You are on page 1of 24

SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No.

: 683/Kpts/Um/8/1981 tentang kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi

KRITERIA FUNGSI KAWASAN

Lampiran 2

Kriteria Penetapan Fungsi Kawasan

Tiga faktor yang dinilai sebagai penentu kemampuan lahan, yaitu : 1. Kelerengan lapangan 2. Jenis tanah menurut kepekaan terhadap erosi 3. Intensitas hujan harian rata - rata

Informasi tersebut didapatkan dari hasil pengolahan peta topografi, peta tanah, dan data hujan. Klasifikasi dan nilai skor d ketiga faktor di atas berturut turut ari adalah seperti Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 1 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Kelerengan Lapangan
Kelerengan (%)
0 - 8 8 - 15 15 - 25 25 - 40 > 40 Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam

Kelas
I II III IV V

Klasifikasi

Nilai Skor
20 40 60 80 100

Kelas
II I

Tabel 2 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Jenis Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi
Aluvial,Glei, Planosol,Hidromerf, Laterik air tanah Latosol Brown forest soil, non calcic brown mediteran. Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podsolic. Regosol, Litosol, Organosol, Rensina.

Kelerengan (%)

Tidak peka Agak peka Peka

Klasifikasi

Nilai Skor
15 30 45 60 75

IV V

III

Kurang peka

Sangat peka

Tabel 3 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Intensitas Hujan Harian Rata - Rata Jenis Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi
I 0 13,6 Sangat rendah II 13,6 20,7 Rendah III 20,7 27,7 Sedang IV 27,7 34,8 Tinggi V > 34,8 Sangat Tinggi Sumber : Pedoman Penyusunan Pola RLKT Tahun 1994.

Kelas

Intensitas Hujan (mm/hari)

Klasifikasi

Nilai Skor
10 20 30 40 50

Melalui overlay peta masing - masing faktor diatas, akan didapatkan satuan satuan lahan menurut klasifikasi dan nilai skor dari keti tersebut. Penetapan ga fungsi Kawasan dilakukan dengan menjumlahkan nilai skor dari ketiga faktor yang dinilai pada setiap satuan lahan. Besarnya jumlah nilai skor tersebut merupakan nilai skor kemampuan lahan untuk masing- masing satuan lahan.

Jenis Fungsi Kawasan

Jenis Fungsi Kawasan ditetapkan berdasarkan besarnya nilai skor kemampuan lahan dan kriteria khusus lainnya, sebagaimana kriteria dan tata cara yang ditetapkan dalam Buku Petunjuk Penyusunan Pola RLKT. Fungsi kawasan berdasarkan kriteria tersebut dibagi menjadi : Kawasan lindung (Kode A ) Kawasan Penyangga (Kode B) Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan (Kode C) Kawasan Budidaya Tanaman Semusim (Kode D)

1. Kawasan Fungsi Lindung (A)

Kawasan fungsi lindung adalah suatu wilayah yang keadaan sumberday alam a air, flora dan fauna seperti hutan lindung, hutan suaka, hutan wisata, daerah sekitar sumber mata air, alur sungai, dan kawasan lindung lainnya sebagimana diatur dalam Kepres 32 Tahun 1990. Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindu ng, apabila besarnya skor kemampuan lahannya 175, atau memenuhi salah satu/beberapa syarat berikut :

a. Mempunyai kemiringan lahan lebih dari 40 % b. Jenis tanahnya sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol, dan renzina) dengan kemiringan lapangan lebih dari 15 % c. Merupakan jalur pengaman aliran air/sungai yaitu sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter kiri kanan anak sungai. d. Merupakan perlindungan mata air, yaitu sekurang -kurangnya radius 200 meter di sekeliling mata air. e. Merupakan perlindungan danau/waduk, yaitu 50-100 meter sekeliling danau/waduk. f. Mempunyai ketinggian 2.000 meter atau lebih di atasa permukaan laut.
2

2.

g. Merupakan kawasan Taman Nasional yang lokasinya telah ditetapkan oleh pemerintah. h. Guna keperluan/kepentingan khusus dan ditetapkan sebagai kawasan lindung. Kawasan Fungsi Penyangga (B)

Kawasan fungsi penyangga adalah suatu wilayah yang dapat berfungsi lindung dan berfungsi budidaya, letaknya diantara kawasan fungsi lindung dan kawasan fungsi budidaya seperti hutan produksi terbatas, perkebunan (tan aman keras), kebun campur dan lainnya yang sejenis. Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi penyangga apabila besarnya nilai skor kemampuan lahannya sebesar 125-174 dan atau memenuhi kriteria umum sebagai berikut : a. Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara ekonomis. b. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga. c. Tidak merugikan dilihat dari segi ekologi/lingkungan hidup bila dikembangkan sebagai kawasan penyangga Kawasan fungsi Budidaya Tanaman Tahunan (C)

3.

Kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan adalah kawasan budidaya yang diusahakan dengan tanaman tahunan seperti Hutan Produksi Tetap, Hutan Tanaman Industri, Hutan Rakyat, Perkebunan (tanaman keras), dan tanaman buah - buahan. Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan dengan fungsi budidaya tanaman tahunan apabila besarnya nilai skor kemampuan lahannya 124 serta mempunyai tingkat kemiringan lahan 15 - 40% dan memenuhi kriteria umum seperti pada kawasan fungsi penyangga. 4. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Semusim (D)

Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim adalah kawasan yang mempunyai fungsi budidaya dan diusahakan dengan tanaman semusim terutama tanaman pangan atau untuk pemukiman. Untuk memelihara kelestarian kawasan fungsi budidaya tanaman semusim, pemilihan jenis komoditi harus mempertimbangkan keseuaian fisik terhadap komoditi yang akan dikembangkan. Untuk kawasan pemukiman, selain memiliki nilai kemampuan lahan maksimal 124 dan memenuhi kriteria tersebut diatas, secara mikro laha nnya mempunyai kemiringan tidak lebih dari 8%.

KRITERIA KAWASAN LINDUNG


(PP No. 47/1997 Tentang RTRWN)

Kriteria kawasan lindung berupa ukuran dan/atau persyaratan yang digunakan untuk penentuan kawasan-kawasan yang perlu ditetapkan sebaga kawasan i berfungsi lindung. (1). Kriteria kawasan lindung untuk kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a adalah : a. kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing -masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 175 atau lebih; b. kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih; dan/atau c. kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2000 m atau lebih. (2). Kriteria kawasan lindung untuk kawasan bergambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b yaitu kawasan tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat dibagian hulu sungai dan rawa. (3) Kriteria kawasan lindung untuk kawasan resapan air seb agaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c yaitu kawasan bercurah hujan yang tinggi, berstruktur tanah yang mudah meresapkan air dan mempunyai geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besarbesaran. (1) (2) Kriteria kawasan untuk kawas an lindung untuk sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (3) huruf a yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat. Kriteria kawasan lindung untuk sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf b adalah : a. Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. b. Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh Pejabat yang berwenang. c. Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat yang berwenang. Pasal 34 Pasal 33

Pasal 32

(3)

(4) (5)

Kriteria kawasan lindung untuk kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf c yaitu daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50 - 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf d yaitu kawasan disekitar mata air dengan jari-jari sekurang-kurangnya 200 meter. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf e adalah : a. lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota antara lain di kawasan permukiman, industri, tepi sungai/pantai/ jalan yang berada di kawasan perkotaan; b. hutan yang terletak didalam wilayah perkotaan atau sekitar kota dengan luas hutan minimal 0,25 hektar; c. hutan yang terbentuk dari komunitas tumbuhan yang berbentuk kompak pada satu hamparan, berbentuk jalur atau merupakan kombinasi dari bentuk kompak dan bentuk jalur; d. jenis tanaman untuk hutan kota adalah tanaman tahunan berupa pohon-pohonan, bukan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik; e. jenis tanaman hias untuk kawa san terbuka hijau kota adalah berupa pohon-pohonan dan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun asli atau domestik. Kriteria kawasan lindung untuk taman nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf a adalah : a. wilayah yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; b. memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami; c. satu atau beberapa ekosistem yang terdapat didalamnya secara materi atau secara fisik tidak dapat diubah oleh ekploitasi maupun pendudukan oleh manusia; d. memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam; e. merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona pemanfaatan dan zona lain yang dapat mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kriteria kawasan lindung untuk taman hutan raya sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (5) hurf b adalah : a. merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang sudah berubah; b. memiliki keindahan alam, tumbuhan, satwa dan gejala alam;
5

(1)

Pasal 36

(2)

(3)

c. mudah dijangkau dan dekat den gan pusat-pusat permukiman penduduk; d. memiliki luas wilayah yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan/atau satwa baik jenis asli dan/atau bukan asli. Kriteria kawasan lindung untuk taman wisata alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf cadalah : a. mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa beserta ekosistemnya yang masih asli serta formasi geologi yang indah, unik dan nyaman; b. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya untuk di anfaatkan bagi pariwisata dan m rekreasi alam; c. kondisi lingkungan disekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam; d. mudah dijangkau dan dekat dengan pusat pusat permukiman penduduk. Pasal 37

Kriteria kawasan lindung untuk cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6) yaitu tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7) yaitu kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi, mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi dan tanah longsor serta gelombang pasan dan banjir. g (1) Kriteria kawasan lindung untuk kawasan taman buru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (8) huruf a adalah : a. areal yang ditunjuk mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan; dan/atau b. kawasan yang terdapat satwa buru yang dikembangbiakan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olahraga dan kelestarian satwa. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan cagar biosfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (8) huruf b adalah : a. kawasan yang mempunyai keperwakilan ekosistem yang masih alami dan kawasan yang sudah mengalami degradasi, modifikasi, dan/atau binaan; b. kawasan yang mempunyai komunitas alam yang unik, langka, dan indah; dan/atau Pasal 39 Pasal 38

(2)

(3)

(4)

(5)

c. merupakan bentang alam yang cukup yang mence rminkan interaksi antar komunitas alami dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis; dan/atau d. tempat bagi penyelenggaraan pemantauan perubahan -perubahan ekologi melalui kegiatan penelitian dan pendidikan. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan perlndungan plasma nutfah i sebagaiman dimaksud dalam Pasal 10 ayat (8) huruf c adalah : a. areal yang memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang belum terdapat di dalam kawasan konservasi yang telah ditetapkan; b. areal dengan luasan tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses pertumbuhan jenis plasma nutfah tersebut; Kriteria kawasan lindung untuk kawasan pengungsian satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (8) huruf d adalah : a. areal yang ditunjuk merupakan daerah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut; dan/atau b. areal tempat pemindahan satwa sebagai tempat kehidupan baru bagi satwa tersebut; c. mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta berkembang biaknya satwa tersebut Kriteria kawasan lindung untuk kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (8) huruf e yaitu kawasan minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah kearah darat yang merupak n a habitat hutan bakau.

KRITERIA KAWASAN BUDIDAYA


(PP No. 47/1997 Tentang RTRWN)

Kriteria kawasan budidaya merupakan ukuran yang digunakan untuk penentuan suatu kawasan yang ditetapkan untuk berbagai usaha dan/atau kegiatan dan dibagi dalam : a. kriteria teknis sektoral, yaitu ukuran untuk menentukan bahwa pemanfaatan ruang untuk suatu kegiatan dalam kawasan memenuhi ketentuan -ketentuan teknis, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, kesesuaian ruang, dan bebas bencana; dan b. kriteria ruang, yaitu ukuran untuk menentukan bahwa pemanfaatan ruang untuk suatu kegiatan budidaya dalam kawasan, menghasilkan nilai sinergi terbesar terhadap kesejahteraan masyarakat sekitarnya dan tidak bertentangan dengan pelestarian fungsi lingkungan hidu yang didasarkan p, pada azas-azas sebagai berikut : 1. saling menunjang antar kegiatan yang meliputi : a) peningkatan daya guna pemanfaatan ruang serta sumberdaya yang ada di dalamnya guna perkembangan kegiatan sosial ekonomi dan budaya; b) dorongan terhadap perkembangan kegiatan sekitarnya 2. kelestarian fungsi lingkungan hidup yang meliputi : a) jaminan terhadap ketersedian sumberdaya dalam waktu panjang b) jaminan terhadap kualitas lingkungan hidup

Pasal 44

3. tanggap terhadap dinamika perkembangan yang meliputi : a) peningkatan pendapatan masyarakat ; b) peningkatan pendapatan daerah dan nasional c) peningkatan kesempatan kerja; d) peningkatan ekspor; e) peningkatan peran serta masyarakat dan kesesuian sosial budaya. (1) Kriteria kawasan budidaya untuk kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a adalah : a. kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai skor 125-174 diluar hutan suaka alam dan hut n a pelestarian alam b. kawasan yang secara ruang apabila digunakan untuk budidaya hutan alam dapat memberikan manfaat : 1) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; 2) meningkatkan fungsi lindung; 3) meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumberdaya hutan;
8

Pasal 45

(2) Kriteria kawasan budidaya untuk kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b adalah : a. kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing -masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 124 atau kurang, diluar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam; b. kawasan yang secara ruang apabila digunakan untuk budidaya hutan alam dan hutan tanaman dapat memberi manfaat : 1) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; 2) meningkatkan fungsi lindung; 3) meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumberdaya hutan; 4) meningkatkan pendapatan masyarak terutama di daerah setempat; at 5) meningkatkan pendapatan daerah dan nasional; 6) meningkatkan kesemptan kerja terutama untuk masyarakat daerah setempat; 7) meningkatkan ekspor; 8) mendorong perkembangan usaha dan peran serta masyarakat terutama di daerah setempat.

4) meningkatkan pendapatan masyarakat terutama didaerah setempat; 5) meningkatkan pendapatan daerah dan nasional; 6) meningkatkan kesempatan kerja terutama untuk masyarakat daerah setempat; 7) meningkatkan ekspor; 8) mendorong perkembangan usaha dan peran serta masyarakat terutama di daerah setempat.

(3) Kriteria kawasan budidaya untuk kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c adalah : a. kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing -masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 124 atau kurang, diluar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam; b. kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transportasi, transmigrasi, permukiman, pertanian, perkebunan, industri dan lain-lain apabila dapat memberikan manfaat : 1) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; 2) meningkatkan fungsi lindung; 3) meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumberdaya hutan; 4) meningkatkan pendapatan masyarakat terutama di daerah setempat; 5) meningkatkan pendapatan daerah dan nasional; 6) meningkatkan kesempatan kerja terutama untuk masyarakat daerah setempat; 7) meningkatkan ekspor; 8) mendorong perkembangan usaha dan peran serta masyarakat terutama di daerah setempat.
9

(4)

Kriteria kawasan budidaya untuk kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf adalah : a. luas minimal 0,25 hektar dan mempunyai fungsi hidrologis/pelestarian ekosistem, luas penutupan tajuk minimal 50 per en dan merupakan s tanaman cepat tumbuh; b. kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan hutan rakyat secara ruang dapat memberikan manfaat ; 1) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; 2) meningkatkan fungsi lindung; 3) meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumberdaya alam; 4) meningkatkan kesempatan kerja; 5) meningkatkan pendapatan, terutama di daerah setempat; 6) meningkatkan pendapatan daerah dan nasional; 7) meningkatkan ekspor; 8) mendorong perkembangan usaha dan peran serta masyarakat terutama di daerah setempat. Kriteria kawasan budidaya untuk kawasan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf a adalah: a. kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk pertanian lahan basah. b. kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan pertanian lahan basah secara ruang dapat memberikan manfaat untuk : 1) meningkatkan produksi pangan dan pendayagunaan investasi 2) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya 3) meningkatkan fungsi lindung; 4) meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumberdaya alam untuk pertanian pangan; 5) meningkatkan pendapatan masyarakat; 6) meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; 7) menciptakan kesempatan kerj ; a 8) meningkatkan ekspor; 9) meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kriteria kawasan budidaya untuk kawasan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf b adalah : a. Kawasan yang secara teknis dapat dimanfaatkan sebagai kawasan pertanian lahan kering b. Kawasan yang apabila dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian lahan kering secara ruang dapat memberikan manfaat untuk : 1) Meningkatkan produksi pertanian dan mendayagunakan investasi; 2) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan s b u sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; 3) meningkatkan fungsi lindung;
10

(1)

Pasal 46

(2)

(3)

(4)

Kriteria kawasan budidaya untuk kawasan tanaman tahunan/perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf c adalah : a. Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan perkebunan b. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan perkebunan secara ruang dapat memberikan manfaat untuk : 1) Meningkatkan produksi perkebunan dan mendayagunakan investasi; 2) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarny a; 3) meningkatkan fungsi lindung; 4) meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumberdaya alam; 5) meningkatkan pendapatan masyarakat; 6) meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; 7) menciptakan kesempatan kerja; 8) meningkatkan ekspor; 9) meningkatkan kesejahteraan masyara kat.

4) 5) 6) 7) 8) 9)

meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumberdaya alam; meningkatkan pendapatan masyarakat; meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; menciptakan kesempatan kerja; meningkatkan ekspor; meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(5)

Kriteria kawasan budidaya untuk kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf d adalah : a. Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk usaha peternakan baik sebagai sambilan, cabang usaha, usaha pokok, maupun industri; b. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan peternakan secara ruang dapat memberikan manfaat untuk : 1) Meningkatkan produksi peternakan dan mendayagunakan investasi; 2) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi seki arnya; t 3) meningkatkan fungsi lindung; 4) meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumberdaya alam; 5) meningkatkan pendapatan masyarakat; 6) meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; 7) menciptakan kesempatan kerja; 8) meningkatkan ekspor; 9) meningkatkan kesejahteraan ma syarakat. Kriteria kawasan budidaya untuk kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf e adalah : a. Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan perikanan; b. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan perikanan secara ruang dapat memberikan manfaat untuk : 1) Meningkatkan produksi perikanan dan mendayagunakan investasi;

11

2) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; 3) meningkatkan fungsi lindung; 4) tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumberdaya alam; 5) meningkatkan pendapatan masyarakat; 6) meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; 7) menciptakan kesempatan kerja; 8) meningkatkan ekspor; 9) meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kriteria kawasan budidaya untuk kawas an pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) adalah : a. Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk pemusatan kegiatan pertambangan, serta tidak menggangu kelestarian fungsi lingkungan hidup; b. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiata pertambangan secara n ruang dapat memberikan manfaat dalam : 1) Meningkatkan produksi pertambangan 2) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; 3) tidak mengganggu fungsi lindung; 4) tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumberdaya alam; 5) meningkatkan pendapatan masyarakat; 6) meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; 7) meningkatkan kesempatan kerja; 8) meningkatkan ekspor; 9) meningkatkan perkembangan masyarakat. Kriteria kawasan budidaya untuk kawas peruntukan industri sebagaimana an dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) adalah : a. Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan industri, serta tidak menggangu kelestarian fungsi lingkungan hidup; b. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan indus secara ruang tri dapat memberikan manfaat dalam : 1) meningkatkan produksi hasil industri dan meningkatkan daya guna investasi yang ada di daerah sekitarnya; 2) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; 3) tidak mengganggu fungsi lindung; 4) tidak mengganggu upaya pelestarian sumberdaya alam; 5) meningkatkan pendapatan masyarakat; 6) meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; 7) meningkatkan kesempatan kerja;
12

Pasal 47

Pasal 48

8) meningkatkan ekspor; 9) meningkatkan perkembangan masyarakat. Kriteria kawasan budidaya untuk kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (7) adalah : a. Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata, serta tidak menggangu kelestarian budaya, keindahan alam dan lingkungan; b. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan pariwisata secara ruang dapat memberikan manfaat : 1) Meningkatkan devisa dan mendayagunakan investasi; 2) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; 3) tidak menggangu fungsi lindung; 4) tidak mengganggu upaya pelestarian sumberdaya alam; 5) meningkatkan pendapatan masyarakat; 6) meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; 7) meningkatkan kesempatan kerja; 8) melestarikan budaya; 9) meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kriteria kawasan budidaya untuk kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (8) adalah : a. Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana alam maupun buatan manusia, sehat dan mempunyai akses untuk kesempatan berusaha; b. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan permukiman dapat memberikan manfaat : 1) Meningkatkan ketersediaan permukiman dan mendayagunakan prasarana dan sarana permukiman; 2) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; 3) tidak mengganggu fungsi lindung; 4) tidak mengganggu upaya pelestarian sumberdaya alam; 5) meningkatkan pendapatan masyarakat; 6) meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; 7) menyediakan kesempatan kerja; 8) meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pasal 50 Pasal 49

13

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENIMBANG : a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi kehidupan dan perencanaan pembangunan yang berkelanjutan juga mengandung fungsi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan serta nilai sejarah dan budaya bangsa, yang memerlukan pengaturan bagi pengelolaan dan perlindungannya; b. bahwa dengan semakin terbatasnya ruang maka, untuk menjamin terselenggaranya kehidupan dan pembangunan yang berkelanjutan terpeliharanya fungsi pelestarian, upaya pengaturan dan perlidungan diatas perlu dituangkan dalam kebijaksanaan pengembangan pola tata ruang; c. bahwa dalam rangka kebijaksanaan pengembangan pola tata ruang tersebut perlu ditetapkan adanya kawasan lindung dan pedoman pengelolaan kawasan lindung dan pedoman pengelolaan kawasan lindung yang memberi arahan bagi badan hukum dan perseorangan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan; Mengingat : 1. Pasal 4 (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang - undang Dasar 1945 ; 2. Monumenten ordonantie Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238); 3. Undang - undang Nomor 5 Tahun 1950 tentang Peraturan Dasar Pokok - pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 4. Undang - undang Nomor 5 tahun 1967 tentang ketentuan - ketentuan pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823); 5. Undang - undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuan - ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); 6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran
14

7. 8. 9. 10. 11.

Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); Undang - undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215); Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara No mor 3294); Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1986 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3338); Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1989 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional. KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 MEMUTUSKAN :

Menetapkan

Dalam keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan : 1. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungs utama i melindungi kelestarian linkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan 2. Pengelolaan Hutan Lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan pengendalian pemanfatan kawasan lindung. 3. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. 4. Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa organik yang tertimbun dalam waktu yang lama. 5. Kawasan resapan air adalah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pen gisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. 6. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai
15

7. Sempadan sungai adalah kawasan kiri kanan sungai, termasuk su ngai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 8. Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan tertentu disekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk. 9. Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. 10. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. 11. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya adalah daerah yang mewakili ekosistem khas di lautan maupun perairan lainnya, yang merupakan habitat alami yang memberikan tempat maupun perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang ada. 12. Kawasan Pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada peri kehidupanpantai dan lautan. 13. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. 14. Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa, alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya, pariwisata dan rerkreasi. 15. Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam darat maupun laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. 16. Kawasan Cagar Budidaya dan ilmu Pengetahuan adalah kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentuk geologi alami yang khas. 17. Kawasan Rawan Bencana alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. BAB II TUJUAN DAN SASARAN Pasal 2

(1) (2)

Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hid up. Sasaran pengelolaan kawasan lindung adalah : a. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa b. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan satwa, tipe ekosistem, dan keunikan alam.

16

Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi : 1. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya 2. Kawasan Perlindungan Setempat 3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya. 4. Kawasan Rawan Bencana Alam.

BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3

Pasal 4 Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari : 1. Kawasan Hutan Lindung. 2. Kawasan Bergambut. 3. Kawasan Resapan Air. Pasal 5 Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari : 1. Sempadan Pantai. 2. Sempadan Sungai. 3. Kawasan Sekitar Danau/Waduk. 4. Kawasan Sekitar Mata Air. Pasal 6 Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri : 1. Kawasan Suaka Alam. 2. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya. 3. Kawasan Pantai Berhutan Bakau. 4. Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. 5. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan. POKOK POKOK KEBIJAKSANAAN KAWASAN LINDUNG BAB IV

Pasal 7 Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur tanah, air tanah dan air permukaan. Pasal 8 Kriteria kawasan hutan lindung adalah :

Bagian Pertama Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya

17

a. Kawasan Hutan dengan faktor -faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175, dan/atau b. Kawasan Hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih, dan/atau c. Kawasan Hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih.

Pasal 9 Perlindungan terhadap kawasan yang bergambut dilakukan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai penambat air dan mencegah banjir, serta melindungi ekosistemnya yang khas di kawasan yang bersangkutan

Pasal 10 Kriteria kawasan bergambut adalah tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa.

Pasal 11 Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pa daerah tertentu untuk keperluan da penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Pasal 12 Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. Bagian Kedua Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 13 Pelindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.

Pasal 14 Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat. Pasal 15 Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan airan sungai. Kriteria sempadan sungai adalah : Pasal 16

18

a. Sekurang - kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada diluar permukiman. b. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10- 15 meter.

Pasal 17 Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk dilakukan untuk melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau/waduk.

Pasal 18 Kriteria kawasan sekitar danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50 -100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Pasal 19 Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Pasal 20 Kiteria kawasan sekitar mata air adalah sekurang - kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. Bagian Ketiga Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

Pasal 21 Perlindungan terhadap kawasan suaka alam dilakukan unt uk melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.

Pasal 22 Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka marga satwa, hutan wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa. (1) Pasal 23 Kriteria cagar alam adalah : a. Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya. b. Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit- unit penyusun; c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; d. Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas;

19

(2)

(3)

(4)

(5)

Pasal 24 Perlindungan terhadap kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya dilakukan untuk melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, keperluan pariwisata dan ilmu pengetahuan.

e. Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan sa tu-satunya contoh di suatu daerah serta kebenarannya memerlukan upaya konservasi. Kriteria suaka marga margasatwa adalah : a. Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan perkembang biakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi; b. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi; c. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; d. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. Kriteria Hutan Wisata adalah : a. Kawasan yang ditunjuk memiliki k eadaan yang menarik dan indah baik secara almiah maupaun buatan manusia; b. Memenuhi kebutuhan manusia akan rerkreasi dan olahraga serta terletak didekat puast-pusat permukiman penduduk; c. Mengandung satwa buru yang dapat dikembang -biakan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa; d. Mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan. Kriteria Daerah Perlindungan Plasma Nutfah adalah : a. Areal yang ditunjuk memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang belum terdapat di dalam kawasan konservasi yang telah ditetapkan; b. Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa tersebut; c. Mempunyai luas cukup dan lapangannya tidak membahayakan Kriteria Daerah Pengungsian Satwa adalah : a. Areal yang ditunjuk merupakan wilayah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut; b. Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta berkembang -biaknya satwa tersebut;

Pasal 25 Kriteria kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya adalah kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri yang khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem. Pasal 26 Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembang-biaknya berbagai biota laut disamping sebagai perlindungan pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya di belakangnya.
20

Pasal 27 Kriteria kawasan berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata -rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah kearah darat.

Pasal 28 Perlindungan terhadap taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam dilakukan untuk pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran. Pasal 29 Kriteria taman nasional, taman hutan raya dan taman nasional dan wisaa alam t adalah kawasan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam, memiliki arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata.

Pasal 30 Perlindungan terhadap cagar budaya dan ilmu pengetahu dilakukan untuk an melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan -peninggalan sejarah, bangunan, arkeologi dan monumen nasional, dan keragaman bentukan geologi, yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia.

Pasal 31 Kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi unt pengembangan uk ilmu pengetahuan. Bagian Keempat Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 32 Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung o perbuatan manusia. leh

Pasal 33 Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor. BAB V PENETAPAN KAWASAN LINDUNG

(1)

Pasal 34 Pemerintah Daerah Tingkat I menetapkan wilayah -wilayah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sebagai kawasan lindung daerah
21

(2) (3) (4)

Pasal 35 Apabila dalam penetapan wilayah tertentu terjadi benturan kepentingan antar sektor, Pemerintah Daerah Tingkat I dapat mengajukan kepada Tim Pengelolaan Tata Ruang Nasional untuk memperoleh saran penyelesaian. (1) (2)

masing-masing dalam suatu Peraturan Daerah tingkat I, disertai dengan lampiran penjelasan dan peta dengan tingkat ketelitan minimal skala i 1 : 250.000 serta memperhatikan kondisi wilayah yang bersangkutan. Dalam menetapkan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Daerah Tingkat I harus memperhatikan peraturan perundang - undangan yang berkaitan dengan penetapan wilayah tertentu sebagai bagian dari kawasan lindung. Pemerintah Daerah Tingkat II menjabarkan lebih lanjut kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) bagi daerahnya ke dalam peta dengan tingkat ketelitian minimal sk ala 1 : 100.000 dalam bentuk Peraturan Daerah Tingkat II. Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara terpadu dan lintas sektoral dengan mempertimbangkan masukan dari Pemerintah Daerah Tingkat II.

Pasal 36 Pemerintah Daerah Tingkat II mengupayakan kesadaran masyarakat ak n a tanggung jawabnya dalam pengelolaan kawasan lindung. Pemerintah daerah Tingkat I dan Tingkat II mengumumkan kawasan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada masyarakat. BAB VI PENGENDALIAN KAWASAN LINDUNG

(1) (2)

(3) (4)

Pasal 37 Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung Di dalam kawasan suaka alam dan kawasan cagar budaya dilarang melakukan kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah be ntang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem alami yang ada. Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan -ketentuan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Peratura Pemerintah Nomor n 29 Tahun 1986 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan. Apabila menurut Analisa Mengenai Dampak Lingkungan kegiatan budidaya mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya, dan fungsi sebagai kawasan lindung dikembalikan secar bertahap. a

22

(1) (2)

(3) (4) (5)

Pasal 38 Dengan tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan yang bersangkutan di dalam kawasan lindung dapat dilakukan penelitian ekplorasi mineral dan air tanah, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam. Apabila ternyata di kawasan lindung sebagaimana di maksud dalam ayat (1) terdapat indikasi adanya deposit mineral atau air tanah atau kekayaan alam lainnya yang bila diusahakan dinilai amat berharga bagi Negara, maka kegiatan budidaya di kawasan lindung tersebut dap diizinkan at sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan yang berlaku. Pengelolaan kegiatan budidaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap memelihara fungsi lindung kawasan yang bersangkutan. Apabila penambangan bahan galian d ilakukan, penambang bahan galian tersebut wajib melaksanakan upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup dan melaksanakan rehabilitasi daerah bekas penambangannya, sehingga kawasan lindung dapat berfungsi kembali. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), diatur lebih lanjut oleh Menteri yang berwenang, setelah mendapat pertimbangan dari Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional. Pasal 39 Pemerintah Daerah Tingkat II wajib mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan lindung. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan pemantauan, pengawasan dan penertiban. Apabila Pemerintah Daerah Tingkat II tidak dapat menyelesaikan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), wajib diajukan kepada Gubernur kepala Daerah Tingkat I untuk diproses langkah tindak lanjutnya. Apabila Gubernur Kepala Daerah Tingkat I tidak dapat menyelesaikan pengendalian pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), wajib diajukan kepada Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional. BAB VII KETENTUAN KETENTUA LAIN

(1) (2) (3) (4)

(1)

(2)

Pasal 40 Selambat-lambatnya dua tahun setelah keputusan Presiden ini ditetapkan, setiap Pemerintah Daerah Tingkat I sudah harus menetapkan Peraturan Daerah tentang penetapan kawasan lindung, dan segera sesudah itu Pemerintah Daerah Tingkat II menjabarkannya lebih lanjut bagi daerah masing-masing. Penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila dipandang perlu dapat disempurnakan dalam waktu setiap lima tahun sekali.

23

Pasal 41 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 25 juli 1990 PREISIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO Ttd

KETENTUAN PENUTUP

BAB VII

24

You might also like