You are on page 1of 3

ULUL-ALBAB : PROFIL INTELEKTUAL PLUS Ulul-albab disebut enambelas kali dalam Al-Quran.

Menurut Al-Quran, ulul-albab adalah kelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Diantara keistimewaannya ialah mereka diberi hikmah, kebijaksaan, dan pengetahuan disamping pengetahuan yang diperoleh mereka secara empiris: Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul-albab. (QS. 2:269) Disebutkan pula dalam Al-Quran bahwa: mereka adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia. (QS. 12:111) Dipelajarinya sejarah berbagai bangsa, kemudian disimpulkannya satu pelajaran yang bermanfaat, yang dapat dijadikan petunjuk dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan ini. mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah, dan mereka itulah ulul-albab.. (QS. 3:7) - Ulul-Albab dan Konsep Barat mengenai Intelektual Sebelumnya berbicara lebih jauh tentang ulul-albab, saya akan meninjau terlebih dahulu beberapa istilah lain dalam bahasa Indonesia, yaitu sarjana, ilmuwan, intelektual. Sarjana diartikan sebagai orang yang lulus dari perguruan tinggi dengan membawa gelar. Jumlah banyak, karena setiap tahun universitas memproduksi sarjana. Ilmuwan ialah orang yang mendalami ilmunya, kemudian mengembangkan ilmunya, baik dengan pengamatan maupun dengan analisisnya sendiri. Diantara sekian banyak sarjana, beberapa orang sajalah yang kemudian berkembang menjadi ilmuwan. Sebagian besar terbenam dalam kegiatan rutin, dan menjadi tukang-tukang profesional. Kaum intelektual bukanlah sarjana yang hanya menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana (asli atau aspal). Mereka juga bukan sekadar ilmuwan yang mendalami dan mengembangkan ilmu dengan penalaran dan penelitian. Merka adalah kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat dipahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah. Memang, istilah ini biasa diberi bermacammacam arti. Begitu beragamnya definisi intelektual, sehingga Raymond Aron sepenuhnya melepaskan istilah itu. Tetapi James Mac Gregor Burns, ketika bercerita tentang intellectual leadership sebagai transforming leadership, berkata bahwa intelektual ialah a devotee of ideas, knowledge, values. Inteketual ialah orang yang terlibat secara kritis dengan nilai, tujuan, dan cita-cita, yang mengatasi kebutuhan-kebutuhan praktis. Dalam definisi ini, orang yang menggarap hanya gagasan-gagasan dan data analitis adalah seorang teoritisi; orang yang bekerja hanya dengan gagasan-gagasan normatif adalah seorang moralis; orang yang menggarap sekaligus menggabungkan keduanya lewat imajinasi yang teratur adalah seorang intelektual, kata Burns. Jadi, intelektual adalah orang yang mencoba membentuk lingkungannya dengan gagasan-gagasan analitis dan normatifnya. Sedang menurut Edward A. Shils, dalam Internasional Encyclopaedia of the

Social Science, tugas intelektual ialah menafsirkan pengalaman masa lalu masyarakat, mendidik pemuda dalam tradisi dan ketrampilan masyarakatnya, melancarkan dan membimbing pengalaman estetis dan keagamaan berbagai sektor masyarakat. . . . . Di dalam masyarakat Islam, seorang intelektual bukan saja seorang yang memahami sejarah bangsanya, dan sanggup melahirkan gagasan-gagasan analitis dan normatif yang cemerlang, melainkan juga menguasai sejarah Islam Seorang Islamologis. Untuk pengertian ini, Al-Quran sebenarnya mempunyai istilah khusus: ulul-albab. Al-Quran dan Terjemahan-nya Departeman Agam Republik Indonesia mengartikan ulul-albab sebagai orang-orang yang tidak terlalu tepat. Terjemahan Inggris men of understanding men of wisdom, mungkin lebih tepat. - Tanda-Tanda Ulul-Albab Apa tanda-tanda ulul-albab? Selain beberapa keistimewaan yang diberikan Allah kepeda mereka seperti yang telah saya sebutkan di muka di bawah ini akan saya tampilkan lima tanda lagi menurut Al-Quran. Tanda pertama: bersungguh-sungguh mencari ilmu, seperti disebutkan dalam Al-Quran: Dan orang yang bersungguh-sungguh dalam ilmu pengetahuan mengembangkannya dengan seluruh tenganya, sambil berkata: Kami percaya, ini semuanya berasal dari hadirat Tuhan kami, dan tidak mendapat peringatan seperti itu kecuali ulul-albab. (QS.3:7) Termasuk dalam bersungguh-sungguh mencari ilmu ialah kesenangannya menafakuri ciptaan Allah di langit dan di bumi. Allah menyebutkan tanda ulu-albab ini sebagai berikut: Sesungguhnya dalam proses penciptaan langit dan bumi, dalam pergiliran siang dan malam, adalah tanda-tanda bagi ulul-albab. (QS.3:190). Abdus Salam, seorang Muslim pemenang hadiah Nobel, berkat teori unifikasi gaya yang disusunnya, berkata, Al-Quran mengajarkan kepada kita dua hal: tafakur dan tasyakur. Tafakur adalah merenungkan ciptaan Allah di langit dan di bumi, kemudian menangkap hukum-hukum yang terdapat di alam semesta. Tafakur inilah yang sekarang disebut sebagai science. Tasyakur ialah memenfaatkan nikmat dan karunia Allah dengan menggunakan akal pikiran, sehingga kenikmatan itu makin bertambah; dalam istilah modern, tasyakur disebut teknologi. Ululalbab merenungkan ciptaan Allah di langit dan bumi, dan berusaha mengembangkan ilmunya sedemikian rupa, sehingga karunia Allah ini dilipatgandakan nikmatnya. Tanda kedua: mampu memisahkan yang jelek dari yang baik, kemudian ia pilih yang baik, walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh sekian banyak orang. Allah berfirman: Katakanlah, tidak sama kejelekan dan kebaikan, walaupun banyaknya kejelekan itu mencengangkan engkau. Maka takutlah kepada Allah, hai ulul-albab. (QS.5:100) Tanda ketiga: kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan, teori, prop[osisi atau dalil yang dikemukakan oleh orang lain: Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk dan mereka itulah ulul-albab. (QS.39:18)

Tanda keempat: bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk memperbaiki masyarakatnya: diperingatkannya mereka kalau terjadi ketimpangan, dan diprotesnya kalau terdapat ketidakadilan. Dia tidak duduk berpangku tangan di labolatorium; dia tidak senang hanya terbenam dalam buku-buku di perpustakaan; dia tampil di hadapan masyarakat, terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidakberesan di tengah-tengah masyarakat.. (Al-Quran) ini adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan denagn dia, dan supaya mereka mengetahui bahwasannya Dia adalah Tuhan Yang Maha esa dan agar ulul-albab mengambil pelajaran. (QS.14:52) Hanyalah ulul-albab yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orangorang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orangorang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan Supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orangorang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik). (QS. 13:19-22) Tanda kelima: tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah. Berkali-kali Al-Quran menyebutkan bahwa ulul-albab hanya takut kepada Allah: Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai ulul-albab. (QS 2:197) . . . maka bertakwalah kepada Allah hai ulul-albab, agar kamu mendapat keberuntungan. (QS 5:179) Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai ulul-albab. (QS. 65:10) - Ulul-Albab: Intelektual Plus Sampai di sini, tampaknya seorang ulul-albab tak jauh berbeda dengan seorang intelektual; ini jika dilihat dari beberapa tanda ulul-albab yang telah disebutkan seperti: bersungguh-sungguh mempelajari ilmu, mau mempertahankan keyakinannya, dan merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya. Namun dalam ayat lain, Allah dengan jelas membedakan seorang ulul-albab dengan intelektual: Apakah orang yang bangun di tengah malam, lalu bersujud dan berdiri karena takut menghadapi hari akhirat, dan mengharapkan rahmat Tuhannya: samakah orang yang berilmu seperti itu dengan orang-orang yang tidak berilmu dan tidak memperoleh perinagtan seperti itu kecuali ulul-albab. (QS. 39:9) Dengan merujuk kepada firman Allah di atas, inilah tanda khas yang membedakan ulul-albab dengan ilmuwan atau intelektual lainnya. Ululalbab rajin bangun tengah malam untuk bersujud dan ruku di hadapan Allah. Dia merintih pada waktu dini hari, mengajukan segala derita dan segala permohonan ampunan kepada Allah Swt, semata-mata hanya mengharapkan rahmat-Nya. Tanda khas yang lain disebutkan dalam Al-Quran: Dia zikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, dalam keadaan duduk, dan keadaan berbaring. (QS 3:191) Kalau dapat saya simpulkan dalam satu rumus, maka ulul-albab adalah sama dengan intelektual plus ketakwaan, intelektual plus kesalehan. Di dalam diri ulul-albab berpadu sifat-sifat ilmuwan, sifat-sifat intelektual, dan sifat orang yang

dekat dengan Allah Swt. Sebetulnya Islam mengharapkan bahwa dari setiap jenjang pendidikan lahir ulul-albab, bukan sekadar sarjana yang tidak begitu banyak gunanya, kecuali untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rutin. Islam mengharapkan dari jenjang-jenjang pendidikan lahir ilmuwan yang intelektual dan yang sekaligus ulul-albab. Bang Imad (alm) salam, manar - Oman Abdurahman Kesehatan belum sepenuhnya dipandang sebagai unsur utama Ketahanan Nasional, sehingga anak bangsa sebagai generasi penerus belum secara optimal dilihat sebagai subjek pembangunan kesehatan. Kecukupan gizi, pemeliharaan kesehatan, pendidikan, dan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya sumber daya manusia masa depan yang handal dan aset bangsa untuk menopang Ketahanan Nasional harus lebih mendapatkan perhatian. Cara pandang dan kepemimpinan yang memahami kesehatan sebagai pengobatan saja (paradigma sakit) dan tanggung jawab sektor kesehatan saja, bukan tanggung jawab semua sektor, tidak menempatkan kesehatan sebagai mainstream pembangunan nasional. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan berbagai sektor belum fokus membangun bangsa yang sehat. Pengaruh globalisasi, liberalisasi perdagangan, dan pelayanan melalui berbagai kesepakatan internasional, akan mempengaruhi kelancaran dan kemandirian penyelenggaraan upaya kesehatan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan nasional di masa mendatang. Pada hakikatnya profesi dokter adalah profesi yang mulia. Hal ini tercermin dari sumpah Hipocrates, nilai-nilai dokter (kemanusiaan, etika dan kompeten) dan tujuan utamanya memelihara (caring) masyarakat yang sehat agar tetap sehat dan menyembuhkan mereka yang sakit. Namun berbagai kondisi saat ini telah mempengaruhi integritas dan solidaritas sosial profesi dokter. Profesi yang mulia ini terkesan mulai luntur citranya di mata masyarakat. Keadaan ini secara tidak langsung akan memberi pengaruh pada pembangunan kesehatan yang akan berimbas sumbangannya pada ketahanan nasiona. Kondisi bangsa yang belum sehat secara sempurna, yaitu trend sakit fisikmental- sosial yang masih mengkhawatirkan, khususnya sakit secara mental dan sosial, apabila dibiarkan maka tidak lama lagi kita akan menyaksikan kengerian di depan mata. Sakit mental dan sosial akan menggeser budaya bangsa yang selama ini terkenal dengan sifat-sifat kebaikannya. Sifat gotong royong, toleransi tinggi, dan lain sebagainya, hanya akan menjadi sejarah. Para dokter harus berkontribusi untuk mencegah terjadinya hal ini. Dokter harus merevitalisasi peran komprehensif pengabdiannya. Kontribusi pengabdian dokter untuk penyehatan fisik harus dilakukan secara terintegrasi dengan proses penyehatan mental dan sosial bangsa. Saat ini, apabila dokter diharapkan dapat melakukan intervensi menyeluruh terhadap permasalahan kesehatan bangsa (fisik-mentalsosial), mungkin akan muncul skeptisisme di tengah masyarakat. Sikap skeptis ini wajar karena selama ini peran dokter lebih terlihat pada upaya penyehatan fisik. Proses reduksi peran yang tidak disadari dan telah berlangsung sekian lama, ternyata telah membuat fungsi dokter hanya menjadi agent of treatment. Para dokter telah terjebak pada rutinitas profesionalisme yang sempit. Banyak dokter yang akhirnya lebih concern bahwa ilmu kedokteran hanyalah mempelajari segala sesuatu tentang penyakit. Akibatnya kewajiban untuk menyehatkan rakyat hanya sekadar menganjurkan minum vitamin, mineral, tonik, dll, serta mengobati pasien yang sakit. Dokter lupa bahwa selain melakukan intervensi fisik, juga harus berperan dalam intervensi mental dan sosial di tengah masyarakat. Dokter dalam kiprahnya seyogianya menerapkan trias peran dokter: sebagai agent of treatment, agent of change dan agent of development. WHO baru tahun 1994 mengidentifikasi kiprah ini dan menyebutnya sebagai The Five Star Doctors yaitu: Community

leader, Communicator, Manager, Decision maker dan Care provider. Pada dasarnya dokter adalah seorang cendikiawan yang dalam menjalankan profesinya langsung berhadapan atau berada di tengah masyarakat dibekali nilai profesi yang menjadi kompas dalam segala tindakannya. Nilai profesi itu antara lain adalah kemanusiaan (humanism), etika (ethics) dan kompetensi (competence). Dimanapun dokter ditempatkan seyogianya ia menjalankan trias peran dokter: agent of treatment, agent of change, dan agent of development. Itulah yang dilakukan oleh dr. Wahidin dan para sejawatnya seabad yang lalu jauh sebelum adanya rekomendasi WHO. Karena itu peran dokter saat ini harus dikembalikan kepada trias peran dokter yang dicontohkan oleh dr. Wahidin Sudirohusodo. Dokter tidak hanya menjadi agent of physical treatment, tapi juga harus menularkan nilai profesi dan kecendakiawannya sehingga membuatnya menjadikan agent of mental- social change dan agent of development dalam pembangunan bangsa. Diperlukan implementasi sistem kesehatan nasional baru yang memungkinkan trias peran dokter tersebut dapat berjalan. Artinya dibutuhkan proses rekonstruksi pembangunan nasional yang menjadikan sistem kesehatan nasional sebagai salah satu pilar utamanya. Blog Dokter Sahabat Kita diharapkan dapat menghimpun dan mengerahkan segenap potensi dokter untuk memberikan pencerahan dan pendidikan kesehatan dalam rangka untuk menyehatkan bangsa. Blog ini merupakan wujud kepedulian profesi dokter (Professional Social Responsibility) untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat dan bermartabat sebagaimana dicita-citakan oleh para founding father kedokteran di Indonesia. Mudah-mudahan teman-teman sejawat dapat berpartisipasi untuk menyumbangkan buah fikirannya didalam blog ini dalam rangka untuk menyehatkan bangsa,sehingga dapat terlepas dari keterpurukannya.Amin Menurut Anda, apa beda aspek kedokteran islami dan umum? Secara umum, tugas utama seorang dokter adalah menjunjung kode etik kedokteran. Status dokter Indonesia adalah dokter yang tinggal dan bekerja di Indonesia, serta harus menaati kode etik kedokteran yang berlaku. Bagi dokter Muslim, selain harus mengikuti kode etik dokter Indonesia juga harus mengikuti ajaran Islam. Ada beberapa perbedaan mendasar etika kedokteran islami dengan etika kedokteran umum. Etika kedokteran islami diturunkan dari tradisi dan kepercayaan agama, sehingga bentuknya akan tetap untuk selamanya. Sumber etika islami tercermin dalam petunjuk al-Quran dan Sunnah, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ada di kategori mana kedokteran islami? Kedokteran islami adalah kedokteran modern, dengan sistem evidence based medicine yang dipraktikkan dengan kaidah-kaidah islami. Seperti orang dibekam (hijamah) belum seluruhnya dibenarkan secara medis dan kedokteran modern, kecuali jika ia sudah memiliki evidence based medicine bahwa dengan berbekam ada beberapa penyakit yang akan tersembuhkan. A.Dasar Ajaran Keagamaan Istilah Ulul Albab berulang kali disebutkan dalam Al Quran. Ia digambarkan sebagai sosok intelektual yang mempunyai kedalaman spiritual (Al-Baqarah, 197), pengetahuan yang luas (Ali Imran, 190) dan mempunyai kemauan kuat untuk melakukan perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik, lewat tindakan maupun tindakan maupun keteladanan (Al Raad 19-22). Sosok ulul albab ini disebutsebut sebagai sosok ideal yang diharapkan mampu memimpin di bumi sebagai khalifah-Nya. Rasulullah dalam banyak haditsnya menyatakan secara tegas betapa pentingnya ilmu pengetahuan. Akan tetapi, pada sisi yang lain, beliau juga mengingatkan bahwa orang yang berpengetahuan akan kecuali yang mengamalkannya. Orang yang mengamalkannyapun akan celaka kecuali mereka yang ikhlas dalam ilmu dan amal yang di lakukannya (Al Hadits). Berdasarkan ajaran-ajaran tersebut berarti ilmu pengetahuan yang tidak hanya melulu teori ilmu dan kognitif. Lebih dari itu, ia berkaitan dengan hati dan tindakan. Artimya, sistem pendidikan yang dikembangkan mestinya hanya bersifat keilmuan semata tetapi juga kepribadian. Kepribadian tidak hanya bersifat prilaku tetapi juga motivasi spiritual.

You might also like