You are on page 1of 20

PENDAHULUAN

1. Pendahuluan Penyediaan Bantuan Hukum (legal aid) bagi warga miskin oleh Negara telah mempunyai akar sejarah yang panjang. Hanya saja, sehingga abad ke-19, jasa yang disediakan negara tersebut masih merupakan aktivitas derma dan terbatas pada pendampingan dan pembelaan Pro Bono dalam pengadilan. Jasa-jasa Bantuan Hukum dalam skala yang lebih luas (di luar pengadilan) diserahkan pada lembaga-lembaga non negara, seperti gereja dan serikat buruh. Perkembangan pesat Bantuan Hukum mulai terjadi sejak abad ke-20. Di satu sisi, sejak dekade 1940-an dan 1950-an, landasan yang lebih kuat dan komprehensif bagi peran negara dalam menyediaan Bantuan Hukum mulai dibakukan sehingga bukan lagi aksi kedermawanan namun telah bergeser menjadi bagian dari pemenuhan hak warga, baik itu hak politik, sosial maupun ekonomi, disisi lain, inisiatif-inisiatif lembaga-lembaga sipil bagi penyedian Bantuan Hukum juga makin marak. Gerakan Bantuan Hukum di negara berkembang umumnya didorong oleh kebutuhan domestik akan suatu strategi pembangunan hukum yang responsif. Pembangunan hukum adalah segala usaha yang dilakukan oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat untuk mempengaruhi pembentukan, konseptualisasi, penerapan dan pelembagaan hukum dalam suatu proses politik. Di negara berkembang, pembangauna hukum cenderung bersifat ortodoks, dimana lembang-lembaga negara (beserta aparat birokrasinya) mendominasi arah perkembangan hukum. Hukum yang dihasilkan dari pola ortodoks adalah hukum yang bersifat positivis-instumentalis dan menempatkan hukum

sebagai alat yang ampuh bagi pelaksanaan ideologi dan program Negara, seperti persatauan nasional, stabilitas politik, modernisasi, dan pembngunan sosial. Kebutuhan akan pembangunan hukum yang responsif muncul dari kesadaran akan tidak akomodasifnya hukum positivis-instumentalis yang dihasilkan pola ortodoks terhadap kebutuhan dan perasaan keadilan masyarakat. Sauatu produk hukum yang lebih responsif terhadap tuntutan-tuntutan dari berbagai kelompok sosial dan individu dalam masyarakat hanya akan dapat dicapai melalui strategi pembangunan hukum yang menempatkan hukum sebagai wahana emansipasi. Strategi responsif menempatkan hukum sebagai suatu alat bagi perubahan yang independen terhadap sistem politik. Strategi responsif akan memberikan ruang yang sangat besar bagi partisipasi masyarakat dalam pembangunan hukum dan memungkinkan lembaga peradilan menjadi kreatif dan mandiri Bangkitnya paham konstitusionalisme pada awal orde baru memegang peran kunci bagi perluasan gerakan Bantuan Hukum. Konstitusionalisme adalah abtraksi yang lebih tinggi dari rule of law(rechstaat) dan menekan pentingnya suatu negara terbatas dimana kekuasaan politik resmi dikelilingi oleh hukum yang jelas dan penerimaan akan mengubah kekuasaan menjadi wewenang yang ditentukan secara hukum. Paham ini pada dasarnya menghendaki pemulihan negara hukum sesuai konstitusi yang berlaku sebagai koreksi atas berbagai penyimpanagan yang terjadi pada masa demkorasi terpimpin. Berkembangan pemikiran konstitusionalis ini dipengaruhi oleh masuknya dan menguatnya pemikiran liberalisme di Indonesia, khususnya dikalangan dekade 1970-an. Paham ini didirikan oleh kepercayaan terhadap netralitas dan otonomi hukum serta pentingya keberadaan pranata-pranata demokrasi ala barat, factor-faktor tersebut

kemudian mendorong bergesernya pola Bantuan Hukum dari tradisional menjadi gerakan Bantuan Hukum konstitusional. Bantuan Hukum kostitusional merupakan Bantuan Hukum untuk masyarakat miskin yang dilakukan dalam kerngka usaha-usaha dan tujuan yang lebih luas dari sekedar pelayanan hukum di dalam pengadilan. Pola ini berusaha menyadarkan masyarakat miskin, sebagai subyek hukum, atas hak-hak yang dimilikinya serta menempatkan penegakkan dan pengembangan nilai-nilai hak hak asasi manusia sebagai sendi utama tegaknya Negara hukum. Sifat Bantuan Hukum yang diberikan juga lebih aktif,tidak terbatas pada pendampingan individual namun juga diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif. Pendekatan yang ditempuh juga tidak melulu pendekatan formal legal,namun juga melalui jalan politik dan negosiasi sehingga aktivitas seperti kampanye bagi penghapusan perundangan yang diskriminatif terhadap kaum miskin,control terhadap birokrasi,maupun pendidikan hukum masyarakat menjadi bagian yang esensial di dalamnya. Orientasi gerakan Bantuan Hukum ini tidak lagi hanya menegakan keadilan bagi si miskin menurut hukum yang berlaku, namun telah bergeser menjadi perwujudan Negara hukum yang berlandaskan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Bantuan Hukum untuk rakyat si miskin dipandang sebagai subyek hukum yang mempunyai hak-hak yang sama dengan golongan masyarakat lainnya. Hukum merupakan produk dari proses-proses sosial yang terjadi di masyarakat. Suatu masyarakat dengan pola hubungan yang tidak sejajar tidak mungkin menghasilkan hukum yang adil bagi semua orang. Timbul kebutuhan bagi suatu ideology hukum yang bersifat merombak untuk membebaskan mayoritas masyarakat yang selama

dimarjinalisasi dan ditelantarkan oleh struktur yang timpang. Nasution (1981c) menyatakan bahwa Bantuan Hukum bukan hanya merupakan aksi cultural namum juga

melibatkan aksi structural untuk mengubah tatanan masyarakat dan membebaskan masyarakat dari stuktur politik,ekonomi,sosial dan budaya yang sarat dengan penindasan. Ditinggalkannya netralitas hukum serta kebutuhan akan perubahan structural itulah yang mendorong pergeseran gerakan Bantuan Hukum dari yang bersifat konstitusional menjadi Bantuan Hukum struktural.

2. Tujuan Penulisan Makalah Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut. a. Memperluas khazanah keilmuan dengan subjek dan pembahasan mengenai Bantuan Hukum di Indonesia b. Memahami secara holistik tentang isu pemberian Bantuan Hukum terhadap rakyat miskin di Indonesia

3. Rumusan Masalah a. Bagaimanakah sejarah pemberian Bantuan Hukum yang ada di Indonesia? b. Bagaimanakah implementasi pemberian Bantuan Hukum bagi rakyat miskin?

4. Metode Penulisan Dalam penulisan makalah ini sumber yang digunakan adalah tinjauan pustaka, disertai dengan data-data dari penelitian terdahulu yang berhubungan dengan pembahasan dalam makalah ini.

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pemberian Bantuan Hukum di Indonesia Sejarah Bantuan Hukum (BANTUAN HUKUM) di indonesia adalah goresan sejarah dinamika yang tidak lepas dari himpitan dan gesekan konflik yang meliputi gesekan politik antara pribumi dengan kolonial, perebutan aset ekonomi antara pemodal dengan perburuhan, maupun keadilan hukum antara pihak kuat dengan lemah, katiga variabel tersebut adalah sangat terkait dan saling mempengaruhi, yang mana diperjuangkan dan dirasakan oleh masyarakat lemah dan tertindas. Pada tahun 1923 adalah tahun dimana Advokat dipercaya pihak Belanda, untuk memberikan Bantuan Hukum, adalah Mr. Besar Mertokoesoemo yang

memeloporinya, tetapi lingkupnya masihsangat terbatas, dimana untuk mendapatkan lisensi berpraktek dan mendirikan kantor advokad hal tersebut diperparah denegan kesenjangan perlakuak hukum antara pribumi dan eropa. Hal tersebut dirasa belum bisa mendobrak diksriminasi untuk akses to justice dan keegaliteran anatara pribumi dengan kolonial, hal inilah yang menjadikan masyarakat yang lemah belulm mendapatkan akses keadilan berserta Bantuan Hukum. Penelusuran sejarahnya Bantuan Hukum pada zaman romawi kuno sangat bertolah belakang dengan Bantuan Hukum di Indonesia dimana Bantuan Hukum di romawi keperpihakan bantuan adalah jelas dan kongrit suatu Bantuan Hukum untuk masyarakat miskin dan lemah. Pemberian Bantuan Hukum pada zaman tersebut dilakukan oleh seorang kalangan bangsawan dari kerajaan yang peduli dan berpihak yang diperuntukkan untuk masyarakat miskin atau tidak mampu, karena menganggap

dan mempercayai kegiatan tersebut adalah dorongan moral sebagai profesi yang sangat mulia (charity), juga diyakini sebagai sikap kesatria, dengan jiwa menolong amat sangat tidak mengharap imbalan atau honorarium sama sekali. Tetapi sejarah sangat bertolak belakang ketika dibandingkan dengan realitas sekarang bahwa yang bisa mendapatkan kemenangan dan keadilan menurut versi tertentu adalah orang yang mempunyai kekuatan (jabatan, modal, aset) dimana para pekerja hukum yang sebenarnya diharapkan seperti profesi pada zaman romawi kuno tersebut, akan tetapi mengkhianati dari profesi Bantuan Hukum sesungguhnya. Bahwa nilai-nilai nurani sudah digadaikan dengan kepentingan material, dan mengorbankan dari hak sesungguhnya dari orang yang lemah atau tertindas dibangsa indonesia ini. Dimana peluang dan keperpihakannya amat sangat kurang sehingga terciptanya kesengsaraan dan ketertindasan yang sistemik yang mana merampas hak-hak dasar yang dimiliki oleh masyarakat yang marginal dari berbagai sektor hukum, politik, ekonomi. Sedangkan alat untuk memperjuangkan dari aspek hukum untuk pembelaan dan advokasi pun sudah dibungkam oleh penguasa untuk mendekonstruksi atas kungkungan ketertindasan dan ketidakadilan selain pemberdayaan masyarakat untuk melawan juga menggunakan strategi Bantuan Hukum struktural untuk menciptakan keadilan dan memperkecil kemiskinan struktural. Bantuan Hukum Struktural alternatif keadilan untuk struktur timpang dan

menindas. Konsep Bantuan Hukum struktural terdiri dari Bantuan Hukum dan struktural. Bantuan Hukum atau istilahnya Legal Aid yang berarti Bantuan Hukum yang berpihak untuk masyarakat yang lemah dan tidak mampu. Dimana masyarakat

lemah tersebut tidak mampu secara hak hukum, hak ekonomi politik dan sosial budaya, ketidak mampuan ini tidak secara kodrati tetapi diciptakan oleh pihak kuat agar tidak mampu dan selalu terhisap sumber daya manusia maupun, sumber daya alamnya. Selain itu pembelaan Bantuan Hukum jenis Legal Aid ini adalah Bantuan Hukum perjuangan yang memiliki karakteristik keperpihakan secara jelas yakni terhadap kepentingan dan hak asasi manusia (HAM) yang paling fundamental untuk rakyat kecil dari lapisan yang paling bawah yang lemah. Konsep yang selanjutnya makna dari istilah Struktural dan penganutnya disebut kaum strukturalis. dimana ini sebenarnya muncul dari inspirasi dari paham filsafat barat dengan paham konsientisasi dan paham strukturalisme dari alirannya Brazilian Paulo Friere dimana mengandung substansi sebagai pisau analisa untuk menganalisa kondisi kehidupan sosial yang terstruktur dan bertingkat-tingkat, yang tidak didukung dengan keseimbangan struktur bawah, maka kehidupan inilah yang menjadikan penindasan dan penghisapan oleh struktur yang paling atas atau struktur terkuat. Keseimbangan yang dimaksud dari paham ini adalah struktur yang dibawah membangun kekuatan untuk melakukan perlawanan dalm memperjuangkan hak-hak kehidupan agar tercipta keseimbangan dan pemenuhan. Secara etimologis dan terminologis sedikit mengelupas Bantuan Hukum struktural. Selanjutnya idealisme dan dasar hukumnya adalah dimana keadilan sejati adalah keadilan sosial dan keadilan untuk semuanya, tidak keadilan untuk kelas tertentu saja dengan mengorbankan dari sebagian kelas. Sehingga ada yang diuntungkan dan ada yang dikorbankan, kondisi inilah yang tidak adil dalam kehidupan. Sebagai alat dasar hukum dalam melakukan perjuangan Bantuan Hukum

struktural tidak lepas dari inspirasi untuk mewujudkan keadilan secara merata dengan HAM, dimana manusia secara kodrati memiliki HAM, yakni hak secara fundamental dan mendasar karena pemberian dari Sang Tuhan-Nya.dengan tidak boleh diambil, dibagi, dan dikurangi apalagi dirampas oleh sebagian ciptaan Tuhan yang lainnya. Secara dasar hukum internasional sudah dijelaskan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia (DUHAM) (Human Right) oleh semua negara-negara didunia. Yang dideklarasikan pada tanggal 10 Desember 1948 hal ini sudah menyatakan komitmennya untuk penegakan HAM untuk umat manusia yang berada disemua negara. Agar terjadi penghormatan HAM sehingga tidak terjadi perampasan hak asasi manusia dan penindasan disegala lini kehidupan. Selanjutnya dalam penegakan HAM dalam konvenan-konvenan internasional sebagai landasan operasional. Seperti indonesia sudah meratifikasi konvenan internasional pada tahun 2005 mengenai konvenan internasional hak-hak sipil dan politik (internasional convenan on political and civil right) yang sudah diundangkan menjadi Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik yakni hak hidup, hak berorganisasi, hak tidak diskriminasi, hak mendapat keadilan, hak berpendapat, hak pelayanan baik, hak dipilih dan memilih, hak berkeyakinan dan beragama, hak tidak boleh disiksa, hak rasa aman, hak tidak ditindas, hak partisipasi dalam pemerintahan, dll. Dan selanjutnya diundangkannya dalam penegakan HAM adalah telah diratifikainya konvenan internasional hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (internasional convenan on cultur, social, and economic right) dimana sudah diundangkan menjadi Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya mengenai hak mendapatkan

pendidikan, hak mendapatkan kesehatan, hak mendapatkan pekerjaan, hak mendapatkan perumahan atau tempat tinggal, dll. Dalam kontek Bantuan Hukum struktural dimana menurut Adnan Buyung Nasution dimana ada struktur kuat (atas) dan struktur lemah (bawah) dimana struktur kuat diderivikasikan menjadi negara dan pengusaha yang potensi besar dalam melakukan pelanggaran dan kejahatan struktural, karena tidak menghormati hak-hak asasi manusia. Karena negara dan pengusaha mempunyai kewenangan dan kewajiban kepada masyarakat yang tidak dilaksanakan, akan tetapi sebaliknya melanggarnya dan melakukan kejahatan kepada masyarakat. Dimana masyarakat yang lemah dan tidak mampulah yang menjadi korban secara terus-menerus. Menjadi korban secara konfrontatif (pembantaian atau kekerasan) maupun secara sistematis-yuridis (hukum yang menindas secara sistemis) maupun konspiratif (dengan komplotan untuk merugikan rakyat lemah). Dan struktur bawah menderivikasikan dan diperjelas oleh Todung Mulya Lubis (dalam buku Bantuan Hukum dan kemiskinan struktural) bahwa masyarakat yang menjadi korban adalah masyarakat pinggiran atas penindasan masyarakat pusat, karena hubungan kedua lapisan tersebut adalah menindas. dimana mempunyai ambisi untuk mengeksploitasi dan menghisap segala sumber daya manusinya dan sumber daya alamnya, dengan cara serakah, menindas, menghabisi masyarakat pinggiran yang mana lemah, tidak mampu dan kebanyakan adalah masyarakat miskin. Hal tersebut disebabkan karena pihak kuat tidak memperhatikan dan menghormati nilai-nilai hak asasi manusia dengan cara memenuhi dan melindungi HAM.

Belum lagi penindasan masyarakat lemah dalam sisi untuk mendapatkan keadilan didunia peradilan, dimana istilah yang mendapatkan keadilan adalah orang kaya dan orang yang mempunyai kekuasaan, memang kalau kita cermati adalah banyak benarnya dan bahkan benar. Karena uang dan kekuasaan adalah bisa menciptakan keadaan di peradilan untuk memutus, memihak dan melumpuhkan. Lagi-lagi masyarakat tidak mampu yang menjadi obyek korban lagi. Dengan modus dijadikan kambing hitam, diterlantarkan, dipersulit mendapatkan prodeo, dikorbankan, dll. Yang seharusnya kekuasaan kehakiman berdiri sendiri, tidak boleh diintervensi, dipengaruhi, dll, melainkan hanya slogan semata. Karena belum bisa ataupun salah mengartikan maksud dari unsur penegakan hukum itu sendiri, yang salah satunya prinsipnya adalah keadilan masyarakat. Menurut Adnan Buyung Nasution bahwa adanya beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penegakan Bantuan Hukum struktural adalah yang salah satunya dikarenakan adanya peran advokad atau pekerja hukum yang peduli memberikan Bantuan Hukum dengan prodeo dan berpihak kepada masyarakat lemah dengan tanpa pamrih. Karena fleksibel dan lincah dalam berjuang, hal inilah potensi besar dalam melakukan konspirasi dan mengelabuan terhadap para pihak kuat. Hal inilah kalau tidak mempunyai prinsip kuat dalam berpihak maka akan terseret kearus yang dinamakan mafia peradilan. Menurut Soekarno (dalam bukunya dibawah bendera revolusi), yang bisa merubah dunia ini adalah kekuatan masyarakat (people power) dengan didukung kaum yuris (kalangan hukum). Hal ini sangat ada kaitannya dengan penegakan BANTUAN HUKUM struktural, adalah salah satu kalangan hukum yang fleksibel

dan mempunyai kelincahan dan harapan cita-cita penegakan hukum yang adil dan berpihak masyarakat adalah kalangan advokad. Selain bisa perjuangan didalam pengadilan juga bisa berjuang dengan banyak mempengaruhi masyarakat diluar pengadilan. Perjuangan didalam pengadilan yang identik syarat dengan kandang macan atau mafia pengadilan dimana kekuasaan, jabatan dan uang yang bisa memenangkankan. Dan tidak bisa berharap lebih untuk menang adalah kalangan kaum miskin dan tidak mampu. pemerintahan pun juga merampas dan menindas hak-haknya. Begitu pula didalam pencarian keadilan didunia peradilan dari penyidikan sampai didalam persidangan juga dirampas dan ditindas juga. Jadi dimana-mana diciptakan sistem yang menindas dan merampas hak-hak. Terkait realitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dari berbagai sektor kehidupan yang serba menindas dan tidak adil, hal ini strategi BANTUAN HUKUM struktural adalah sebagai sarana dan strategi dalam membangun sebuah gerakan masyarakat yang terutama diberikan hanya untuk kalangan masyarakat yang ditindas dan korban atas ketidakadilan yang sistemis dan struktural. Strategi tersebut lebih menekankan kepada perjuangan diluar pengadilan dari pada didalam pengadilan. Hal ini dengan mengharapkan kesadaran perjuangan dari para advokad dan pekerja hukum yang mau memberikan pengetahuan ilmu hukum dengan didukung pengetahuan ilmu-ilmu sosial, politik dll. Sebagai manifestasi penyadaran kepada masyarakat akan kungkungan ketertindasan dan ketidakadilan. Strategi selanjutnya adalah Bantuan Hukum struktural mengutamakan

penanganan kasus-kasus yang struktural, dimana kasus struktural adalah kasus yang

menjadi korban masyarakat lemah atau tidak mampu yang korbannya banyak sampai merampas segala HAM. Atas sebuah sistem kebijakan maupun represifitas pihak kuat yang tidak memandang perikemanusiaan dan keadilan. Karena strategi ini akan melakukan konsolidasi dan pengorganisasian yang besar-besaran, untuk diberikan pemahaman tentang hukum, sosial dan politik yang koprehensif sehingga efektif untuk memahamkan dengan pendekatan familier dan bahasa yang mudah dicerna kalangan tertentu. Yang sebelumnya sudah ada pengkajian tentang analisa sosial dan kondisi masyarakat yang menjadi korban atas pelanggaran dan kejahatan structural. Ketika sudah ada analisa dan kajian sosial yang matang, maka bisa menggunakan gerakan didalam pengadilan maupun diluar pengadilan, tergantung efektif dan efesien untuk mendapatkan kemenangannya. Parameternya adalah tingkat efektifnya dalam mempengaruhi efek dari perjuangan, karena bisa saja didalam pengadilan kalkulasi kalah akan tetapi pengaruh politik menang, karena perjuangan didalam pengadilan tersebut akan dijadikan panggung politik dan hukum untuk masyarakat yang sangat luas. Aktivis Bantuan Hukum Struktural juga bisa melakukan konsolidasi dan membangun jejaring dengan stekholder terutama dengan kalangan kaum

presuregroup (wartawan, ormas, LSM, dll) dengan didukung gerakan aksi turun kejalan si dalam melakukan kampaye tentang keadilan dan anti-penindasan. Karena sangat ada keterkaitannya sakali untuk mempengaruhi dan menyadarkan kepada masyarakat luas. Karena lawannya adalah aktor kuat maka harus dilawan dengan gerakan luar biasa juga.

B. Pemberian Bantuan Hukum Bagi Rakyat Miskin Salah satu asas hukum acara pidana yang paling penting adalah bahwa setiap orang yang berpekara dalam persidangan wajib diberikan bantuan hukum. Hal ini demi menjamin hak-hak orang tersebut dalam melakukan pembelaan dipersidangan. Secara umum ketentuan bantuan hukum sudah cukup baik. Namun dalam hal pelaksanaan bantuan hukum kepada orang yang tidak mampu masih mengalami beberapa kendala. Sebagai wujud kewajiban Negara dalam melindungi warga negaranya, maka sudah seharusnya Negara juga memiliki kewajiban terhadap warga negaranya yang tersangkut masalah dalam proses peradilan dan tidak memiliki kemampuan untuk membela kepentingannya seorang diri. Negara Indonesia yang menganut paham sebagai Negara kesejahteraan, yaitu Negara menjamin kesejahteraan setiap warga negaranya maka sudah seharusnya Negara wajib menjamin hak-hak orang tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan hukum nya. Kewajiban Negara untuk memberikan bantuan hukum khususnya kepada mereka yang tidak mampu merupakan bagian yang penting karena hal tersebut telah diamanatkan oleh konstitusional. Konstitusi Indonesia yang dijadikan landasan kuat adalah pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Selanjutnya,

pasal

28

ayat

(4)

UUD

1945

berbunyi:

perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama pemerintah. Kemudian dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Persamaan di hadapan hukum tersebut dapat terwujud di dalam suatu pembelaan perkara hukum, baik orang mampu maupun fakir miskin memiliki hak konstitusional untuk diwakili dan dibela oleh advokat atau pembela umum baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menegaskan "Fakir miskin dan anak-anak yang telantar dipelihara oleh negara". Pasal-pasal dalam konstitusi tersebut telah mengamanatkan secara ekstensif dapat ditafsirkan bahwa negara bertanggung jawab memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak fakir miskin. Hak-hak fakir miskin ini meliputi hak ekonomi, sosial, budaya (ekosob), sipil, dan politik dari fakir miskin. Melihat pada ketentuan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 I ayat (4) yang dihubungkan dengan Pasal 34 (1) UUD 1945, negara berkewajiban menjamin fakir miskin untuk memperoleh pembelaan baik dari advokat maupun pembela umum melalui suatu program bantuan hukum. Dengan demikian dapat dikatakan bantuan hukum merupakan hak konstitusional bagi fakir miskin / orang yang tidak mampu, yang harus dijamin perolehannya oleh negara. Persamaan di hadapan hukum yang diartikan secara dinamis itu dipercayai akan memberikan jaminan adanya akses memperoleh keadilan bagi semua orang. Menurut Aristoteles,

keadilan harus dibagikan oleh negara kepada semua orang, dan hukum yang mempunyai tugas menjaganya agar keadilan sampai kepada semua orang tanpa kecuali. Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu tanpa membedakan latar belakangnya. Semua orang memiliki hak diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Persamaan di hadapan hukum harus diartikan secara dinamis dan tidak diartikan statis. Artinya, kalau ada persamaan di hadapan hukum bagi semua orang harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment) bagi semua orang. Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang sangat mendasar bagi setiap orang dan oleh karena itu merupakan salah satu syarat untuk memperoleh keadilan bagi semua orang. Kalau seorang mampu mempunyai masalah hukum, ia dapat menunjuk seorang atau lebih advokat untuk membela kepentingannya. Sebaliknya seorang yang tergolong tidak mampu juga harus memperoleh jaminan untuk meminta pembelaan dari seorang atau lebih pembela umum (public defender) sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum (legal aid institute) untuk membela kepentingannya dalam suatu perkara hukum. Menurut data dari BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2007 adalah sebesar 37,17 juta (16,58 persen). Data statistik tersebut membuktikan kehadiran organisasi bantuan hukum sebagai institusi yang secara khusus memberikan jasa bantuan hukum bagi fakir miskin sangat penting. Selain itu fakir miskin yang frustrasi dan tidak puas karena tidak memperoleh pembelaan dari

organisasi bantuan hukum akan mudah terperangkap dalam suatu gejolak sosial, antara lain melakukan kekerasan, huru-hara, dan pelanggaran hukum. Melihat kepada kondisi sekarang, fakir miskin belum dapat memperoleh bantuan hukum memadai. Yang terjadi selama ini adalah adanya kesemrawutan dalam konsep bantuan hukum. Ada kantor-kantor advokat yang mengaku sebagai lembaga bantuan hukum tetapi sebenarnya berpraktik komersial dan memungut fee, yang menyimpang dari konsep pro bono publico yang sebenarnya merupakan kewajiban dari advokat karena hal ini telah dijamin pula oleh Undang-Undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Kesemrawutan pemberian bantuan hukum yang terjadi selama ini adalah karena belum adanya konsep bantuan hukum yang jelas. Untuk mengatasi kesemrawutan tersebut, perlu dibentuk suatu undang-undang bantuan hukum yang mengatur secara jelas, tegas, dan terperinci mengenai bantuan hukum, antara lain penyediaan dana bantuan hukum dalam APBN dan penunjukan secara tegas lembaga-lembaga apa saja yang wajib memberikan bantuan hukum. Selain itu organisasi bantuan hukum harus menyediakan upaya-upaya untuk memberdayakan masyarakat seperti penyuluhan hukum, konsultasi hukum,

pengendalian konflik dengan pembelaan nyata dalam praktik di pengadilan, dan berpartisipasi dalam pembangunan dan reformasi hukum serta pembentukan hukum. Perlu ditekankan gerakan bantuan hukum harus mengubah paradigmanya, dari konsep bantuan hukum yang menempatkan organisasi bantuan hukum berseberangan dengan pemerintah, menjadi menempatkan negara sebagai mitra organisasi bantuan hukum dalam rangka program pengentasan kemiskinan.

Pemberian bantuan hukum bagi fakir miskin harus diberikan secara masif dan mengajak negara cq pemerintah serta semua unsur masyarakat, untuk

memperkenalkan dan mendorong bantuan hukum kepada fakir miskin di kota-kota maupun desa-desa. Bantuan hukum responsif memberikan bantuan hukum kepada fakir miskin dalam semua bidang hukum dan semua jenis hak asasi manusia secara cuma-Cuma. Suatu organisasi bantuan hukum tidak boleh menolak memberikan bantuan hukum dalam suatu bidang hukum tertentu. Kalau tidak mempunyai keahlian dalam bidang hukum tersebut, organisasi bantuan hukum tersebut dapat melimpahkan perkara atau bekerja sama dengan organisasi bantuan hukum lain. Dalam pembelaan hak fakir miskin, tidak boleh dibedakan apakah yang dilanggar itu hak kolektif atau hak individu dari fakir miskin. Diharapkan konsep bantuan hukum responsif ini dapat memperluas jangkauan pemberian bantuan hukum bagi fakir miskin dengan menjadikannya sebagai gerakan nasional agar fakir miskin mengetahui dan dapat menuntut hak-haknya. Dalam gerakan nasional bantuan hukum yang akan digerakan oleh Lembaga-lembaga bantuan hukum yang ada, akan melaksanakan bantuan hukum mulai dari pemberitahuan kepada masyarakat yang tidak mampu terhadap hak-hak nya dihadapan hukum sampai pendampingan mereka yang berpekara dipersidangan. Sudah saatnya pemberian bantuan hukum kepada fakir miskin yang diposisikan sebagai kaum yang lemah tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh semua lembagalembaga hukum dengan berbagai alasan, karena hal ini sudah sangat jelas dijamin oleh konstitusi Negara kita.

PENUTUP

Guna mengatasi berbagai permasalahan tersebut di atas, maka saat ini sangat

diperlukan adanya sebuah undang-undang yang secara khusus mengatur bantuan hukum. Hal ini sangat penting mengingat sampai saat ini belum ada satu aturan hukum yang secara tegas mengatur mengenai bantuan hukum, khususnya terkait tanggung jawab negara dalam menyediakan bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Pengaturan bantuan hukum yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan, yang tidak mengatur secara tegas batasan-batasan bantuan hukum, akan sangat tidak memadai dan tidak efektif, bahkan terasa menghilangkan tanggung jawab negara untuk menyediakannya. Mengingat begitu pentingnya undang-undang bantuan hukum tersebut, maka tentunya sangat diharapkan agar Pemerintah dan DPR dapat lebih serius dan lebih cepat membahas dan mengesahkan RUU Bantuan Hukum yang sudah sangat lama terpendam, yang bahkan sampai saat ini tidak diketahui bagaimana

perkembangannya. Bila pemerintah, termasuk para anggota DPR, menganggap tidak perlu membuat undang-undang tersebut, lalu bagaimana masyarakat miskin dapat memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma?

DAFTAR PUSTAKA
Bambang Sunggono dan Aries Hartono,2001, Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Mandar Maju Bandung. Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta.

Frans Hendra Winarta,1995,Advokat Indonesia, Antara Idealisme dan Keprihatinan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Hukum Online, 20 Oktober 2003 dan 13 Desember 2004 Dokumen Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (Decralation Of Human Rigth) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 1948 Undang-Undang Dasar 1945 UU No.18 tahun 2003 tentang Advokat UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

MAKALAH

PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA RAKYAT MISKIN DI INDONESIA

Rr. Widi Astuti B2A 007 272

You might also like