You are on page 1of 15

HADIS MARDUD KARENA RAWI YANG CACAT

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pada mata kuliah Ulumul Hadis Dosen : Hadiyan, MA

Disusun Oleh: Nama Mutia Ismiyawati NIM 2010517042 2010510066

FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA CIRENDEU-CIPUTAT

2010/2011 KATA PENGANTAR


Assalamu'alaikum Wr.Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. berkat rahmat dan karuniaNya, pembuatan makalah ini dapat kami selesaikan. Shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Rasulullah Saw. yang telah membawa kita dari zaman jahiliah menuju alam ilmiah seperti yang kita rasakan sekarang ini. Atas selesainya penyusunan makalah ini, kami sampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan ataupun motivasi, baik berupa moril maupun materil. Dan tidak lupa pula, kami sampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada orang tua kami yang telah memberikan bantuan moril dan materil, juga telah mendo'akan kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan HADIS MARDUD KARENA RAWI YANG CACAT ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Referensi yang kami jadikan sumber dalam makalah ini, pastilah tidak selengkap dan sesempurna dari sumber aslinya. Karena pastinya masih sangat banyak referensi lain yang dapat kita ambil sebagai sumber ilmu. Tapi semoga makalah yang tidak terlepas dari kekurangan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya, dan khususnya bagi kami (penyusun) dan Bapak Dosen yang terhormat, Bapak Hadiyan, MA. Akhirnya, tiada lain harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Allah SWT., meridhoi dan memberkati setiap usaha dan do'a kita. Amin. Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

Cireundeu, Juni 2011

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ DAFTAR ISI...................................................................................................... BAB I BAB II PENDAHULUAN............................................................................ HADIS MARDUD KARENA RAWI YANG CACAT................... A. Pengertian Hadis Mardud.............................. ........................................................................2 1. Hadis Maudhu..................................................................... 2. Hadis matruk........................................................................ 3. Hadis Jahalah/Majhul........................................................... 4. Hadis Bidah......................................................................... ........................................................................ 1. Hadis Munkar....................................................................... 2. Hadis Muallal...................................................................... 3. Hadis Mudraj........................................................................ 4. Hadis Maqlub....................................................................... 5. Hadis Muzayyad fi muttashil al-asanaid.............................. 6. Hadis Mudhtharib................................................................. 7. Hadis Mushahhaf dan Muharraf........................................... 8. Hadis Syadz.......................................................................... 9. Hadis Ikhthilath.................................................................... BAB III 2 3 3 4 4 4 5 6 6 7 7 8 8 9 i ii 1 2 2

B. Mardud karena Cacat pada hal Keadilan (adalalah)

C. Mardud karena Cacat pada hal Kadhabitan (al-dhabth)

PENUTUP......................................................................................... 11 Kesimpulan....................................................................................... 11 Saran................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12

BAB I PENDAHULUAN
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak, yang tidak diterima. Sedangkan menurut urf Muhaddisin, hadis mardud adalah hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan. Sebagaimana telah diterangkan di atas bahwa setiap hadis yang mardud tidak boleh diterima dan tidak boleh diamalkan (harus ditolak). Jadi, hadis mardud adalah semua hadis yang telah dihukumi daif. 1 Hadis daif menurut bahasa berarti hadis yang lemah, yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah tentang benarnya hadis itu berasal dari Rasulullah. Atau kata lain hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih dan hadis hasan. Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadis digolongkan menjadi hadis daif dikarenakan dua hal, yaitu: karena sanad terputus dan karena rawi yang cacat. Pada pembahasan makalah sebelumnya sudah dibahas tentang hadis yang digolongkan hadis daif karena sanad yang terputus. Dan pada makalah ini kami akan membahas tentang hadis yang digolongkan hadis daif karena rawi yang cacat, yaitu terbagi menjadi dua, cacat pada hal keadilan dan cacat pada hal kedhabitan. Untuk lebih jelasnya, marilah kita baca dan diskusikan pada bab berikutnya.

1 Ahmad, Muhammad. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2000

BAB II HADIS MARDUD KARENA RAWI YANG CACAT


A. Pengertian Hadis Mardud Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak, yang tidak diterima. Sedangkan menurut istilah mardud yaitu hadis yang tidak memenuhi syarat atau sebagian syarat hadis maqbul.2 Hadis mardud terbagi menjadi dua, yaitu hadis mardud karena sanad terputus yang telah dibahas pada pemakalah sebelumnya dan hadis mardud karena rawi yang cacat. Hadis mardud karena rawi yang cacat terbagi menjadi dua, yaitu karena cacat pada hal keadilan dan cacat pada hal kedhabitan. B. Mardud karena Cacat pada hal Keadilan (adalalah) Banyak macam cacat yang dapat menimpa para rawi, di antaranya pendusta, pernah berdusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bidah merupakan cacat-cacat, yang masing-masing dapat menghilangkan sifat adil pada rawi, di antaranya yaitu: 1. Hadis Maudhu Dari segi bahasa, hadis maudhu berarti palsu atau dibuat-buat. Berdasarkan istilah yaitu hadis dusta yang dicipta serta dibuat dan dinisbahkan kepada Rasulullah SAW. Hadis maudhu merupakan seburuk-buruk hadis daif. Siapa yang telah mengetahui kepalsuan suatu hadis, maka ia tidak boleh meriwayatkannya dengan menyandarkan kepada Rasulullah SAW, kecuali dengan maksud untuk menjelaskan kepalsuannya.3 Banyak tanda untuk menetapkan suatu hadis maudhu. Petunjuk terpenting adalah makna hadis tersebut rusak atau batil, yakni: tidak masuk akal, bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan kebenaran yang sudah dapat dipastikan secara ilmiah/historis, bertentangan dengan hadis-hadis yang lebih kuat, atau bertentangan dengan ayat Al-Quran.
2 Sahrani, Sohari, Ulumul Hadis, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010 3 Op. Cit., Ahmad, Muhammad

Contoh hadis maudhu:


Anak zina itu tidak masuk surga hingga tujuh turunan. Hadis tersebut bertentangan dengan ayat Al-Quran/Firman Allah SWT.

( 164 : )
Pemikul dosa itu tidaklah memikul dosa orang lain. 2. Hadits Matruk Hadis Matruk secara bahasa berarti yang ditinggalkan, tidak dipedulikan. Sedangkan secara istilah yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta (terhadap hadis yang diriwayatkannya), atau Nampak kefasikannya, baik pada perbuatan atau pada perkataannya, atau orang yang banyak lupa atau banyak ragu.4 Para ulama ahli hadis memandang bahwa hadis matruk dan hadis munkar adalah dua macam hadis yang paling lemah setelah hadis maudhu. Contoh hadis matruk: Hadis yang diriwayatkan oleh Ad Daraquthni dari Muhammad ibn Ismail ibn Al Farisi, katanya: diceritakan kepada kami oleh Waqid ibn Musa, diceritakan kepada kami oleh Abdah ibn Sulaiman, diceritakan kepada kami oleh Nuh ibn Marjam, dari Yahya ibn Saied Al Anshari, dari saied ibn Al Musaiyab, dari Abi Hurairah katanya: Rasulullah SAW. telah melarang kita memotong roti dengan pisau, Nabi bersabda: Muliakan roti, karena Allah telah memuliaknannya.5 Ad Daraquthni menandaskan, bahwa sesungguhnya hadis ini Cuma Nuh yang meriwayatkannya. Nuh itu matruk, ditinggalkan hadisnya, tak boleh diambil. 3. Hadits Jahalah/Majhul Kata Majhul berarti tidak diketahui. Menurut istilah yaitu seorang perawi yang tidak dikenal jati diri dan identitasnya. Hadis majhul adalah hadis yang di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang tidak dikenal jati dirinya atau orangnya dan tidak dikenal identitas atau tidak dikenal sifat-sifat keadilan dan kedhabitannya.6
4 Mudasir, H., Ilmu Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008 5 Hasbi, Muhammad, Ash Shiddieqi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1958 6 Majid, Abdul Khon, Ulumul Hadis, Jakarta: Bumi Aksara, 2010

Sebab-Sebab tidak dikenal jati diri atau identitas itu (jahalah) yaitu: Seseorang mempunyai banyak nama atau sifat, baik nama asli, nama panggilan, gelar, sifat profesi atau suku dan bangsa. Seorang perawi yang sedikit periwayatan hadis. Tidak tegas nama perawi karena diringkas menjadi nama kecil.

Contoh Hadis Majhul: Hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Al-Hakim melalui jalan Hisyam bin Yusuf dari Abdullah bin Sulaiman An-Nufali dari Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas dari ayahnya dari kakeknya secara marfu: Cintailah Allah karena sesuatu yang diberikan kepadamu daripada nikmat-nikmatNya, cintailah aku karena cinta Allah, dan cintailah ahli keluarganya karena mencintaiku. Abdullah bin Sulaiman An-Nufali tidak diketahui jati dirinya (Majhul) karena tidak ada yang meriwayatkan daripadanya kecuali Hisyam bin Yusuf. Hukum periwayatannya menurut mayoritas muhadditsin ditolak. 4. Hadis Bidah Bid'ah menurut bahasa, diambil dari bida' yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh.7 Sebelumnya Allah berfirman. Badiiu' as-samaawaati wal ardli "Artinya : Allah pencipta langit dan bumi" [Al-Baqarah : 117] Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya. Juga firman Allah. Qul maa kuntu bid'an min ar-rusuli "Artinya : Katakanlah : 'Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul". [Al-Ahqaf : 9]. Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Ta'ala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku. Dan dikatakan juga : "Fulan mengada-adakan bid'ah", maksudnya : memulai satu cara yang belum ada sebelumnya.

7 http://blog.re.or.id/pengertian-bidah-macam-macam-bidah-dan-hukumhukumnya.htm

C. Mardud karena Cacat pada hal Kadhabitan (al-dhabth) 1. Hadis Munkar Munkar menurut bahasa adalah menolak, tidak menerima. Adapaun hadits munkar menurut istilah, para ulama mendefiniskannya dengan dua pengertian berikut ini : Pertama: yaitu sebuah hadits dengan perawi tunggal yang banyak kesalahan atau kelalaiannya, atau nampak kefasiqannya. Kedua : yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah dan bertentangan dengan riwayat perawi yang tsiqah. Perbedaan Antara Munkar dan Syadz Adalah : a. Syadz adalah hadits yang diriwayatkan perawi yang maqbul yang bertentangan hadits yang diriwayatkan perawi yang lebih utama darinya. b. Munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi dla'if yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa keduanya terdapat kesamaan dalam hal : "menyelisihi riwayat yang lebih kuat darinya". Namun terdapat perbedaan dimana hadits syadz perawinya masih maqbul, sedangkan hadits munkar perawinya adalah dla'if. Contoh: Seperti hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah melalui Usamah bin Zaid Al-Madani dari ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf dari ayahnya secara marfu:8 Seorang puasa Ramadhan dalam perjalanan seperti seorang berbuka dalam tempat tinggalnya. Hadis di atas munkar karena periwayatan Usamah bin Zaid Al-Madani secara marfu, bertentangan periwayatan Ibn Abi Dzibin yang tsiqah. Tingkatan kedhaifannya sangat dhaif setelah matruk, karena cacat hadis munkar sangat parah. 2. Hadis Muallal Menurut bahasa Muallal adalah yang terkena penyakit atau bencana (bercacat). Sedangkan menurut istilah yaitu hadis yang terdapat padanya sebab-

8 Op. Cit., Majid, Abdul, Khon

sebab yang tak nyata, yang dating kepadanya lalu tercacatnya.9 Contoh: : Rasulullah bersabda: Penjual dan pembeli boleh berikhyar, selama mereka belum berpisah. Hadis tersebut diriwayatkan Yala bin Ubaid bersanad Sufyan Ats-Tsauri, dari Amru bin Dinar, dari Ibnu Umar. Matan hadis di atas sahih, tetapi sanadnya memiliki illat. Seharusnya bukan dari Amru bin Dinar melainkan dari Amrullah bin Dinar.10 3. Hadis Mudraj Secara bahasa Mudraj berarti hadis yang dimasuki sisipan. Berdasarkan istilah yaitu tersisipi sesuatu yang bukan termasuk dalam susunan sanad atau dimasukkan ke dalam matannya sesuatu yang bukan hadis tanpa terpisah. Contohnya: : Rasulullah bersabda, Saya adalah zaim dan zaim itu adalah penanggung jawab dari orang yang beriman kepadaku, tata dan berjuang di jalan Allah, dia bertempat tinggal di taman surga. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Nasai, dan disebut hadis Mudraj, karena ungkapan 4. Hadis Maqlub Pengertian secara bahasa yaitu terbalik, sedangkan berdasarkan istilah yaitu hadis yang terbalik, baik sanad atau pada matan. Contohnya: Maqlub pada sanad misalnya periwayatan hadis dari Kaab bin Murrah diucapkan Murrah bin Kaab.11 Sedang maqlub pada matan misalnya hadis yang diriwayatkan oleh ibnu Umar: Maka ketika itu aku bersama Nabi, beliau duduk di atas bangku menghadap kiblat dan membelakangi Syam. Hadis di atas dimaqlubkan menjadi:
9 Op. Cit., Hasbi, Muhammad Ash Shiddieqy 10 Op. Cit., Ahmad, Muhammad 11 Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: Bumi Aksara, 2010

adalah sisipan, tidak berasal dari sabda Rasulullah SAW.

Menghadap Syam dan membelakangi kiblat. 5. Hadis Muzayyad fi muttashil al-asanaid Seorang rawi menambahkan seseorang rijal di dalam suatu sanad, yang tidak disebutkannya di dalam sanad lainnya.12 Contoh; Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Muslim, Abu Awanah dengan jalur sanad dari Abu 'Awanah; Dari Ya'la bin Atha, ia berkata: Aku mendengar Abu Alqamah berkata, Aku mendengar Abu Hurairah ra berkata; Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang mentaatiku maka ia telah mentaati Allah, dan barangsiapa yang mendurhakaiku maka ia telah durhaka kepada Allah, dan barangsiapa yang mentaati amir (pemimpin)ku maka ia telah mentaatiku, dan barangsiapa yang mendurhakai amir (pemimpin)ku maka ia telah durhaka kepadaku. Hadis ini diriwayatkan oleh an-Nasai di dalam Sunan-nya dengan sanad sebagai berikut; Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Dawud, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu al-Walid, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Awanah, dari Yala bin Atha, dari ayahnya, dari Abu Alqamah, Abu Hurairah telah menceritakan kepadaku . Di dalam sanad di atas ada tambahan 'Atha' yaitu ayah Ya'la. Inilah yang dinamakan Mazid fi Muttasil al-Asanid. Muslim di dalam kitab Shahihnya menyebutkan riwayat yang tidak ada ziyadahnya bahwa Yala bin Atha telah menjelaskan bahwa ia menerima hadis dari gurunya, yaitu Abu 'Alqamah, dengan cara as-sima. 6. Hadis Mudhtharib Secara bahasa berarti goncang dan bergetar13, berantakan. Berdasarkan istilah yaitu hadis yang diriwayatkan pada beberapa segi yang berbeda, tetapi sama dalam kualitasnya. Contoh idhthirab di sanad: Seperti hadis Abu Bakar: :
12 Mukhtashar 'Ulum al-Hadis, Ibnu Katsir, h. 171 13 Ibid. Khor, Abdul Majid

Ya Rasulullah, saya lihat anda telah berubah. Nabi saw. menjawab: Surat Hud dan audara-saudaranya telah menyebabkan saya berubah. Ad Daraquthni mengatakan, bahwa hadis ini mudhtharib. Hadis ini Cuma diriwayatkan dari jalan Abu Ishaq As SubaI dan perselisihan terhadapnya banyak. 7. Hadis Mushahhaf dan Muharraf Mushahhaf berarti salah baca tulisan. Muharraf berarti mengubah atau mengganti. Berdasarkan istilah Mushahhaf adalah perubahan kalimat dalam hadis selain apa yang diriwayatkan oleh orang tsiqah baik secara lafal atau makna. Ibnu Hajar membedakan adanya perubahan yang terjadi pada hadis, jika perubahan itu berupa pada titik pada suatu huruf atau beberapa huruf itulah disebut Mushahhaf, dan jika perubahan itu berbentuk syakal/harakat huruf disebut Muharraf. Contoh Mushahhaf : Barang siapa yang berpuasa ramadhan dan diikutinya dari enam hari dari bulan syawal, maka ia sama dengan berpuasa satu tahun. Hadis ini ditashhikan oleh Abu Bakar Ash-Shuli dengan ungkapan: Contoh Muharraf: hadis Jabir berkata: Ubay dipanah pada peperangan Ahzab di urat lengannya, maka Rasulullah mengobatinya dengan besi panas. Hadis di atas diubah oleh Ghandar pada kata Ubay menjadi Abi. 8. Hadis Syadz Hadis Syadz menurut bahasa yaitu hadis yang ganjil. Sedangkan menurut istilah yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih utama.14 Contoh: : Rasulullah bersabda: Hari arafah dan hari tasyrik adalah hari-hari makan dan minum. Hadis di atas diriwayatkan oleh Musa bin Ali bin Kubah dengan sanad dari
14 Op. Cit., Hasbi, Muhammad Ash Shiddieqy

serentetan rawi yang dipercaya, namun matan hadis tersebut ganjil, jika dibandingkan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang juga dipercaya. Pada hadis lain tidak dijumpai ungkapan Keganjilan hadis di atas terletak pada adanya ungkapan tersebut. 9. Hadis Ikhthilath Pengertian Ikhtilath Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "Buruknya hafalan yang menimpa seorang perawi hadits." As-Sakhawi rahimahullahberkata:"Hakekatnya Ash-Shan'ani rahimahullah berkata:"Seorang menjadikannya tidak tsiqah (tidak kredibel.) Dan pernyataan yang mengatakan bahwa hakekat Ikhtilath adalah rusaknya akal menunjukkan secara jelas bahwa seorang perawi yang disifati dengan Ikhtilath dahulunya adalah orang yang sehat akalnya, kemudian tertimpa sesuatu yang merubah hafalannya dan berpengaruh terhadap ingatannya. Oleh sebab itu kita mendapati sebagian ulama mengungkapkan hal itu dengan perkataanya:"Thari'u atau 'Aridh." Sebab-sebab Ikhtilath ada bermacam-macam, di antaranya adalah : a. Usia yang semakin tua dan apa-apa yang menimpanya berupa berbagai macam penyakit, seperti kebutaan dan lain-lain apabila dia meriwayatkan hadits dari kitabnya. b. Hilang, rusak atau terbakar kitab-kitabnya (kitab hadits), apabila dia meriwayatkan hadits dari kitabnya. c. Matinya orang yang dicintainya seperti anak dan yang semisalnya. d. Kecurian harta (hartanya dicuri), dan kejadian ini (kecurian) termasuk musibah yang kadang-kadang mempengaruhi akal sebagian perawi. Contoh; Hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasai di dalam kitab Sunan (3/54) Telah meberitakan kepada kami Yahya bin Habib bin Arabiy, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Hammad, ia berkata; Telah menceritakan kepada adalah perawi rusaknya yang akal seorang perawi dan ketidakteraturan ucapan-ucapan dan perbuatannya." Mukhtalath (orang yang tertimpa ikhtilath) adalah seorang perawi yang tertimpa hal-hal yang .

Kami Atha bin as-Saib, dari ayahnya, ia berkata; Ammar bin Yasir pernah melakukan suatu salat bersama kami dengan salat yang ringan (pendek) lalu orang bertanya kepadanya, engkau telah meringankan shalatmu atau pendekkan Lalu Ammar menjawab; Adapun dalam hal itu aku telah berdoa di dalamnya dengan suatu doa yang aku dengar dari Rasulullah saw, lalu ketika beliau berdiri seseorang di antara kaum itu mengikutinya Atha bin Saib adalah siqah, hanya saja ia mengalami ikhtilath di akhir usianya, dan Hammad yang meriwayatkan hadis ini darinya adalah Hammad bin Zaid. Dia termasuk orang yang telah mendengar hadis dari Atha' sebelum ia mengalami ikhtilath. Yahya bin Said al-Qaththan berkata, "Hammad bin Zaid telah mendengar dari Atha sebelum ia mengalami ikhtilath". Demikian juga penilaian Abu hatim ar-Razi.

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Pada pembahasan makalah ini dapat kita petik kesimpulan bahwa kajian keislaman itu sangatlah luas salah satunya ilmu hadis. Menunjukkan betapa maha kuasanya Allah dalam memberikan kepahaman terhadap hamba-hambanya. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. (QS. Ysuf [12]: 21) Meskipun ada sebagian kaum muslimin mengingkari Quran dan Hadits (terlebih hadits dhaif), maka itulah yang perlu kita luruskan bersama. Karena sesungguhnya Allah SWT. Berfirman yang artinya : (Dan) kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.(QS Yunus 36). Terbaginya hadits dhaif dalam dua bagian; karena sanad terputus dan karena cacat pada rawi atau matan semakin memudahkan kita untuk mengetahui sebab-sebab mengapa hadits-hadits menjadi dhaif, baik dari segi rawinya (orang yang meriwayatkan), sanad, maupun matannya. Dengan mengetahui Ilmu Hadits (di sini lebih dikhususkan hadits dhaif karena rawi yang cacat), tentu akan membuat kita menjadi semakin terpacu untuk berpikir dan menggali pengetahuan secara lebih mendalam serta dilandasi nafsiyah (sikap) keimanan dan ketakwaan yang mantap, termotivasi untuk terus mencari dan mengamalkannya karena pembahasan dalam makalah ini hanyalah berisi sebagian kecilnya saja. 3.2 Saran Kami selaku penyusun makalah ini menghimbau dan menyarankan kepada pembaca untuk lebih banyak lagi membaca tentang ilmu-ilmu hadis, sebab jika kita telusuri begitu luasnya pembahasan tentang ilmu hadis ini. Dengan lebih banyak membaca dan mendalami ilmu hadis maka kita menjadi tahu bahkan memahami mana hadis yang sahih, hasan dan daif, sehingga kita dapat memilih-milih mana yang harus kita ikuti dan mana yang tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2000 Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: Bumi Aksara, 2010 Sahrani, Sohari, Ulumul Hadis, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010 Mudasir, H., Ilmu Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008 Hasbi, Muhammad, Ash Shiddieqi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1958 Amr Abdul Munim Salim, Ilmu Hadis untuk Pemula, Mesir: Maktabah Ibnu Taymiyah, 1997 http://www.slideshare.net/Afanza/ilmu-hadis-untuk-pemula http://blog.re.or.id/pengertian-bidah-macam-macam-bidah-dan-hukum-hukumnya.htm

You might also like