mass media or other sources which lead to,Diffferential pattern of media exposure (or engagement in other activities)resulting in,Need perhaps mostly unitended ones.(Pendekatan Uses and Gratification berhubungan dengan kebutuhan sosial dan psikologis yang membentuk harapan pada media massa atau sumber lain yang mengakibatkan pola terpaan media yang berlainan yang menghasilkan kepuasan dan konsekuensi konsekuensi lain yang tidak diinginkan) (Katz, Blumer, Gurevitch, 1994). Sejak dicetuskan pertama kali pendekatan ini terus mengalami penyempurnaan oleh para ahli komunikasi melalui berbagai jenis penelitian. Walaupun mereka menggunakan sudut pandang metodologi yang berbeda-beda, namun secara global dapat dikatakan bahwa pendekatan Uses and Gratification memiliki asumsi bahwa audien dipandang aktif, memiliki kebutuhan kebutuhan tertentu, tersedianya berbagai alternatif komunikasi, dan secara sadar audien memilih saluran komunikasi dan pesanpesan paling memenuhi kebutuhanya (Elihu Katz, dkk,1999). Namun demikian pemikiran tersebut jelas bahwa pendekatan Uses and Gratification merupakan kritik dari sudut pandang teori-teori yang terdahulu. Pada pendekatan ini audien tidak lagi dipandang sebagai pasif, melainkan memiliki harapanharapan dan kebutuhankebutuhan. Juga dalam penggunaan media, audien memiliki motivasimotivasi tertentu yaitu mencari pemuasaan atas dasar kebutuhannya terhadap media massa tersebut. Katz dan Blumer selanjutnya mengemukakan ada beberapa faktor sosial yang menyebabkan timbulnya kebutuhan seseorang yang berhubungan dengan media, yaitu : Social situation produces tensions and conflict, leading to resure for their easement via mass media consumption (Situasi sosial menimbulkan ketegangan dan pertentangan. Orang berusaha melepaskan dirinya dari hal itu dengan mengkonsumsi media massa ). Social Situation creates an awareness of problem that demand attention, information about which may be sought in the media. (Situasi sosial menciptakan kesadaran akan adanya masalah-masalah yang membutuhkan perhatian dan informasi. Informasi itu dapat dicari lewat media ). Social situation gives to rise certain values, the affirmation and reinforcement of which is facilitated by the consumption media material ( Situasi sosial memberikan dukungan dan penguatan pada nilai nilai tertentu melalui konsumsi media yang selaras ) (Katz, Blumer, Gurevitch, 1974) . Perkembangan lebih lanjut penggunaan teori Uses and Gratifications banyak diterapkan pada penelitian penggunaan media baru seperti internet ( computer mediated communication) bahkan pada telepon seluler. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Louis Leung dan Ran Wei (2000) mempelajari Kegunaan dan Kepuasan pada telepon seluler. Leung dan Wei tertarik tentang mengapa orang menggunakan telepon seluler dan apakah alasan mereka yang berbeda dari mengapa mereka menggunakan telepon kabel dan jaringan. Selanjutnya, Leung dan Wei mengamati, serupa dengan pemyataan Gilder, bahwa "telepon seluler baru menggambarkan suatu konvergensi teknologi hibrid ketika ia mengaburkan batasan antara industri telekomunikasi dan penyiaran. Simpulan studi yang dilakukan Leung dan Wei mengindikasikan bahwa teori Kegunaan dan Kepuasan, khususnya k etika dikombinasikan dengan teori lainnva, Difusi Inovasi (Difusion of Innovations), dapat menjelaskan penggunaan telepon seluler. Kemampuan Leung dan Wei untuk menerapkan teori Kegunaan dan Kepuasan pada teknologi baru dijelaskan oleh pengamatan Shanahan dan Morgan (1999) bahwa terdapat "konsistensi lingkungan dari isi pesan yang kita konsumsi dan pada sifat dasar dari lingkungan simbolik di mana kita hidup" meski jika terjadi perubahan distribusi teknologi. Siranahan dan Morgan menambahkan bahwa teknologi baru selalu dikembangkan dengan mengadopsi isi pesan dari teknologi dominan sebelumnya.(West dan Turner, 2008)

14

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Dari studi Louis Leung dan Ran Wei (2000) yang menggunakan teori ini juga menyatakan bahwa mobilitas, kekinian, dan intrumentalitas yang terdapat pada telepon seluler merupakan intrumen motivasi yang kuat yang diikuti dengan rasa ikatan kekeluargan atau sosial. Manfaat kepuasan langsung juga dapat dirasakan oleh penggunanya, dimana dan kapan saja (Leung dan Wei, 2000). Mengenai fungsi media massa terhadap pemenuhan kebutuhan audien tersebut, Harold D Laswell pernah mengajukan 3 fungsi media yaitu yaitu pengawasan (Surveyllance), korelasi (Correlation), dan transmisi budaya atau sosialisasi (Cultur Transmission and Socialisation). Tiga fungsi ini kemudian ditambah oleh Charles Wright yaitu fungsi hiburan (Entertaiment). Di sini media dianggap memberikan hiburan, kesempatan melarikan diri dari kesibukan sehari-hari, informasi dan lain sebagainya. Menurut Stephenson media massa hanya memenuhi satu jenis kebutuhan saja, yaitu memuaskan hasrat bermain atau melarikan diri dari kenyataan. Sedangkan menurut Wilbur Scramm, media massa memenuhi kebutuhan akan hiburan dan informasi . Ahli komunikasi lainnya menyebutkan dua fungsi; media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi menurut Weiss; atau hiburan dan informasi menurut Wilbur Schramm. Yang lain lagi menyebutkan tiga fungsi media massa dalam memenuhi kebutuhan, surveillance (pengawasan lingkungan), correlation (hubungan sosial), dan hiburan dan transmisi kultural seperti yang dirumuskan oleh Harold dan Charles Wright. Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu (Rahmat, 2000 ). Kebutuhan kognitif menekankan pada kebutuhan akan informasi dan pencapaian tingkat ideasional tertentu, sedangkan kebutuhan afektif ditandai oleh kondisi perasaan atau dinamika yang menggerakan manusia mencapai tingkat perasaan tertentu. Sejumlah ahli media akhirnya mulai beralih dari sekedar mengumpulkan jenis jenis kebutuhan audien kepada suatu model penelitian baru karena dari hasilhasil studi mereka menunjukkan jenis jenis kebutuhan yang sama. Dengan demikian kecenderungan penelitian tentang Uses and Gratification mulai bergeser dan bertambah maju. Perkembangan ini diawali oleh penelitian Palmgreen dan Rayburn pada tahun 1979, yang membedakan antara Gratification Sought (GS) dan Gratification Obtained (GO), yaitu apa yang diharapkan audien dari media massa dengan apa yang diperolehnya dari media tersebut. Dalam teori Uses and Gratification yang dikembangkan oleh Palmgreen dan Rayburn, kebutuhan atau motif yang menuntun seorang individu untuk menggunakan suatu media dipandang sebagai Gratification Sought atau kepuasan yang dicari atau diharapkan (Dimmick, 1984). Tetapi seperti yang di jelaskan Blumer (1994), fungsifungsi ini belum cukup untuk menggambarkan seluruh fungsi yang ada. Para peneliti media massa kemudian mencoba mengumpulkan seluas dan sebanyak mungkin daftardaftar kebutuhan sosial dan psikologis yang dianggap audien sebagai terpenuhi dengan memanfaatkan media massa. Dan setelah mengamati hasilhasil yang diperoleh dilapangan, ternyata terdapat jenisjenis kebutuhan yang setiap kali muncul walaupun sampelnya berbeda-beda. Jenis-jenis kebutuhan ini kemudian oleh para ahli dikelompokan menjadi beberapa kelompok. Secara umum kebutuhan yang sering disebut dan digunakan oleh para peneliti media adalah, Surveyllance (pengawasan), Relaxation (relaksasi), Diversion (pelepasan), Knowledge (pengetahuan), Entertaiment (hiburan), dan Interpersonal Utility (kegunaan pribadi) (Palmgreen, 1981, dan Dimmick, 1984) . Kemudian riset lebih lanjut yang dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan, mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media persons interactions sebagai berikut : Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial; Personal identity, yaitu referensi 15

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai; Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (dalam Junaedi, 2005, http://komunikasimassa-umy.blogspot. com). Dari berbagai jenis kebutuhan tersebut, William J Mc Guire (dalam Muchati 1972) kemudian mengelompokan jenis-jenis kebutuhan tersebut menjadi 2 dimensi, yaitu kebutuhan yang bersifat afektif (yang berkaitan dengan perasaan) dan kebutuhan kognitif (yang berkaitan dengan pengetahuan). Mengenai kebutuhan kognitif dan afektif Nurudin menjelaskan, kebutuhan kognitif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran dan dorongan untuk penyelidikan kita. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang berkaitan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan emosional. (Nurudin, 2007) Kemudian dari teori Utilitarian memandang individu sebagai orang yang memperlakukan setiap situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna atau keterampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup. Dalam konsep ini hidup dipandang suatu medan yang penuh tantangan , tetapi yang juga dapat diatasi dengan media massa. Komunikasi massa dapat memberikan informasi, pengetahuan dan keterampilan. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media massa. Pada saat yang sama, kebutuhan ini dapat dipuaskan oleh sumber-sumber lain selain media massa. Kita ingin mencari kesenangan, media massa dapat memberikan hiburan. Kita mengalami goncangan batin, media massa memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari kenyataan. Kita kesepian, dan media massa berfungsi sebagai sahabat. Tentu saja, hiburan, ketenangan, dan persahabatan dapat juga diperoleh dari sumber-sumber lain seperti kawan, hobi, atau tempat ibadat (Rahmat, 2000). Elemen pola terpaan media yang berlainan pada Teori Uses and Gratifications berkaitan dengan media exposure atau terpaan media, karena mengacu pada kegiatan menggunakan media (Kriyantono, 2006). Selanjutnya terpaan media menurut Rosengreen (1974), dapat dioperasionalkan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media keseluruhan (Rahmat, 2001). Sedangkan menurut Sari (dalam Kriyantono 2006) dapat dioperasionalkan menjadi jenis media yang digunakan, frekuensi penggunaan, maupun durasi penggunaan . Efek diartikan sebagai semua jenis perubahan yang terjadi didalam diri seseorang setelah menerima sesuatu pesan komunikasi dari suatu sumber. Perubahan yang dimaksud dapat meliputi perubahan pengetahuan, sikap, dan prilaku nyata. (Wiryanto, 2000). Pada teori Uses and Gratifications, manusia yang berperan dalam menentukan efek media. Teori ini digambarkan sebagai a dramatic break with effects traditions of the past, suatu loncatan dramatis dari model Jarum Hipodermik. Menurut Steven M. Chaffe (dalam Rahmat, 2004) efek media massa akan menyebabkan perubahan yang terjadi pada diri khalayak, seperti penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan prilaku (dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif dan behavioral).

Ada 3 macam efek komunikasi massa, antara lain: y Efek Kognitif: terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. 16

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Efek Afektif : timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap atau nilai. y Efek Behavioral : merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, meliputi pola-pola tindakan, kegiatan dan kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2004). Berbagai keuntungan relatif yang dirasakan dari telepon seluler yang mengungguli telepon tetap karena mobilitas dan efisiensinya yang lebih besar. AM Townsend (2000) menyatakan, di negara-negara berkembang telepon seluler telah mengurangi kesenjangan berkomunikasi di masyarakat. Penelitian yang dilakukan International Telecommunication Union (2001) menemukan bahwa jumlah penggunaan telepon seluler di 100 negara-negara miskin melampaui telepon tetap dan komputer, karena harga telepon seluler terjangkau. Pemanfaatan telepon seluler berbeda pada setiap kelompok masyarakat. Bagi pelaku bisnis, telepon seluler lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Kalaupun digunakan untuk hal-hal yang sifatnya menghibur, biasanya dilakukan pada waktu http://www.kompas.com/kompassenggang. ( Fritz E Simandjuntak dalam cetak/0405/05/telkom/1002910htm ). Menurut data majalah Komputer Aktif (no. 50/26 Maret 2003) berdasarkan survei Siemens Mobile Lifestyle III menyebutkan bahwa 60 persen remaja usia 15-19 tahun dan pasca-remaja lebih senang mengirim dan membaca SMS (Short Messege Service) daripada membaca buku, majalah atau koran. Dalam hal ini komunikasi melalui telepon seluler seperti pengiriman SMS ternyata berdampak buruk untuk menurunkan minat baca masyarakat. Ini bisa dikatakan pula bahwa budaya baca yang sudah terancam dengan budaya dengar dan lihat diancam lagi oleh budaya mengirim SMS. SMS dalam hal ini lebih berfungsi sebagai hiburan saja. Bahkan menurut data Kompas (4 April 2003) yang melakukan street polling yang dilakukan pada 100 remaja SMU di Jakarta, Bogor, Bandung, dan Semarang menunjukkan bahwa 51 persen mereka mengirim SMS 11-20 kali, 35 persen 2-10 kali dan 14 persen lebih dari 20 kali sehari. Data yang merupakan fenomena ini jelas menjadi salah satu potret dampak komunikasi melalui telepon seluler. Bahkan, sebesar 73 persen mereka mengeluarkan biaya untuk membeli voucher perbulannya sekitar 100-200 ribu, 9 persen antara 201-300 ribu dan 8 persen lebih dari 300 ribu perbulan. Ini artinya bahwa di samping menurunkan minat baca, telepon seluler juga mengarahkan masyarakat untuk hidup konsumtif. Bahkan menurut data dari penelitian Survei Siemens Mobile Phone 58 persen orang Indonesia lebih memilih mengirim SMS daripada membaca buku, (Nurudin, 2005). Ini adalah dampak dari segi sosial budaya masyarakat atas penggunaan Hand Phone/ telepon seluler.
y

Konseptual Dalam proses komunikasi dibagi menjadi dua bagian yakni secara primer dan sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Kemudian sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah menggunakan lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua (sekunder) dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon (telepon seluler), teleks, radio film, tv, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. (Onong,2000). 17

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Menurut Shannon dan Weaver (1949) komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak. Sementara Hafied Cangara (1998) mengatakan bahwa komunikasi adalah sebuah proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya , yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Wilbur Schramm melalui hasil penelitiannya di negara-negara berkembang membuat laporannya pada tahun 1964 yang berjudul Mass media and National Development : The role of information in developing countries, yang isinya menyatakan media massa dapat berpengaruh dalam beberapa hal, yang paling pokok adalah dapat membantu menyebarluaskan informasi tentang pembangunan, dapat mengajarkan melek huruf serta keterampilan lainnya yang memang dibutuhkan untuk pembangunan masyarakat dan menjadi penyalur suara masyarakat agar mereka turut ambil bagian dalam pengambilan keputusan di negaranya (Schramm, 1964). Kehadiran media tidak selalu menarik perhatian masyarakat, seperti yang diungkapkan oleh McLuhan (1964) yakni kehadirannya umumnya adalah sebagai the extention of man , eksistensi manusia. Artinya , kodrat, pembawaan, dan kebutuhan manusia adalah berkomunikasi. Seperti dalam menyatakan diri, berbicara, menerima dan men girim pesan , memahami apa yang dilihat dan didengar, ketika berada dalam suatu lingkungan dan bercengkerama dengan lingkungan serta dengan proses tersebut, manusia menyatakan dan mengembangkan perikehidupan yang bermasyarakat. Mencermati beberapa fungsi media massa yang ditulis Alamsjah Ratu Perwiranegara dalam Rafiq (1989) meliputi fungsi informatif, instruktif, edukatif, persuasif, integratif, dan rekreatif. Berdasarkan fungsi-fungsi ini dapat disimpulkan bahwa media massa sebagai media pembangunan atau proses perubahan ke arah kondisi kehidupan yang lebih baik. Menurut Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1990) membagi tiga tahap perkembangan peradapan manusia yakni Agricultural, industrial, dan information. Pendapat ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi memiliki andil dan sumbangan yang sangat besar dalam pembangunan. Sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaannya, komunikasi bermedia mengalami kemajuan pula dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pentingnya peranan media (media sekunder) dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya mencapai komunikan dimana, dan kapan saja. Telepon genggam seringnya disebut handphone (disingkat HP) atau disebut pula sebagai telepon selular (disingkat ponsel) adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon fixed line konvensional, namun dapat dibawa ke mana-mana (portabel, mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (nirkabel; wireless). Saat ini Indonesia mempunyai dua jenis jaringan telepon nirkabel yaitu sistem GSM (Global System For Mobile Telecommunications) dan sistem CDMA (Code Division Multiple Access). Selain berfungsi untuk melakukan dan menerima panggilan telepon, ponsel umumnya juga mempunyai fungsi pengiriman dan penerimaan pesan singkat (short message service, SMS). Mengikuti perkembangan teknologi digital, kini ponsel juga dilengkapi dengan berbagai pilihan fitur, seperti bisa menangkap siaran radio dan televisi, perangkat lunak pemutar audio (mp3) dan video, kamera digital, game, dan layanan internet (WAP, GPRS, 3G). Ada pula penyedia jasa telepon genggam (provider) di beberapa negara yang menyediakan layanan generasi ketiga (3G) dengan menambahkan jasa videophone, sebagai alat pembayaran, maupun untuk televisi online di telepon genggam mereka. Sekarang, telepon genggam menjadi gadget yang multifungsi. Selain fitur-fitur tersebut, ponsel sekarang sudah ditanamkan fitur komputer. Jadi di ponsel tersebut, orang bisa mengubah fungsi ponsel tersebut menjadi mini komputer. Di dunia bisnis, fitur ini sangat membantu bagi para pebisnis untuk melakukan semua

18

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

pekerjaan di satu tempat dan membuat pekerjaan tersebut diselesaikan dalam waktu yang singkat (http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon _genggam). Pengembangan teknologi telekomunikasi terutama jenis telepon seluler ini membuka lebar penyampaian informasi dan komunikasi secara lebih mudah dan efisien, sehingga dapat memfasilitasi masyarakat dalam berkomunikasi dan membantu memperoleh informasi dengan cepat dan tak terbatas. Dengan demikian, perkembangan ponsel akan lebih mengefisienkan waktu dan sistem kerja dibandingkan dengan komunikasi/ informasi secara manual, yang membutuhkan waktu yang lama dan tempat yang terbatas. Dengan memiliki keunggulan dalam efesiensinya ini, ponsel menjadi salah satu fenomena komunikasi bermedia yang terus berkembang serta semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat memiliki kebutuhan dan motif beraneka ragam berdasarkan karakteristiknya sosialnya Blumler, Katz dan Gurevitch membuat tipologi kebutuhan manusia yang berhubungan dengan penggunaan media yakni : kebutuhan kognitif, afektif, integratif pesan, integratif sosial dan kebutuhan akan pelarian. Kebutuhan ini dapat terpenuhi dan dipuaskan melalui media massa dan sumber lain. Melalui sumber lain, yakni kebutuhan ini terpenuhi dengan hubungan keluarga, teman, komunikasi interpersonal, maupun mengisi waktu luang dengan berbagai cara. Definisi Operasional Telepon seluler dalam penelitian ini adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon fixed line konvensional, namun dapat dibawa ke mana-mana (portabel, mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (nirkabel; wireless). Efektifitas komunikasi dalam penelitian ini dimaksudkan penyampaian/penerimaan informasi dan komunikasi secara lebih mudah dan efisien, dalam memfasilitasi masyarakat dalam berkomunikasi dan membantu memperoleh informasi dengan cepat dan tak terbatas . Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat desa adalah masyarakat yang merupakan penduduk Desa Pertumbukan , Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi. Dengan kata lain dalam penelitian ini hanya memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Pertumbukan, yang memiliki dan menggunakan telepon seluler sebagai salah satu sarana media komunikasi. Data pra-riset (19-22 Februari 2008) di Desa Pertumbukan terdata 263 orang yang telah memiliki telepon seluler, dalam hal ini merupakan sebagai populasi. Dan pengambilan sampel mengacu pendapat Winarno Surakhmad (1998) yakni sebesar 20% , karena populasi dianggap homogen, maka diperoleh sampel sebesar 263 x 20% = 54 orang. Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan secara probability, dengan acak sederhana.

19

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Metode Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni : Data Primer; diperoleh melalui kuisioner yang diberikan kepada sampel terpilih. Disamping itu juga dilakukan wawancara terstruktur kepada beberapa sampel untuk memperkuat data yang terkumpul melalui kuisioner. Data Sekunder; diperoleh melalui buku-buku, hasil-hasil penelitian terdahulu, makalah, suratkabar, dan pencarian informasi melalui internet. Metode Analisis Data Data yang terkumpul seluruhnya akan ditabulasikan ke dalam tabel tunggal dan juga membuat beberapa tabulasi silang berdasarkan tujuan penelitian. Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap : Membuat tabel distribusi frekuensi (f) dan prosentasi (%) serta interpretasi untuk keseluruhan data penelitian selanjutnya mengadakan diskusi dan pembahasan hasil temuan data penelitian Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Wampu merupakan daerah pemekaran yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pembentukan 13 (tiga belas) Kecamatan di wilayah kabupaten daerah tingkat II Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Labuhan Batu, dan Langkat, dalam wilayah Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan Wampu merupakan pemekaran dari sebagian wilayah Kecamatan Stabat. Pada awal pembentukan kecamatan ini meliputi : Desa Bingai; Gohor Lama; Stabat Lama; Besilam; Kebun Balok; Bukit Melintang; Gergas; Stabat Lama/ Baru; dan Sumber Mulyo ( http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/pp/1999/043 -99.pdf ) Kemudian sekitar tahun 2006 dibentuk Desa Pertumbukan yang wilayahnya sebagian mengambil daerah Desa Bukit Melintang dan Desa Stabat Lama. Karakteristik Responden Responden yang berjumlah 54 orang dalam penelitian ini dilihat dari aspek sosiodemografis-nya mencakup : Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Penghasilan, dan Pekerjaan. Berikut datanya yang ditampilkan dalam bentuk tabel. Tabel 01. Usia Tabel 02. Jenis Kelamin

Dari tabel 01. usia dapat dilihat bahwa responden yang terbanyak terwakili dari kelompok umur 17-21 tahun sebanyak 31,5%, kemudian kelompok umur 22-26 tahun dan 37-41 tahun masing-masing 16,7% dan selanjutnya diikuti oleh kelompok umur 22-26 tahun dan 32-36 tahun masing-masing 13%. Dan tabel 02. jenis kelamin Responden dalam penelitian ini diperoleh laki-laki sebanyak 68,5% dan perempuan sebanyak 31,5%. Tabel 03. Tingkat Pendidikan Tabel 04. Penghasilan 20

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Dari tabel 03. Tingkat pendidikan responden yang terjaring menjadi responden terbanyak dalam penelitian ini adalah tamatan SMA yakni sebesar 40,7%, kemudian diikuti tamatan SD dan SMP pada urutan kedua masing-masing 24,1%, serta tingkat sarjana (S1) sebesar 7,4%. Kemudian tabel 04. mengenai Pendapatan responden yang terbanyak yakni diantara Rp. 500.000. Rp. 1.000.000., yakni sebesar 48,1%, kemudian antara Rp. 1.000.000. Rp. 1.500.000. sebesar 24,1%, serta diikuti tingkat penghasilan Rp. 1.500.000. Rp. 2.000.000. sebesar 14,8%. Tabel 05. Pekerjaan

Tabel 05, Pekerjaan responden terbesar adalah sebagai wiraswasta/ berdagang yakni sebesar 57,4%, kemudian pada kategori lain-lain (petani, pelajar) sebesar 14,8%, serta pegawai swasta sebesar 13%. Kebutuhan Informasi Kebutuhan akan informasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap responden dalam pencaharian informasi melalui penggunaan telepon seluler yang tersaji dalam tabel, dan dapat dilihat sebagai berikut : Tabel. 06 Mencari Informasi Tabel 07. Informasi Sosial

Dari tabel 06, Sikap Responden dalam mencari informasi melalui telepon seluler dinyatakan sangat setuju oleh sebesar 50% , kemudian yang menyatakan setuju sebesar 44,4% , serta dinyatakan kurang setuju oleh sekitar 3,7%. Dan tabel 07, Sebanyak 44,4% responden menyatakan setuju untuk membutuhkan informasi sosial melalui telepon seluler, kemudian sebanyak 38,9% menyatakan sangat setuju serta diikuti sikap ragu-ragu dan kurang setuju masing-masing sebesar 7,4%. 21

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Tabel 08.Harapan dan Kebutuhan

Tabel 09. Mengetahui Kondisi Daerah lain

Tabel 08, Mengenai penilaian responden tentang kesesuaian harapan dan kebutuhan, masingmasing sebanyak 44,4% menjawab sangat setuju dan setuju. Kemudian sebanyak 5,6% menjawab ragu-ragu serta menjawab kurang setuju sebesar 3,7%. Dari tabel 09, Sebanyak 48,1% responden sangat setuju dengan penggunaan telepon seluler akan lebih mengetahui keadaan kehidupan diluar daerah. Selanjutnya sebanyak 40,7% menyatakan setuju, serta hanya 5,6% menyatakan tidak setuju.
Tabel 10. Termotivasi Pelajari daerah lain Tabel 11. Penambahan Pengetahuan

Dan dari tabel 10, Dengan adanya telepon seluler responden lebih terdorong untuk mempelajari sesuatu tentang lingkungan sekitar dan luar, untuk ini responden terbanyak menyatakan sangat setuju yakni sebesar 46,3%. Kemudian diikuti pernyataan setuju sebesar 35,2% serta pernyataan tidak setuju sebesar 7,4%. Tabel 11 Telepon seluler sebagai dorongan sarana untuk menambah pengetahuan sesuai dengan kepetingan, baik dari sekitar atau luar lingkungan. Pertanyaan ini terbanyak dijawab responden sangat setuju yakni sebesar 48,1%. Kemudian sebesar 38,9 % menjawab setuju dan diikuti sebesar 7,4% menjawab ragu-ragu. Kebutuhan Diversi Pernyataan-pernyataan kebutuhan diversi dalam penelitian ini yang tersaji dalam bentuk tabel berikut :
Tabel.12 Meringankan Beban Hidup Tabel 13. Telepon seluler Sarana bermain

Tabel 12, Penggunaan telepon seluler untuk melarikan diri dari persoalan kehidupan (meringankan bebab hidup) ternyata responden menjawab tidak setuju yakni sebesar 35,2%. Kemudian menjawab kurang setuju sebesar 25,9% dan diikuti menjawab setuju 16,7%.

22

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Dan dari tabel 13, telepon seluler sebagai sarana bermain, ternyata responden menjawab kurang setuju yakni sebesar 25,9%. Kemudian yang menjawab setuju dan tidak setuju masing-masing sebanyak 24,1%. Selanjutnya diikuti sebesar 16,7% untuk jawaban sangat setuju.
Tabel 14. Menimbulkan kesenangan Tabel.15 Meningkatkan Hubungan Silaturahmi

Dari tabel 14, Telepon seluler menimbulkan kesenangan untuk pertanyaan ini responden terbanyak menjawab setuju yakni sebesar 40,7%. Kemudian jawaban sangat setuju sebesar 27,8% serta diikuti jawaban kurang setuju sebesar 16,7%. Kemudian dari tabel 15, Untuk meningkatkan hubungan silaturahmi dengan keluarga dan teman, telepon seluler salah bentuk komunikasi bermedia ternyata sangat membantu, untuk itu sebesar 66,7% responden menyatakan sangat setuju, dan yang setuju dinyatakan oleh responden sebesar 22,2% serta diikuti sikap ragu-ragu sebesar 7,4%.
Tabel. 16 Mengisi waktu luang Tabel. 17 Mencari Persahabatan

Tabel 16, Untuk mengisi waktu luang ataupun di saat santai telepon seluler digunakan responden bersama keluarga semisal menghubungi atau kirim sms kepada keluarga yang jauh dan teman, untuk itu responden sebanyak 37% menyatakan setuju, kemudian yang menyatakan sangat setuju sebesar 22,2%. Namun sebesar 18,5% responden menyatakan raguragu. Kemudian tabel 17, Untuk mencari persahabatan baik dilingkungan sekitar ataupun di luar, responden menyatakan sangat setuju yakni sebesar 50% dan yang menyatakan setuju sebesar 40,7%. Namun terdapat juga responden yang menyatakan ragu-ragu dan tidak setuju yakni masing-masing sebesar 3,7%.
Tabel 18. Atasi Sulitnya Perekonomian Tabel 19. Atasi masalah kehidupan sosial

23

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Dari tabel 18, Walau secara tidak langsung telepon seluler telah membantu responden untuk memecahkan permasalahan ekonomi keluarga dan untuk ini sebesar 31,5% menyatakan setuju dan diikuti sebesar 22,2% menyatakan sangat setuju. Selanjutnya yang menyatakan ragu-ragu sebesar 20,4%. Dan tabel 19, Walau komunikasi tatap langsung lebih memberi makna dan pengaruh yang lebih besar, namun komunikasi bermedia melalui telepon seluler juga dapat membantu memecahkan masalah kehidupan sosial (lingkungan keluarga, masyarakat, karir/pekerjaan, kesejahteraan) hal ini dijawab setuju oleh responden yakni sebesar 48,1% dan yang sangat setuju sebesar 18,5%. Namun juga terdapat pernyataan responden yang ragu-ragu yakni sebesar 18,5%.
Tabel 20. Melepaskan ketegangan (stress) Tabel 21. Penggunakan telepon seluler bagian gaya hidup

Tabel 20, Dalam melepaskan persoalan sehari-hari yang dapat menimbulkan ketegangan (stress) melalui telepon seluler responden dapat menghubungi seseorang yang dianggap dapat memberikan jalan keluar jikalau untuk menjumpai seseorang secara langsung tidak memungkinkan. Untuk ini responden yang menyatakan setuju sebesar 40,7% dan diikuti sebesar 31,5% yang menyatakan sangat setuju. Selanjutnya terdapat responden yang menyatakan ragu-ragu yakni sebesar 13%. Tabel 21, Penggunakan telepon seluler sudah menjadi kebiasaan sehari-hari dan telepon seluler selalu mendampingi aktivitas responden (gaya hidup) , pernyataan ini disikapi oleh responden dengan menjawab sangat setuju yakni sebesar 48,1% dan diikuti sikap setuju yakni 38,9%. Kemudian sikap ragu-ragu diakui responden yakni sebesar 7,2%. Kebutuhan Identitas Personal Dalam memenuhi kebutuhan indentitas personal dalam penggunaan telepon seluler dalam hasil temuan penelitian ini yang disajikan dalam bentuk tabel dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 22. Membantu berkreasi Tabel 23. Kerjasama dengan pihak lain

Tabel 22, Mencari ide/ pemikiran untuk berkreasi/berwirausaha, telepon seluler juga dapat membantu. Hal ini diakui oleh responden sebesar 57,4% menyatakan setuju dan diikuti sangat setuju oleh sebesar 27,8%, serta yang ragu-ragu dan kurang setuju masing-masing sebesar 7,4%.

24

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Tabel 23, Keberadaan telepon seluler sudah membantu menjalin kerja sama usaha dengan pihak lain, untuk peryataan ini sebesar 53,7% responden menyatakan sangat setuju dan 29,6% menyatakan setuju, tentu saja dengan adanya teknologi ini sangat memungkinkan seseorang dapat mengubungi orang lain di tempat yang jauh dan ini sangat efektif jika kalau harus menjumpainya secara langsung. Namun terdapat sebesar 11,1% responden yang merasa ragu-ragu.
Tabel 24.Relasional dengan pihak lain Tabel 25.Informasi aktifitas

Tabel 24, Terjalinnya hubungan dengan orang lain akan membantu untuk melancarkan/meningkatkan kerjasama usaha/kegiatan dengan pihak lain (relasional), untuk ini sebesar 46,3% responden menyatakan sangat setuju dan yang setuju sebesar 35,2% serta responden yang merasa ragu-ragu sebesar 13%. Dan tabel 25, Untuk mendapatkan informasi tentang dunia usaha/kegiatan dengan pihak lain, telepon seluler bagi masyarakat desa telah sangat membantu. Untuk itu responden yang menyatakan setuju sebesar 46,3% dan sangat setuju sebesar 35,2% .
Tabel 26. Meningkatkan kerjasama usaha Tabel 27.Tingkatkan ekonomi masyarakat

Tabel 26, Dalam membantu masyarakat melancarkan/meningkatkan kerja sama usaha dengan pihak lain, diakui responden dengan menyatakan setuju yakni sebesar 48,1% dan untuk sangat setuju sebesar 35,2%, serta diikuti sebesar 9,3% responden yang merasa ragu-ragu. Tabel 27, Penilaian responden terhadap keberadaan telepon seluler telah membantu meningkatkan perekonomian masyarakat adalah sebagai berikut, sebesar 35,2% menyatakan setuju dan sebesar 24,1% menyatakan sangat setuju. Alasan pernyataan ini karena adanya telepon seluler akan membuka isolasi informasi sehingga dapat membuka cakrawala ide atau untuk berkreasi dari potensi yang ada. Namun sebesar 18,5% menyatakan kurang setuju.
Tabel 28.Informasi dunia usaha

25

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Tabel 28, Hampir sama dengan tabel sebelumnya, hal ini lebih pada tingkat awal adanya penggunaan telepon seluler bagi masyarakat Desa Pertumbukan. Dalam pengembangan jaringan tentu akan membawa dampak-dampak positif yang diharapkan si pengguna. Untuk ha ini responden yang menyatakan setuju sebesar 48,1% dan sangat setuju sebesar 33,3 %, serta terdapat juga responden yang merasa ragu-ragu untuk pernyataan ini yakni sebesar 14,8%. Penggunaan Telepon seluler Penggunaan telepon seluler bagi responden dalam penelitian ini akan meliputi diantaranya pengalaman responden dalam pengalaman dan penggunaan telepon seluler, biaya pembelian pulsa dan sebagainya. Untuk lebih lanjut dapat disimak dibawah ini yang tersaji dalam bentuk tabel.
Tabel 29. Penggunaan telepon seluler Tabel 30. Sistem Ponsel yang Digunakan

Tabel 29, Melihat pengalaman responden tentang menggunakan atau memiliki telepon seluler dapat dilihat pada tabel diatas yakni sebesar 33,3% telah memiliki atau menggunakan telepon seluler kurang dari 1 tahun, kemudian terdapat sebesar 18,5% sudah 4 tahun serta untuk sudah 2 atau 3 masing-masing sebesar 16,7%. Tabel 30, Penggunaan jenis telepon seluler bagi responden hampir mayoritas menggunakan jenis GSM yakni sebesar 96,3% dan hanya 3,7% yang menggunakan jenis CDMA. Hampir mayoritas penggunaan jenis GSM disebabkan ketersediaan sarana dan prasarana di lokasi penelitian lebih memadai, kuatnya penerimaan sinyal ataupun varian telepon seluler untuk jenis ini lebih banyak dan lebih murah, terutama harga bekas.
Tabel 31. Alasan menggunakan Ponsel Tabel 32. Percakapan melalui Ponsel perhari

Tabel 31,Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong responden untuk menggunakan telepon seluler adalah alasan mencari informasi merupakan faktor yang terbesar dipilih responden yakni sebesar 72,2%, kemudian untuk menambah pengetahuan diakui responden 26

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

sebesar 13% seta diikuti alasan untuk mengawasi lingkungan/ pengawasan sosial yakni sebesar 5,6%. Tabel 32, Total lamanya melakukan percakapan melalui telepon seluler dalam sehari responden yang terbanyak melakukannya adalah antara 15-30 menit yakni sebesar 38,9%, kemudian dibawah 15 menit yakni sebesar 37% serta diikuti lebih dari 60 menit yakni sebesar 13%.
Tabel 33.Penggunaan SMS Dalam sehari Tabel 34. Kualitas suara

Tabel 33, Salah satu fasilitas fitur yang dimiliki telepon seluler dalam berkomunikasi secara tulisan adalah sms, fitur ini digunakan untuk mengirim pesan-pesan singkat. Responden menggunakan fitur ini sebanyak kurang dari 5 kali yakni sebesar 40,7%, kemudian 5-10 kali sebanyak 38,9%, serta diikuti yang menggunakan sebanyak 10-15 kali dalam sehari yakni sebesar 11,1%. Tabel, 34, Penilaian responden tentang kualitas suara yang didengar percakapan melalui telepon seluler dinilai jelas yakni sebesar 59,3%, kemudian dirasakan sangat jelas yakni sebesar 33,3%, serta diikuti sebesar 5,6% untuk peryataan ragu-ragu.
Tabel 35. Biaya percakapan melalui Ponsel Tabel 36. Biaya SMS

Tabel 35, Mengenai biaya percakapan melalui telepon seluler diakui responden sebesar 37% adalah mahal, namun peryataan yang bertolak belakang diakui responden yang menyatakan biaya percakapan melalui telepon seluler dianggap murah yakni sebesar 35,2% hal ini diakui responden bila menimbang jarak dan waktu yang harus dihabiskan bila akan menemui seseorang di suatu tempat yang jauh. Dan yang terakhir diakui sangat mahal oleh responden yakni sebesar 18,5%. Tabel 36, Penilaian mengenai biaya penggunaan sms, diakui responden sangat murah yakni sebesar 66,7%, kemudian terdapat sebesar 14,8% yang menyatakan mahal, kemudian sebesar 11,1% merasa ragu-ragu untuk memberikan pernyataan.
Tabel 37. Biaya pembelian pulsa perbulan Tabel 38. Kesesuaian Biaya dengan Percakapan

27

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Tabel 37, Biaya pembelian pulsa yang dikeluarkan oleh responden rata-rata selama sebulan yang terbanyak adalah sekitar Rp. 50.000,- s/d Rp. 100.000,- (35,2%), kemudian kurang dari Rp. 50.000,- (25,9%), serta diikuti pembelian lebih dari Rp. 200.000,- (14,8%). Tabel 38, Pendapat responden mengenai perbandingan biaya percakapan dengan waktu percakapan dinyatakan sebagian besar oleh responden tidak sebanding yakni sebesar 51,9% dan yang menyatakan sebanding sebesar 48,1%.
Tabel 39. Faktor penyebab ketidakseimbangan Tabel 40. Perkembangan Pengguna Ponsel di desa

Tabel 39, Faktor penyebab ketidakseimbangan diasumsikan responden karena biaya percakapan terlalu tinggi (biaya talk time dianggap mahal) yakni dirasakan oleh responden sebesar 44,4%, kemudian tingkat ekonomi masyarakat masih rendah diasumsikan 22,2% oleh responden. Kemudian faktor penyebab lainnya sebesar 18,5%, diantaranya adalah responden merasa khawatir kehabisan pulsa. Tabel 40, Melihat perkembangan pengguna telepon seluler diakui responden untuk di daerahnya tergolong maju (51,9%), kemudian dianggap sangat maju (44,4%), namun terdapat penilaian responden yang ragu-ragu dan kurang maju terhadap perkembangan pengguna telepon seluler di desanya yakni masing-masing sebesar 1,9%. Sikap Terhadap Kehadiran Telepon seluler Sikap ataupun pendapat responden dalam penelitian ini adalah meliputi beberapa kriteria tentang seputar kehadiran teknologi komunikasi dan informasi khususnya telepon seluler yang akan disajikan dalam bentuk tabel dapat diperhatikan dibawah ini. Tabel 41. Membantu kesejahteraan masyarakat desa

Tabel 41, Kehadiran telepon seluler walau secara tidak langsung telah memberikan bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini diakui responden yakni sebesar 57,4% dan yang menolak pernyataan tersebut sebesar 42,6%.

28

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Tabel 42. Pengalaman Peningkatan Yang Dialami

Tabel 42 Peningkatan kesejahteraan yang dirasakan menurut responden adalah Peningkatan kualitas pengetahuan, pendidikan dan SDM Masyarakat yakni sebesar 35,2% , kemudian Peningkatan ekonomi/kesejahteraan masyarakat sebesar 9,3% dan diikuti Peningkatan Potensi SDA (pertanian, peternakan) yakni sebesar 7,4%. Tabel 43. Dampak Negatif Telepon seluler

Dari Tabel 43, Mengenai dampak yang dirasakan responden dengan hadirnya telepon seluler menyebabkan pengeluaran semakin bertambah yakni diakui sebesar 33,3%, kemudian Telepon seluler hanya menjadi gaya hidup hal ini diakui responden sebesar 7,4%. Kemudian dampak lainnya yakni mayarakat menjadi konsumtif yakni sebesar 1,9% dirasakan responden. Tabel 44. Pendapat masyarakat Desa adanya Telepon seluler

Untuk tabel 44, Dari pertanyaan terbuka yang dijaring oleh peneliti mengenai pendapat masyarakat tentang kehadiran Telepon seluler di Desa Pertumbukan, dirasakan respo nden yakni sebesar 61,1 % menyatakan Sangat membantu hubungan komunikasi dgn keluarga, teman dan pekerjaan tanpa terkendala jarak. Kemudian memudahkan untuk mencari 29

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

informasi dan menambah pengetahuan/pendidikan, hal ini dirasakan oleh responden yakni sebesar 18,5%, serta dapat mengetahui atau menambah wawasan tentang keadaan/kehidupan di tempat lain (11,1%).

Pembahasan Masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhan informasi termasuk informasi sosial sangat memerlukan hal ini terkait dengan sistem jaringan sosial yang terdapat di sekitar atau diluar lingkungannya yang pada gilirannya dapat memberikan pengetahuan atau menambah pengalaman. Masyarakat desa merasa dengan penggunaan telepon seluler ini sesuai dengan harapan dan kebutuhan. Penggunaan telepon seluler dalam memenuhi kebutuhan diversi ; merupakan upaya melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; bagi masyarakat desa sangat membantu terutama menimbulkan perasaan senang terkait dengan meningkatkan silaturahmi dengan keluarga dan teman, mengisi waktu luang serta mencari persahabatan yang lebih luas. Namun tidak untuk melarikan atau melepaskan diri dari persoalan kehidupan dan kesulitan hidup. Kebutuhan identitas personal (Personal identity), yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai. Hasil temuan ini menggambarkan bahwa keberadaan telepon seluler telah membantu masyarakat desa untuk mencari ide/pemikiran untuk berkreasi, menjalin serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik didalam lingkungan sekitar maupun di luar. Poin-poin ini secara tidak langsung diakui akan membantu responden dan masyarakat dapat meningkatkan perekonomiannya. Penggunaan telepon seluler di Desa Pertumbukan mengalami kemajuan yang sangat pesat, hingga saat ini jumlah pengguna telepon seluler di desa ini mencapai kira-kira 80% (wawancara dengan Majidul Fahmi, tgl 20/2/08). Jenis telepon seluler yang familiar dengan responden adalah sistem GSM hal ini disebabkan ketersediaan sarana dan prasarana di lokasi penelitian lebih memadai, kuatnya penerimaan sinyal ataupun varian telepon seluler untuk jenis ini lebih banyak dan lebih murah, terutama harga yang bekas. Kemudian faktor utama yang mendasari penggunaan telepon seluler diakui oleh responden adalah untuk mencari informasi. Dalam kegiatan sehari-hari telepon seluler sudah menjadi pelengkap terutama untuk kemudahan untuk berkomunikasi. Pola penggunaan telepon seluler bagi masyarakat yakni cenderung menggunakan SMS karena biayanya relatif murah bila dibanding jika melakukan percakapan melalui telepon seluler. Sikap masyarakat terhadap hadirnya telepon seluler dewasa ini dirasakan telah memberikan kemudahan berkomunikasi, mencari informasi, dan menambah wawasan, dan hal ini menunjang efektivitas dalam komunikasi bermedia. Namun terdapat hal-hal yang perlu diantisipasi terhadap dampak negatifnya, misalnya telepon seluler dijadikan sarana untuk menyimpan photo/video porno, tentu saja hal ini tidak baik untuk anak-anak remaja. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Masyarakat Desa Pertumbukan memerlukan telepon seluler (media komunkasi) untuk memenuhi kebutuhan informasi termasuk informasi sosial bagi hal ini terkait dengan sistem jaringan sosial yang terdapat disekitar atau diluar lingkungannya yang pada gilirannya dapat

30

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

memberikan pengetahuan atau menambah pengalaman, dan ini sesuai dengan harapan dan kebutuhan mereka. Keberadaan telepon seluler dapat dijadikan salah satu upaya melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; dan bagi masyarakat Desa Pertumbukan karena menimbulkan perasaan senang terkait dengan meningkatnya hubungan silaturahmi dengan keluarga dan teman, mengisi waktu luang serta mencari persahabatan yang lebih luas. Keberadaan telepon seluler telah membantu masyarakat Desa Pertumbukan untuk mencari ide/pemikiran untuk berkreasi, menjalin serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik didalam lingkungan sekitar maupun di luar dan secara tidak langsung diakui dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan perekonomiannya. Dalam kegiatan sehari-hari telepon seluler sudah menjadi pelengkap terutama untuk kemudahan untuk berkomunikasi. Pola penggunaan telepon seluler bagi masyarakat yakni cenderung menggunakan SMS karena biayanya relatif murah bila dibanding jika melakukan percakapan melalui telepon seluler. Kehadiran telepon seluler telah memberikan kemudahan berkomunikasi, mencari informasi, dan menambah wawasan, dan hal ini menunjang efektivitas dalam komunikasi bermedia. Namun terdapat hal-hal yang perlu diantisipasi terhadap dampak negatifnya. Saran Telepon seluler salah satu media komunikasi yang sangat pesat perkembangannya dan populer telah memberikan kemudahan dalam berkomunikasi, mencari informasi, dan menambah wawasan bagi masyarakat serta dapat membantu peningkatan perekonomian masyarakat, sebaiknya pemerintah dan pihak operator seluler memberikan kemudahan dengan membuat regulasi untuk menurunkan biaya operasionalnya. Bagi masyarakat dihimbau untuk menggunakan media telepon seluler secara bijaksana dan memberikan manfaat yang positif.

DAFTAR PUSTAKA Blumler, Jay.G. & Elihu Katz, 1994, The Uses of Mass Communications Current Perspectives on Gratification Research, vol. III, London, Sage Publications. Blumler, Jay G., 1998, The Role of Theory in Uses and Gratification Studies, London, Sage Publication. Efenddy,Onong Uchjana, 2003, Ilmu, Teori Dan Filsafat Ilmu, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti. ____________, 2000, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. ____________, 1993, Dinamika Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya. Fidler, Roger, 1997, Mediamorfosis: Understanding New Media, Thousand Oaks, California , Pine Forge Perss. Kriyantono, Rachmat, 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta, Kencana. Leung, Louis dan Ran Wei, 2000, More than just talk on the move: Uses and gratifications of the cellular phone, Journalism and Mass Communication Quarterly, Summer, ABI/INFORM Global Muchati, 1972, Media Massa dan Penerimaan Khalayak, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya. Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada. ___________, 2005 , Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada. Palmgreen, Philip, 1991, Media Gratification Research, London, Sage Publication. 31

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Palmgreen, Wenner, Rosengren, Karl, Erik, 1991, The Models of Uses and Gratifications, London , Sage Publication. Rakhmat, Jalaluddin, 2001, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. ___________, 2004, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Bandung, PT. Remaja RosdaKarya. Severin, W.J., James W. Tankard, Jr., 2005, Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa, Edisi Kelima, Jakarta, Prenada Media. Singarimbun, Masri, 2000, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES Printing. Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar Metoda Teknik, Tarsito, Bandung , 1998. Umar, Husein, 2002, Metode Riset Komunikasi Organisasi, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama. West, Richard dan Lynn H. Turner, 2008, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, Jakarta, Salemba Humanika. Wiryanto, 2000, Teori Komunikasi Massa, Jakarta, Grasindo. Lain-Lain Damayanti,Hilda , 2007, Dampak Penggunaan Telepon Seluler (Handphone), hildadamayanti@yahoo.com/hild4.wordpress.com - diakses tgl 2/02/08 . Junaedi, Fajar, 2005, Teori Komunikasi Massa Terhadap Individu, http://komunikasimassaumy.blogspot.com/2005/11/teori-komunikasi-massa-terhadap.html, diakses tgl 31/3/08 Saprudin,Wawan, 2005, http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2005 /0105/20/cakrawala/ lainnya01.htm, diakses tgl 18/1/08. Yusup, Pawit M.,2003, Komunikasi, Media, Sumber-Sumber Informasi, dan beberapa contoh Aplikasi Teori Komunikasi Massa Kontekstual, http://bdg.centrin. net.id/~pawitmy/ -diakses tgl 26/3/08 ____________, 2001, Communication Contexts, http://www.uky.edu/~drlane/capstone/ contexts.htm , diakses tgl 26/8/07 http://www.kompas.com/kompas -cetak/0405/05/telkom/1002910.htm - diakses tgl 2/03/08. http://www.majalahindonesia.com/ divakar_goswami.htm- diakses tgl 2/02/08. http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon _genggam- diakses tgl 8/02/08. http://data.un.org/ diakases tgl 12/5/08 http://www.pintunet.com/lihat_opini.php? pg=2007/10/ 27102007/65568 - diakses tgl 11/4/08

32

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Potensi Radio Komunitas Epiginosko Terhadap Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar Sumatera Utara Oleh : Parulian Sitompul 3 Abstract The topic of research in this article is Potency Community Radio of Epiginosko to Development Society Merchant of Pasar Horas in Pematang Siantar City. As for problems to this research is how potencial Radio of Epiginosko to develop society merchant of Pasar Horas in Pematang Siantar City. This Research require to be conducted because pursuant to perception of writer of existence of this radio is in the reality woke up by community merchant of Lease of Horas Pematang Siantar. Desire of the merchant community develop; build that community radio is expected will be able to give respective information contribution with community dynamics merchant Lease of Horas. To facilitate and more directional in executing of this research, hence as research method which was used in this research was research survey by approach descriptive. As for becoming population of this research are 540 community Mrchant of Market in Pematang Siantar. But because limitation of time, fund and readiness of researcher to check all community merchant of Market of Horas Pematang Siantar, hence taken some of pupulation become research sample with amount 10% from totalizing population become 54 responders. As for result of from this research is seen from cognate motivation aspect very agree with existence of community radio of Epiginosko. Motivation version with existence of radio of community get easiness in life of them. Identity motivation of personal with existence of community radio and also push community to get opportunities of hero/ commerce in Pasar Horas Pematang Siantar. Key words: Community radio, development, society of Pasar Horas A. Latar Belakang Masalah Perkembangan media massa di Indonesia mengalami kemajuan pesat sejak terjadinya perubahan kebijakan tentang Sistem Penyiaran di Indonesia. Perubahan yang terjadi seiring dengan perubahan kebijakan politik yang terjadi Pasca Reformasi ( setelah tahun 1998 ). Pada era Pasca Reformasi, regulasi tentang pendirian media massa mengalami kemudahan. Keadaan ini berdampak munculnya media massa baik cetak maupun elektronik. Demikian juga halnya dengan hadirnya TV, Radio Swasta Nasional. Saat ini tercatat ada 1 lembaga penyiaran publik dengan jangkauan nasional yaitu TVRI, 10 lembaga penyiaran TV Swasta dengan jangkauan nasional, serta 56 lembaga penyiaran TV Swasta lokal yang tersebar di berbagai daerah. Demikian juga dengan radio swasta yang tergabung dalam PRSSNI ada sekitar 84 radio swasta siaran berdiri di Provsu (PRSSNI 2006). Pasca Reformasi juga menimbulkan iklim yang kondusif lahirnya proses demokratisasi , yang selama era orde baru proses ini belum berlangsung optimal. Dalam proses demokratisasi inilah peran media massa sangat diperlukan untuk memotivasi, menyadarkan bahkan menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Proses demokratisasi yang sedang berlangsung didukung oleh semangat otonomi daerah, yang memberi peluang bagi daerah untuk menciptakan sumber pendapatan send iri, serta Undang-undang Penyiaran No. 32/2002 yang memberi peluang bagi tumbuhnya stasiun
3

Penulis adalah Peneliti Muda bidang Komunikasi Sosial pada BBPPKI Medan.

33

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

televisi swasta berbasis daerah, lembaga penyiaran publik lokal ( TV/Radio Publik Lokal ), serta lembaga penyiaran komunitas ( TV / Radio Komunitas ) memberi kesempatan bagi pengelola media massa untuk berperan secara optimal membangun daerahnya. Kehadiran lembaga penyiaran komunitas (TV dan Radio Komunitas) dapat memberi kontribusi yang sangat berarti bagi suatu daerah, terutama sebagai sarana untuk mensosialisasikan kebijakan Pemerintah Daerah di tingkat Lokal dan sebagai sarana mempromosikan potensi daerah, sehingga dapat berdampak kepada peningkatan pemasukan pendapatan daerah tersebut. Kota Pematang Siantar merupakan wilayah yang sangat potensial di Propinsi Sumatera Utara. Sektor pariwisata, perdagangan dan peternakan merupakan potensi yang dapat dioptimalkan agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD ). Dengan potensi daerah yang dimiliki, optimalisasi fungsi lembaga penyiaran Radio Komunitas dapat mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi dari kondisi sekarang. Dasar pertimbangan yang lebih spesifik dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Potensi daerah di Kota Pematang Siantar di sektor pariwisata, perdagangan, peternakan, dan industri kecil perlu dioptimalkan melalui kemasan program siaran yang mengedepankan upaya-upaya agar masyarakat bersedia berpartisipasi meningkatkan potensi daerahnya. 2. Potensi-potensi dalam bidang pariwisata peternakan, perdagangan dan industri kecil perlu dilakukan promosi melalui Radio Komunitas agar dapat menarik minat investor lokal maupun luar negeri untuk menanamkan investasinya di Kota Pematang Siantar. 3. Kehadiran Radio Komunitas dapat memberi kemudahan bagi masyarakat di Kota Pematang Siantar untuk mendapatkan informasi perdangan dengan biaya yang terjangkau dan kualitas siaran yang baik . Berdasarkan permasalahan inilah, penulis menganggap perlu dilakukannya suatu penelitian untuk mengetahui bagaimana sebenarnya bagaimakah Potensi Rad Komunitas io Epiginosko Terhadap Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut, bagaimakah Potensi Radio Komunitas Epiginosko Terhadap Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar. Adapun permasalahan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah motivasi Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko untuk mendapatkan informasi daerah? 2. Apakah jenis informasi daerah yang didengar masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar dari Radio Komunitas Epiginosko ? 3. Kapankah Waktu dan bagaimanakah frekuen masyarakat Pedagang Pasar Horas di si Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko? 4. Dimanakah lokasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar biasanya mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ? C. Pembatasan Masalah Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Siaran Radio Komunitas baik yang berbentuk berita maupun informasi potensi daerah Kota Pematang Siantar. umum tentang 34

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

2. Daerah penelitian ini adalah di Kota Pematang Siantar 3. Responden penelitian ini adalah masyarakat Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui motivasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko untuk mendapatkan informasi daerah . 2. Mengetahui Jenis informasi daerah yang didengar masyarakat Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar dari Radio Komunitas. Epiginosko 3. Mengetahui waktu mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko masyarakat Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar . 4. Mengetahui Lokasi masyarakat Pedagang Pasar Horas biasanya mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko di Kota Pematang Siantar. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah pusat Departemen Komunikasi dan Informatika dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan radio komunikator. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kota P. Siantar agar dapat mendorong dalam pengembangan radio komunikator di P. Siantar. 3. Sebagai bahan masukan bagi pengelola managemen radio komunitas epiginosko dalam upaya peningkatan dan pengembangannya. E. Uraian Teoritis Penelitian ini membahas tentang bagaimana masyarakat mendapatkan informasi daerah melalui Radio Komunitas. Mengadopsi kepada karakteristik media massa maka keberadaan Radio Komunitas dapat dijelaskan fungsi dan peranannya dalam kerangka teoritis mengenai komunikasi massa. Seperti yang dikemukakan Melezke (1963) yang dikutip oleh Rakhmat, 1981 mengartikan komunikasi massa sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar. Dibanding dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, komunikasi massa mempunyai ciriciri (dikutip dari Effendi (1993:22-26) adalah : 1. Komunikasi massa berlangsung satu arah. Dalam hal ini tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunmikator. Dengan kata lain, komunikator tidak mengetahui tanggapan khalayak (komunikan) terhadap pesan yang disampaikan. 2. Komunikator pada komunikasi massa merupakan lembaga, yakni satu institusi atau organisasi. Karena komunikator pada komunikasi massa bertindak atas nama lembaga, maka ia bertinndak sesuai dengan kebijaksanaan ( policy) media yang memilikinya. Ia tidak mempunyai kebebasan sebagai individu. 3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum. Maksudnya pesan ditujukan kepada umum, bukan kepada perseorangan atau kelompok tertentu. 4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Artinya khalayak menerima secara serempak (simultan ) pesan yang disampaikan melalui media massa. 5. Komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen. Artinya komunikan atau khalayak merupakan masyarakat yang heterogen. Keberadaannya terpencar, satu sama lain tidak saling mengenal dan tidak melakukan kontak pribadi, masing-masing berbeda latar belakang sosialnya seperti usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, pengalaman dan sebagainya. 35

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak menggunakan media. Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Mass Media Uses and Gratifications . Model Mass Media Uses and Gratifications menurut para pendirinya menyatakan bahwa awal kebutuhan secara psikologis dan sosial individu menimbulkan harapan tertentu kepada media massa atau sumber lain. ( Katz, Blumler, Gurevitch, 1974 : 19 32). Dalam penelitian ini tidak semua komponen yang ada dalam model Mass Media Uses and Gratifications diteliti. Penelitian ini akan mendeskripsikan tentang: 1. Bagaimanakah motivasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko untuk mendapatkan informasi daerah ? 2. Apakah Jenis informasi daerah yang didengar masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar dari Radio Komunitas Epiginosko ? 3. Kapankah Waktu masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ? 4. Dimana Lokasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar biasanya mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ?

Anteseden Media Variabel Individual Identitas

Motif

Penggunaan

Efek

- Kognitif - Waktu - Kepuasan - Diversi - Frekuensi - Ketergantungan - Isi - Pengetahuan Personal - Jenis Isi

Variabel Lingkungan
Sumber : Jalaluddin Rahmat, 1985

Model ini dimulai dengan Variabel Anteseden yang terdiri dari Variabel Individual yaitu antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Variabel Lingkungan juga masih merupakan bagian dari Variabel Anteseden yang biasanya terdiri dari lingkungan sosial, afiliasi kelompok, organisasi dan lain sebagainya. Masyarakat dalam model penelitian ini memiliki kebutuhan dan motif beraneka ragam berdasarkan karakteristik sosialnya. Katz, Blumler, Gurevitch membuat tipologi kebutuhan manusia yang berhubungan dengan penggunaan media yang meliputi : 1. Kebutuhan Kognitif 2. Kebutuhan Afektif 3. Kebutuhan Integratif Pesan 4. Kebutuhan Integratif Sosial 5. Kebutuhan akan pelarian Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dan dipuaskan melalui media massa dan sumber lain . Melalui sumber lain , kebutuhan dapat terpenuhi melalui hubungan dengan keluarga, teman, komunikasi interpersonal, maupun mengisi waktu luang dengan berbagai cara. Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini memang memodifikasi efek media massa terhadap sikap individu. Dalam pembahasan dan kerangka teoritis, media massa di sini dimaknai sebagai Radio Komunitas Epiginosko. Kebutuhan melalui media massa dapat dipenuhi dengan membaca surat kabar dan majalah, mendengarkan radio serta menonton televisi. Dalam penelitian ini, model Mass 36

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Media Uses and Gratifications diadaptasi untuk meneliti hubungan antara motif masyarakat dengan penggunaan radio. Chaffe (1980) dalam Rakhmat (1985:215-217), mengemukakan tiga pendekatan untuk melihat efek media massa. Pertama, pendekatan yang berkaitan dengan pesan media massa. Kedua, pendekatan dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada khalayak. Seperti penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap dan perubahan perilaku (perubahan kognisi, afeksi, dan behavioral). Dan ketiga, meninjau satuan observasi yang dikenai efek media massa. Pendekatan tersebut, menurut Gonzales (1978; dalam Jahi, 1988:17), disebut tiga dimensi efek komunikasi massa, yaitu : (1) efek kognitif yang meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan; (2) efek afektif yang berhubungan dengan emosi, perasaan, dan sikap; sedang (3) efek konatif erat hubungannya dengan niat dan kecenderungan berperilaku menurut cara tertentu. Marat (1981:124), mengungkapkan bahwa komponen kognitif dan afektif banyak dipengaruhi oleh media komunikasi seperti film, surat kabar, radio, dan televisi. Teori belajar sosial dari Bandura (1977), menjelaskan efek prososial dari media massa itu sendiri. Ketika membicarakan motif, peneliti perlu mengawali dengan meletakkan konsepsi manusia karena yang diteliti adalah motif manusia. Konsep manusia yang dibahas dalam penelitian ini adalah konsepsi Psikologi Humanistik yang melihat manusia sebagai manusia seutuhnya. Tidak seperti pandangan Psikoanalisis yang cenderung menganggap manusia hanya dipengaruhi oleh naluri hewaninya dan Behaviorisme yang melihat manusia sebagai robot tanpa jiwa dan nilai. Kedua pandangan yang tadi disebutkan tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak mampu menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan membangun seperti cinta, kreativitas, nilai , makna, dan pertumbuhan pribadi (Rakhmat, 2001 : 30 ). Manusia adalah pencari makna, dalam pertumbuhannya manusia memerlukan orang lain. Dengan kata lain, hidup manusia lebih bermakna ketika manusia itu melibatkan nilainilai dan pilihan yang membangun . Menurut Carl Rogers dalam konsepsi Humanistik ini, manusia mempunyai prilaku meningkatkan, mempertahankan dan pengaktualisasian diri. Berkaitan dengan prilaku manusia, William Mc.Dougall mengemukakan faktor-faktor personal yang menentukan prilaku manusia. Manusia memiliki faktor-faktor personal (internal) antara lain sikap, instink, kepribadian, sistem kognitif, dan motif ( Rakhmat, 2001:33). Secara Etimologis, motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu motivas yang berarti alasan dasar , pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau ide pokok yang selalu berpengaruh terhadap tingkah laku manusia ( Kartono, 1988 : 153). Sedangkan menurut Wahyusumidjo, motivasi merupakan proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan pada seseorang yang timbul karena adanya faktor intrinsik dan ekstrinsik (Wahyusumidjo , 1984:178 ) Dari pendapat di atas, dijelaskan lebih lanjut bahwa faktor intrinsik dalam diri manusia dapat timbul berdasarkan kepribadian, sikap, harapan, dan kebutuhannya (need). Kebutuhan inilah yang menimbulkan motif. Motif merupakan salah satu faktor pembentuk prilaku seseorang dalam menanggapi sesuatu. Motif merupakan daya yang timbul dari dalam diri yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Menurut tafsiran sosiologis Max Webber , motif merupakan deskripsi verbal yang memberikan gambaran, penjelasan atau dasar kebenaran tingkah laku yang telah dilakukan (Turner, 1984). 37

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Menurut Yoseph Klapper (Rakhmat, 2001: 198) pengaruh Komunikasi Massa ditentukan oleh faktor-faktor predisposisi personal, keanggotaan kelompok dan proses selektif atau biasa juga disebut faktor personal. Di dalam faktor personal inilah terdapat motif yang memberikan asumsi tertentu bagi orang dalam menanggapi sesuatu. Jadi dapat dikatakan motif mempengaruhi seseorang dalam memilih sesuatu termasuk juga dalam memilih media massa dan mengkonsumsi isinya. Demikian juga halnya motif menggunakan telepon pedesaan sabagai salah satu sarana berkomunikasi . Dalam kata lain Efektifitas sebuah proses komunikasi ditentukan oleh tiga faktor, menurut Rakhmat (1989:62), ketiga faktor itu adalah sebagai berikut : 1. Faktor Komunikator Komunikator dalam model ini harus memiliki kredibilitas, daya tarik dan kekuasaan. Kredibilitas terdiri dari dua unsur yaitu keahlian dan kujujuran. Keahlian diukur dengan sejauhmana komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban yang benar. Sedangkan kejujuran dioperasionalkan dengan persepsi komunikan tentang sejauhmana komunikan tidak memihak dalam penyampaian pesan. Daya tarik ukur dari kesamaan, familiaritas dan kesukaan. Kekuasaan dioperasionalkan dengan tanggapan komunikan tentang kemampuan komunikator untuk memberikan ganjaran, kemampuan untuk meneliti apakah komunikan mengikuti pesan yang disampaikan atau tidak. 2. Faktor Pesan Pesan terdiri dari struktur pesan, gaya pesan, imbauan pesan. Pertama, struktur pesan ditunjukkan dengan pola penyimpulan, pola urutan argumentasi dan pola objektifitas. Prinsipprinsip yang harus dianalisis adalah sebagai berikut : 1. Perceived Control adalah kemampuan komunikator untuk melakukan pengawasan apakah komunikan itu tunduk kepada pesan atau tidak. 2. Perceived Concern adalah kemampuan komunikator untuk melakukan penelitian/mersa peduli apakah komunikan tunduk kepada pesan. 3. Perceived Security adalah kemampuan komunikator untuk memperhatikan/menyelidiki apakah komunikan itu tunduk kepada pesan. Kedua, gaya pesan menunjukkan variasi linguistik dalam penyampaian pesan (perulangan, mudah dimengerti, perbendaharaan kata). Ketiga, Appeals (imbauan) pesan mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung pesan (rasional, emosional, reward appeals, fear appeals ). Menurut Cultip dan Center dalam Susanto (1982:138) mengatakan bahwa pesan yang efektif adalah pesan yang memiliki 7 C yaitu : 1. Credibility yaitu nilai kepercayaan khalayak atau publik kepada komunikator. 2. Context yaitu faktor yang menghubungkan isi pesan dengan keadaan lingkungan yang ada. 3. Contents yaitu faktor makna dan arti yang tersimpulkan dalam pesan terutama memperhatikan apakah pesan dipahami oleh komunikan. 4. Clarity adalah faktor kesederhanaan dan jelas tidaknya perumusan yang digunakan dalam pesan 5. Continuity adalah pesan yang bersifat kesinambungan 6. Consistency adalah ada tidaknya pertentangan / pebedaan dalam bagian -bagian ataukah terdapat suatu pengulangan dengan variasi di dalamnya. 7. Capability adalah faktor yang terakhir dalam penelitian pesan untuk disebarkan kepada komunikan. 38

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

3. Faktor media Media yang diteliti adalah Radio Komunitas dengan asumsi semakin lengkap sarana dan prasarana yang disediakan untuk proses komunikasi maka hasil yang akandiperoleh akan semakin tampak lebih sempurna walaupun kadangkala banyak kendala yang harus dijumpai. F. METODOLOGI PENELITIAN F.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Survey. Metode ini digunakan karena penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menyebarkan kuesioner kepada responden terhadap sampel yang telah ditentukan. F.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah dilakukan di Kota Pasar Horas Pematang Siantar .

F.3 Populasi dan Sampel Adapun populasi dalam penelitian ini adalah komunitas Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar. Sementara sampel dalam penelitian ini adalah pendengar Radio Komunitas Epiginosko yaitu Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 54 orang terdiri dari para pedagang di Pasar Horas Kota Pematang Siantar. Pengambilan sampel tersebut diambil 10 % jumlah populasi. Metode ini digunakan berdasarkan penjelasan suharsimi arikunto, menyebutkan jika jumlah populasi dari 100 orang maka dapat diambil samnpel antara 10 %, 15% hingga 20 %. F.4 Metode Pengumpulan Data a. Pengkajian Kepustakaan, yang dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data dari literatur dan bahan bacaan yang ada hubungannya dengan masalah dalam penelitian ini. b. Penyebaran Kuesioner F.5 Metode Analisis Data Analisa data dilakukan secara deskriptif, karena penelitian ini adalah penelitian survey dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang telah ditentukan. Dari data tersebut dianalisa melalui tabel tunggal sebagaimana lazimnya dalam metode deskriptif. G. Kerangka Konsep dan Operasionalisasi Variabel Kerangka konsep adalah sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang akan dicapai dalam penelitian ( Nawawi, 2001 : 40 ). Kerangka konsep terdiri dari variabel-variabel ( konsep-konsep ) dan hubungan-hubungan yang membentuk konteks kausal dari penyelidikannya, karena itu harus memerlukan desain riset ( Mayer dan Wood, 1984 ; 263 ) . Merujuk dari kerangka teori di atas yang menghasilkan kerangka konsep kemudian diimplementasikan dalam Operasionalisasi Variabel penelitian ini adalah sebagai berikut : G.1 Variabel Anteseden a. Usia b. Jenis Kelamin c. Tingkat Pendidikan 39

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

d. Tingkat Penghasilan e. Keikutsertaan Organisasi f. Pekerjaan G.2 Variabel Motif (Penggunaan Radio) a. Orientasi Kognitif ( Kebutuhan Informasi, Pengawasan Lingkungan Sosial, Eksplorasi Realitas ) b. Diversi ( Kebutuhan Pelepasan Dari Tekanan, Kebutuhan Hiburan ) c. Identitas Personal (Memperkuat/menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan ) G.3 Variabel Penggunaan Media ( Penggunaan Radio ) a. b. c. d. Durasi yang digunakan. Frekuensi penggunaan Isi ( Bahan Pembicaraan) Jenis Isi ( Klasifikasi : ekonomi, sosial, politik , pendidikan )

G.4 Variabel Efek ( Penggunaan Radio ) a. Pengetahuan b. Kepuasan c. Ketergantungan H. HASIL PENELITIAN Usia Responden Usia Responden pada penelitian ini adalah mayoritas berkisar diatas 42 x 4 (32%) sementara umur 27 -31 tahun hanya 4 %

Jenis kelamin laki-laki ternyata lebidominan (66%) dibandingkan perempuan (35%). Tingkat Pendidikan Mayoritas tingkat pendidikan pedagang yang menjadi responden dari penelitian ini adalah yang ditawar Oma (79%). Tingkat Penghasilan Mayoritas responden berpenghasilan tiap bulannya dari dari hasil dagangan merekan antara 1,4 juta 1,9 juta sebesar (48%) dan diatas 2 juta (34%). Mencari Informasi Pada umumnya pedagang pajak horas sangat setuju mencari informasi tentang berkaitan dengan pekerjaan sebesar (65%), walaupun ada yang mengajukan untuk mencari informasi pekerjaan mereka sebesar (2,4%). Radio Epiginosko sebagai Menyatakan sangat setuju (45%), Ragu-ragu (9%), sumber Informasi Kurang Setuju (2,4%). Keberadaan Radio Epiginosko sesuai dengan yang diharapkan dan kebutuhan Radio Epiginosko mendorong menam bah Menyatakan sangat setuju (41%), ragu (11%). Setuju (48%),Ragu -

Jenis Kelamin

Yang menyatakan sangat setuju (37%), Setuju (46%), Ragu-ragu (39%). 40

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

pengetahuan dunia usaha Radio Epiginosko sangat dan setuju (81%), Ragu-ragu (24%). memberikan kesenangan Radio Epiginosko Yang menyatakan sangat setuju dan setuju (78%) dan mendorong berwira usaha ragu-ragu (22%). I. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan 1. Motivasi mendengarkan radio komunitas berdasarkan motivasi kognitif adalah untuk memperoleh informasi mendapatkan pengetahuan, mempelajati sesuatu, mendapatkan wawaan. Motivasi diversi responden mengakui dengan mendengarkan radio komunitas yaitu untuk kebutuhan pelepasan demi tekanan, kebutuhan mendapatkan hiburan, mendapatkan kesenangan, kemudian motivasiidentitas personal yaitu dengan mendengarkan radio mendorong dalam pemenuhan syarat untuk berwirausaha. 2. Pada umumnya perdagangan Pasar Horas sangat setuju mencari informasi yang berkaitan dengan pekerjaan responden. 3. Pada umumnya pedagang Pasar Horas P. Siantar mendengarkan radio pada pagi hari dan sampai sore hari masing-masing sebesar 28% dan ada juga pedagang sebesar 26%. 4. Pada umumnya pedagang Pasar Horas mendengarkan radio ketika berada di Pasar Horas dan sebagian lagi menyatakan ada yang dirumah. Rekomendasi Pengelola/managemen radio efiginosko meningkatkan kualitas materi saran yang diberkaitan dengan aktivitas pedagang pasar horas yang berkaitan dengan nilai nilai keagamaan. 1. Pemerintah Daerah dalam hal pemko P. Siantar diharapkan dapat mendorong lebih banyak lagi berdiri dikota P. Siantar. 2. Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika dapat memberikan pembinaan langsung maupun tidak langsung tentang manajemen pengelolaan radio komunitas secara modren. Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. 1986. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Bina Aksara, Jakarta. DeFleur, Melvin and Ball-Rokeach. 1982. Theories of Mass Communication, New York & London. Depari, Eduard dan Collin Mac Andrew. 1982. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Fisher, Aubrey B. Diterjemahkan Trimo, Soedjono. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat. 1990. Teori-Teori Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung. 41

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Infante A Dominac, Andrew, S.Rancer, Deanna F.Womack, 1993. Building Communication Theory, Waveland Press, Krech, David, Crutchfield, Richard S, and Ballachey Egerton. 1962. Individual In Society, A Texbook of Social Psychology, International Student Edition. Tokyo: McGraw-Hill International Book Company, Kogakhusa, Ltd. Kerlinger, Fred N, Foundation of Behaviour Research, Secon Edition, New York University McQuail, Denis. Alih Bahasa : Putu Laxmant S. Pendit. 1985. Model - Model Komunikasi, Uni Primas, Jakarta ---------------. Alih Bahasa : Agus Dharma dan Aminuddin Ram. 1987. Teori Komunikasi Massa, Erlangga, Jakarta. Nazir Mohd, 1998, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia. Rakhmat, Jalaluddin. 1985. Psikologi Komunikasi, Remadja Karya, Bandung. --------------------. (1989), (1991). Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Karya, Bandung. Sari, S. Endang. 1993. Audience Research. Pengantar Studi Penelitian Terhadap Pembaca, Pendengar,dan Pemirsa. Bandung: Remadja Karya. Severin Werner J. James W. Tankard, Jr, 2005, Teori Komunikasi , Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa, Prenada Media Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendy (ed). 1989. Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta. Tan, Alexis. 1980. Mass Communication Theories and Research, Grid Publishing Inc, Columbus, Ohio. Wright, Charles R. Penyunting : Jalaluddin Rakhmat. 1988. Sosiologi Komunikasi Massa, Remadja Karya, Bandung.

OPINI PUBLIK MENGENAI PERAN MEDIA CETAK LOKAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN HORTIKULTURA (Survei di Desa Ndokum Siroga dan Desa Surbakti Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo)* Oleh : IDAWATI PANDIA**
* **

Telah diseminarkan di Siantar Hotel, Pematang Siantar, Tgl. 10 Juli 2008 Penulis adalah Peneliti Pertama Bidang Media Massa Pada BBPPKI Medan

42

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Abstrak Penelitian Opini Publik Mengenai Peran Media Cetak Lokal Dalam Pembangunan Pertanian Hortikultura ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif.P opulasi dari penelitian ini adalah masyarakat di dua desa di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo yang membaca media cetak lokal. Hasil temuan menunjukkan bahwa masyarakat di dua desa yang menjadi lokasi penelitian, ternyata masih memanfaatkan media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan pertanian hortikultura. Keberadaan media massa cetak lokal masih dapat dan sangat diharapkan oleh masyarakat dalam mendorong suksesnya pembangunan pertanian hortikultura, apalagi masyarakat petani masih merasakan kurangnya informasi tentang pangsa pasar produk pertanian dan informasi tentang agrobisnis dan budidaya pertanian hortikultura. Peran inilah yang sangat diharapkan masyarakat yang dapat ditangkap dan diisi oleh media massa cetak lokal. Namun ini masih terkendala karena terbatasnya sirkulasi dan keterlambatan media lokal sampai ke masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Katakata Kunci : Opini Publik,Media Lokal Pertanian, Hortikultura. A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang banyak dibicarakan dan masih aktual serta menarik perhatian di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara adalah masalah pembangunan. Dan sudah barang tentu untuk mensukseskan pembangunan ini diperlukan peranan pers atau peranan media massa dalam menyampaikannya ditengah tengah masyarakat. Dengan kata lain, seharusnyalah media yang tangkas dan wartawan yang profesional sudah pasti sangat diperlukan karena memainkan fungsi, peran dan kewajiban yang amat menentukan, sehingga pelaksanaan pembangunan itu dapat berjalan dengan baik, layak dan mempunyai wibawa. Hal ini perlu diperhatikan dengan baik agar pembangunan ini tidak berjalan dengan semaunya saja ataupun sampai kebablasan. Kalau hal ini sampai terjadi, sudah tentu pembangunan ini akan menimbulkan dampak yang negatif bagi masyarakat. Kemudian perlu diingat bahwa media yang sehat tentu saja menjadi mutlak kehadirannya untuk mendorong agar pelaksanaan pembangunan itu juga menjadi sehat, kuat dan bermartabat. Jadi keduanya, media dan pembangunan tidak dapat dipisahkan dari perkembangannya. Oleh karena itu kebebasan pers yang sehat ( healthy press freedom ) menjadi prasyarat yang mutlak menuju pembangunan yang sehat pula. Sebaliknya pembangunan yang sehat sudah jelas sangat membutuhkan kebebasan pers yang sehat pula. Pelaksanaan pembangunan daerah yang demokratis digerakkan oleh tiga pilar utam yang saling berkaitan. Ketiga pilar utama dalam gerakan pelaksanaan pembangunan itu adalah sebagai berikut : pertama, institusi pemerintah daerah. Pilar utama yang pertama ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Sudah tentu semua kebijakan yang menyangkut pelaksanaan pembangunan daerah berada di institusi pemerintah daerah terutama Bupati dan Walikota. Kedua, institusi pers. Pilar utama yang kedua ini juga mempunyai peranan yang sangat menentukan didalam pembangunan daerah. Melalui media massa yang ada, instutusi pers seperti suratkabar dan televisi turut menentukan berhasil tidaknya pembangunan daerah tersebut. Ketiga, masyarakat. Pilar utama yang ketiga ini ikut pula menentukan keberhasilan pembangunan. Tanpa keikutsertaan masyarakat, pers tidak akan berkembang, lalu pemerintah daerah akan sulit menentukan arah dan kebijaksanaan pembangunan. Akibatnya pembangunan daerah pun akan mandeg. 43

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Salah satu kabupaten yang sangat intens memperhatikan keberlangsungan pembangunan di Sumut adalah Kabupaten Karo. Kabupaten Karo adalah kabupaten yang sangat didominasi oleh sektor pertanian yaitu sub sektor pertanian tanaman pangan dan palawija, sub sektor hortikultura, perkebunan, peternakan dan sebagian kecil perikanan darat ( air tawar ). Jumlah rumahtangga yang berusaha disektor ini berkisar antar 70 persen sampai dengan 74 persen ( BPS, 2006, 10 ). Kontribusi pertanian yang diberikan Kabupaten Karo pada Propinsi Sumatera Utara persentasenya cukup besar. Dengan melihat hal tersebut, sudah sepantasnya Kabupaten Karo memiliki corong yang kuat untuk mensosialisasikan kepada masyarakat melalui media massa, potensi wisata dan pertanian yang lebih luas dalam merencanakan dan mengelola sumber daya yang dimiliki dan untuk memberikan fasilitas dan dorongan yang lebih terarah pada perkembangan pembangunan kerakyatan. Pemerintah Kabupaten Karo menetapkan salah satu misi pembangunannya yang berbunyi Mengembangkan secara optimal pertanian, pariwisata, industri dan perdagangan berbasis agrobisnis yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan dan rehabilitasi lahan yang kritis ( BPS, 2006, 10 ). Misi ini tidak akan terwujud secara efektif tanpa fungsi dan peranan pers, khususnya yang tersebar pada masyarakat Kabupaten Karo. Adapun jenis media cetak lokal yang turut mewarnai dan memberikan informasi bagi masyarakat, khususnya di Kabupaten Karo antara lain ; Majalah Sibayak Pos terbitan Brastagi, Tabloid Karo Membangun, Dinas Infokom, Info Karo, Humas Pemkab Karo, Sora Mido, dan Sirulo ( sumber : Dinas Infokom Karo ). Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan diatas dan mengingat bahwa salah satu fungsi pers yaitu sebagai fungsi kontrol,sehingga opini publik menjadi sangat penting bagi pemerintah didalam melakukan perencanaan pembangunan,maka penulis tertarik dan merasa penting untuk melakukan penelitian bagaimana opini publik mengenai peran media cetak lokal dalam pembangunan bidang pertanian hortikultura ini. B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pemanfaatan media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura ? 2. Bagaimanakah opini publik mengenai peran media massa cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura. 3. Apakah kendala yang dihadapi masyarakat tentang media massa cetak lokal dalam mensukseskan pembangunan bidang pertanian hortikultura. C. Tujuan Penelitian Sebagai tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimanakah pemanfaatan media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura. 2. Untuk mengetahui bagaimana opini publik mengenai peran media massa cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura. 3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi masyarakat tentang media massa cetak lokal dalam mensukseskan pembangunan bidang pertanian hortikultura. D. Manfaat Dan Sasaran penelitian Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan berupa data dan informasi bagi pemerintah, dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika RI untuk membuat kebijakan dalam bidang komunikasi massa mendatang. 44

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

2. Sebagai referensi bagi BBPPKI Medan dan instansi instansi yang terkait untuk bahan kajian lanjutan. Sasaran Adapun sasaran dengan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara tidak langsung masyarakat ikut berperan serta dalam mensukseskan pembangunan bidang pertanian hortikultura, ikut memberhasilkan pembangunan daerah yang terrencana dan terarah. 2. Adanya kebebasan pers yang sehat menjadi prasyarat yang mutlak menuju pembangunan bidang pertanian yang sehat pula. 3. Terwujudnya pelaksanaan pembangunan yang berjalan dengan baik, layak dan berwibawa. E. Kerangka Teori Kebutuhan melalui media massa dapat dipenuhi dengan membaca suratkabar. Tabloid dan majalah lokal. Dalam penelitian ini,model Teori Normatif,yaitu Teori Media Pembangunan diadaptasi untuk meneliti bagaimana Opini Publik Mengenai Peran Media Lokal Dalam Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura. Teori Normatif (cabang filsafat sosial) yang lebih berkenan dengan masalah bagaimana seharusnya media berperan bilamana serangkaian nilai sosial ingin diterapkan dan dicapai dengan sifat dasar nilai-nilai sosial tersebut.Jenis teori ini penting karena ia memang berperan dalam membentuk institusi media dan berpengaruh besar dalam menentukan sumbangsih media,sebagaimana yang diharapkan oleh publik media itu sendiri dan organisasi,serta para pelaksana organisasi sosial itu(McQuail,1994:4). Teori media pembangunan adalah penerimaan pembangunan ekonomi itu sendiri (yang karenanya perubahan sosial),dan sering kali pemban gunan bangsa (nationbuilding)yang bersangkutan,sebagai tujuan utama.Untuk mencapai tujuan tersebut,kebebasan tertentu dari media dan para wartawan tunduk pada tanggung jawab mereka untuk membantu pencapaiannya.Pada saat yang sama,yang ditekankan adalah tujuan kolektif dan bukan kebebasan individu.Unsur yang relatif baru dalam teori media pembangunan adalah penekanan pada hak untuk berkomunikasi,yang didasarkan atas Pasal 17 Deklarasi Universal Hak-Hak Manusia: Setiap orang memiliki hak mengeluarkan pendapat:hak ini mencakup kebebasan menganut pendapat tanpa ganguan dan kebebasan untuk mencari, menerima,dan menyampaikan informasi dan gagasan melalui media manapun tanpa mempersoalkan batas negara.Meskipun sukar menemukan kasus-kasus individu yang jelas menunjukkan teori media pembangunan,prinsip utama teori ini dapat diungkapkan sebagai berikut: 1. Media seyogyanya menerima dan melaksanakan tugas pembangunan positif sejalan dengan kebijaksanaan yang ditetapkan secara nasional. 2. Kebebasan media seyogyanya dibatasi sesuai dengan (1) prioritas ekonomi dan (2) kebutuhan pembangunan masyarakat. 3. Media perlu memprioritaskan isinya pada kebudayaan dan bahasa nasional. 4. Media hendaknya memperioritaskan berita dan informasinya pada negara sedang berkembang lainnya yang erat kaitannya secara geografis,kebudayaan,atau politik. 5. Para wartawan dan karyawan media lainnya memiliki tanggung jawab serta kebebasan dalam tugas mengumpulkan informasi dan penyebarluasannya. 6. Bagi kepentingan tujuan pembangunan,negara memiliki hak untuk campur tangan dalam,atau membatasi,pengoperasian media serta sarana penyensoran,subsidi,dan pengendalian langsung dapat dibenarkan. 45

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Sementara pengguna media itu sendiri adalah orang-orang yang berpikiran rasionalyang secara aktif memilih media mana yang mereka anggap dapat memuaskan kebutuhan yang mereka ingin dapatkan.Ada beberapa katagori kebutuhan individu,yang semuanya berasal dari fungsi sosial dan psikologi dari media,kategori ini antara lain menurut Katz Hass dan Gurevitch (Marshall,Jr,2000) yakni: a. Kebutuhan kognitif; kebutuhan akan informasi,pengetahuan,dan pengertian tentang lingkungan sekitar. b. Kebutuhan afektif : kebutuhan untuk memperkuat pengalaman akan emosi,kesenangan,atau pengalaman keindahan. c. Kebutuhan integrative personal : memperkuat kredibilitas, kepercayaan diri,kesetian, dan status pribadi. d. Kebutuhan interaksi sosial : memperkuat hubungan dengan keluarga,teman,dengan alam sekitar. e. Kebutuhan akan pelarian : hasrat melarikan diri dari kenyataan, melepaskan ketegangan, kebutuhan akan hiburan.Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat dicapai dengan dua cara, yaitu: (1) Pemenuhan kebutuhan yang didapatkan dengan cara mengakses/menggunakan media yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan (2) Pemenuhan kebutuhan didapatkan dengan cara mempelajari isi informasi dalam media yang kemudian diterapkan dalam praktek. f. Sejalan dengan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengguna media secara umum adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi,hiburan dan intraksi sosial. Dari kerangka pemikiran inilah, peneliti akan menguraikan permasalahan bagaimana opini publik mengenai peran media lokal dalam pembangunan bidang pertanian hortikultura di Kabupaten Karo. F. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstark yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin, Mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Sedangkan Kerlinger, menyebutkan konsep sebagai abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal hal khusus. Jadi konsep merupakan sejumlah ciri atau standar umum suatu objek. ( Kriyantono, 2006 : 17 ). Berdasarkan kerangka teroritis diatas, adapun konsep konsep dalam penelitian ini sebagai berikut Opini adalah suatu pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan. Opini merupakan expressed statement yang bisa diucapkan dengan kata kata, isyarat atau cara lain yang mengandung arti dan dapat dipahami maksudnya ( Meinanda, 1980, 29 ). Ini berarti opini harus dinyatakan, dengan demikian pengertian opini atau pendapat mempunyai dua unsur yakni : 1. Ada pernyataan 2. Mengenai masalah yang bertentangan Disamping itu juga, opini dapat dinyatakan melalui media massa seperti televisi, radio maupun suratkabar atau majalah. Karena opini mempunyai ciri ciri antara lain : 1. Mempunyai pendukung dalam jumlah besar. 2. Selalu diketahui dari pernyataan pernyataan. 3. Merupakan sinthesa atau kesatuan dari banyak pendapat. Sehingga opini ini bisa ditemukan dari berbagai kalangan. Selanjutnya suatu pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai pendapat atau opini publik, sebab sesuatu yang belum dinyatakan belum bisa disebut opini karena belum mengalami proses 46

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

dalam diri manusia, sehingga masih merupakan sikap, Irish dan Protho ( Susanto, 1985, 92 ). Jadi yang dimaksud dengan opini publik adalah pendapat atau sikap masy arakat terhadap suatu masalah atau organisasi, dimana pembentukan opini publik melalui berbagai hal, pelayanan terhadap publik, opinion leader dan kegiatan komunikasi ( Hardiman, 2006, 87 ). Opini publik merupakan pendapat yang ditimbulkan oleh adanya unsur unsur sebagai berikut : 1. Adanya masalah atau situasi yang bersifat kontroversial yang menimbulkan pro dan kontra. 2. Adanya kesempatan bertukar pikiran atau berdebat mengenai masalah yang kontroversial tersebut 3. Adanya publik yang terikat kepada masalah tersebut dan berusaha memberikan pendapatnya. Opini dan perasaan rakyat dapat disalurkan kedalam program program pemerintah, sebab bagaimanapun yang berhubungan dengan fakta dilapangan adalah masyarakat masyarakat yang mempunyai opini dan emosi ( Lipmann, Walter, 1998, 235 ). Sementara, berbicara tentang fungsi media massa, Harold Lasswell dan Charles Wright merupakan sebagian dari pakar yang benar benar serius mempertimbangkan fungsi dan peran media massa dalam masyarakat. Wright ( 1959 ) membagi media komunikasi berdasarkan sifat dasar pemirsa, sifat dasar pengalaman komunikasi, dan sifat dasar pemberi informasi. Lasswell ( 1984, 1960 ), pakar komunikasi dan profesor hukum di Yale University mencatat ada 3 fungsi media massa, pengamatan lingkungan, korelasi bagian bagian dalam masyarakat untuk merespon lingkungan dan penyampaian warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Selain ketiga fungsi ini, Wright menambahkan fungsi keempat yakni hiburan ( Severin, 2005, 386 ) Media massa yang dimaksud disini adalah media massa cetak ( printed mass media ). Pada umumnya kalau kita berbicara mengenai pers sebagai media massa tercetak, maka kita harus terlebih dahulu memahami bahwa pers adalah lembaga kemasyarakatan ( social institution ) dan merupakan sub sistem dari kemasyarakatan dimana ia berada, bersama sama dalam sub sistem lainnya. Dengan demikian maka pers tidak hidup secara sendiri, melainkan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga lembaga kemasyarakatan lainnya. Bersama sama dengan lembaga kemasyarakatan lainnya, pers berada dalam keterikatan organisasi bernama negara. Karenanya eksistensi pers dipengaruhi, bahkan ditentukan oleh falsafah negara dan sistem politik negara dimana pers itu hidup. Pers di negara mana dan dimasyarakat mana, ia berada sama sama mempunyai fungsi universal yakni : 1. Memberikan Informasi ( to inform ) Menyiarkan informasi adalah tugas suratkabar yang pertama dan utama. Khalayak pembaca berlangganan atau membeli suratkabar karena memerlukan informasi mengenai berbagai hal di bumi ini mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain dan lain sebagainya. 2. Mendidik ( to educate ) Sebagai sarana pendidikan massa ( mass education ), suratkabar memuat tulisan tulisan yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk berita, dapat juga secara eksplisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana 3. Fungsi Menghibur ( to entertaint ) Hal yang bersifat hiburan sering dimuat suratkabar untuk mengimbangi berita berita berat ( hard news ) dan artikel artikel yang berbobot. Maksud pemuatan isi yang mengandung hiburan itu semata mata untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah para pembaca dihidangi berita dan artikel yang berat berat. 4. Mempengaruhi ( to influence ) 47

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Fungsi mempengaruhi, menyebabkan suratkabar memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Secara implisit terdapat pada berita, sedangkan secara eksplis it terdapat pada tajuk rencana dan artikel 5. Pengawasan ( social control ) Jika suratkabar benar melaksanakan tugas sosial kontrolnya, akan banyak tantangan yang harus dijawab dengan sikap yang berani dan bijaksana. Dalam suatu situasi, suratkabar bisa dihadapkan kepada dua alternatif, mati terhormat karena memang prinsip, atau hidup tidak terhormat disebabkan tidak mempunyai kepribadian ( Effendi, Onong, 1981, 94 ) Pengertian Pembangunan Sukses tidaknya perencanaan pembangunan daerah itu sudah barang tentu tidak bisa terlepas dari media massa didalamnya. Kenapa seperti itu, karena pemerintah, pers dan masyarakat adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan satu sama lain. Secara garis besar bisa diidentifikasikan tiga pola pemikiran dan praktek pembangunan yang berkembang di Indonesia,yang masing masing menekankan pendekatan berbeda,yaitu penekanan politik,ekonomi,dan moral sebagai panglima (Mastur Yahya). Menurut Totok Mardikanto:Pembangunan didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan perubahan perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat,terutama untuk jangka panjang.Upaya ini dilaksanakan oleh pemerintah yang didukung oleh partisipasi masyarakatnya,dengan menggunakan teknologi yang terpilih.Sedangkan Lionberger dan Gwin mendefinisikan pembangunan sebagai proses pemecahan masalah,baik masalah yang dihadapi oleh setiap aparat dalam setiap jenjang birokrasi pemerintah,dikalangan peneliti dan penyuluh,maupun masalah-masalah yang dihadapi oleh warga masyarakat(Mastur Yahya). Definisi pertama lebih menekankan pada masyarakat selaku penerima manfaat (beneficiaries) pembangunan.Sedangkan definisi kedua menyiratkan bahwa pembangunan tidak hanya untuk masyarakat,melainkan diperuntukkan pula bagi segenap Stake holder.Benang merah dari definisi pembangunan ialah bahwa pembangunan bertujuan merubahkeadaan masyarakat kearah yang lebih baik dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi,maka dalam hal ini masyarakat penting untuk dilibatkan. Sektor Pertanian Hortikultura Mengingat bahwa perekonomian masyarakat Karo sangat didominasi oleh sektor pertanian, dimana sampai saat ini sektor pertanian memberikan kontribusi lebih dari 60 persen setiap tahun bagi pembentukan produk domestik regional bruto ( PDRB ) Kabupaten Karo. Adapun sub sektor yang dominan bagi sektor pertanian yang disoroti disini adalah sub sektor hortikultura. Hortikultura berasal dari kata hortus ( garden atau kebun ) dan colore ( = to cultirate atau budidaya ). Secara harfiah istilah hortikultura diartikan sebagai usaha membudidayakan tanaman buah buahan, sayuran dan tanaman hias (Edmon et al, 1975), sehingga hortikultura merupakan suatu cabang dari ilmu pertanian yang mempelajari tentang budidaya buah buahan, sayuran dan tanaman hias. Sedangkan dalam GBHN 1993 1998, selain buah buahan, sayuran dan tanaman hias yang termasuk dalam kelompok hortikultura adalah tanaman obat obatan. Suud Hassan, 2007 mengatakan bahwa hortikultura terdiri dari : A. Tanaman Buah Buahan Ilmu yang mempelajari tentang tanaman buah buahan disebut pomologi, sedangkan orang orang yang mengusahakannya disebut pomologist. Pengertian buah pada hortikultura agak berbeda dengan pengertian buah pada ilmu botani, ataupu ekonomi. 48

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Umpamanya mentimun dalam arti botani adalah buah, tetapi dalam arti hortikultura tergolong kedalam sayur sayuran. Begitu juga dengan buah labu dalam hortikultura dan buah tomat di Indonesia termasuk dalam golongan buah, tetapi di negara yang sudah maju digolongkan kedalam sayur sayuran. Dengan demikian yang digolongkan kedalam buah dinegara ini adalah buah yang dihasilkan oleh tanaman tahunan (perennial crops ) B. Tanaman Sayur Sayuran Ilmu yang mempelajari tentang tanaman sayur sayuran disebut olericulture dan orang yang mengusahakannya disebut olericulturist. Pengertian bahwa sayur sayuran hanyalah hasil yang dipanen dari tanaman tahunan ( annual crops ) atau tanaman muda/semusim baik yang menghasilkan buah, batang, umbi dan lain lain tidaklah tepat. Ini dikarenakan ada juga sayur sayuran yang dipetik dari tanaman tahunan seperti melinjo dan daun jambu mete, daun kangkung, sebangsa pakis dan lain lain. C. Tanaman Bunga Ilmu yang mempelajari bunga bungaan disebut floricultura, sedangkan orang yang mengusahakan disebut floricultureti, tidaklah semata mata berarti suatu bidang tanaman bunga bungaan, tetapi juga tanaman yang tidak berbunga yang biasanya dipergunakan untuk menghiasi baik berupa semak semak maupun rumput rumputan. Hal hal lain yang termasuk kedalam hortikultura : 1. Land scaping : meliputi planning dan pengaturan daripada pekerjaan, tempat tinggal dan tanam tanaman umum, juga letak bangunan bangunannya, jalan, pangan, taman untuk rekreasi dan lain lain. 2. Pemeliharaan tanaman tanaman dalam taman, kebun ( nursery production ). Meliputi seluruh tanaman dalam bidang hortikultura. 3. Seed Production, merupakan bagian penting terutama untuk benihbenih sayursayuran dan bunganbungaan, untuk menghasilkan benih sayur sayuran dan bunga bungaan daerah tropis bukanlah suatu hal yang mudah, bahkan sering tidak berhasil sama sekali. Kebanyakan tanaman sayuran baru mau berbuah ( menghasilkan biji ) didaerah daerah dingin, sehingga untuk Indonesia benih benih terpaksa diimpor. 4. Pengolahan dan penyimpanan hasil ( processing and storage ). Ini merupakan bagian penting pada hortikultura, karena hampir semua hasil hortikultura bersifat tidak tahan lama, sehingga perlu adanya pengalengan oleh industri industri. Ditinjau dari fungsinya tanaman hortikultura dapat memenuhi kebutuhan jasmani sebagai sumber utama, mineral dan protein ( dari buah dan sayur ), serta memenuhi kebutuhan rohani karena dapat memberikan rasa tentram, ketenangan hidup dan estetika ( dari tanaman hias/bunga ). Sedangkan peranan hortikultura adalah : 1. Memperbaiki gizi masyarakat. 2. Memperbesar devisa negara 3. Memperluas kesempatan kerja 4. Peningkatan pendapatan petani dan, 5. Pemenuhan kebutuhan keindahan dan kelestarian lingkungan Namun ketika kita membahas masalah hortikultura perlu diperhatikan pula mengenai sifat khas dari hortikultura yaitu : 1. Tidak dapat disimpan lama 2. Perlu tempat yang lapang ( voluminous ) 3. Mudah rusak ( perishable ) dalam pengangkutan 4. Melimpah ruah pada suatu musim dan langka pada musim lainnya 5. Fluktuasi harganya tajam ( www.pertanian.uns.ac.id /~agronomi /dashor.html )

49

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Dengan mengetahui manfaat serta sifat sifatnya yang khas, dalam pengembangan hortikultura agar dapat berhasil dengan baik, maka diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam terhadap permasalahan hortikultura tersebut. Hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki prospek yang sangat cerah menilik dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam pemulihan perekonomian Indonesia dimasa mendatang. Oleh karena itu kita harus berani untuk memulai mengembangkannya pada saat ini. Seperti halnya negara negara lain yang mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura antara lain Thailand dengan berbagai komoditas hortikultura yang serba Bangkok, Belanda dengan bunga tulipnya, Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari gurun pasirnya, kini telah mengekspor apel, jeruk, anggur dan lain sebagainya. Sementara pengembangan hortikultura di Indonesia pada umumnya masih dalam skala perkebunan rakyat yang tumbuh dan dipelihara secara alami dan tradisional, sedangkan jenis komoditas hortikultura yang diusahakan masih terbatas. Cakupan sub sektor hortikultura yang dominan diusahakan oleh masyarakat Karo adalah tanaman sayuran dan buah buahan yang meliputi tomat, kol, kentang, petsai/sawi, cabe, buncis, wortel, bawang prei, arcis, jeruk, markisah dan pisang. G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain lain pada saat sekarang berdasarkan fakta fakta yang nampak atau sebagaimana adanya ( Nawawi, 1983,63 ). Tegasnya penelitian deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu 2. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian ini hanya di fokuskan pada 2 desa , di kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo, yaitu Desa Ndokum Siroga dan Desa Surbakti. Kabupaten Karo terdapat 13 kecamatan yaitu : Mardinding, Laubaleng, Tiga Binanga, Juhar, Munthe, Kutabuluh, Payung, Simpangempat, Kabanjahe, Brastagi, Tiga panah, Merek, Barusjahe. Dari 13 Kecamatan diatas, saya mempurposive Kecamatan Simpang Empat sebagai lokasi penelitian.Dipilihnya hanya satu kecamatan mengingat kecamatan tersebut : a. Masyarakatnya betulbetul masyarakat petani yang bergerak dibidang pertanian hortikultura b. Berdasrkan data yang ada dikecamatan, desa ini paling banyak masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian hortikultura . c. Transportasi dari pusat ibukota propinsi ( Medan ke Kabupaten Karo ) bisa ditempuh dalam beberapa menit. 3. Populasi dan Sampel Populasi Populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat petani holtikultura di desa Ndokum Siroga dan desa Surbakti ,yaitu sebanyak 900 orang. Sampel Sampel dalam penelitian ini diambil melalui Teknik Pemilihan Sampel secara purposive ( purposive sampel technique ) . Teknik purposive adalah suatu teknik yang 50

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

mencakup orang orang yang diseleksi atas dasar kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian ( Kriyantono, 2006, 154 ),maka kriteria yang ditentukan adalah masyarakat yang betul-betul petani holtikultura,dengan besar sampel 10% dari Populasi yaitu sebanyak 90 orang, dimana dari 40 desa yang ada di Kecamatan Simpang Empat ditentukan 2 ( dua ) desa yaitu : a. Desa Ndokum Siroga yang dianggap pertaniannya paling maju sebanyak 45 responden b. Desa Surbakti yang pertaniannya kurang maju sebanyak 45 responden 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan melalui angket yang dipandu oleh enumerator ( pengumpul data ) dimana penulisan angket dilakukan melalui pertanyaan terbuka dan tertutup. Disamping itu untuk memperkaya data, juga dilakukan metode library research ( riset kepustakaan ) yaitu pencarian referensi/bahan bahan dari buku buku jurnal, hasil hasil penelitian dan laman website yang berhubungan dengan materi penelitian ini. 5. Teknik Analisis Data Sesuai dengan sifat dan tujuan dari penelitian ini,maka analisis penelitian dilakukan dengan metode pendekatan deskriptif kuantitatif didukung dengan data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara mendalam,dan akhirnya data lapangan yang telah diperoleh dikoding dan ditabulasi untuk memperoleh tendensi dengan persentase. H. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak geografis Kabupaten Karo berada diantara 2 0 50 0 3 0 19 0 Lintang Utara dan 97 0 55 0 98 0 38 0 Bujur Timur dengan luas wilayah 2.127,25 Km 2 . Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian bersar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dua gunung berapi aktif terletak di wilayah ini, sehingga rawan terjadi gempa vulkanik. Wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian 120 1.400 meter diatas permukaan laut. Adapun batas batas wilayah Kabupaten Karo adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deliserdang b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Toba Samosir c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun d. Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam ( NAD ) Kabupaten Karo terdiri dari 13 kecamatan yang dibagi menjadi 248 desa dan 10 kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Karo terletak di Kecamatan Kabanjahe yang berjarang sekitar 67 kilometer dari Medan Penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten Karo disebut suku bangsa Karo. Suku bangsa Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini masih terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi suku bangsa Karo sendiri. Suku ini terdiri dari 5 ( lima ) marga, tutur siwaluh dan rakut sitelu. Merga Silima itu yakni : Karo Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin - angin. Dalam pekembangannya, adat suku bangsa Karo terbuka, dalam arti bahwa suku bangsa Indonesia lainnya dapat diterima menjadi suku bangsa Karo dengan beberapa persyaratan adat. Saat ini wilayah Kabupaten Karo sudah didiami oleh beragam suku bangsa. Perekonomian Kabupaten Karo sebagian besar adalah sektor pertanian. Sekitar 70 persen dari jumlah rumah tangga di Kabupaten ini berusaha disektor pertanian terutama bercocok tanam sayur sayuran, buah buahan, padi, palawija, hortikultura, tanaman perkebunan dan peternakan 1. Kecamatan Simpang Empat 51

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Luas wilayah Kecamatan Simpang Empat adalah seluas 225,47Km 2 yang terdiri dari 40 desa. Jarak dari kabupaten 7 kilometer. Jumlah penduduk 39.966 jiwa dan 10.834 rumahtangga ( RT ). Sejak Januari 2007, Kecamatan Simpang Empat telah dimekarkan menjadi 3 ( tiga ) kecamatan 2. Desa Ndokum Siroga Nama Kepala Desa : Supratman Surbakti, terdiri dari 2 ( dua ) dusun. Desa Ndokum Siroga adalah ibukota dari Kecamatan Simpang Empat. Luas Desa Ndokum Siroga adalah 2,97 Km 2 , jumlah penduduk 1.969 jiwa yang terdiri dari 522 KK. Adapun mata pencaharian penduduk terdiri dari 491 KK ( 94% ) bertani dan sebanyak 31KK ( 6% ) adalah non tani. Sementara tingkat pendidikan di Desa Ndokum Siroga adalah : 45 orang tidak bersekolah, 60 orang SD sederajat, 160 orang SLTP sederajat, 85 orang SLTA sederajat dan 43 orang pernah ditingkat perguruan tinggi, dengan perbandingan jenis kelamin 890 jiwa perempuan dan 2.070 jiwa laki laki. 3. Desa Surbakti Nama Kepala Desa : Jasa Surbakti, terdiri dari 5 ( lima ) dusun, luas daerah Desa Surbakti adalah 9,57 Km 2 dengan jumlah penduduk 2.167 jiwa dimana perbandingannya 1.003 jiwa laki laki dan 1.164 jiwa perempuan yang terdiri dari 689 KK. Adapun mata pencaharian penduduknya terdiri dari 684 KK atau 94% adalah bertani dan sebanyak 41 KK atau 6 %nya bergerak disektor non pertanian. Sementara tingkat pendidikan di Desa Surbakti adalah 112 jiwa tidak bersekolah, 90 jiwa tamat SD sederajat, 170 jiwa tamat SLTP sederajat, 160 jiwa SLTA sederajat dan 52 jiwa tingkat perguruan tinggi. I. Hasil Penelitian. Dari hasil penelitian tentang Opini Publik Mengenai Peran Media Lokal Dalam Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura terlihat bahwa masyarakat Karo, khususnya di lokasi yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini masih menggunakan media massa cetak khusus media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura. Asumsi ini terlihat seperti yang tertera dalam tabel penulisan laporan ini. Media cetak juga dianggap sebagai salah satu faktor dalam mempercepat proses tranfusi informasi pembangunan khususnya bidang pertanian hortikultura, dimana pada tabel dibawah ini terlihat bahwa media cetak lokal tersebut dianggap sangat penting bagi masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat petani dalam memperoleh upaya informasi. J. Pembahasan Hasil Penelitian Kabupaten Karo adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera Utar a yang mengandalkan pendapatan masyarakatnya dari sektor pertanian. Dengan kata lain mayoritas Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) yang dihasilkan dari sektor pertanian yang menghasilkan produk produk pertanian berbasis agrobisnis. Produk produk andalan pertanian Kabupaten Karo ini adalah bermacam sayuran, buah buah dan juga bunga bungaan. Begitu dominannya sektor pertanian yang dikelola daerah ini sehingga sampai saat ini kontribusi yang diberikan atas pembentukan produk domestik regional bruto ( PDRB ) hingga mencapai 60 persen. Memang ada sektor pariwisata yang juga menjadi andalan bagi Pemerintah Kabupaten Karo, namun hingga kini sektor pariwisata belum juga mampu menggantikan peran sektor pertanian yang telah begitu dominan. Berbagai upaya terus dilakukan untuk tetap mempertahankan dan sekaligus meningkatkan pendapatan dari sektor pertanian ini. Salah satu diantaranya adalah upaya untuk terus memelihara pasar regional dengan mengundang pengusaha pengusaha dari Singapore dan Malaysia yang tergabung dalam Agri-Food And Veterinery Autority Of Singapore ( AVA ). Kedatangan para pengusaha Singapore ini ke Sumatera Utara 52

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

bertujuan untuk melihat secara langsung proses produksi sayur sayuran langsung ke tempat produksi sekaligus sebagai upaya penjajakan atas peningkatan kerjasama yang telah ada selama ini terkait dengan pemenuhan kebutuhan sayur sayuran di negeri Singapur tersebut. Sebagaimana kita ketahui Negara Singapore sangat mengandalkan pasokan sayur dan buah untuk dikonsumsi dari negara negara tetangganya. 95 persen pasokan sayur dan buah berasal dari negara negara seperti Thailand, China, Malaysia, Jepang, Australia dan Indonesia. Dan tentu saja kondisi tersebut merupakan peluang yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Pemerintah Kabupaten Karo harus tetap konsisten didalam pengembangan kegiatan agrobisnis tersebut. Keberadaan sumber daya manusia dalam hal ini petani juga harus selalu mengup-grade pengetahuannya didalam hal pengolahan pertanian untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya berimbas kepada peningkatan kesejahteraan petani tersebut. Berbagai upaya dilakukan para petani didalam meningkatkan pengetahuannya dalam mengolah pertanian. Pemerintah Kabupaten Karo sendiri melalui Dinas Pertanian setempat selalu mengirimkan petugas petugas penyuluh pertanian untuk membimbing para petani didalam melakukan aktivitas pertanian. Namun upaya untuk mencari sendiri informasi tambahan yang paling terbaru juga perlu dilakukan, karena inovasi inovasi yang terus berkembang terkadang tidak didapatkan dari sumber informasi seperti penyuluh pertanian. Salah satu kesempatan yang harus dimanfaatkan para petani di Kabupaten Karo dewasa ini adalah didalam membudidayakan tanaman tanam bersifat organik. Jenis tanaman yang akhir akhir ini sangat populer karena produk organik ini terhindar dari bahan bahan kimia yang tidak bagus buat kesehatan, dan jenis organik seperti ini sangat digemari oleh konsumen di negara negara Singapore dan Malaysia. Informasi seperti inilah yang sangat diperlukan oleh masyarakat petani, termasuk didalamnya peluang bisnis pemasaran serta proses pasca panennya. Penggunaan teknologi tinggi didalam meningkatkan produksi pertanian juga perlu diketahui, serta langkah langkah strategis lain yang pada intinya adalah bagaimana melaksanakan kegiatan pertanian yang efektif, cerdas dan mempunyai output yang besar. Solusi cerdas yang dipilih masyarakat petani dalam mencari informasi terbaru adalah melalui media massa yang ada di daerah, utamanya media massa lokal.

Media
Sibayak Pos Sora Mido Sora Sirulo Info Karo Karo Memba ngun

Tabel 1 Frekuensi Membaca Media Cetak Lokal Desa Ndokum Siroga Desa Surbakti
Sering F % F % F % F % F % 16 35,6 6 13,3 9 20,0 12 26,7 17 37,8 Jarang 19 42,2 18 40,0 4 31,1 7 15,6 9 20 Tdk Pernah 10 22,2 21 46,7 22 48,9 26 57,8 19 42,2 Total 5 100 45 100 45 100 45 100 45 100

Media

Sering F % F % F % F % F % 16 35,6 11 24,4 12 26,7 7 15,6

Jarang 9 20,0 11 24,4 10 22,2 10 22,2

Sibayak Pos Sora Mido Sora Sirulo Info Karo Karo Memba ngun

Tidak Pernah 20 44,4 23 51,1 23 51,1 28 62,2

Total 45 100 45 100 45 100 45 100

Media cetak juga dianggap sebagai salah satu faktor dalam mempercepat proses tranfusi informasi pembangunan khususnya bidang pertanian hortikultura, dimana pada tabel dibawah ini terlihat bahwa media cetak lokal tersebut dianggap sangat penting bagi masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat petani dalam memperoleh upaya informasi. 53

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Tabel 2 Tingkat Kepentingan Media Cetak Dalam Membantu Usaha Pertanian Tingkat Kepentingan Media Cetak Sangat Tidak Desa Penting Total penting penting F 20 25 45 Ndokum Siroga % 44.4 55.6 100 F 18 27 45 Surbakti % 40.0 60.0 100 Pada tingkat kepentingan responden terhadap media cetak lokal dalam membantu usaha pertanian, terlihat bahwa responden di Desa Ndokum Siroga dengan persentase sebesar 44,4% menganggap media cetak lokal sangat penting dalam membantu usaha pertanian mereka karena selain kurangnya keberagaman pilihan media yang ada, media lokallah yang paling tahu kebutuhan para petani , sedangkan untuk pertanyaan yang sama di Desa Surbakti persentasenya sebesar 40%, responden lainnya menjawab penting sebesar 55,6% didesa Ndokum Siroga dan 27% di Desa Surbakti. Tidak ada responden yang menjawab tidak penting untuk materi pertanyaan ini. Tabel 3 Pengaruh Membaca Media Cetak Terhadap Responden Pengaruh Membaca Media Cetak Tidak Sangat Desa Berpengaruh Berpengaru Total Berpengaruh h F 14 31 45 Ndokum Siroga % 31.1 68.9 100 F 17 28 45 Surbakti % 37.8 62.2 100 Anggapan bahwa media cetak berpengaruh terhadap responden terlihat seperti tabel diatas, dimana 37,8% responden didesa Surbakti menjawab media tersebut sangat berpengaruh terhadap responden karena dari medialah petani mengetahui informasi pertanian sehingga hasil pertanian mereka meningkat , juga tentang pemasaran hasil pertanian, sedangkan di Desa Ndokum Siroga 31,1 % responden yang menjawab sangat berpengaruh, namun 68,9% responden di desa Ndokum Siroga menjawab berpengaruh, sedangkan di Desa Surbakti yang memberi jawaban berpengaruh adalah sebesar 62,2 %. Tabel 4 Pengaruh Media Cetak Terhadap Perubahan Nyata Pengaruh Terhadap Perubahan Nyata Desa Sangat positif Positif Kurang positif Ndokum Siroga

Total

F 10 35 45 % 22.2 77.8 100 F 10 35 45 Surbakti % 22.2 77.8 100 Untuk materi pertanyaan tentang pengaruh media cetak terhadap perubahan nyata responden didua desa tersebut, terlihat sesuatu yang unik, dimana masing masing responden di dua desa tersebut menjawab bahwa media cetak memberikan perubahan yang positif bagi responden karena dengan persentase 77,8%, bahkan 22,2% responden pada masing masing 54

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

desa menjawab bahwa pengaruh media cetak terhadap perubahan yang nyata menjawab sangat positif Tabel 5 Dampak Media Cetak Terhadap Peningkatan Hasil Pertanian Dampak Terhadap Peningkatan Hasil Pertanian Desa Sering Kadang-kadang Tidak ada Total Ndokum Siroga Surbakti F % F % 13 28.9 7 16.6 30 66.7 36 80.0 2 4.4 2 4.4 45 100 45 100

Dari tabel diatas, terlihat bahwa media cetak tidak selalu memberikan peningkatan terhadap hasil pertanian. 80% responden di Desa Surbakti menjawab bahwa media cetak hanya kadang kadang memberi peningkatan terhadap hasil pertanian, sedangkan didesa Ndokum Siroga sebesar 66,7%. Namun responden yang menjawab bahwa informasi media cetak tersebut sering memberi peningkatan hasil pertanian juga ada, dimana 28,9% responden di Desa Ndokum Siroga, dan 16,6% di Desa Surbakti, bahkan ada 4,4% responden di masing masing desa menjawab tidak ada dampak media cetak terhadap peningkatan hasil pertanian Tabel 6 Media Massa Dimaksud Adalah Media Cetak Lokal Desa Media tersebut adalah media cetak lokal Setuju Kurang setuju Tidak setuju Total Ndokum Siroga Surbakti F % F % 26 57.8 29 64.4 11 24.4 8 17.8 8 17.8 8 17.8 45 100 45 100

Dari mayoritas media massa sebagai sumber informasi pembangunan , 64,4% responden di desa Surbakti menjawab bahwa media dimaksud adalah media cetak lokal, 57,8% responden di desa Ndokum Siroga memberi jawaban senada, namun ada juga yang kurang setuju dengan hal tersebut, dimana 24,4% responden di desa Ndokum Siroga tidak setuju dengan jawaban tersebut dan 17,8% responden di desa Surbakti memberi jawaban senada, bahkan masing masing responden didua desa tersebut ada yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut dengan nilai 17,8%

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Beberapa point penting yang didapat dari penelitian Opini Publik Mengenai Peran Media Lokal Dalam Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura yang dilakukan oleh Tim BPPI Wilayah I Medan di Kabupaten Karo, Kecamatan Simpang Empat, tepatnya didesa Ndokum Siroga dan desa Surbakti adalah sebagai berikut : 1. Masyarakat Kabupaten Karo ternyata masih memanfaatkan media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura, terutama didesa Surbakti antusias masyarakat tentang media lokal masih tinggi. Ini mungkin disebabkan masih 55

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

kurang beragamnya pilihan media yang ada di desa tersebut, dibandingkan dengan desa Ndokum Siroga yang ada di pusat kecamatan. Namun antusiasme ini terkendala oleh media cetak lokal yang masih sulit didapat didesa desa terutama desa yang masuk kepedalaman. 2. Ternyata keberadaan media massa cetak masih sangat diharapkan oleh masyarakat dapat mendorong suksesnya pembangunan bidang pertanian hortikultura, apalagi masyarakat petani masih merasakan kurangnya informasi tentang pasar produk pertanian dan informasi tentang budidaya pertanian hortikultura. Dan peran inilah yang diharapkan masyarakat dapat ditangkap dan diisi oleh media massa lokal. Apalagi petani juga masih belum merasa cukup tentang informasi pertanian dari penyuluh pertanian yang belum rutin dan intens didesa Surbakti 3. Kendala yang dihadapi masyarakat tentang pembangunan bidang pertanian hortikultura melalui media massa adalah kurangnya informasi pertanian hortikultura, juga masih belum mencukupinya isi berita tentang peluang pasar domestik maupun luar ne geri. Disamping itu sirkulasi atau keterlambatan terbit media lokal juga menjadi kendala informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura melalui media massa, karena media lokal umumnya terbit per satu bulan sekali. Saran a. Pemerintah agar lebih memperhatikan nasib petani hortikultura di Kabupaten Karo, apalagi mengingat bahwa Sumatera Utara termasuk daerah potensial bagi pengembangan tanaman hortikultura, disamping itu dari sisi pangsa pasar wilayah ini berdekatan dengan Singapura dan Malaysia yang membutuhkan hasil pertanian dari Sumatera Utara b. Pemerintah Daerah harus berupaya dengan segala cara dan lebih maksimal untuk mengontrol keberadaan dan harga pupuk dan obatobatan yang dibutuhkan masyarakat dalam kegiatan pertaniannya, serta mengawasi/menghilangkan peredaran pupuk dan obat obatan palsu yang belakangan ini beredar dikalangan masyarakat petani c. Pemerintah Daerah diharapkan untuk mengembalikan ikon Tanah Karo dengan kembali membudidayakan jeruk yang selama ini dikenal sebagai primadona daerah ini, dan telah menembus pangsa pasar dunia d. Perlu adanya penanganan pengelolaan hasil pasca panen e. Sirkulasi media lokal lebih ditingkatkan baik dari segi mutu (kuantitas dan kualitas), dan bila memungkinkan program koran masuk desa dihidupkan kembali , dimana isi koran tersebut diharapkan memiliki muatan lokal yang memuat informasi mengenai tata cara dan budaya pengelolaan tanaman hortikultura secara tepat dan efisien. Daftar Pustaka Effendy, Onong., 1981, Dimensi Dimensi Komunikasi, Alumni Bandung Hardiman, Ima. 2006, 400 Istilah PR Media & Periklanan, Gagas Ulung, Jakarta Kriyanto, Rachmat. 2006, Teknik Prakis Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta Lippmann, Walter. 1998, Opini Umum, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta McQuail, Denis. 1994, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta. Paramita, Pradya. 1984. Leksikon Komunikasi, Jakarta Rakhmat, Jalaluddin. 1998, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung Rakhmat, Jalaluddin. 2004, Metode Penelitian Komunikasi , Rusdakarya, Bandung Severin, Werner dan Tankard James. 2005. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan Didalam Media Massa, Prenada Media, Jakarta Suud, Hasan. 2007, Pengantar Ilmu Pertanian, Yayasan Pena, Banda Aceh 56

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Sumber lain http://www.suarapembaruan.com/new/2006/06/21/editor/edi07.html http://www.pertanian.uns.ac.id/~agronomi/dashor.html www.acehinstitute.org/opini-mastur-yahya.rehabrekon buyadong.htm. Ikhtisar Eksekutif Pembangunan Kabupaten Karo. 2006, BPS, Karo Program Pembangunan Pertanian Kecamatan Simpang Empat. 2007. Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Karo Rencana Kerja Penyuluh Pertanian. 2008. Simpang Empat

57

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

ANALISIS FAKTOR PENDUKUNG PEMANFAATAN GLOBALISASI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN DI KOTA MAKASSAR RUKMAN PALA ABSTRAK Tulisan ini berjudul analisis faktor pendukung pemanfaatan globalisasi teknologi informasi dalam pengembangan kebudayaan di kota makassar. Tujuan penulisan penelitian adalah untuk mengetahui sejauhmana faktor pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di kota Makassar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey sampel dengan wawancara dan kuesioner serta dilengkapi dengan observasi sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di kota Makassar kurang optimal. Hal ini dilihat dari beberapa faktor pendukung yang kurang terlaksana dengan baik, yaitu kemampuan pemerintah dan kemampuan masyarakat kurang mampu memberikan dukungan terhadap pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi dalam perkembangan kebudayaan di kota Makassar.Khususnya kemampuan masyarakat dalam memahami pentingnya pemanfaatan Teknologi Informasi, fasilitas yang digunakan baik dari segi kualitas maupun kuantitas kurang mampu mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar serta sikap dan perilaku masyarakat dalam memahami pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi kurang optimal. Hal ini disebabkan masih banyak masyarakat yang kurang mengerti dan memahami pentingnya Tekno logi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Kata Kunci : Globalisasi, Teknologi Informasi, Kebudayaan

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kehadiran globalisasi membawa pengaruh bagi kehidupan suatu bangsa. Pengaruh globalisasi dirasakan di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain yang akan mempengaruhi nilainilai nasionalisme bangsa. Secara umum globalisasi dapat dikatakan suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Menurut Edison A. Jamli (Edison A. Jamli dkk, Kewarganegaraan, 2005), globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. Dengan kata lain proses globalisasi akan berdampak melampaui batas -batas kebangsaan dan kenegaraan. Sebagai sebuah proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang yang dapat diartikan jarak semakin dekat atau dipersempit sedangkan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Hal ini tentunya tidak terlepas dari dukungan pesatnya laju 58

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

perkembangan teknologi yang semakin canggih khususnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah pendukung utama bagi terselenggaranya globalisasi. Dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi, informasi dalam bentuk apapun dan untuk berbagai kepentingan, dapat disebarluaskan dengan mudah sehingga dapat dengan cepat mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup hingga budaya suatu bangsa. Kecepatan arus informasi yang dengan cepat membanjiri kita seolah-olah tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk menyerapnya dengan filter mental dan sikap kritis. Makin canggih dukungan teknologi tersebut, makin besar pula arus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. Oleh karena itu selama ini dikenal asas kebebasan arus informasi berupa proses dua arah yang cukup berimbang yang dapat saling memberikan pengaruh satu sama lain. Namun perlu diingat, pengaruh globalisasi dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dapat dirasakan dengan adanya TIK adalah peningkatan kecepatan, ketepatan, akurasi dan kemudahan yang memberikan efisiensi dalam berbagai bidang khususnya dalam masalah waktu, tenaga dan biaya. Sebagai contoh manifestasi TIK yang mudah dilihat di sekitar kita adalah pengiriman surat hanya memerlukan waktu singkat, karena kehadiran surat elektronis (email), ketelitian hasil perhitungan dapat ditingkatkan dengan adanya komputasi numeris, pengelolaan data dalam jumlah besar juga bisa dilakukan dengan mudah yaitu dengan basis data (database), dan masih banyak lagi. Sedangkan pengaruh negatif yang bisa muncul karena adanya TIK, misalnya dari globalisasi aspek ekonomi, terbukanya pasar bebas memungkinkan produk luar negeri masuk dengan mudahnya. Dengan banyaknya produk luar negeri dan ditambahnya harga yang relatif lebih murah dapat mengurangi rasa kecintaan masyarakat terhadap prod dalam negeri. uk Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia. Pada hakikatnya teknologi diciptakan, sejak dulu hingga sekarang ditujukan untuk membantu dan memberikan kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan, baik pada saat manusia bekerja, berkomunikasi, bahkan untuk mengatasi berbagai persoalan pelik yang timbul di masyarakat. TIK tidak hanya membantu dan mempermudah manusia tetapi juga menawarkan cara-cara baru di dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut sehingga dapat mempengaruhi budaya masyarakat yang sudah tertanam sebelumnya. Budaya atau kebudayaan adalah kerangka acuan perilaku bagi masyarakat pendukungnya yang berupa nilai-nilai (kebenaran, keindahan, keadilan, kemanusiaan, kebijaksanaan, dll ) yang berpengaruh sebagai kerangka untuk membentuk pandangan hidup manusia yang relatif menetap dan dapat dilihat dari pilihan warga budaya itu untuk menentukan sikapnya terhadap berbagai gejala dan peristiwa kehidupan. Jadi bagaimana TIK dapat mempengaruhi nilai-nilai yang telah tumbuh di masyarakat dalam suatu bangsa itu sangat tergantung dari sikap masyarakat tersebut. Seyogyanya, masyarakat harus selektif dan bersikap kritis terhadap TIK yang berkembang sangat pesat, sehingga semua manfaat positif yang terkandung di dalam TIK mampu dimanifestasikan agar mampu membantu dan mempermudah kehidupan masyarakat, dan efek negatif dapat lebih diminimalkan. Demikian halnya perkembangan kebudayaan di Kota Makassar juga ikut berpengaruh terhadap perkembangan globalisasi Teknologi Informasi. Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk memberikan data dan informasi tentang perkembangan kebudayaan di Kota Makssar. Seperti kita ketahui budaya masyarakat Kota Makassar begitu beragam dan perlu dilestarikan sehingga dapat tetap bertahan dan memberikan devisa bagi Kota Makassar khususnya. Untuk memberikan data dan informasi tersebut, maka perlunya ditunjang oleh 59

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

beberapa faktor dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Mak assar. Faktorfaktor tersebut seperti kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam mendukung dan memahami Teknologi Informasi yang digunakan, sarana atau fasilitas yang digunakan dalam mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi tersebut, dan sikap dan perilaku masyarakat terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Namun permasalahan yang muncul adalah pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi terhada perkembangan budaya Makassar belum terlaksana secara optimal sehingga memerlukan peran serta pemerintah dan masyarakat memanfaatkan globalisasi Teknologi Informasi tersebut. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanaka faktor pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar ? Tujuan Penulisan Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauhmana faktor pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar Metode Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode survey yang lebih menekankan pada jenis penelitian deksriptif kuantitatif dimana metode ini sangat relevan dengan topik yang akan diteliti, juga sangat membantu untuk mendapatkan data yang obyektif dan valid dalam rangka memahami, memecahkan, serta mengupayakan pemecahan masalah tentang analisis faktor pendukung pemanfaatan globalisasi teknologi informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat dan mereka yang memahami tentang pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono, 2001 : 57). Oleh karena itu sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memahami pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik aksidental. Teknik aksidental ini adalah mereka yang ditemui dan memahami pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar yang dapat diberikan pertanyaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wawancara. dari sejumlah informan akan bermanfaat guna mewujudkan validitas data secara keseluruhan, yang dapat ditempuh dengan cara membandingkan data dari responden dengan informan yang . Selanjutnya dengan kuesioner guna mendapatkan data yang akurat dan obyektif terhadap permasalahan yang diteliti, didapat dari responden. Data mentah yang terkumpul dari hasil jawaban responden maupun yang didapat dari hasil wawancara, telaah dokumen serta observasi akan diolah dengan menggunakan sistem tabulasi data dengan memakai analisis frekuensi. Dengan rumus sebagai berikut :

60

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

F P = --------------------- x 100 % N Keterangan : P = Persentase F = Jawaban responden N= Jumlah responden Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif yang dikualitatifkan, maksudnya data yang ada diangkakan kemudian dideskripsikan. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Globalisasi Kata globalisasi makin lama makin menjadi sajian sehari-hari melalui berbagai pemyataan publik dan liputan media massa; dan kalau semuanya itu kita perhatikan secara saksama, maka akan ternyata betapa kata globalisasi itu cenderung dilontarkan tanpa terlalu dihiraukan apa maknanya. Pernyataan seperti dalam era globalisasi dewasa mi berarti bahwa kita telah berada dalam era globalisasi; lain lagi halnya kandungan pernyataan menjelang era globalisasi yang berarti kita belum berada dalam era tersebut. Kelatahan dalam penggunaan kata globalisasi sedemikian itu akhimya mengesankan kesembarangan arti kata globalisasi, dan makin mengaburkan implikasi dan komplikasi makna yang terkandung di dalamnya. (Sudarmajid, 2003 : 23). Menurut Aditya (2004 : 11) globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang ditimbulkan oleh sesuatu kegiatan atau prakarsa yang dampaknya bekelanjutan melampaui batasbatas kebangsaan (nation-hood) dan kenegaraan (state-hood); dan mengingat bahwa jagad kemanusiaan ditandai oleh pluralisme budaya, maka globalisasi sebagai proses juga menggejala sebagai peristiwa yang melanda dunia secara lintas-budaya (trans-cultural). Dalam gerak lintas-budaya mi terjadi berbagai pertemuan antar-budaya (cultural encounters) yang sekaligus mewujudkan proses saling-pengaruh antar-budaya, dengan kemungkinan satu fihak lebih besar pengaruhnya ketimbang fihak lainnya. Pertemuan antar-budaya memang menggej ala sebagai keterbukaan (exposure) fihak yang satu terhadap lainnya; namun pengaruh-mempengaruhi dalarn pertemuan antar-budaya itu tidak selalu berlangsung sebagai proses dua-arah atau timbal-balik yang berimbang, melainkan bolehjadi juga terjadi sebagai proses imposisi budaya yang satu terhadap lainnya; yaitu, terpaan budaya yang satu berpengaruh dominan terhadap budaya lainnya. Apakah yang kita maksudkan dengan budaya atau kebudayaan itu? Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan mi banyak cara dapat ditempuh. Kita dapat mencari jawaban berdasarkan etimologi; cara mi mungkin menarik secara akademik namun mungkin terlalu steril untuk diturunkan sebagai medium analisis dalam terapan empirikal. Cara lain ialah memperbandingkan berbagai definisi yang dapat dipandang terkemuka dalam literatur; cara mi akan membutuhkan uraian panjang lebar karena biasanya perlu diperjelas dengan tafsiran konseptual dan kontekstual. Mungkin juga kita lakukan pendekatan komparatif antara suatu teori dengan lainnya; cara mi jelas dapat memperkaya wawasan kita tentang kebudayaan, tapi keunggulan suatu teori berkenaan dengan sesuatu gej ala budaya tidak selalu bearti keunggulan teori itu secara menyeluruh; tiap teori bisa saja memiliki keunggulan

61

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

dalam satu dan lain hal, sehingga konvergensi antar-teori mungkin saja digunakan dalam usaha memahami berbagai manifestasi budaya. Kalau kita sarikan muatan berbagai definisi yang terkemuka, maka tidak terlalu keliru kiranya kalau kita mengartikan kebudayaan sebagai sehimpunan nilai-nilai yang oleh masyarakat pendukungnya dijadikan acuan bagi perilaku warganya. Nilai-nilai itu juga berpengaruh sebagai kerangka untuk membentuk pandangan hidup yang kemudian relatif menetap dan tampil melalui pilihan warga budaya itu untuk menentukan sikapnya terhadap berbagai gejala dan peristiwa kehidupan. Nilai-nilai itu pada sendirinya barn merupakan acuan dasar yang keberlakuannya disadarkan melalui ikhtiar pendidikan sejak dini, seperti misalnya usaha pengenalan dan penyadaran tentang apa yang baik, buruk, dosa, indah, dsb dalam tindak-tanduk seseorang. Sebagai sumber acuan, persepi terhadap nilai-nilai itu masih besifat umum; batas antara apa yang dinilai sebagai kebajikan (good) atau kejahatan (evil) berlaku dalam garis besar yang memisahkan satu dan lainnya; belum lagi antara keduanya diperbedakan dalam perbandingan seberapa balk atau seberapa buruk dipandang dan tolokukur tertentu; tolokukur itu baru menjelma melalui norma-norma sebagai pengatur kepantasan perllaku. Norma (nomos) adalah tolokukur yang memungkinkan terjadinya konformisme perilaku dalam sesuatu masyarakat, dan dengan demikian tersedia pula ukuran untuk nonkonformisme. Adanya tolokukur normatif mi menjadi dasar bagm berkembangnya peradaban (civilization) sebagai bagian dan dinamika budaya tertentu. Dan uraian di atas mi dapat disimpulkan, bahwa kebudayaan adalah kerangka acuan perilaku bagi masyarakat pendukungnya berupa nilai-nilai (kebenaran, keindahan, keadilan, kemanusiaan, kebajikan, dsb), sedangkan peradaban adalah penjabaran nilai nilai tersebut melalui diwujudkannya norma-norma yang selanjutnya dijadikan tolokukur bagi kepantasan perilaku warga masyarakat ybs. Nilai keadilan diwujudkan melalui hukum dan sistem peradilan; nilai keindahan dijabarkan melalui berbagai norma artistik, nilai kesusllaan dinyatakan melalui berbagai tatakrama, nilai religius diungkapkan melalui berbagai norma agama, dan begitu seterusnya. Singkatnya, penjabaran nilai kebudayaan menjadi norma peradaban dapat dipandang sebagai pengalihan dan sesuatu yang transenden menjadi sesuatu yang immanen. Terjalinnya kesadaran transendensi dan immanensi inilah yang menjadikan dinamika sejarah kemanusiaan sebagai kaleidoskop perkembangan kebudayaan dan peradaban. Pasang-surutnya kebudayaan sepanjang sejarah kemanusiaan nyata sekali ditentukan oleh sejaubmana kebudayaan itu masih berlanjut sebagai kerangka acuan untuk dijabarkan melalui sesuatu tatanan normatif. Misalnya, kebudayaan Pharaonic yang benlaku dalam masyarakat Mesir kuno surut seiring dengan klan memudarnya kebudayaan itu sebagai sumber acuan untuk penjabaran norma-norma perilaku bagi masyarakat Mesir sekarang. Tapi juga dalam era kontemporer mi suatu kebudayaan sebagai sistem nilai dapat dengan suatu rekayasa didesak oleh sistem nilai barn, sehingga kebudayaan yang lama kehilangan dayanya sebagai acuan untuk menjabarkan norma-norma perllaku. Perhatikan misalnya Revolusi Kebudayaan yang secara berencana dilancarkan di Republik Rakyat Cina pada pertengahan tahun 6Oan; perubahan serupa pun teijadi tatkala Partai Komunis Rusia berhasil menggulingkan kekaisaran di Rusia dan memperkenalkan nilai-nllai barn sebagai acuan bagi norma perllaku barn yang ideal bagi suatu masyarakat komunis. Perhatikan pula perubahan yang terjadi di Turki, ketika Kemal Attaturk melancarkan gerakan modernisasi (yang diartikan sebagai westemisasi). Kesemuanya mi sekaligus menunjukkan bahwa kebudayaan adalah suatu pengejawantahan yang hidup selama ada masyarakat pendukungnya; hal mi berlaku balk bagi kebudayaan yang surut oleh perubahan zaman maupun yang kehadirannya dipaksakan untuk mendesak kebudayaan lama.(Kariadi, 2002) Dalam sejarah kemanusiaan banyak contoh yang menunjukkan, bahwa timbultenggelamnya kebudayaan sangat dipengaruhi oleh apa yang tenjadi dalam pertemuan 62

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

antarbudaya, yaitu sejauh mana satu di antara fihak yang saling bertemu kurang atau tidak lagi memiliki ketahanan budaya (cultural resilience). Kebudayaan adalah suat daya yang u sekaligus tersimpan (latent) dan nyata (actual). Demikianlah kebudayaan mengandung dua daya sekaligus, yaitu sebagai daya yang cenderung melestanikan dan daya yang cenderung berkembang atas kemekarannya sendiri. Antara kedua daya inilah tiap masyarakat pendukung kebudayaan tertentu berada; satu daya mempertahankannya agar lestani dan daya lainnya menariknya untuk maju; satu daya dengan kecenderungan preservatif dan satunya lagi dengan kecenderungan progresif. Dalam kondisi demikian itulah pertemuan antarbudaya sangat berpengaruh atas perimbangan antara kedua daya tersebut. Sampai batas tertentu dan saling -pengaruh yang terjadi itu dapat terpantul seberapa tinggi derajat kesadaran dan tingkat ketahanan budaya masing-masing fihak yang saling bertemu. Tangguh atau rapuhnya ketahanan budaya biasanya dilatani oleh menurunnya kesadaran masyarakat yang bersangkutan terhadap kebudayaannya sebagai pengukuh jatidirinya. Makin rendah derajat ketahanan budaya masyarakat pendukungnya, makin kuat pula budaya asing yang menerpanya berpengaruh dominan terhadap masyarakat itu. Proses globalisasi yang diakibatkan oleh berbagai prakarsa dan kegiatan pada skala internasional sebagaimana menggej ala dewasa mi pun penlu kita cermati sejauhmana siginifikan pengaruhnya dalam pertemuan antar-budaya. Dalam kaitan mi pertemuan antarbudayajangan terutama digambarkan sebagai pertemuan antara dua fihak belaka, melainkan terjadi dengan ketenlibatan sejumlah fihak secara segera (instantaneous) serta serempak (simultaneous). Kesanggupan sesuatu satuan budaya untuk mempertahankan kesejatiannya dalam pertemuan antar-budaya yang demikian majemuknya itu sangat ditentukan oleh tinggirendahnya derajat kesadaran budaya dan tanguhrapuhnya tingkat ketahanan budaya masyarakat pendukungnya. Budaya asing yang berpengarnh dominan terhadap satuan budaya asli bisa membangkitkan kesan sebagai model untuk ditiru. Kecenderungan meniru itu dalam kelanjutannya bisa terpantul melalui berkembangnya gayahidup (ljfestyle) barn yang dianggap superior dibandingkan dengan gayahidup lama. Berkembangnya gayaliidup baru itu dapat menimbulkan kondisi sosial yang ditandai oleh heteronomi, yaitu berlakunya herbagai norma acuan penilaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Perubahan gayahidup yang ditiru dan budaya asing bisa berkelanjutan dengan timbulnya gejala keterasingan dan kebudayaan sendiri (cultural alienation).(Ekawati, 2003) Karena perhatian akan kita pusatkan pada persoalan pertemuan antarbudaya dalam era globalisasi, maka ada baiknya kita bahas dahulu hal-ihwal yang berkenaan dengan globalisasi sebagai proses maupun globalisme sebagai carapandang yang dewasa mi cenderung dianut dalam tata-pergaulan intemasional. Sebagai proses, globalisasi benlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antarbangsa, yaitu dimensi ruang (space) dan waktu (time). Ruang/jarak makin diperdekat dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala mondial. Seantero jagad seolah-olah tertangkap dalam satu janingan besar tanpa adanya suatu pusat tunggal. Kendatipun dalam periode Perang Dingin kondisi bipolar seakanakan membelah-dua dunia mi dengan pengendalian dan dua pusat kekuatan dunia yang saling bertentangan, usainya Perang Dingin tidak menjadikan dunia kita monosentnik. Justru plunisentrisme dan multipolaritas menjadi cmi dunia menjelang akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-2 1. Tidak ada kekuatan tunggal yang mutlak dan sanggup mengabaikan apalagi mengungguli- kondisi global yang plurisentnik dan multipolar dalam era kontemporer. Dalam kondisi demikian itulah globalisme menjadi cara pandang dalam interaksi antarbangsa, dan hal ml pada gllirannya mendorong berlangsungnya proses globalisasi yang terus berkembang atas kemekarannya sendiri. Dalam perkembangan sedemikian itu dirasakan makin dipenlukan nya suatu tatanan dunia baru yang perwujudannya memperhatikan plurisentrisme dan multipolanitas sebagai 63

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

kenyataan global masakini. Tatanan itu tentu menuntut dirancangnya berbagai sistem dan pelembagaan yang hams diwujudkan sebagai konsekuensinya. Rancangan demikian itu tentunya hams dapat ditenima oleh majonitas eksponen yang ambilbagian dalam janingan global yang plunisentrik dan multipolar. Ditenimanya suatu tatanan global barn mestinya dapat diandalkan pada tergalangnya konsensus maksimal di antara sege nap eksponen yang berperan dalam janingan itu. Dewasa mi sistem dan pelembagaan termaksud tenutama nyata perkembangannya dalam bidang ekonomi dan perdagangan internasional; globalisasi dalam bidang ml sudah dijangkau oleh sistem dan pelembagaan yang makin dijadikan acuan dalam hubungan internasional. Dalam bidang mi tampaknya tiada altematif lain bagi kita kecuali turut berperan di dalamnya, suka-tak-suka; sedang kesiapan untuk ambilbagian dalam tatanan barn itu merupakan imperatif yang sukar dielakkan, mau-tak-mau. Dalam naskah mi perhatian kita pusatkan pada penjelmaan globalisme dalam bidang yang jelas berdampak terhadap wawasan budaya kita, yaitu bidang informasi dan komunikasi yang sangat tertunjang oleh pesatnya laju perkembangan teknologi yang semakin canggih. Dalam bidang inilah terjadi pemadatan dimensi rnang dan waktu (yang disebut Harvey timespace compression); jarak makin diperdekat dan waktu makin dipersingkat. Dalam bidang informasi, maka terjadilah banjir deras informasi (information glut) yang menghujani kita dan nyanis tak lagi terkendali; dan sebagaimana terjadi dengan setiap banj in, maka dalam hal mi pun terbawa limbah yang samasekali tidak berguna; maka betapa pun paradoksal kedengarannya, banjir informasi melalui sistem dan pelembagaan yang didukung oleh teknologi canggih tidak dengan sendirinya mempenkaya wawasan kita, melainkan bisa juga mencemani kita secara mental. Maka tidaklah mengherankan kalau banjir informasi itu akhirya juga bisa benpengaruh terhadap carapandang maupun gayahidup kita; dan inilah awal dan suatu proses yang akhimya bisa bermuara pada pernbahan sikap mental dan kultural. Teknologi informasi dan komunikasi dalam era globalisasi mi merupakan pendukung utama bagi tenselenggaranya pertemuan antarbudaya. Dengan dukung teknologi modem an infonmasi dalam berbagai bentuk dan untuk benbagai kepentingan dapat disebarluaskan begitu rnpa, sehingga dengan mudah dapat mempengaruhi carapandang dan gayahidup kita. Kesegeraan dan keserampakan anus informasi yang dengan derasnya men erpa kita seolaholah tidak membenikan kesempatan pada kita untuk menyerapnya dengan filter mental dan sikap knitis. Perlu dicatat, bahwa dalam pertemuan antar-budaya mengalirnya anus informasi itu tidak senantiasa terjadi secara dua-arah; dominasi cendernng terjadi dan fihak yang memiliki dukungan teknologi lebih maju terhadap fihak yang lebih terbelakang. Makin canggih dukungan tersebut makin besar pula anus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. Kalau dewasa ml dianut asas kebebasan arns informasi (free flow of information), maka yang sesungguhnya terjadi bukanlah pertukanan informasi (exchange of information) berupa proses dua-arah yang cukup bermmbang, melainkan dominasi anus informasi dan fihak yang didukung oleh kesanggupan merentangkan sistem informasi dengan jangkauan global. Dengan jangkaun sedemikian itu, maka fmhak yang lebih unggul dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi niscaya lebih berkesanggupan untuk membiaskan pengaruhnya secara global. (Ridwansyh, 2001) Gejala tersebut nyata berpengaruh atas terbentuknya sikap mental dan kultural pada fihak yang diterpa (expose) oleh fihak yang menerpanya (impose) dengan anus informasi. Maka tidak mustahil kemajuan masyarakat yang diterpa cenderung diukur secara memperbandingkan dengan hal-ihwal yang dipenkenalkafl melalui informasi dan fihak yang menerpa. Kecenderungan mi adakalanya dianggap sebagai bagian dan upaya modemisasi, dan ditenima dengan alasan mengikuti kecenderungafl global. Sikap yang naif mi antara lain juga ditandai oleh kecenderungan glonifikasi terhadap fihak yang diunggulkan sebagai

64

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

sumber informasi global dan tampil sebagai penentu kecendeningafl (trend-setter) dalam pembentukan sikap mental dan kultural serta gaya hidup barn. Pengertian Budaya Sebelum mengulas tentang perkembangan tekologi komunikasi terhadap kehidupan budaya, perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian budaya itu sendiri. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Semakin lama kebudayaan akan semakin berkembang. Seperti dalam hal bahasa. Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita telah bergerak dari budaya lisan ke budaya tulisan sejak ditemukannya huruf. Tapi, sekarang kita sedang bergeser dari budaya tulisan ke budaya visual. Dalam budaya visual, gambar-yang diam atau bergerak- menjadi bagian yang penting dalam proses komunikasi. Sehingga kemudian sampailah pada era globalisasi. Dimana era globalisasi ini erat sekali kaitannya dengan teknologi informasi atau komunikasi. Kehadiran globalisasi membawa pengaruh bagi kehidupan suatu bangsa. Pengaruh globalisasi dirasakan di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain yang akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme bangsa. Sebagai sebuah proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, dalam interaksi an bangsa, tar yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang yang dapat diartikan jarak semakin dekat atau dipersempit sedangkan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Hal ini tentunya tidak terlepas dari dukungan pesatnya laju perkembangan teknologi yang semakin canggih khususnya teknologi komunikasi. Teknologi komunikasi adalah pendukung utama bagi terselenggaranya globalisasi. Dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi, informasi dalam bentuk apapun dan untuk berbagai kepentingan, dapat disebarluaskan dengan mudah sehingga dapat dengan cepat mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup hingga budaya suatu bangsa. Kecepatan arus informasi yang dengan cepat membanjiri kita seolah-olah tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk menyerapnya dengan filter mental dan sikap kritis. Makin canggih dukungan teknologi tersebut, makin besar pula arus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. 65

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Oleh karena itu selama ini dikenal asas kebebasan arus informasi berupa proses dua arah yang cukup berimbang yang dapat saling memberikan pengaruh satu sama lain. Pengaruh globalisasi dengan dukungan teknologi komunikasi meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dapat dirasakan dengan adanya Teknokom adalah peningkatan kecepatan, ketepatan, akurasi dan kemudahan yang memberikan efisiensi dalam berbagai bidang khususnya dalam masalah waktu, tenaga dan biaya. Kemudian dapat menunjang perkembangan kebudayaan, saling mempelajari kebudayaan lain. Banyak hal yang didapat karena pengaruh teknologi komunikasi. Sedangkan pengaruh negatif yang bisa muncul karena adanya teknologi komunikasi, misalnya dari globalisasi aspek ekonomi, terbukanya pasar bebas memungkinkan produk luar negeri masuk dengan mudahnya. Dengan banyaknya produk luar negeri dan ditambahnya harga yang relatif lebih murah dapat mengurangi rasa kecintaan masyarakat terhadap produk dalam negeri. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia. Peningkatan kualitas hidup semakin menuntut manusia untuk melakukan berbagai aktifitas yang dibutukan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya. Teknologi Informasi dan Komunikasi yang perkembangannya begitu cepat secara tidak langsung mengharuskan manusia untuk menggunakannya dalam segala aktivitasnya. Konsep Teknologi Informasi (TI) Teknologi Informasi (TI) yang kini berkembang amat pesat, tak bisa dipungkiri memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh proses globalisasi ini. Mulai dari wahana TI yang paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi, hingga internet dan telepon gengam dengan protokol aplikasi tanpa kabel (WAP), informasi mengalir dengan sangat cepat dan menyeruak ruang kesadaran banyak orang. (Radian, 2004) Perubahan informasi kini tidak lagi ada dalam skala minggu atau hari atau bahkan jam, melainkan sudah berada dalam skala menit dan detik. Perubahan harga saham sebuah perusahaan farmasi di Bursa Efek Jakarta hanya membutuhkan waktu kurang dari sepersepuluh detik untuk diketahui di Surabaya. Indeks nilai tukar dollar yang ditentukan di Wall Street, AS, dalam waktu kurang dari satu menit sudah dikonfirmasi oleh Bank Indonesia di Medan Merdeka. Demikian juga peragaan busana di Paris, yang pada waktu hampir bersamaan bisa disaksikan dari Gorontalo, Sulawesi. TI telah mengubah wajah ekonomi konvensional yang lambat dan mengandalkan interaksi sumber daya fisik secara lokal menjadi ekonomi digital yang serba cepat dan mengandalkan interaksi sumber daya informasi secara global. Peran Internet tidak bisa dipungkiri dalam hal penyediaan informasi global ini sehingga dalam derajat tertentu, TI disamaratakan dengan Internet. Internet sendiri memang fenomenal kemunculannya sebagai salah satu tiang pancang penanda kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Internet menghilangkan semua batas-batas fisik yang memisahkan manusia dan menyatukannya dalam dunia baru, yaitu dunia maya. Setara dengan perkembangan perangkat keras komputer, khususnya mikro-prosesor, dan infrastruktur komunikasi, TI di internet berkembang dengan kecepatan yang sukar dibayangkan. Konsep perdagangan elektronik melalui internet, yang dikenal dengan nama e-Commerce yang lahir karena perkawinan TI dengan globalisasi ekonomi belum lagi genap berusia lima tahun dikenal dari fakta bahwa sebenarnya sudah ada sekitar 20 tahun yang laluketika sudah harus merelakan dirinya digilas dengan konsepsi e-Business yang lebih canggih. Jika e-Commerce hanya memungkinkan seseorang bertransaksi jual beli melalui internet dan melakukan pembayaran dengan kartu kreditnya secara on-line, atau memungkinkan seorang ibu rumah tangga memprogram lemari-esnya untuk melakukan pemesanan saribuah secara otomatis jika stok yang disimpan di kulkas itu habis dan membayar berbagai tagihan rumah tangganya melalui 66

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

instruksi pada bank yang dikirim dengan menekan beberapa tombol pada telepon genggamnya, maka dengan e-Business, transaksi ekspor impor antar negara lengkap dengan pembukaan LC dan model cicilan pembayarannya juga bisa dilakukan dengan wahana dan media yang sama. Karena itu, wajar jika pemerintah negara-negara Asia, negara yang dianggap kurang maju, kini mulai secara resmi mendukung perkembangan TI setelah sekian lama diamkebingungan karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan perkembangan teknologi yang demikian cepat ini. Bagi Asia, yang saat ini sedang bekerja keras mengejar ketinggalan dari negara-negara maju dan pada saat yang sama mengalami perubahan sosial politik, keberadaan internet khususnya merupakan masalah yang pelik. Lebih buruk lagi, krisis ekonomi yang dialami Asia pada akhir tahun 90an menunda perkembangan TI di saat AS dan negara-negara Eropa sedang berkembang pesat dalam penggunaan teknologi itu. (http://www.e-culture/203) Pertemuan Asian Regional Conference of the Global Information Infrastructure Commission (GIIC) di Manila pada bulan Juli 2000 menghasilkan rencana untuk membangun jaringan komunikasi, menyediakan perangkat pengakses informasi dari internet untuk masyarakat, menyusun framework penggunaan TI, membangun jaringan online-pemerintah, serta mengembangkan pendidikan untuk meningkatkan daya saing Asia. Namun memang masih ada hambatan, terutama antara lain sumber daya yang terbatas, masih kakunya sistem pemerintahan, serta perbedaan sosial politik di antara negara-negara yang kini harus bekerjasama yang bila gagal diatasi, akan tetap menempatkan Asia di pihak yang merugi. Salah satu tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah Asia yang disepakati dalam pertemuan GIIC itu adalah mempersiapkan hukum mengenai transaksi, kejahatan internet, merek dagang, hak cipta dan masalah lain. Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Tabloid Kontan On-line tanggal 9 Oktober 2000 yang mengutip IDC (Information Data Corporation) , dana yang sudah dibelanjakan untuk kepentingan TI di Indonesia cukup besar. Tahun 2000 ini diperkirakan US$ 772,9 juta, naik dari US$ 638,4 juta tahun lalu. Jumlah ini belum termasuk investasi dotcom yang sempat bergairah obor-blarak dalam dua tahun terakhir. Dari US$ 772,9 juta itu, sebagian besar (57,7%) dibelanjakan untuk perangkat keras seperti PC dan notebook. Sebagian yang lain (14,4%) dibelanjakan untuk perangkat lunak. Seharusnya, angka untuk perangkat lunak ini jauh lebih besar daripada untuk perangkat kerasnya. Hal ini diduga keras karena di Indonesia tingkat pembajakan masih di atas 90%. Sementara dari 17 sektor yang membelanjakan uang untuk TI tadi, sektor yang paling banyak mengeluarkan uang adalah komunikasi & media (19,3%), diikuti oleh discreet manufacturing (16,9%), pemerintah (12,4%), dan perbankan (11,8%). Sampai dengan bulan Juni 1999, masih menurut sumber dari Kontan On-line, dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 220 juta jiwa, jumlah personal computer yang ada di negeri ini hanya sekitar 2 juta unit. Itu berarti hanya 0,95% dari jumlah penduduk. Angka ini masih sangat kecil dan jika dijadikan pijakan konsepsi utopis TI yang mampu mendorong terjadinya perubahan sosial. Namun, angka sekecil itu yang diperkuat dengan TI, khususnya pemanfaatan jaringan internet, bisa cukup menimbulkan dilema bagi pemerintah, lebih khusus lagi bagi negara yang memiliki peraturan ketat. Di jaman Orde Baru berkuasa dulu, TI disikapi dengan penuh kebingungan, seperti misalnya dalam kasus penggerebekan salah satu Internet Service Provider (ISP) di Jakarta saat Kudatuli kerusuhan dua puluh tujuh juliyang menghebohkan itu. Kasus ini layaknya menghadapkan kemajuan TI dengan alat perang dan kekuasaan. Dan seperti biasanya, senjata lebih berkuasa daripada teknologi. Namun, kekuatan TI yang ditekan itu kemudian tampil jumawa dalam episode jatuhnya Orde Baru. Konon, dipercaya bahwa gerakan mahasiswa dan bantuan logistiknya dikoordinasikan dengan 67

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

memanfaatkan kecanggihan TI ini. Bahkan, komunikasi militer pun disadap dan semua sandi militer diterjemahkan oleh para aktivis dan dibagikan lewat pager, telepon gengam dan email pada para koordinator lapangan untuk mengantisipasi blokade militer yang menyapu Jakarta dan kota-kota lainnya saat itu, 1998 dan 1999. TI, secara langsung atau tidak, berkontribusi atas terjadinya suatu perubahan sosial yang bermakna di Ind onesia, yaitu jatuhnya rejim militeristik yang sudah berkuasa 32 tahun lamanya. Tapi, entah dimana salahnya, pemerintah baru yang terpilih secara relatif demokratis pasca rejim Orde Baru ini juga gagap menanggapi kemajuan TI. Keppres 96/2000 yang garis besarnya berisi larangan masuknya investor asing di bidang industri multimedia di Indonesia, menunjukkan dengan jelas kebingungan pemerintah dalam merespon perkembangan bisnis multimedia, yang tentu ada dalam mainstream TI. Dengan Kepres itu, tersirat inferioritas yang luar biasa dalam diri pemerintah. Pemerintah beranggapan bahwa proteksi itu diberikan dengan asumsi tidak mungkin pemain-pemain lokal mampu bersaing dengan investor asing dalam dunia TI. Padahal, justru banyak pemain lokal yang berteriak dan menentang keppres ini. Satu-satunya pemain lokal yang terlihat paling getol mendukung dikeluarkannya keppres tersebut hanyalah PT. Telkom. Kebingungan ini juga terlihat jelas dalam perumusan UU Telekomunikasi beserta PP yang menyertainya. Dalam PP No 52/2000 misalnya, apabila seseorang ingin mendirikan warung internet, untuk mengurus ijin pendirian warnet, harus meminta ijin yang ditandatangani oleh menteri (!). Jelas, bahwa kebijakan pemerintah saat ini menimbulkan semakin banyak masalah yang timbul dalam pengembangan TI. Dalam hal politik, meningkatnya tribalisme saat ini mungkin bisa dianggap terkait dengan kemajuan TI karena memperjelas banyak hal sehingga setiap orang dapat mengetahui peristiwa yang terjadi di mana saja, yang pada masa lalu tidak terlihat tapi bukannya tidak ada. Demokrasi melanda dunia dan dunia menerapkan demokrasi itu melalui sistem telekomunikasi global. Dengan semakin banyaknya informasi yang diterima masyarakat, pemerintah harus mulai berubah ke arah sistem dimana peraturan dan hukum didasarkan bukan pada kemauan pemerintah, melainkan pada legitimasi masyarakat. Konsep Negara Kesatuan misalnya, jika dilihat dari kacamata TI dan globalisasi secara paradoks bisa jadi sudah punah karena negara yang efektif justru memecah dirinya menjadi bagian lebih kecil dan lebih efisien. Kenichi Ohmae dalam bukunya yang terkenenal The End of the Nation State, melihat dengan jelas bahwa gagasan pemerintah pusat adalah bagian yang terpenting dari sebuah pemerintahan sudah saatnya ditinggalkan. Dunia dalam kacamata TI saat ini adalah dunia tentang pribadi orang per orang, bukan negara (state). Dunia yang saat ini, menurut pencetus ide The Third Way Anthony Giddens dengan teori strukturasi modernisnya, sedang bermetamorfosa dari swapraja menuju swakelola. (Martinginsih, 2004) TI modern memungkinkan kerjasama yang luar biasa antar masyarakat, pelaku ekonomi dan negara. Sebuah paradoks: karena ekonomi global makin membesar, maka negara-negara yang mengambil peran akan semakin mengecil. Tanpa TI, informasi tidak ada, dan tanpa informasi maka semua kegiatan akan berhenti. Globalisasi, dalam hal informasi dan dilihat dari kacamata TI, jelas adalah keniscayaan. Tak ada jalan untuk mundur lagi. Menurut Amartya Sen, pemenang hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 1998, teknologi harus berpihak dan mengabdi pada manusia. Maka yang harus dilakukan dalam konteks perkembangan TI dan globalisasi ini adalah membangun kembali keberpihakan TI melalui strategi yang membela mereka yang selama ini ditinggalkan dan diabaikan dalam arus globalisasi. Bagaimana memulai? Pertama, dari yang lokal, yaitu dengan memberikan kesempatan pada yang kecil. Dengan populasi mencapai 2,1 juta unit usaha yang tahan banting sudah teruji dalam krisis ekonomimaka pengusaha kecil, menengah dan koperasi merupakan sasaran pokok yang harus didorong dan diberdayakan dalam memanfaatkan TI untuk

68

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

melakukan perdagangan elektronik karena keterbatasan modal, sumber daya manusia dan keahlian. Pemanfaatan Teknologi Informasi Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang cukup pesat sekarang ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan masyarakat yang tidak dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan iptek adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman. Perkembangan iptek, terutama teknologi informasi (information technology) seperti internet sangat menunjang setiap orang mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal maupun illegal dengan menghalalkan segala cara karena ingin memperoleh keuntungan secara potong kompas. Dampak buruk dari perkembangan dunia maya ini tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat modern saat ini dan masa depan. Globalisasi dunia melalui teknologi informasi (internet, telepon selular dan media elektronik lain) yang berkembang sangat pesat. Dampak perkembangan teknologi informasi dirasa sangat berpengaruh terhadap pengaturan hukum. Betapa tidak dengan penggunaan teknologi informasi perilaku manusia secara nyata telah beralih dari model aktifitas yang didasarkan pada suatu bentuk hubungan face to face telah bergeser kepada pola hubungan digitally. Oleh karena adanya pergeseran demikian, maka tidak mengherankan dalam setiap aspek kehidupan manusia pun mulai menunjukan suatu fenomena baru. Hal ini salah satunya dapat dilihat pada upaya kreasi manusia yang berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Adanya penyalahgunaan teknologi informasi yang merugikan kepentingan pihak lain sudah menjadi realitas sosial dalam kehidupan masyarakat moderen sebagai dampak dari pada kemajuan iptek yang tidak dapat dihindarkan lagi bagi bangsa-bangsa yang telah mengenal budaya teknologi (the culture of technology). Teknologi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat manusia dalam dunia yang semakin sempit ini. Semua ini dapat dipahami, karena teknologi memegang peran amat penting di dalam kemajuan suatu bangsa dan negara di dalam percaturan masyarakat internasional yang saat ini semakin global, kompetitif dan komparatif. Bangsa dan negara yang menguasai teknologi tinggi berarti akan menguasai dunia, baik secara ekonomi, politik, budaya, hukum internasional maupun teknologi persenjataan militer untuk pertahanan dan keamanan negara bahkan kebutuhan intelijen. Dampak perkembangan teknologi informasi, bisa positif bisa pula negatif. Kemudahan dalam mengakses informasi dan ilmu pengetahuan dari berbagai sumber dan belahan dunia, merupakan salah satu manfaat positif. Sedangkan dampak negatifnya adalah masuknya pengaruh budaya asing, seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan Narkoba, tindakan kriminalitas dan budaya kekerasan. Generasi muda adalah kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap pengaruh budaya asing ini, sehingga dalam membangun sosial budaya, terutama terhadap generasi muda itu, diperlukan persiapan yang matang, agar mereka dapat mengambil manfaat positif dan membentengi diri dari dampak negatif globalisasi dunia yang tengah berkembang ini. Selaku harapan serta tumpuan bangsa dan negara yang akan melanjutk pembangunan an di segala bidang, generasi muda mesti dibekali sedini mungkin dengan ilmu pengetahuan tentang tata cara mengambil manfaat positif dari kemajuan teknologi informasi yang berkembang dengan deras dan pesat. Peranan pemerintah bersama serta segenap elemen masyarakat, semakin dituntut dan diperlukan untuk mengawasi, membina dan menyelamatkan para generasi muda dari dampak negatif kemajuan teknologi informasi. Disamping itu, pemantapan kehidupan beragama dapat dijadikan benteng pertahanan bagi masyarakat untuk meminimalisasi pengaruh negatif dari 69

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

dampak globalisasi dunia melalui teknologi informasi yang masuk dengan deras ke semua pelosok negeri di Indonesia. Suatu hal yang patut diperhatikan adalah bahwa kejahatan sebagai gejala sosial sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk menjadi suatu tradisi atau budaya yang selalu mengancam dalam setiap saat kehidupan masyarakat. Di sini perlu ada semacam batasan hukum yang tegas di dalam menanggulangi dampak sosial, ekonomi dan hukum dari kemajuan teknologi moderen yang tidak begitu mudah ditangani oleh aparat penegak hukum di negara berkembang seperti halnya Indonesia yang membutuhkan perangkat hukum yang jelas dan tepat dalam mengantisipasi setiap bentuk perkembangan teknologi dari waktu ke waktu. Munculnya revolusi teknologi informasi dewasa ini dan masa depan tidak hanya membawa dampak pada perkembangan teknologi itu sendiri, akan tetapi juga akan mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama, kebudayaan, sosial, politik, kehidupan pribadi, masyarakat bahkan bangsa dan negara. Jaringan informasi global atau internet saat ini telah menjadi salah satu sarana untuk melakukan kejahatan baik domestik maupun internasional. Internet menjadi medium bagi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan dengan sifatnya yang mondial, internasional dan melampaui batas ataupun kedaulatan suatu negara. Semua ini menjadi motif dan modus operandi yang amat menarik bagi para penjahat digital. Manifestasi kejahatan mayantara yang terjadi selama ini dapat muncul dalam berbagai macam bentuk atau varian yang amat merugikan bagi kehidupan masyarakat ataupun kepentingan suatu bangsa dan negara pada hubungan internasional. Kejahatan mayantara dewasa ini mengalami perkembangan pesat tanpa mengenal batas wilayah negara lagi (borderless state), karena kemajuan teknologi yang digunakan para pelaku cukup canggih dalam aksi kejahatannya. Para hacker dan cracker bisa melakukannya lewat lintas negara (cross boundaries countries) bahkan di negara-negara berkembang (developing countries) aparat penegak hukum, khususnya kepolisian tidak mampu untuk menangkal dan menanggulangi disebabkan keterbatasan sumber daya manusia, sarana dan prasarana teknologi yang dimiliki. Harus diakui bahwa Indonesia belum mengadakan langkah-langkah yang cukup signifikan di bidang penegakan hukum (law enforcement) dalam upaya mengantisipasi kejahatan mayantara seperti dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat. Kesulitan yang dialami adalah pada perangkat hukum atau undang-undang teknologi informasi dan telematika yang belum ada sehingga pihak kepolisian Indonesia masih raguragu dalam bertindak untuk menangkap para pelakunya, kecuali kejahatan mayantara yang bermotif pada kejahatan ekonomi/perbankan. Pihak kepolisian Indonesia telah membentuk suatu unit penanggulangan kejahatan mayantara dengan nama Cybercrime Unit yang berada di bawah kendali Direktrorat Reserse Kriminal Polri. Pembentukan unit kepolisian ini patut dipuji, namun amat disayangkan apabila unit ini bekerja tidak dilengkapi dengan perangkat legislasi anti cybercrime. Mengantisipasi kejahatan ini seyogianya dimulai melalui pembentukan perangkat undangundang seperti dalam Konsep KUHP Baru dan RUU Teknologi Informasi yang disusun oleh Pusat Kajian Cyberlaw Universitas Padjadjaran. Model yang digunakan adalah Umbrella Provision atau undang-undang payung, artinya ketentuan cybercrime tidak dibuat dalam bentuk perundang-undangan tersendiri (khusus), akan tetapi diatur secara umum dalam RUU Teknologi Informasi dan RUU Telematika.(Nugraha, 2002) Selain melakukan upaya dengan mengkriminalisasikan kegiatan di cyberspace dengan pendekatan global, Pemerintah Indonesia sedang melakukan suatu pendekatan evolusioner untuk mengatur kegiatan-kegiatan santun di cyberspace dengan memperluas pengertianpengertian (ekstensif interpretasi) yang terdapat dalam Konsep KUHP Baru. Artinya, Konsep

70

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

KUHP Baru sebelumnya tidak memperluas pengertian-pengertian yang terkait dengan kegiatan di cyberspace sebagai delik baru. Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat dewasa ini patut disyukuri sebagai hasil budaya manusia moderen. Seyogianya kemajuan teknologi menolong kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Namun kemajuan teknologi membawa dampak buruk dalam kehidupan masyarakat berupa kejahatan mayantara sehingga harus diantisipasi dengan tersedianya perangkat hukum atau undang-undang yang tepat. Dampak buruk teknologi yang disalahgunakan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab menjadi masalah hukum pidana dan harus segera ditanggulangi melalui sarana penal yang dapat dilakukan oleh penegak hukum kepolisian. Sayangnya, perangkat undang-undang belum tersedia sebagai sarana penal dalam menanggulanginya. Namun perkembangan teknologi digital tidak akan dapat dihentikan oleh siapapun, karena telah menjadi kebutuhan pokok manusia moderen yang cenderung pada kemajuan dengan mempermudah kehidupan masyarakat melalui komunikasi dan memperoleh informasi baru. Dampak buruk teknologi menjadi pekerjaan rumah bersama yang merupakan sisi gelap dari perkembangan teknologi yang harus ditanggulangi. Mengingat kemajuan teknologi telah merambah ke pelosok dunia, termasuk kepedesaan di Indonesia, maka dampak buruk teknologi yang menjadi kejahatan mayantara pada masa depan harus ditanggulangi dengan lebih hati-hati, baik melalui sarana penal maupun non penal agar tidak menjadi masalah kejahatan besar bagi bangsa dan negara yang mengalami krisis ekonomi. HASIL PEMBAHASAN Hasil penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan ini untuk menganalisa faktor pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Data tersebut dikumpulka melalui pra survey dan survey lapangan (observasi langsung) dan wawancara mendalam (debt interview) dengan menggunakan pedoman wawancara. Data primer diperoleh melalui penyebaran angket kepada beberapa responden dengan menggunakan angket (questioner). Adapun hasil penelitian yang dilakukan terhadap obyek penelitian adalah sebagai berikut : Kemampuan Masyarakat dan Pemerintah Pemanfaatan globalisasi teknologi informasi dapat terlaksana dengan baik jika didukung oleh kemampuan pemerintah mendukung penggunaan teknologi informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Selain itupula dukungan kemampuan masyarakat untuk mengetahui perkembangan kebudayaan Kota Makassar juga berperan penting terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Berikut pendapat responden tentang kemampuan Pemerintah dalam mendukung pemanfaatan globalisasi teknologi informasi terhadap budaya masyarakat di Kota Makas sar yaitu sebagai berikut :

71

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Tabel 1 Pendapat Responden Tentang Kemampuan Pemerintah Dalam Mendukung Globalisasi Teknologii Informasi terhadap Kegiatan Kebudayaan Di Kota Makassar Frekuensi Persentase No Pendapat Responden (orang) (%) 1. Sangat mendukung 15 23,81 2. Mendukung 35 55,56 3. Kurang mendukung 7 9,52 4. Tidak mendukung 6 9,52 Jumlah 63 100,00 Sumber : Data Primer diolah November 2008 Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa kemampuan pemerintah mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi budaya masyarakat Kota Makassar. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban mendukung sebanyak 35 orang (55,56 %) Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa pemerintah mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap perkembangan budaya masyarakat di Kota Makassar. Hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung kegiatan di Kota Makassar seperti pembuatan website Pemerintah Kota Makassar yang memuat tentang perkembangan sektor kebudayaan di KotaMakassar. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemerintah sebagai motivator dalam mendukung penggunaan teknologi informasi terhadap perkembangan budaya masyarakat di Kota Makassar. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas yang digunakan saat melakukan kegiatan kebudayaan seperti pameran-pameran kebudayaan ataupun memperkenalkan seni-seni budaya yang ada di Kota Makassar kepada dunia luar. Berikut pendapat responden tentang kemampuan masyarakat menggunakan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan budaya masyarakat di Kota Makassar, yaitu sebagai berikut : Tabel 2 Pendapat Responden Tentang Kemampuan Masyarakat Menggunakan Teknologi Informasi Dalam Mendukung Kebudayaan Masyarakat di Kota Makassar Frekuensi Persentase No Pendapat Responden (orang) (%) 1. Sangat Mampu 13 20,63 2. Mampu 10 15,87 3. Kurang Mampu 29 46,03 4. Tidak Mampu 11 17,46 Jumlah 63 100,00 Sumber : Data Primer diolah November 2008 Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa kemampuan pegawai di instansi Pemerintah Kota Makassar masih kurang dalam menggunakan software computer PC di setiap unit kerja. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban kurang mampu sebanyak 29 orang (46,03 %). Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi Informasi masih kurang. Hal ini disebabkan masih kurang masyarakat yang membuka website-website yang memuat tentang perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. 72

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa teknologi informasi yang digunakan dalam mendukung kebudayaan di Kota Makassar kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya masyarakat yang kurang memahami pemanfaatan globlalisasi Teknologi Informasi dari seluruh aspek kehidupan termasuk perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Dukungan Fasilitas Teknologi Informasi Fasilitas teknologi informasi yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas sangat dibutuhkan. Fasilitas yang memadai akan memberikan kemudahan kepada pengguna Teknologi Informasi untuk memperoleh data dan informasi. Demikianlah halnya penggunaan teknologi informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar memerlukan fasilitas yang memadai bai dari segi kualitas maupun kuantitas. Berikut pendapat responden tentang kualitas fasilitas Teknologi Informasi dalam mendukung perkembagan budaya masyarakat di Kota Makassar yaitu sebagai berikut : Tabel 3 Pendapat Responden Tentang Kualitas Sarana dan Prasarana Dalam Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Perkembagan Kebudayaan di Kota Makassar No 1 . 2 . 3 . 4 . Jumlah 63 Sumber : Data Primer diolah November 2008 100,00 Tidak Berkualitas 10 15,87 Kurang berkualitas 21 33,33 Berkualitas 18 28,58 Pendapat Responden Sangat Berkualitas Frekuensi (orang) 14 Persentase (%) 22,22

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa kualitas fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung perkembangan budaya masyarakat di Kota Makassar kurang berkualitas. Karena dari 63 orang yang memberikan jawaban kurang berkualitas adalah 21 orang (33,33 %). Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa fasilitas yang digunakan dalam mendukung peningkatan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar telah memadai dan memiliki kualitas yang cukup berkualitas. Dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar selain menggunakan fasilitas yang dimiliki, pihak Pemerintah Kota juga melakukan kerjasama dengan pihak penyediaan layanan Teknologi Informasi untuk mendukung kualitas fasilitas yang digunakan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fasilitas yang digunakan dalam setiap kegiatan kebudayaan fasilitas yang digunakan cukup berkualitas. Hal ini dapat dilihat saat melakukan kegiatan kebudayaan Teknologi Informasi yang digunakan dapat digunakan baik oleh masyarakat maupun pihak. Berikut pendapat responden tentang kuantitas fasilitas yang dimiliki dalam mendukung penggunaan Teknologi Informasi yaitu sebagai berikut :

73

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Tabel 4 Pendapat Responden Tentang Fasilitas Teknologi Informasi Dari Segi Kuantitas Dalam Mendukung Kegiatan Kebudayaan di Kota Makassar No 1. 2. 3. 4. Frekuensi (orang) Sangat baik 4 Baik 7 Kurang Baik 21 Tidak Baik 15 Jumlah 63 Sumber : Dara primer diolah November 2008 Pendapat Responden Persentase (%) 8,51 14,89 44,68 31,92 100,00

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar dari segi kuantitas masih kurang. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban kurang baik sebanyak 21 orang (44,68 %). Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar kurang baik. Hal ini disebabkan keterbatasan anggaran yang dimiliki untuk melakukan penambahan fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung perkembangan kebudayaan masyarakat di Kota Makassar kurang maksimal. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar masih perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Makassar. Kurang memadainya fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dari segi jumlah masih sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat saat melakukan kegiatan kebudayaan, maka untuk mendukung kegiatan kebudayaan masih menyewa peralatan dari penyediaan layanan Teknologi Informasi. Sikap dan Perilaku Masyarakat Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar perlu didukung sikap dan perilaku masyarakat dalam memahami Teknolog i Informasi tersebut. Dukungan sikap dan perilaku masyarakat untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar. Berikut pendapat responden tentang sikap dan perilaku masyarakat terhadap penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar yaitu sebagai berikut : Tabel 5 Pendapat Responden Tentang Sikap Masyarakat Terhadap Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Mendukung Perkembangan Budaya Masyarakat No 1. 2. 3. 4. Pendapat Responden Sangat baik Baik Kurang Baik Tidak Baik Frekuensi 11 17 23 12 Persentase 17,46 26,98 36,51 19,05 74

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Jumlah 63 Sumber : Dara primer diolah November 2008

100,00

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa sikap masyarakat terhadap penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar kurang baik. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban kurang baik sebanyak 23 orang (36,51 %). Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa sikap masyarakat terhada p penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari sikap masyarakat untuk mengetahui perkembangan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar masih perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa sikap masyarakat terhadap penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari sikap masyarakat untuk mengetah ui perkembangan kebudayaan di Kota Makassar masih perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sikap masyarakat terhadap Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari keinginan dan animo masyarakat untuk mengetahui perkembangan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar. Kurangnya keinginan tersebut disebabkan : 1. Masyarakat kurang termotivasi tentang kegiatan kebudayaan masyarakat. 2. Website yang memuat kegiatan kebudayaan di Kota Makassar sering mengalami gangguan atau dalam melakukan download file mengalami gangguan. 3. kurangnya sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Makassar kepada masyarakat untuk memanfaatkan Teknologi Informasi dalam mengetahui perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Berikut pendapat responden tentang pemahaman masyarakat terhadap Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar yaitu sebagai berikut : Tabel 6 Pendapat Responden Tentang Pemahaman Masyarakat Terhadap TI Mendukung Perkembangan Budaya Masyarakat No 1. 2. 3. 4. Frekuensi (orang) Sangat memahami 9 Memahami 13 Kurang Memahami 22 Tidak memahami 19 Jumlah 63 Sumber : Dara primer diolah November 2008 Pendapat Responden Persentase (%) 14,29 20,63 34,92 30,16 100,00

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa sikap masyarakat dalam memahami Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar masih kurang memahami. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban kurang memahami sebanyak 22 orang (34,93 %).

75

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa sikap masyarakat terhadap penggunaan Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar memerlukan pemahaman dari masyarakat.

76

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar kurang optimal. Hal ini dilihat dari beberapa faktor pendukung yang kurang terlaksana secara baik, yaitu : 1. Kemampuan Pemerintah dan kemampuan masyarakat kurang mampu memberikan dukungan terhadap pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi dalam perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Khususnya kemampuan masyarakat dalam memahami pentingnya pemanfaatan Teknologi Informasi. 2. Fasilitas yang digunakan baik segi kualitas dan kuantitas kurang mampu mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. 3. Sikap dan perilaku masyarakat dalam memahami pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi kurang optimal. Hal ini disebabkan masih banyak masyarakat yang kurang mengerti dan memahami pentingnya Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Saran Adapun saran yang dapat diberikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Perlunya sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam mendukung peningkatan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. 2. Perlunya penambahan fasilitas yang memadai dalam mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. 3. Sikap dan perilaku yang dimiliki oleh masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi Informasi sangat penting dimiliki sehingga masyarakat dapat memanfaatkan Teknologi Informasi secara maksimal dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Daftar Bacaan Giddens, Anthony, Third Way and Its Critics, Polity Press, London, 2000 Murray, Denise E., Knowledge Machine : Language & Information in a Technological Society, Longman Publisher, Singapore, 1995 Ohmae, Kenichi, The End of The Nation State The Rise of Regional Economies, London: Harper Collins, 1995 Sen, Amartya, Employment, Technology & Development, Oxford University Press, India, 1975 Sen, Amartya, The Standard of Living, Cambridge University Press, 1985 Lain-lain : Infokomputer.com Edisi Juli-Agustus 2000, http://www.infokomputer.com/ Kontan On-line, 9 Oktober 2000, http://www.kontan-online.com/ di-Up load oleh: Anton Waspo

77

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan Pada Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kota Palangkaraya Oleh : Paraden Lucas Sidauruk4 Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja di Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya di Kota Palangkaraya. Di dalamnya diungkapkan apa saja yang dilaksanakan Dinas Tenaga Kerja sebagai institusi pemerintah di Daerah tersebut kepada pencari kerja, apakah diseminasi informasi online sudah berjalan ? Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif dengan fenomenologi realistik. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan wa wancara mendalam (depth interview) serta mempelajari data sekunder. Wawancara menggunakan pedoman wawancara dengan nara sumber di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan di Kota Palangkarya, dan pencari kerja di loket diseminasi kartu kuning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua Dinas Tenaga Kerja tersebut telah melaksanakan diseminasi informasi ketenagakerjaan secara variatif melalui spanduk, siaran televisi, buletin dan leaflet, serta penyampaian informasi secara langsung atau tatap muka. Semua aktivitas tersebut belum maksimal menjangkau khalayak pencari kerja. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui online pernah dilakukan dengan menggunakan internet khususnya e mail dan browsing, tetapi sementara tidak dapat difungsikan karena hamb atan dana. Di masa yang akan datang, kedua Dinas Tenaga Kerja itu disarankan menyediakan leaflet berisi informasi ketenagakerjaan seperti lowongan pekerjaan dan persyaratan pembuatan kartu kuning. Di samping pemanfaatan internet, perlu dibangun jaringan LAN ketenagakerjaan di antara instansi ketenagakerjaan yang terkait.

Kata Kunci : Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan, Pencari Kerja, Dinas Tenaga Kerja Latar Belakang Masalah Keluhan pencari kerja, termasuk calon TKI mengenai informasi ketenagakerjaan belum banyak diungkapkan. Sejauh ini belum banyak diteliti mengenai informasi apa yang selama ini diterima oleh pencari kerja baik yang bekerja di dalam negeri maupun calon TKI yang hendak berangkat ke luar negeri. Informasi yang diperoleh pencari kerja di Tanah Air dari sumber informasi resmi masih amat terbatas tentang informasi lowongan pekerjaan. Calon TKI sebagai pencari kerja juga biasanya mengingikan informasi yang dianggap menarik perhatian saja seperti mengenai adat istiadat dan agama, perusahaan tempat kerja, sistem gaji dan uang lembur, serta peraturan cuti kerja di negara tujuan. Umumnya informasi tentang hak dan kewajiban TKI yang lengkap belum diterima pada saat pendaftaran dan proses rekrutmen calon TKI. Oleh karena itu, calon TKI sebagai pencari kerja cenderung menerima saja informasi yang disampaikan petugas atau sponsor. Sikap ini terjadi karena kurang lengkap pengetahuan dan informasi yang dimilikinya mengenai hak dan kewajiban seorang TKI.

Penulis adalah Peneliti Madya bidang Studi Komunikasi dan Media pada Pusat Litbang Aptel SKDI, sebelumnya peneliti yang sama pada Pusat Pengembangan Literasi Departemen Komunikasi dan Informatika, Jakarta

78

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Padahal semua informasi berkaitan dengan ketenagakerjaan itu merupakan hak seorang pencari kerja sebagai warganegara yang dijamin oleh Pasal 28 F UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Apa yang diharapkan oleh khalayak pencari kerja tidak lain adalah agar mereka mendapatkan informasi ketenagakerjaan sesuai dengan kebutuhannya. Pencari kerja ini menggunakan informasi itu dalam jumlah yang cukup untuk menghasilaan keputusan yang tepat. Untuk memutuskan apakah pencari kerja bekerja di luar negeri atau di dalam negeri dibutuhkan data dan informasi ketenagakerjaan yang memadai.Oleh karena itu, tiap pencari kerja berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap sesuai dengan kebutuhannya sehingga mereka bisa membuat keputusan yang tepat. Sebagai pencari kerja mereka belum mendapatkan informasi ketenagakerjaan yang mencukupi untuk melamar pekerjaan atau menciptakan lapangan kerja baru. Dalam kenyataannya, tidak sedikit pula pencari kerja yang menerima tawaran suatu pekerjaan tanpa didasari pada keputusan yang matang. Banyak juga yang menganggap pekerjaan tertentu hanya sebagai batu loncatan seperti bekerja sebagai penjual (sales) atau bekerja di perusahaan atau instansi yang tidak sesuai dengan harapannya. Kurangnya informasi ketenagakerjaan membuat pencari kerja tidak melihat adanya alternatif atau kesempatan kerja lain. Akibatnya, tidak sedikit di antaranya berganti-ganti pekerjaan dalam waktu singkat. Di samping masalah informasi ketenagakerjaan itu, sumber informasi resmi di bidang ketenagakerjaan belum sepenuhnya melakukan diseminasi informasi ketenagakerjaan sebagai sutatu bentuk komunikasi yang benar-benar menjangkau khalayak pencari kerja. Selain karena kurangnya sarana komunikasi, juga sering dikeluhkan kurangnya kualitas sumber daya manusia yang menangani kegiatan diseminasi informasi tersebut. Komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan selama ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan informasi ketenagakerjaan pencari kerja seperti juga terjadi di Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan pemikiran itu, perlu penelitian mengenai pemerintah sebagai komunikator yang menangani ketenagakerjaan dalam diseminasi informasi ketenagakerjaan. Selain itu, perlu dijawab informasi apa yang disampaikan sumber informasi tersebut selama ini kepada stakeholder khusunya pencari kerja. Pemenuhan kebutuhan informasi ketenagakerjaan melalui diseminasi informasi yang efektif dapat memberdayakan pencari kerja sebagai warga negara. Rumusan Masalah Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana pelaksanaan diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja di Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah ? Beberapa pertanyaan penelitian dapat diajukan, yaitu : 1. Apa saja yang dilaksanakan pemerintah untuk pencari kerja dalam diseminasi informasi ketenagakerjaan? 2. Apakah diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui on line telah dilaksanakan pemerintah kepada pencari kerja ? 3. Informasi apa yang disampaikan oleh pemerintah kepada pencari kerja ? Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja di Palangkarya, Kalimantan Tengah. Secara spesifik melalui studi ini dapat diketahui : 1. Diseminasi informasi ketenagakerjaan yang dilaksanakan pemerintah untuk pencari kerja. 2. Pelaksanaan diseminasi informasi ketenagakerjaan on line kepada pencari kerja. 3. Informasi yang disampaikan pemerintah kepada pencari kerja. 79

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi menambah khazanah pengetahuan mengenai diseminasi informasi. Di samping itu, secara praktis dapat digunakan sebagai masukan dalam penyusunan/penyempurnaan kebijakan pelayanan atau diseminasi informasi pada Departemen Komunikasi dan Informatika, terutama dalam mempersiapkan implementasi Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Bagi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkarya saran-saran penelitian ini dapat diterapkan untuk meningkatkan diseminasi infomasi ketenagakerjaan kepada pencari kerja. Kerangka Pemikiran Tiap unsur komunikasi mempunyai perannya sendiri untuk mewujudkan proses komunikasi yang efektif. Satu unsur saja tidak ada membuat komunikasi tidak berlangsung dengan baik. Komunikasi dapat berlangsung jika unsur-unsur yang menopangnya ada dan berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Harold D. Laswell dalam Wilbur Schramm (1963 :117) mengatakan a convenient way to describe an act of communication is to answer the following questions : who says what in which channel to whom with what effect ? Schramm menunjukkan unsur-unsur yang menggambarkan suatu tindakan komunikasi. Dalam kaitannya dengan diseminasi informasi sebagai bentuk dan proses komunikasi, Ibnu Hamad (2007) mengatakan pembahasan lebih pada diseminasi informasi menggunakan 5W & 1H. Rumus 5W & 1H yang dipakai dalam penyusunan berita ( Effendy, 1993 :72) meliputi Why, Who, What, Where, When, dan How dapat juga digunakan untuk diseminasi informasi. Setidaknya, unsur komunikator (who), pesan (what) dan khalayak (whom) merupakan variabel penelitian yang penting dicermati dalam studi diseminasi informasi pada instasni pemerintah. Pemerintah sebagai komunikator atau sumber informasi menyampaikan pesan (message) kepada khalayaknya. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kredibilitas komunikator adalah kekuasaan dan keahlian yang dimiliki sehingga menimbulkan kepercayaan di mata khalayak. Dengan kekuasaan dimaksudkan sumber informasi mempunyai kewenangan di bidangnya secara resmi. Menurut Sasa Djuarsa dkk, (1993 : 204) ... pentingnya pelaku (sumber) dalam suatu kegiatan. Dalam hal ini, sedikitnya ada tiga karakteristik dari sumber yang perlu diperhatikan yakni : credibility (kredibilitas), attractiveness (daya tarik) dan power (kekuasaan/kekuatan) Credibility atau kredibilitas menunjuk pada suatu kondisi di mana si sumber dinilai punya pengetahuan, keahlian, atau pengalaman yang relevan dengan atau topik pesan yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi percaya bahwa pesan yang disampaikannya itu bersifat objektif Lebih lanjut dikemukakannya, seorang komunikator akan berhasil dalam upaya persuasi yang dilakukannya apabilka ia (1) dipandang punya pengetahuan dan keahlian, dan (2) dinilai jujur, punya integritas serta dipercayai oleh pihak komunikan (khalayak) Dalam diseminasi informasi sebagai proses komunikasi yang efektif memerlukan pengemasan pesan sehingga menimbulkan kebutuhan bagi khalayak. Untuk itu, perlu dirancang agar pesan menarik perhatian. Agar khalayak tertarik terhadap pesan yang disampaikan komunikator, maka pesan tersebut hendaknya mudah dipahami baik bahasa, istilah, kata-kata dan kalimatnya (Wilbur Scramm, 1973 dalam Hamidi, 2007 : 72-73) Informasi yang dikandung dalam pesan itu akan digunakan khalayak, apabila syarat syarat pesan yang baik itu dapat terpenuhi. Terlebih lagi karena informasi berharga guna mengurangi ketidakpastian seperti dikemukakan dalam Shannon dalam Griffin, 1997 : 50) bahwa information refers to the opportunity to reduce uncertainty. Proses pengambilan keputusan yang memberikan kepastian hanya mungkin jika tersedia informasi yang cukup. Unsur komunikasi lain adalah khalayak seringkali dipersepsikan sebagai unsur yang kurang penting karena dianggap sebagai orang bersikap pasif dan menerima saja apa yang disampaikan oleh komunikator. Hal itu semakin jelas, apalagi jika komunikatornya 80

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

merupakan instansi pemerintah yang dianggap memiliki kredibilitas di bidangnya. Padahal khalayak sebagai sasaran juga memiliki sikap sendiri dalam berkomunikasi sesuai dengan kepentingan dan tujuannya. Khalayak ternyata tidak pasif dalam proses komunikasi, tetapi mempunyai pandangan terhadap pesan dan komunikator. Dalam hal inilah pentingnya pengetahuan dan informasi bagi khalayak sehingga dapat menentukan sikap yang tepat. Menurut Sasa Djuarsa Sendjaja, dkk (1993 : 221) ... khalayak bukanlah merupakan sekumpulan dari indvidu-individu yang bersikap dan bertindak pasip... Mereka aktif dan juga selektif. Karena itulah, dalam merancang suatu kegiatan komunikasi apakah melalui saluran kegiatan komunikasi personal atau melalui media massa, kita seyogyanya berorientasi ke khalayak sasaran (audience oriented) Sejalan dengan itu, John Fiske (2006 : 208) mengemukakan khalayak memiliki sekumpulan kebutuhan yang dicari pemuasannya melalui media massa, cara lain dan relasi sosial. Model ini mengasumsikan khalayak setidaknya sama aktifnya dengan pengirim... dan bahwa pesan adalah apa yang dibutuhkan oleh khalayak, bukan yang dimaksudkan oleh pengirim. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, khalayak dalam proses komunikasi yang dimaksud adalah pencari kerja yang juga pencari informasi. Secara implisit mereka membutuhkan informasi ketenagakerjaan yang berguna untuk membantunya dalam mencari atau melamar pekerjaan, bahkan untuk membuka lapangan pekerjaan baru. Definisi Konseptual Diseminasi adalah penyebaran (of information) (John M Echols dan Hassan Shadily, 1979) Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang (Gordon B Davis, 1995,28). Diseminasi informasi ketenagakerjaan adalah suatu bentuk komunikasi yang menyampaikan atau menyebarkan informasi atau pesan mengenai ketenagakerjaan dari pemerintah sebagai komunikator kepada khalayak pencari kerja. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui online adalah diseminasi informasi ketenagakerjaan yang terhubung secara langsung ke internet (Jasmadi, 2004 : 230) Komunikator atau sumber informasi adalah unsur dalam proses komunikasi yang menyampaikan atau menyebarluaskan pesan atau informasi kepada khalay Dalam hal ini ak. sebagai komunikator adalah instansi pemerintah, yakni Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya. Pesan adalah data dan informasi ketenagakejaan yang d isampaikan oleh pemerintah kepada pencari kerja. Khalayak adalah unsur dalam proses komunikasi yang merupakan sasaran dari penyampaian pesan atau penerima informasi dari komunikator atau sumber informasi. Sebagai khalayak adalah pencari kerja baik pencari yang bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri (calon TKI). Informasi ketenagakerjaan adalah informasi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan seperti peraturan ketenagakerjaan, lowongan kerja, pencari kerja termasuk informasi TKI meliputi persyaratan dan prosedur bekerja di luar negeri, hak dan kewajiban TKI. Pencari kerja adalah setiap orang yang terdaftar di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota / Kabupaten untuk mencari atau melamar pekerjaan di dalam negeri maupun di luar negeri Kebutuhan informasi ketenagakerjaan adalah kebutuhan khalayak pencari kerja mengenai informasi ketenagakerjaan.

81

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Metode Penelitian Metode penelitian merupakan seperangkat cara yang sistematik, logis dan rasional yang digunakan oleh peneliti ketika merencanakan, mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menarik kesimpulan. (Hamidi, 2007 : 122). Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan fenomenologi. Dengan penelitian ini diharapkan dapat digambarkan proses diseminasi informasi dan jenis kebutuhan informasi khalayak pencari kerja. Pendekatan kualitatif lebih dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pemahaman mengenai gejala (dari perspektif subjek atau aktor), membuat teori (Pawito, 2007 : 44) Dalam hal ini salah satu varian fenomenologi yang digunakan adalah fenomelogi realistik. Menurut Embree (1998 :333-343) dalam Pawito (2007 :58), fenomenologi realistik lebih menekankan pada pengamatan serta penggambaran esensi-esensi yang bersifat umum. Selain melalui pengamatan atau observasi terhadap proses diseminasi informasi di lingkungan instansi pemerintah, pengumpulan data lapangan juga dilakukan wawancara mendalam (depth interview). Narasumber yang diwawancarai adalah pejabat Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya, petugas loket pelayanan kartu kuning, dan pencari kerja.Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara yang disusun terlebih dahulu. Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive yaitu Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Provinsi Kalimantan Tengah di Kota Palangkaraya dengan pertimbangan bahwa instansi pemerintah yang melayani informasi ketenagakerjaan di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat di kota tersebut. Oleh karena diseminasi informasi ketenagakerjaan langsung kepada pencari kerja melalui loket pengurusan kartu kuning hanya dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten / Kota, maka dipilih Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkarya dengan alasan kota ini merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan masyarakat, termasuk kegiatan ketenagakerjaan di Kalimantan Tengah. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan melakukan reduksi data terlebih dahulu terhadap data yang masuk baik yang diperoleh melalui wawancara mendalam maupun catatan observasi di lapangan. Data kualitatif yang diperoleh dari jawaban narasumber dan hasil observasi yang benar-benar sesuai dengan tujuan penelitian berkesempatan untuk dianalisis, sedangkan data yang kurang relevan tidak dimasukkan dalam analisis. Kategori data dibuat berdasarkan permasalahan penelitian dan data lapangan.

GAMBARAN UMUM Geografi dan Demografi Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Tengah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 10 tahun 1957 dengan ibukota Palangkaraya, artinya tempat yang suci, mulia dan besar. Mottonya adalah Kota Cantik (Terencana, Aman, Tertib dan Keterbukaan). Satu -satunya 2 pemerintahan kota di provinsi ini adalah Palangkaraya dengan luas 2.400 km .Provinsi ini terletak di daerah khatulistiwa dengan iklim tropis yang lembab, panas dengan suhu rata-rata 34 0 Celcius. Curah hujan terbanyak pada bulan-bulan Oktober sampai dengan Maret. Luas provinsi ini 153.564 km2 terdiri dari hutan dan pertanahan lainnya 134.937, 25 2 km , sawah dan ladang 10.744.79 km2, perkebunan 6.637,62 km2, permukiman dan bangunan lainnya 1.244,24 km2 (BPS,2001) dan (http://www.b.i.go.id?web/id/KER 01/profil/kalteng/tanggal 25-4-2008) Secara administratif Provinsi Kalimantan Tengah terbagi atas 13 kabupaten, 1 kota, 95 kecamatan, 1.177 desa dan 122 kelurahan. (Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, 2008a :2) Menurut Gubernur, A. Teras Nerang, mulai tahun 2008-2010 Pemerintah Provinsi 82

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Kalimantan Tengah mempunyai program Mamangun Mahaga Lewu (Membangun Menjaga Desa). Dalam tiga tahun akan ada 126 desa dijadikan percontohan, desa dan kelurahan 1.357 dan 70 % di antaranya adalah desa (Kompas, 13-3-2008) Dalam publikasi yang diterbitkan oleh LIN, (2001 : 43-44) dikemukakan bahwa penduduk asli Provinsi Kalimantan Tengah adalah suku bangsa Dayak, yang terdiri dari beberapa sub suku bangsa seperti Ngaju, Ot Danum, Maanyam, Ot-siang, Lawangan, Katingan dll. Mereka bermukim dalam komunitaskomunitas desa di sepanjang Sungai Barito, Sungai Kapuas, Sungai Kahayan, Sungai Katingan, Sungai Mentaya dll. Selain orang Dayak ada juga penduduk pendatang, yaitu orang-orang Banjar, Bugis, Jawa, Madura, Makassar, Melayu, Arab dan China. Agama penduduk nya Islam, Kristen, Kaharingan, dan Budha. Penduduk yang menganut agama Islam merupakan golongan terbesar. bergaul dengan masyarakat setempat. Di seluruh Provinsi Kalimantan Tengah terdapat 30 bahasa daerah. Bahasa Dayak Ngaju sebagai bahasa lingufranca. Kesenian masyarakat Dayak, terutama tari-tarian antara lain Deder Ketingan, Giring-giring, dan Kinyah Kamber. Pada tahun 2005 jumlah penduduk tercatat 1.957.861 jiwa dengan laju pertumbuhan 2,36 % dan kepadatan 12,75 penduduk / km2. (http://www.kalteng bps.goid, tanggal 20-32008) Pada tahun 2006 jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Tengah tercatat sebanyak 2.003.401 jiwa terdiri dari 1.028.514 laki-laki dan 974.887 perempuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten dan Kota (orang) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kabupaten/Kota Penduduk Laki-laki Perempuan

Kab. Kotawaringain Barat 106.814 99.259 Kab. Kotawaringin Timur 165.353 146.697 Kab. Kapuas 176.124 175.455 Kab. Barito Selatan 62.571 60.351 Kab. Barito Barat 58.377 55.566 Kab. Barito Timur 43.089 42.066 Kab. Lamandau 28.513 27.383 Kab. Seruyan 57.132 50.449 Kab. Katingan 69.448 63.545 Kab. Pulang Pisau 59.977 58.231 Kab.Gunung Mas 45.003 41.025 Kab. Sukamara 19.219 16.961 Kab. Murung Raya 45.823 42.176 Kota Palangkaraya 91.071 92.723 Jumlah 1.028.514 974.887 Jumlah total penduduk 2.003.401 Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a:2)

Tabel 1 menunjukkan tiga kabupaten dan kota Palangkaraya mempunyai jumlah penduduk yang tergolong besar, sedangkan di kabupaten lainnya jumlah cukup kecil. Kabupaten Kapuas merupakan kabupaten terbesar dengan jumlah penduduknya 351.579 jiwa, dan kabupaten Sukamara hanya berpenduduk 36.180 jiwa. Penyebaran penduduk masih belum merata di seluruh provinsi Kalimantan Tengah, tetapi lebih terkonsentrasi di perkotaan. Penduduk memilih bertempat tinggal di perkotaan karena faktor lapangan kerja sektor formal yang mulai berkembang, seperti perdagangan, jasa, dan transportasi. Minat penduduk untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil, TNI/Polri dan karyawan perusahaan dan berwirausaha cukup tinggi. Tabel itu juga memperlihatkan jumlah penduduk laki-laki secara keseluruhan maupun per kabupaten lebih besar daripada jumlah penduduk perempuan, 83

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

kecuali di Kota Palangkaraya. Keinginan untuk mendapatkan pekerjaan di kota mulai tumbuh di kalangan perempuan di perdesaan.Hal ini mendorong penduduk perdesaan pindah (urbanisasi) ke kota Palangkaraya sebagai pencari kerja baru. Perusahaan dan mall di Kota Palangkaraya mulai menawarkan pekerjaan khusus untuk wanita sebagai sales promotion girls (SPG). Berkaitan dengan kondisi ketenagakerjaan di provinsi ini, tercatat tingkat pengangguran sebesar 8,6 % dengan jumlah penganggur laki-laki 5,8 % dan perempuan 13,7 %. Pendapatan penduduk per kapita pada tahun 2006 mencapai Rp 9.991.337,- dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2006 sebesar 5,84 %. (Dinas Tenaga Kerja, Pemprov Kalteng, 2008a : 2-3) Pada Tabel 2 dapat dilihat jumlah penganggur sebesar 82.360 orang terdiri dari penganggur perempuan 46.690 orang jauh lebih besar daripada jumlah penganggur laki-laki 35.670 orang. Data ini membuktikan bahwa daerah ini tidak bebas dari pengangguran meski wlayahnya amat luas untuk bisa digarap sebagai lahan pertanian. Angka yang disajikan itu merupakan jumlah penganggur yang tercatat secara resmi di Kantor Dinas Tenaga Kerja di Kabupaten/Kota se-Provinsi Kalimantan Tengah. Umumnya penganggur tersebut berdomisili di perkotaan sebagai akibat dari banyaknya lulusan terdidik khususnya SLTA hingga sarjana. Berbeda dengan di perdesaan penduduk yang benar-benar tidak bekerja sama sekali sulit ditemukan. Setidaknya penduduk di perdesaan bisa menggarap lahan pertanian atau berkebun di tanahnya sendiri atau milik keluarganya sebagai mata pencaharian. Bertambahnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian menyebabkan angka pengangguran menurun secara signifikan.
Tabel 2 Data Ketenagakerjaan di Provinsi Kalimantan Tengah ( orang) Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah Tenaga Kerja 829.558 974.887 1.561.423 Angkatan Kerja 614.558 340.280 954.838 Kesempatan Kerja 578.888 293.590 872.478 Penganggur 35.670 46.690 82.360 Sisa Pencaker 2007 20.421 18.048 38.469 Sisa Lowongan 162 183 345 Bukan Tenaga Kerja 189.329 187.168 376.497 Bukan Angk.Kerja 186.704 411.585 598.289 Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a : 2)

Jumlah pengangguran terbuka Agustus 2006 67.631 orang (6,7 %) turun menjadi 55.244 orang (5,0 %) pada Pebruari 2007 atau turun 12.397 orang (1,7 %) (http://www.kalteng.go.id/ viewarticle.asp, tanggal 25-4-2008). Sektor pertanian dan perkebunan (berkebun sendiri) dan usaha mencari hasil hutan besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja sehingga terkesan penduduk di Kalimantan Tengah, terutama di perdesaan hampir tidak ada yang kelihatan menganggur secara total. Secara selayang pandang gambaran Kota Palangkaraya dalam beberapa hal seperti adat istiadat, suku bangsa, agama tidak berbeda jauh dari keadaan Provinsi Kalimantan Tengah. Bahkan sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sebagai satu-satunya pemerintahan kota di Provinsi ini tampak karakteristik dan kemajuan perkotaan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan jumlah pencari kerja yang lebih terkonsentrasi pada pekerjaan perkantoran di instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Luas kota ini 2678,51 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2003 tercatat 168.449 jiwa dan kepadatan 62,89 jiwa/km2. (http://www.id.wikipeda.org/wki/kota Palangkaraya,

84

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

tanggal 28-4-2008) Jumlah penduduknya menurut Tabel 1, tercatat 183.794 jiwa. Jadi, terjadi pertambahan sebanyak 15.345 jiwa dalam waktu lima tahun. Pencari Kerja (Pencaker) Kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah tidak melayani langsung pengurusan kartu kuning bagi pencari kerja, tetapi hanya mengolah dan merangkum data pencari kerja dalam publikasi Berita Pasar Kerja dan Lembar Informasi Ketenagakerjaan yang terbit tiap bulan seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah pencari kerja yang belum ditempatkan sampai dengan akhir bulan Desember 2007 sebanyak 38.469 orang, sebagian besar 36.764 orang atau 95,56 % merupakan tenaga terdidik mulai dari t amatan SLTA hingga kategori S1-S3 (Dinas Tenaga Kerja, Pemprov Kalteng, (2008a : 5). Jumlah pencari kerja berpendidikan tinggi D1-S3 ternyata cukup besar 34,30 % atau 13.197 orang.
Tabel 3 Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Kalimantan Tengah (orang) Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Tidak Tamat SD 67 24 SD 208 99 SLTP 717 590 SLTA 12.104 11.463 D1-D3/SM 3.124 2.195 S1-S3 4.201 3.677 Jumlah 20.421 18.048 Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a :5) No 1 2 3 4 5 6 Jumlah 91 307 1.307 23.567 5.319 7.878 38.469

Data jumlah sisa pencari kerja atau pencaker hingga akhir tahun 2007 sebesar 38.469 orang diperoleh dari hasil pendaftaran melalui kartu kuning (AK1) yang dikeluarkan oleh Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota atau Kabupaten se Kalimantan Tengah. Jumlah para penc ari kerja ini merupakan sisa yang tidak dapat disalurkan atau mendapat pekerjaan pada tahun 2007 dan mereka mencoba mendaftar kembali untuk mendapatkan kartu AK1 yang baru. Pencari kerja yang tidak melaporkan atau tidak mendaftar ulang setelah terdaftar s ebagai pencari kerja selama 6 bulan berturut-turut akan dihapuskan sebagai pencari kerja karena diangggap tidak memerlukan Diseminasi antar kerja lagi. Di samping itu penghapusan sebagai pencari kerja dapat disebabkan karena permintaan sendiri, pindah wilayah, meninggaal dunia atau sudah mendapat pekerjaan (Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, 2008a : 8) Jumlah pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berasal dari pencari kerja yang mengurus kartu kuning (AK1) di Kantor Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya di Palangkaraya dan Kantor Dinas Tenaga Kerja yang terdapat di tiga belas kabupaten seKalimantan Tengah. Kartu kuning yang digunakan untuk melengkapi persyaratan lamaran kerja hanya dapat diperoleh di kantor Dinas Tenaga Kerja Kota/Kabupaten melalui loket Diseminasi kartu kuning. Pelamar yang hendak mencari pekerjaan di kantor pemerintah (CPNS,TNI,Polri) dan perusahaan swasta diharuskan melampirkan kartu kuning (AK1) sebagai salah satu syarat. Berdasarkan jumlah kartu yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja Kota / Kabupaten itu dapat diketahui jumlah yang mendaftar sebagai pencari kerja. Karena tiap pencari kerja diharuskan mengisi Daftar Isian Pencari Kerja yang disediakan secara gratis. Data pencari kerja yang diperoleh dari proses pengurusan kartu tersebut memuat jumlah pencari kerja dan jenis pekerjaan yang diinginkannya. Identitas pribadi dan pas photo pencari kerja yang tercantum dalam formulir meliputi tentang pekerjaan sekarang, tujuan mencari kartu AK1, pekerjaan dan upah yang diinginkan pencari kerja. 85

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Apabila diperhatikan jenis pekerjaan atau golongan pokok jabatan yang didaftar oleh pencari kerja yang belum ditempatkan (ybdi), seperti dapat dilihat pada Tabel 4 tampaknya jabatan sebagai tenaga produksi, tenaga profesional, dan pejabat pelaksana cukup banyak diminati ( 66,64 %). Kecenderungan pilihan jenis pekerjaan yang favorit di masa yang akan datang bersifat manajerial di instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Keberhasilan sektor pendidikan melahirkan tenaga terdidik yang cukup besar di wilayah Kalimantan Tengah berpengaruh terhadap pilihan lapangan kerja.
Tabel 4 Jumlah Pencari Kerja Menurut Golongan Pokok Jabatan Pada Tahun 2007di Kalimantan Tengah (orang) Golongan Pokok Jabatan Laki-Laki Perempuan Profesional, dan Teknisi 4.295 3.634 Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan 1.664 1.979 Pejabat Pelaksana dan Tata Usaha 3.198 3.949 Tenaga Usaha Penjualan 1.552 1.230 Tenaga Usaha Jasa 1.654 1.164 Tenaga Usaha Pertanian 2.053 1.537 Tenaga Produksi 6.005 4.555 Jumlah 20.421 18.048 Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a :5) No 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah 7.929 3.643 7.147 2.782 2.818 3.590 10.560 38.469

Pelaksanaan Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan 1. Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Dengan paradigma baru di bidang pemerintahan dewasa ini, yaitu reinventing government, peranan visi dan misi semakin penting dalam menjalankan organisasi pemerintahan. Tiap organisasi di lingkungan birokrasi pemerintahan lebih digerakkan oleh misinya sehingga birokrasi mampu bertindak cepat dalam melayani masyarakatnya. Orientasi pemerintah ditujukan kepada khalayaknya sebagai pelanggan yang harus dipenuhi kebutuhannya, (David Osborne dan Ted Gaebler, 1998) termasuk kebutuhan informasi. Untuk memahami dan melaksanakan visi, misi dan tujuan organisasi pemerintahan tersebut diperlukan kesamaan persepsi semua pejabat, pegawai, dan stakeholdernya.Visi dan misi Gubernur Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah di bidang ketenagakerjaan merupakan dasar bagi penentuan visi dan misi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Program dan kebijakan mengenai diseminasi informasi ketenagakerjaan dibuat dalam rangka mencapai visi dan misi Dinas tersebut. Dalam publikasi Dinas Tenaga Kerja, Pemprov Kalteng, (2008a : 4) visi Gubernur Kalimantan Tengah Tahun 2005-2010 adalah membuka Isolasi Menuju Kalimantan Tengah yang Sejahtera dan Bermanfaat, dengan misi di bidang ketenagakerjaan Membangun Balai Pendidikan dan Ketrampilan untuk Meningkatkan Kemampuan Mengembangkan Semangat Kewirausahaan dan Keahlian Berusaha Melalui Kerjasama Dengan Berbagai Pihak Termasuk Perguruan Tinggi Berdasarkan hal itu. visi Dinas Tenaga Kerja Mengurangi Tingkat Pengangguran dan Meningkatkan Kualitas Hubungan Industrial untuk Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja. Sedangkan misinya adalah : 1. Mewujukan pembangunan bidang ketenagakerjaan melalui perluasan lapangan kerja, penempatan tenaga kerja dan peningkatan kesempatan kerja di perkotaan dan perdesaan. 2. Mewujudkan peningkatan kualitas dan produktivitas angkatan kerja. 3. Menciptakan hubungan industrial yang harmonis antara pekerja, pengusaha dan perlindungan tenaga kerja. Tujuan Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah ditetapkan untuk : 86

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

1. Memperluas dan mengembangakan kesempatan kerja. 2. Meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. 3. Meningkatkan perlindungan dan pengembangan kelembagaan. Sejalan dengan itu disusun Program Dinas tersebut meliputi : 1. Program perluasan dan pengembangan kesempatan kerja 2. Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. 3. Program perlindungan dan pengembangan kelembagaan. Dalam hubungan itu, kebijakan di bidang ketenagakerjaan pada dasarnya adalah mendayagunakan sepenuhnya sumber daya manusia yang telah dikembangkan melalui pelaksanaan program utama ketenagakerjaan. Upaya pemerintah ditujukan untuk memperluas dan mengembankan kesempatan kerja. sehingga tiap sumber daya manusia yang terdidik dan telah mendapat pelatihan ketrampilan mendapat pekerjaan. Hal ini berarti fokus perhatian utama Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah adalah mengatasi pengangguran. Salah satu indikator rendahnya pendayagunaan atau pemborosan sumber daya manusia adalah tingginya tingkat pengangguran . Tingkat pengangguran di Kalimantan Tengah pada tahun 2006 sebesar 8,6 % merupakan yang tertinggi yang pernah dialami . Tingginya tingkat pengangguran golongan terdidik -minimal tamatan SLTA- di antaranya disebabkan faktor keberhasilan dunia pendidikan menciptakan tenaga terdidik lebih besar dari daya serap lapangan kerja untuk tenaga terdidik tersebut sehingga terjadi kelebihan penawaran tenaga terdidik (Dinas Tenaga Kerja, Pemprov Kalteng, (2008a : 5) Penganggur tersebut merupakan pencari kerja yang sebenarnya membutuhkan informasi ketenagakerjaan, terutama tentang lowongan kerja yang tersedia di instansi dan perusahaan swasta. Untuk dapat melaksanakan diseminasi informasi ketenagakerjaan secara khusus, dibentuk Seksi Informasi Ketenagakerjaan di bawah Sub Dinas Perencanaan dan Program. Pembentukan Seksi Informasi Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk melakukan diseminasi dan penyebaran informasi ketenagakerjaan, termasuk informasi mengenai TKI di provinsi ini. Secara fungsional Seksi Informasi Ketenagakerjaan mempunyai tugas untuk melaksanakan diseminasi informasi ketenagakerjaan. Walaupun demikian, tiap Sub Dinas dan Bagian Tata Usaha pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dapat memberikan informasi mengenai tugas, fungsi dan pekerjaan masing-masing. Adanya pembagian tugas yang jelas tersebut tidak menghalangi satuan organisasi untuk menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah A. Basuniansyah, Diseminasi informasi ketenagakerjaan terutama yang ditujukan kepada stakeholder dan masyarakat dianggap sebagai tugas yang penting dalam masyarakat informasi. Oleh karena itu, salah satu tugas Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah yang didelegasikan kepada Seksi Informasi Ketenagakerjaan adalah melaksanakan kegiatan hubungan masyarakat guna memperkenalkan ketenagakerjaan. Di samping itu, secara internal Seksi Informasi Ketenagakerjaan merupakan supporting unit bagi Sub Dinas dan Bagian Tata Usaha. Tuntutan pekerjaan menghendaki Seksi ini mampu memberikan dukungan terhadap seluruh satuan organisasi yang berada dalam Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Tiga seksi lainnya pada Sub Dinas Perencanaan dan Program yang erat hubungannya dengan Seksi Informasi Ketenagakerjaan, yaitu : 1. Seksi Rencana dan Program 2. Seksi Pelaporan dan Evaluasi 3. Seksi Perencanaan Tenaga Kerja Ketiga seksi tersebut senantiasa bekerja sama dengan Seksi Informasi Ketenagakerjaan. dalam kegiatan penyebaran informasi ketenagakerjaan serti penyusunan

87

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

dan penerbitan buletin dan leaflet, pembuatan spanduk bulan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Diseminasi informasi secara institusional di tingkat provinsi merupakan tugas dan tanggung jawab Seksi Informasi Ketenagakerjaan, Sub Dinas Perencanaan dan Program. Pada umumnya Diseminasi informasi ketenagakerjaan dilaksanakan sendiri oleh Seksi tersebut, tetapi dalam hal tertentu seperti kegiatan sosialisasi dan pembuatan spanduk melibatkan seksi lain dan Bagian Tata Usaha. Kerjasama antar satuan kerja di lingkungan Dinas terutama karena jumlah dan kualifikasi pegawai yang menangani amat terbatas. Kepala Seksi Informasi Ketenagakerjaan hanya dibantu oleh dua pegawai staf berpendidikan tamatan SLTA. Kegiatan diseminasi informasi ketenagakerjaan yang telah dilaksanakan selama ini secara rutin adalah membuat buletin Lembar Informasi Ketenagakerjaan yang diterbitkan tiap bulan. Lembar informasi ketenagakerjaan yang dijilid secara sederhana dengan tampilan sebagai buletin dapat bermanfaat bagi stakeholder atau pengguna karena isinya memuat informasi yang menggambarkan perkembangan pencari kerja, lowongan kerja dan pengangguran di Kalimantan Tengah selama satu bulan. Di samping produk berupa Lembar Informasi Ketenagakerjaan itu, sejumlah leaflet dicetak dan diterbitkan oleh Seksi Informasi Ketenagakerjaan, Sub Dinas Perencanaan dan Program. Leaflet dimaksudkan sebagai sarana komunikasi untuk memperkenalkan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah sebagai institusi pemerintahan dan menyebarluaskan informasi atau peraturan ketenagakerjaan. Beberapa leaflet yang diterbitkan antara lain berjudul: 1. Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah, tahun 2002. 2. Persyaratan Permohonan Izin Pemutusan Hubungan Kerja dan Prosedur Permohonan Banding, tahun 2004 3. Kesepakatan Kerjasama Pembangunan Ketenagakerjaan Lintas Kabupaten Kota Se Kalimantan Tengah, tahun 2004 4. Jaminan Kecelakaan Kerja Program Jamsostek, tahun 2004 5. Tata Cara Permintaan Jaminan Kecelakaan Kerja, tahun 2004 6. Standarisasi dan Sertifikasi Tenaga Kerja 7. RAN-PKTP (Rencana Aksi Nasional Penghapusasn Kekerasan Terhadap Perempuan) 8. Trafiking (Perdagangan) Perempuan dan Anak 9. Menjadi TKI Meningkatkan Kesejahteraan 10. Prosedur TKI Bekerja Ke Luar Negeri. Leaflet yang berisi informasi ketenagakerjaan selain disebarkan di lingkungan instansi pemerintah seperti Bappeda, BPS, Dinas Perhubungan, juga diberikan secara selektif kepada pencari kerja atau petugas pemerintahan yang memintanya. Leaflet tentang TKI tidak disampaikan kepada calon TKI maupun Perusahaan Jasa TKI/Pelaksana Penempatan TKI Swata. Menurut Jahidin Siringo-ringo, Kepala Seksi Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja, Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kerja, di Kalimantan Tengah hanya terdapat satu perusahaan TKI yang baru berdiri berdasarkan izin tanggal 10 November 2007, yaitu PT Titian Hidup Langgeng di Jalan Kol. Untung Surapati nomor 8 Kapuas. Namun, sejauh ini belum ada aktivitasnya. Karena perusahaan TKI ini belum operasional, diseminasi informasi mengenai TKI belum dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Selama ini calon TKI yang akan bekerja ke luar negeri berangkat melalui daerah Kalimantan Selatan. Diseminasi informasi ketenagakerjaan dalam bulan K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja (12 Desember-12 Januari) dilaksanakan dengan kampanye K3 melalui pemasangan spanduk di pinggir jalan besar dan tempat strategis di kota-kota Kalimantan 88

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Tengah. Sosialiasi ini yang dimaksudkan untuk mengingatkan para pekerja agar lebih berhati-hati pada saat bekerja di bangunan-bangunan, gedung-gedung dan tempat kerja lainnya. Kampanye K3 yang dilakukan secara terus menerus diharapkan dapat menjadikan K3 sebagai budaya kerja sehingga para pekerja terhindar dari kecelakaan kerja. Kampanye K3 ini penting bukan saja untuk setiap pekerja, tetapi juga bagi perusahaan dan pemerintah sebagai penyedia kerja yang bertanggun jawab terhadap keselamatan dan kesehatan pekerjanya. Di samping penyebaran informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimuat dalam cakupan kegiatan Seksi Informasi Ketenagakerjaan itu, diterbitkan pula Laporan Berita Pasar Kerja berupa himpunan data yang berasal dari laporan Informasi Pasar Kerja (IPK) dari seluruh kantor Dinas Tenaga Kerja Kota dan Kabupaten se -Kalimantan Tengah. Laporan ini terbit tiap bulan merupakan salah satu kegiatan Proyek Pengembangan Perluasan Kesempatan Kerja (PPKK) Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Anggaran 2007 Pembuatannya dikoordinasikan oleh Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kerja. Penyebaran informasi ketenagakerjaan melalui media massa khususnya siaran televisi dilakukan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Wawancara dengan topik ketenagakerjaan dilaksanakan secara periodik ( 3 bulanan ) di TVRI, di acara itu dikemukakan mengenai perkembangan dan masalah ketenagakerjaan di daerah ini Acara siaran televisi ini dianggap penting sebagai sarana komunikasi untuk menjangkau masyarakat di wilayah yang amat luas seperti Kalimantan Tengah. Kegiatan diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui online ditempakan pada satu ruangan dengan Seksi Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja. Fasilitas yang mendukung aktivitas ini tersedia dua komputer yang tersambung (link) dengan jaringan internet milik Telkom. Situs (website) Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sendiri belum ada. Sumber daya manusia (SDM) yang menangani internet ini dilaksanakan oleh dua orang operator. Pegawai yang dapat mengoperasikan internet sebagai sarana dalam kegiatan diseminasi informasi ketenagakerjaan online telah siap sejak Mei 2007. Menurut kedua operator, Mahmud Fauzi dan Budi Ahmad Yani, mereka pernah mengikuti pelatihan operator dan mengoperasikan komputer online 3 hari yang dilaksanakan oleh Depnakertrans di Jakarta Mei 2007. Dalam pelatihan diberikan mengoperasikan Windows dan cara membuka situs di internet Sebelumnnya Maret-April 2007 komputer (Windows) dikirim dulu dan sebagai tindak lanjutnya mereka mengikuti pelatihan komputer itu. Internet bisa dioperasikan mulai bulan Mei sampai dengan Desember 2007. Pada saat penelitian ini dilakukan internet keduanya untuk sementara waktu tidak bisa digunakan karena hambatan keuangan. Menurut Fauzi hal ini disebabkan belum ada (pencairan) dana tahun anggaran 2008 untuk membayar telepon. Sebenarnya masalah internet ini tidak banyak berpengaruh terhadap kegiatan pelaporan ketenagakerjaan karena bukan andalan utama untuk mengirim data dan informasi ketenagakerjaan. Penggunaan cara manual dengan surat merupakan cara pengiriman yang utama. Selama ini penggunaan internet di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah terbatas hanya untuk mencari ( browsing) dan mengirim (e-mail) informasi. Untuk mengirim sebagian data dan informasi ketenagakerjaan ke Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta dikirim melalui e mail. Sedangkan untuk mendapatkan informasi dan peraturan ketenagakerjaan terbaru sebagian dilakukan melalui browsing ke situs www.nakertrans. go id di Jakarta. Penggunaan browsing untuk mencari data dan informasi ketenagakerjaan masih terbatas sebagai pelengkap. Kedua fungsi internet itu belum dilaksanakan secara maksimal, mengingat penggunaannya masih baru dan lebih banyak dimaksudkan sebagai sarana pembelajaran teknologi informasi. Karena itu, internet tidak digunakan sebagai satu-satunya 89

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

sarana pengiriman dan pencarian data dan informasi ketenagakerjaan. Demikian pula hubungan dengan stakeholder ketenagakerjaan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah belum memakai fasilitas jaringan Local Area Network (LAN). Komunikasi data dengan menggunakan LAN masih merupakan tantangan bagi Din Tenaga Kerja Provinsi dan as Dinas Tenaga Kerja kota dan kabupaten se-Kalimantan Tengah. 2. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Palangkaraya Masalah pengangguran yang berkaitan erat dengan pencari kerja merupakan salah satu aspek ketenagakerjaan yang mendapatkan prioritas dalam program Dinas Tenaga Kerja baik di provinsi maupun di kota dan kabupaten. Pada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Palangkaraya, diseminasi i formasi n ketenagakerjaan dilaksanakan petugas secara langsung kepada pencari kerja melalui loket dari ruangan pelayanan kartu kuning bersamaan dengan proses pembuatan kartu tersebut. Petugas adalah pegawai dari Seksi Penempatan dan Perluasan Kerja yan ditempatkan di g ruangan pembuatan kartu kuning. Semua petugas bekerja berdasarkan petunjuk dan prosedur tetap pembuatan kartu kuning dan mendapatkan bimbingan dari Kepala Seksinya. Ruangan berukuran 3 x 4 meter ini digunakan untuk memproses dokumen pembuatan kartu kuning dan menyerahkan hasilnya kepada pencari kerja. Sebagai langkah awal tiap pencari kerja diminta untuk mengisi formulir terlebih dahulu dan menyerahkan dokumen sesuai dengan persyaratan seperti tercantum pada pengumuman yang ditempel di samping loket. Persyaratan pembuatan kartu kuning (AK1) dalam pengumuman 29 November 2006 adalah : 1. Fotocopy ijazah SD s/d terakhir 1 lembar. 2. Fotocopy KTP yang masih berlaku 1 lembar. 3. Pasfoto ukuran 3x4 cm 3 lembar. Meskipun persyaratan ijazah yang dicantumkan dalam pengumuman cukup jelas, sering terjadi kekeliruan karena yang diserahkan pencari kerja hanya ijazah terakhir. Menurut petugas kartu kuning, Lilik, keluhan pencaker tidak ada, pencaker sering hanya membawa ijazah terakhir Ketidaklengkapan berkas fotocopy ijazah ini timbul karena pencari kerja baru mengetahui informasi persyaratan yang sebenarnya ketika membacanya di samping loket. Setelah berkas selesai diproses, petugas kemudian memberikan kartu kuning melalui loket. Pengurusan kartu kuning di kota Palangkaraya mulai tanggal 1 Januari 2007 tidak dipungut biaya. Kebijakan pembebasan biaya pembuatan kartu kuning dengan jelas tertera pada pengumuman yang ditempel di samping loket. Menurut Kepala Seksi Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja, Darwono jumlah pencaker tahun 2007 terdaftar 7.000-an. Selama 2002-2006 dipungut Rp 10.000,- per orang masuk kas Daerah...bertentangan dengan ILO dan pencaker masih penganggur, walaupun secara ekonomi cukup banyak punya mobil dan motor. Peranan loket tidak hanya untuk memasukkan berkas dan menyerahkan kartu kuning, tetapi di sana juga terjadi komunikasi antara petugas dengan pembuat kartu kuning yang tidak lain adalah pencari kerja. Kebutuhan informasi mendesak dari tiap pencari kerja pada dasarnya sama, yaitu informasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilamarnya, seperti persyaratan pembuatan kartu kuning, informasi lowongan kerja, prosedur dan syarat melamar perusahaan dan instansi pemerintah yang menawa rkan pekerjaan. Kenyataannya, kebutuhan akan mendapatkan pekerjaan secara implisit di dalamnya ada kebutuhan informasi ketenagakerjaan atau sebaliknya. Kedua kebutuhan ini menyatu sehingga sukar untuk dipisahkan. Dengan mendapatkan informasi ketenagakerjaan pencari kerja mengetahui apa yang seharusnya dilakukan untuk mempersiapkan dan melamar pekerjaan secara lengkap Ketika mengurus karu kuning pencari kerja sekaligus memperoleh informai ketenagakerjaan. 90

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Oleh karena itu, kegiatan diseminasi informasi dilakukan secara langsung atau tatap muka (face to face communication) dengan pencari kerja yang datang mendaftarkan diri di loket pembuatan kartu kuning. Para pencari kerja mendapat informasi dari petugas secara langsung atau mengetahuinya dari pengumuman yang ada di loket pelayanan kartu kuning. Peranan pengumuman ini sangat bermanfaat dalam diseminasi informasi lowongan pekerjaan. Kebanyakan pencari kerja mengetahui adanya lowongan pekerjaan yang ditawarkan instansi dan perusahaan dari papan pengumuman tersebut. Kadangkala beberapa karyawan perusahaan asuransi jiwa yang menempelkan pengumuman lowongan pekerjaan turut memberikan informasi kepada pelamar yang berminat lewat loket. Dengan seizin petugas, karyawan perusahan itu menyampaikan persyaratan dan prosedur untuk mengisi lowongan yang tersedia diperusahaannya secara detail. Perusahaan yang demikian umumnya berasal dari perusahaan yang membutuhkan banyak karyawan sebagai agent atau tenaga survey. Namun, ada pula karyawan dari perusahaan swasta yang aktif mencatat nama, alamat dan pendidikan pencari kerja yang telah terdaftar di Buku Daftar Isian Pencari Kerja. Berdasarkan data pencari kerja itu perusahaan akan menawarkan informasi pekerjaan sebagai SPG melalui surat ke alamat masing-masing. Komunikasi tatap muka terjadi antara petugas yang berada di dalam ruangan dengan pencari kerja yang berdiri di depan loket. Pencari kerja yang sedang mengurus kartu kuning dapat mendengarkan suara petugas melalui loket yang sama. Kebanyakan informasi yang disampaikan mengenai persyaratan kartu kuning. Informasi mengenai lowongan pekerjaan secara lengkap dapat dibaca pada pengumuman dan karena itu tidak disampaikan lagi, kecuali ditanya oleh pencari kerja. Pencaker bertanya, petugas memberikan informasi kata Lilik, petugas wanita yang melayani pembuatan kartu kuning. Komunikasi tidak dapat berlangsung lama sebab petugas amat sibuk melayani pencari kerja yang antre di depan loket. Pada waktu yang sama petugas memberikan informasi dan juga menyeleksi berkas pembuatan kartu AK1. Kedua pekerjaan itu dilakukan oleh petugas yang sama. Dalam pelayanan ini tidak ada petugas dan loket khusus yang menyampaikan informasi ketenagakerjaan. Akibatnya, tidak ada keleluasaan bagi pencari kerja untuk bertanya guna mendapatkan informasi yang lengkap. Menurut seorang pencari kerja yang mengurus kartu kuning, Veronika (23 tahun) mau menanyakan kepada petugas yang sibuk tidak enak, perlu petugas loket informasi yang fokus memberikan informasi Untuk mendapatkan informasi ketenagakerjaan secara detail melalui loket tidak dimungkinkan karena tidak adanya petugas dan loket informasi. Keluhan yang sama dilontarkan oleh Nia (24 tahun), informasi lowongan kerja diperoleh bukan dari Dinas Tenaga Kerja, tapi dari teman-teman Menurut keduanya diharapkan Dinas ini juga memberikan informasi lowongan kerja dan loket pelayanan kartu kuning tidak di belakang kantor, tetapi ditempatkan di depan kantor supaya mudah diketahui. Hal ini menggambarkan bahwa kebutuhan informasi ketenagakerjaan tidak hanya sebatas persyaratan pembuatan kartu kuning, tetapi lebih esensial mengenai informasi ketersediaan lowongan pekerjaan. Di samping diseminasi informasi langsung melalui loket kartu kuning, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya melaksanakan kegiatan pelatihan yang bermaksud meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Kegiatan pemberdayaan (empowering) tenaga kerja dan masyarakat melalui pelatihan ini secara tidak langsung melakukan diseminasi informasi dan motivasi kepada pesertanya. Secara implisit di dalam Program Peningkatan dan Produktivitas Tenaga Kerja terdapat informasi, pengetahuan dan motivasi yang diberikan kepada peserta pelatihan. Walaupun program pelatihan BLK cukup bermanfaat bagi tenaga kerja, menurut Kepala BLK Drs Anden putra daerah tidak mau dilatih dibengkel / bubut, orientasinya ke PNS Padahal peserta bukan saja mendapat informasi dan pengetahuan mengenai pelatihan yang diikutinya, 91

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

tetapi juga memperoleh sertifikat dan kesempatan penempatan sesuai dengan jenis pelatihan yang pernah diikutinya di BLK. 3. Informasi yang Disampaikan Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Kota Salah satu penerbitan yang dimaksudkan sebagai sarana diseminasi informasi ketenagakerjaan untuk stakeholders adalah Lembar Informasi Ketenagakerjaan. Apabila dilihat dari isi publikasinya dapat dikatakan buletin ini merupakan produk unggulan yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Proses pembuatannya tiap dimulai dari Seksi Informasi Ketenagakerjaan dilanjutkan ke Sub Dinas Perencanaan dan Program hingga ditandatangani Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah sebagai penanggung jawab terakhir. Lembar Informasi Ketenagakerjaan ini disusun sebagai sarana penyebaran informasi ketenagakerjaan dan keberhasilan bidang ketenagakerjaan yang dilaksanakan Dinas Tenaga Kerja Provisi Kalimantan Tengah (Dinas Tenaga Kera j Pemprov Kalteng, 2008a :18). Sebagai sarana komunikasi yang lebih bersifat intern, publikasi ini didistribusikan kepada seluruh Dinas Tenaga Kerja di kabupaten/kota seKalimantan Tengah. Informasi yang disampaikan umumnya mengenai informasi ketenagakerjaan yang dapat dipergunakan sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan ketenagakerjaan di Kalimantan Tengah. Sebagaimana yang tercantum di dalam buletin Lembar Informasi Ketenagakerjaan terdapat bab yang menerangkan situasi umum dan situasi khusus tentang informasi ketenagakerjaan informasi. Dalam bab situasi umum diinformasikan tentang keadaan geografi dan demografi, PDRB dan pendapatan regional per kapita, dan visi, misi, tujuan, program, kebijakan ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja Kalimantan Te ngah. Di dalam bab situasi khusus tercantum mengenai (1) pembinaan dan penempatan tenaga kerja, pasar kerja bulanan yang memuat tentang pencari kerja terdaftar, penghapusan pencari kerja, lowongan kerja terdaftar/dihapuskan, penempatan/pengisian lowongan kerja dan (2) pelatihan dan produktivitas tenaga kerja, (3) hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan antara lain mengenai upah minimum provinsi. Terbitan lain dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah berupa laporan Berita Pasar Kerja yang memuat informasi pasar kerja (IPK) bulanan. Seperti dalam terbitan Berita Pasar Kerja periode bulan Desember 2007 terdapat informasi tentang jumlah pencari kerja yang terdaftar, lowongan yang terdaftar, dan penempatan tenaga kerja selama bulan itu. Secara lebih rinci informasi yang dimuat di dalam terbitan tersebut, yakni : 1. Jumlah kumulatif pencari kerja 2. Pendaftaran pencari kerja 3. Pencari kerja yang ditempatkan 4. Pencari kerja yang dihapuskan 5. Pencari kerja belum ditempatkan 6. Lowongan permintaan tenaga kerja 7. Lowongan yang dipenuhi 8. Lowongan kerja yang belum dipenuhi Sarana diseminasi informasi ketenagakerjaan yang lebih ringkas dan praktis diterbitkan dalam bentuk leaflet. Informasi di dalam leaflet kebanyakan memuat informasi peraturan dan permasalahan ketenagakerjaan secara nasional.Selain itu, ada juga leaflet yang bermaksud memperkenalkan visi dan misi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah sebagai instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan. Apabila dilihat dari isi (pesan) di dalam leaflet, setidaknya dapat dikelompokan menjadi tiga jenis informasi ketenagakerjaan, yaitu : 1. Informasi tentang instansi Dinas Tenaga Kerja 92

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

2. Informasi tentang peraturan ketenagakerjaan. 3. Informasi tentang TKI dan perdagangan perempuan dan anak, serta penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Sebagaimana telah dikemukakan, diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui spanduk dimaksudkan untuk memberitahukan pentingnya K3 bagi para pekerja. Oleh karena itu, spanduk kampanye K3 tentu isinya mengenai keselamatan dan kesehatan kerja untuk pekerja. Demikan pula wawancara pada siaran TVRI mengetengahkan informasi mengenai perkembangan dan masalah ketenagakerjaan yang ditujukan kepada masyarakat luas. Informasi yang disampaikan petugas secara langsung di loket Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Palangkaraya kebanyakan mengenai persyaratan pembuatan kartu kuning kepada pencari kerja yang datang sendiri di instansi tersebut. Informasi lowongan pekerjaan yang tersedia merupakan informasi yang cukup banyak didiseminasikan melalui pengumuman di loket pembuatan kartu AK1. Kecuali itu, pelatihan di BLK secara implisit menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta yang mengikutinya. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam pembahasan sebelumnya dapat ditarik beberapa butir kesimpulan berikut : 1. Diseminasi informasi ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah belum banyak disampaikan kepada khalayak pencari kerja secara langsung. Sejauh ini hanya diseminasi informasi K3 melalui spanduk yang ditujukan kepada tenaga kerja yang bekerja di kota-kota, sedangkan kebanyakan penerbitan bulletin dan leaflet dikirim kepada Dinas Tenaga Kerja Kota dan Kabupaten di provinsi ini. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui siaran TVRI kepada masyarakat luas masih minim, dan penyebaran informasi ketenagakerjaan melalui online tidak berfungsi. 2. Diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja secara langsung sebagian besar dilaksanakan pada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya melalui loket pelayanan pembuatan kartu kuning. Diseminasi informasi mengenai persyaratan kartu tersebut disampaikan petugas kepada pencari kerja secara langsung (tatap muka) bersamaan dengan proses pembuatan kartu kuning. Selain itu, diseminasi informasi lowongan pekerjaan disampaikan kepada masyarakat, khususnya pencari kerja melalui pengumuman di loket 3. Informasi yang disampaikan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah kebanyakan berisi informasi ketenagakerjaan yang bersifat umum seperti informasi peraturan ketenagakerjaan, pengangguran, jumlah pencari kerja dan lowongan kerja. Informasi ketenagakerjaan yang disampaikan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya sebagian besar menjawab kebutuhan informasi mengenai persyaratan pembuatan kartu kuning dan informasi lowongan pekerjaan dari sebagian kecil instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Umumnya kebutuhan informasi akan peraturan ketenagakerjaan bagi pencari kerja belum dapat dipenuhi oleh kedua Dinas Tenaga Kerja itu. Saran Dengan memperhatikan kesimpulan tersebut dapat disampaikan beberapa saran berikut : 1. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui leaflet yang diterbitkan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah tentang peraturan ketenagakerjaan se baiknya tidak 93

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

hanya dikirimkan kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota, tetapi juga disediakan untuk pencari kerja melalui loket pelayanan kartu kuning di Dinas Kota/KabupatenseKalimantan Tengah. Penggunaan online melalui internet perlu difungsikan kembali dan di masa yang akan datang perlu dijajaki pemasangan jaringan Local Area Network. 2. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya agar memanfaatkan loket pelayanan kartu kuning secara maksimal untuk diseminasi informasi ketenagakerjaan. Untuk itu, perlu adanya petugas dan loket informasi ketenagakerjaan. 3. Informasi ketenagakerjaan yang berkaitan dengan lowongan pekerjaan sebaiknya tidak bersifat umum, tetapi lebih khusus dan detail sehingga dapat dimanfaatkan oleh pencari kerja. Informasi lowongan kerja agar tidak didominasi perusahaan swasta, tetapi diupayakan dari seluruh instansi pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan informasi khalayak pencari kerja, sebaiknya Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya mendiseminasikan peraturan ketenagakerjaan dan lowongan kerja yang lebih luas melalui pengumuman yang terdapat di loket. DAFTAR PUSTAKA Davis, Gordon B,1995, Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen. Bagian I. Jakarta, PT Pustaka Binaman Presindo. Departemen Komunikasi dan Informatika, 2008, Transparansi dan Keterbukaan Informasi Publik Undang-Undang Republik Indonesia Nonor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta, Pusat Pelayanan Informasi. Dinas Tenaga Kerja, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, 2002 Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Leaflet. Palangkaraya ________, t.t., Trafiking (Perdagangan) Perempuan dan Anak . Leaflet. Palangkaraya ________, t.t., RAN-PKTP. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan. Leaflet. Palangkaraya ________,2008, Lembar Informasi Ketenagakerjaan, Bulan Desember 2007, Palangkaraya ________,2008, Berita Pasar Kerja Bulan Desember 2007, Palangkaraya Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Kota Palangkaraya, t.t., Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja. Palangkaraya. Echols, John M dan Hassan Shadily,1979, Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta, PT Gramedia Effendy, Onong Uchjana,1993, Dinamika Komunikasi. Bandung, Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Fiske, John, 2006, Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Terjemahan Yosal Iriantara dan Idi Subandy Ibrahim, Yogyakarta, Jalasustra. Hamad, Ibnu ,2007, Pembahasan dan tanggapan(lisan) terhadap Studi Diseminasi Informasi Peringatan Dini (Early Warning System) Untuk Permasalahan Lingkungan dan Bencana Alam Seminar, di Jakarta, tanggal 11-12-2007 Hamidi, M, 2007, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang, UMM Press Jasmadi, 2004, Menggunakan Fasilitas Internet . Yogyakarta, Deli Publising dan Penerbit Andi. Laswell, Harold D,1963, The Structure and Function of Communication in Society, dalam Wilbur Schramm, Mass Communication. Urbana, University of Illinois Press. Lembaga Informasi Nasional (LIN),2001, Informasi Sosial Budaya. Jakarta 94

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN Volume 10 No. 1 - April 2009 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Medan

Nerang, Teras A, 2008, Gubernur Kalteng Dukung DPD Kembangkan Desa dengan Kearifan Lokal, Kompas, 13 Maret. Osborne, David dan Ted Gaebler, 1998, Mewirausahakan Birokrasi Reinventing Government. Jakarta, PT Pustaka Binaman Presindo. Pawito, 2007, Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta. LKIS Sendjaja, Sasa Djuarsa, dkk, 1993, Pengantar Komunikasi. Jakarta, Universitas Terbuka Shannon, Claude dan Warren Weaver, 1997, Information Theory dalam A First Look At Communication Theory.Third Edition. New York, The McGraw-Hill Companies, Inc Sekretariat Jenderal MPR RI, 2005, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta Seksi Informasi Ketenagakerjaan Sub Dinas Perencanaan dan Program, t.t, Menjadi TKI Meningkatkan Kesejahteraan. Leaflet. Palangkaraya ________, t.t., Standarisasi dan Sertifikasi Tenaga Kerja. Leaflet. Palangkaraya ________, 2004, Persyaratan Permohonan Izin Pemutusan Hubungan Kerja dan Prosedur Permohonan Banding. Leaflet. Palangkaraya ________, 2004, Kesepakatan Kerjasama Pembangunan Ketenagakerjaan Lintas Kabupaten Kota Se-Kalimantan Tengah. Leaflet. Palangkaraya ________, 2004, Tata Cara Permintaan Jaminan Kecelakaan Kerja. Leaflet. Palangkaraya ________, 2005, Prosedur TKI Bekerja ke Luar Negeri. Leaflet. Palangkaraya. Sub Dinas Perencanaan dan Program, 2008, Rekapitulasi Pendaftaran Pencari Kerja, Lowongan Kerja, Penempatan Pencari Kerja dan Penghapusan Pencari Kerja Menurut Kelompok Pendidikan Tahun 2006 dan Trahun 2007 . Lembaran. Palangkaraya. Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2006, Himpunan PeundangUndangan Republik Indonesia Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Bandung, CV Nuansa Aulia Internet : (http://www.b.i.go.id?web/id/KER01/profil/kalteng/tanggal 25-4-2008) (http://www.kalteng bps.goid, tanggal 20-3-2008) (http://www.kalteng.go.id/ viewarticle.asp, tanggal 25-4-2008)

95

You might also like