You are on page 1of 3

UU Kementerian dan Diskresi Presiden

Debat calon presiden dan wakil presiden serta hiruk pikuk kampanye sudah berakhir. Pencontrengan sudah dilakukan dan kita sudah memiliki presiden baru 2009-2014. Lalu, bagaimana presiden akan menata pemerintahannya. Apakah presiden mempunyai diskresi mengatur dan menata lembaga kabinet dan lembaga yang berada di bawah kewenangannya menurut konstitusi? Baru-baru ini, DPR dan Presiden memutuskan disahkannya UU Nomor 39 tentang Kementerian Negara. Undang-undang ini kelak akan dijadikan pedoman presiden dalam mengatur dan menata lembaga-lembaga di bawah kewenangannya, terutama lembaga kementerian. Jika mempelajari UUD 1945 hasil amandemen, tidak ada satu kata atau kalimat yang memerintahkan dikeluarkannya undang-undang kementerian negara. Namun, pada bab tentang Kementerian Negara (Bab V) Pasal 17 Ayat 4 hasil amandemen ketiga berbunyi: pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undangundang. Seharusnya bunyi atau nama UU No 39 ini adalah seperti Pasal 17 Ayat 4 UUD 1945 tentang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran itu. Atau kalau tidak berwujud sebuah undang-undang, maka Pasal 17 Ayat 4 UUD 1945 ini cukup diatur dalam suatu pasal dalam undang-undang lain, misalnya UU tentang Kelembagaan Presiden yang khusus membicarakan pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara. Diskresi presiden Sementara itu, pada Bab III UUD 1945 amandemen, berjudul kekuasaan pemerintahan negara, Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945 menyatakan, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut undang- undang. Pasal ini menunjukkan betapa presiden diberi diskresi untuk menjalankan wewenangnya dalam memegang kekuasaan pemerintahan. Apalagi pasal-pasal seterusnya pemegang kekuasaan pemerintahan ini dalam menjalankan tugasnya dibantu seorang wakil presiden dan para menteri yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (Pasal 17). Seperti diketahui, menurut konstitusi, di negara ini ada tiga pemegang kekuasaan, yakni kekuasaan di bidang perundang-undangan dipegang DPR (Pasal 20 Ayat 1), kekuasaan di bidang kehakiman dipegang Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, serta ketiga pemegang kekuasaan penyelenggara pemerintahan oleh Presiden. Ketiga pemegang kekuasaan ini mempunyai ranah kewenangan sendiri-sendiri yang diskresinya amat melekat kepada kewenangannya.

UU No 39 tentang Kementerian Negara, selain tidak diperintahkan konstitusi (berarti inkonstitusional), undang- undang itu telah mengurangi diskresi presiden dalam memegang kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan. Seharusnya presiden terutama di negara yang mengikuti sistem pemerintahan presidensial, dalam memimpin pemerintahan, khususnya dalam membentuk kementerian, mempunyai diskresi kewenangan sebagaimana dua lembaga pemegang kekuasaan perundang-undangan dan kehakiman yang mempunyai diskresi penuh di bidangnya. Karena itu, UU No 39 ini hendaknya dijadikan acuan untuk membentuk kementerian negara. Berapa pun jumlah kementeriannya, mau ramping atau gemuk, diserahkan kepada presiden, sesuai program dan realisasi misi yang telah dikampanyekan. Dalam UU No 39 juga telah ditentukan urusan-urusan dan ketentuan serta jumlah kementerian paling banyak 34 (Pasal 15). Jika pasal ini diikuti, kita akan menjumpai jumlah kementerian yang besar dan kewenangan pemerintahan pusat kian mengarah kepada resentralisasi. Sementara itu, dalam undang- undang tentang pemerintahan daerah dinyatakan, dengan dilaksanakannya otonomi dan desentralisasi, dengan sendirinya kewenangan pemerintahan tidak perlu didukung organisasi kementerian yang besar. Ketika berkampanye, JK-Wiranto menyatakan, jika terpilih, akan merampingkan jumlah kementerian. Ini merupakan kebijakan yang realistis dan amat tepat menolak UU No 39. Lembaga kementerian Departemen pemerintah di pusat maupun di daerah, jenis dan jumlah organisasi masih dinilai terlalu besar dan belum banyak perubahan. Jumlah kementerian negara kabinet SBY-JK adalah 36 kementerian. Di Malaysia, hanya ada 18 kementerian, di Thailand lebih kecil lagi, 13 kementerian. Di AS hanya 15 kementerian ditambah lembaga yang ada di bawah Wakil Presiden sebanyak lima lembaga. Jumlah kementerian di Jepang, lebih banyak, 25 buah, sedangkan di Australia 29 kementerian. Maka, bila dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, Indonesia termasuk yang memiliki kabinet yang besar. Bahkan, dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Australia pun, jumlah kementerian Indonesia masih tergolong besar. Menurut catatan saya, banyak negarajika kepala pemerintahan (presiden atau perdana menteri) akan membentuk lembaga kabinetnyadibatasi diskresinya oleh undangundang sehingga visi dan program kerja yang dikampanyekan saat menjadi presiden atau perdana menteri tidak bisa dicapai. Dengan berlakunya UU No 39 tentang Kementerian Negara, akan menambah jumlah kementerian tidak terkendali lagi dan diskresi presiden dalam mengatur kewenangannya dikurangi. Undang-undang ini sebaiknya ditinjau kembali, dan yang berhak meninjau adalah Mahkamah Konstitusi. Seharusnya mahkamah tidak usah menunggu datangnya seseorang atau sekelompok orang untuk mengajukan judicial review.

Oleh : Miftah Thoha Guru Besar Ilmu Administrasi Publik UGM, Yogyakarta

You might also like