You are on page 1of 14

MAKALAH KLASIFIKASI TANAH DALAM PRODUKSI PERTANIAN

Disusun dan diajukan untuk memenuhi materi Tanah dalam produksi pertanian Pada mata kuliah Ekonomi Pertanian

Disusun Oleh: Mochamad Angga Muhajir C1A008014

ILMU EKONOMI dan STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JENDRAL SOEDRMAN PURWOKERTO 2009

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi tanah Tanah adalah benda alami di permukaan bumi yang terbentuk dari bahan induk tanah (bahan organik dan atau bahan mineral) oleh proses pembentukan tanah dari interaksi faktor-faktor iklim, relief/bentuk wilayah, organisma (mikromakro) dan waktu, tersusun dari bahan padatan (organik dan anorganik), cairan dan gas, berlapis-lapis dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Batas atas adalah udara, batas samping adalah air dalam > 2 meter atau singkapan batuan dan batas bawah adalah sampai kedalaman aktivitas biologi atau padas yang tidak tembus akar tanaman, dibatasi sampai kedalaman 2 meter. 2.2 Klasifikasi tanah dalam pembangunan pertanian Tanah merupakan media tumbuh tanaman, modal dasar pembangunan pertanian yang memiliki sifat dan ciri tertentu, potensi kesesuaian tanaman, kendala dan kebutuhan input dan teknologi pengelolaan tanah pertanian. Tanpa tanah, tidak ada tanaman, tidak ada produksi pertanian, dan tidak ada kehidupan. Klasifikasi tanah merupakan alat komunikasi diantara para pakar dan pengguna tanah. Dengan mengetahui klasifikasi tanah maka akan mudah bagi kita untuk mempelajari dan memahami sifat dan ciri setiap jenis tanah (sifat morfologi, fisika, kimia dan mineralogi tanah), potensi dan kendala penggunaannya, sehingga secara cepat dapat ditetapkan potensi dan jenis-jenis komoditas yang sesuai dikembangkan serta input produksi dan teknologi pengelolaan tanah yang diperlukannya. Dalam prakteknya, pemanfaatan tanah yang ideal adalah memilih komoditas yang paling sesuai dengan penggunaan input sekecil mungkin, namun diharapkan produksi yang maksimal. Sebagai contoh, Aluvial (Entisol, Inceptisol) lebih sesuai untuk sawah (ketersediaan air). Podsolik Merah Kuning (Ultisol) untuk tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit. Mediteran (Alfisol) untuk perkebunan kakao, kopi, hutan jati. Latosol (Inceptisol) untuk tanaman pangan lahan kering dan buah-buahan, sedang Andosol (Andisol) untuk tanaman

hortikultura dataran tinggi. Tanah gambut (Organosol, Histosol) dangkal <50 cm sesuai untuk sawah, gambut tengahan (50-200 cm) dengan bahan dasarnya bukan pasir sesuai untuk perkebunan (sawit), dan gambut dalam >200 cm sebaiknya untuk kawasan hutan konservasi atau hutan lindung. Pengaturan penggunaan tanah sesuai kemampuannya akan meningkatkan produksi pertanian, efisiensi input, berkelanjutan dan tidak merusakkan lingkungan. Informasi jenis tanah dan penyebarannya tersedia berupa peta tanah dalam berbagai ukuran dan skala peta sesuai dengan tujuan penggunaannya. Peta tanah skala kecil (< 1:250.000) biasa digunakan untuk tujuan perencanaan pengembangan pertanian di tingkat provinsi, sedang untuk keperluan perencanaan penggunaan tanah di tingkat kabupaten pada skala 1:100.000 atau 1:50.000 dan di tingkat kecamatan perlu menggunakan peta tanah skala lebih besar lagi yaitu skala 1:25.000. Sebagian besar data/peta tanah tinjau sudah tersedia pada Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, di Jalan Ir. H. Juanda No. 98 Bogor. Sedangkan peta tanah semidetil (skala 1:50.000) atau detil (skala 1:25.000) masih sangat terbatas sekali. 2.2.1 Pengertian klasifikasi tanah Klasifikasi tanah adalah suatu cara pengelompokan tanah berdasarkan sifat dan ciri tanah yang sama atau hampir sama, kemudian diberi nama agar mudah dikenal, diingat, dipahami dan dibedakan dengan tanah-tanah lainnya. Setiap Jenis Tanah memiliki sifat dan ciri tertentu dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Setiap jenis tanah memiliki sifat, ciri, potensi kesesuaian tanaman dan kendala tertentu untuk pertanian sehingga memerlukan teknologi pengelolaan tanah yang spesifik untuk dapat berproduksi optimal. Berdasarkan bahan pembentukannya, tanah dibedakan atas tanah organik dan tanah mineral. 2.2.2 Sistem klasifikasi tanah Di Indonesia, sejak tahun 1975 dikenal dengan tiga (3) sistem klasifikasi tanah yang banyak digunakan oleh Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi, Dinas Teknis dan Teknisi di lapangan, yaitu : (1) Sistem Klasifikasi Tanah Nasional (Dudal & Soepraptohardjo, 1957; Soepraptohardjo, 1961), (2) Sistem Klasifikasi Tanah Internasional, dikenal

sebagai Taksonomi Tanah (Soil Taxonomy, USDA, 1975; 2003), dan (3) Sistem FAO/UNESCO (1974). Namun dalam perkembangan penggunaannya, Sistem Taksonomi Tanah sejak tahun 1988 lebih banyak digunakan, terutama oleh para peneliti dari Lembaga Penelitian Tanah (sekarang Balai Besai Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian) dan Perguruan Tinggi sesuai dengan hasil keputusan Kongres Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Sementara itu, Sistem Klasifiaski Tanah Nasional sudah hampir ditinggalkan penggunaannya. Walupun demikian, sistem tersebut masih eksis dan masih banyak digunakan terutama oleh para pengambil kebijakan dan praktisi lapangan di daerah. Keberadaan Sistem Klasifikasi Tanah Nasional merupakan ciri budaya bangsa dan menjadi tolok ukur tingkat perkembangan dan penguasaan teknologi tanah di suatu negara. Sistem nasional ini perlu dimiliki oleh setiap bangsa dan negara serta harus terus menerus dikembangkan sesuai dengan perkembangan IPTEK tanah. 2.2.3 Jenis tanah di Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan dengan daratan yang luas dengan jenis tanah yang berbeda-beda. Berikut ini adalah macam-macam / jenisjenis tanah yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1. Tanah Humus Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat. 2. Tanah Pasir Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil. 3. Tanah Alluvial / Tanah Endapan Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian. 4. Tanah Podzolit Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah / dingin.

5. Tanah Vulkanik / Tanah Gunung Berapi Tanah vulkanis adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi. 6. Tanah Laterit Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Contoh : Kalimantan Barat dan Lampung. 7. Tanah Mediteran / Tanah Kapur Tanah mediteran adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur. Contoh : Nusa Tenggara, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur. 8. Tanah Gambut / Tanah Organosol Tanah organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh : rawa Kalimantan, Papua dan Sumatera. 2.3 Hak kepemilikan tanah Pemilikan tanah diawali dengan munduduki suatu wilayah yang oleh masyarakat Adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya di wilayah pedesan di luar Jawa, tanah ini diakui oleh hukum Adat tak tertulis baik berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah. Seiring dengan perubahan pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat, tanah milik bersama masyarakat Adat ini secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui penggarapan yang bergiliran. Sistem pemilikan individual kemudian mulai dikenal di dalam sistem pemilikan komunal. Situasi ini terus berlangsung di dalam wilayah kerajaan dan kesultanan sejak abad ke lima dan berkembang seiring kedatangan kolonial Belanda pada abad ke tujuhbelas yang membawa konsep hukum pertanahan mereka. Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan menyebabkan dualisme hukum pertanahan, yaitu tanah-tanah di bawah hukum Adat dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Belanda. Menurut hukum

pertanahan kolonial, tanah bersama milik Adat dan tanah milik Adat perorangan adalah tanah di bawah penguasaan negara. Hak individual atas tanah, seperti hak milik atas tanah, diakui terbatas kepada yang tunduk kepada hukum barat. Hak milik ini umumnya diberikan atas tanah-tanah di perkotaan dan tanah perkebunan di pedesaan. Dikenal pula beberapa tanah instansi pemerintah yang diperoleh melalui penguasaan. 2.3.1 Hak-hak atas tanah sekarang Berbeda dangan politik domein-verklaaring di masa penjajahan Belanda, dewasa ini tanah yang belum atau tidak melekat atau terdaftar dengan sesuatu hak atas tanah di atasnya, maka tanah tersebut adalah Tanah Negara. Di pulau Jawa, hal ini ditandai dengan tidak terdaftarnya tanah tersebut sebagai tanah obyek pajak di Buku C Desa, atau tercatat dalam buku Desa sebagai Tanah Negara atau GG (Government Grond). Jenis hak-hak atas tanah dewasa ini, adalah: 1. Hak Milik 2. Hak Guna Bangunan 3. Hak Guna Usaha 4. Hak Pakai 5. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun 6. Hak Pengelolaan 7. Hak Tanggungan di atas sesuatu hak atas tanah 2.3.2 Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah - UU No.5/1960 tentang Pokok-pokok Agaria - No.3/Prp/1960 tentang Penguasaan Benda-benda tetap milik perseorangan - Warga Negara Belanda (P3MB) - UU No.51/1960 tantang Larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya - PP No.40/1996 tentang HGU, HGB dan HP atas tanah - PP No.39/1973 tentang Acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya

- Peraturan Presidium Kabinet No.5/Prk/1965 tentang Penegasan status rumah/tanah - Keppres kepunyaan badan-badan hukum tanah yang ditinggalkan direksi/pengurusnya (Prk.5) No.55/1993 tentang Pengadaan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum - Keppres No.32/1979 tentang Pokok kebijaksanaan dalam rangka pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak-hak Barat - Inpres No.9/1973 tentang Pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya - Peraturan MNA/KaBPN No.1/1994 tentang Ketentuan pelaksanaan Keppres No.55/1993 - Peraturan MNA/KaBPN No.3/1999 tentang Pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara - Peraturan MNA/KaBPN No.9/1999 tentang Tatacara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan hak Pengelolaan 2.4 Potensi dan Ketersediaan Lahan Untuk Pengembangan Pertanian Melalui Pendekatan Citra Satelit Optimalisasi pemanfaatan lahan potensial di luar P. Jawa sangat penting dilakukan dan untuk mendukung sumberdaya program lahan. ketahanan Tulisan pangan ini nasional dan untuk pengembangan agribisnis, dan untuk itu diperlukan informasi mengenai potensi ketersediaan bertujuan menginformasikan mengenai ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas pertanian berdasarkan analisis potensi lahan dan penggunaan lahan hasil analisis citra satelit. Lahan di Indonesia yang berpotensi untuk pertanian lahan kering maupun lahan basah cukup luas. Namun lahan tersedia untuk perluasan areal pertanian secara spasial dan akurat belum banyak diketahui. Perhitungan lahan tersedia dengan cara membandingkan data potensi lahan hasil pemetaan sumberdaya lahan, dengan data penggunaan lahan dari Badan Pusat Statistik menunjukkan adanya kekurangakuratan di lapangan, karena membandingkan dua data yang berbeda, yaitu data spasial dan data tabular. Sejak beberapa tahun terakhir dengan pesatnya perkembangan teknologi penginderaan jauh yang didukung oleh kemajuan penyediaan data citra satelit,

manfaat dan peranan data dan teknologi ini perlu dioptimalkan dalam menghitung lahan tersedia untuk perluasan areal pertanian. Hasil penelitian pewilayahan komoditas dan ketersediaan lahan pertanian di Sumatera Barat, Riau dan Jambi pada tahun 2002 dengan cara membandingkan data potensi lahan hasil pemetaan sumberdaya lahan dan data penggunaan lahan hasil analisis dari citra satelit memberikan gambaran secara spasial yang lebih akurat untuk perluasan areal pertanian baik untuk tanaman pangan maupun tanaman tahunan. Cara ini sangat efektif untuk menjawab kebutuhan lahan untuk perluasan areal pertanian, karena lokasi dari lahan-lahan yang potensial dan tersedia dapat diketahui lebih akurat sesuai lokasinya. 2.5 Untuk mewujudkan peningkatan Produksi Pertanian ditempuh dengan beberapa kebijakan yaitu 1. Memantapkan ketahanan pangan melalui penganekaragaman dan peningkatan produksi pertanian dengan penerapan teknologi tepat guna. 2. Mengembangkan usaha agribisnis tanaman pangan dan pertanian. 3. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memantapkan kelembagaan petani bidang tanaman pangan dan pertanian. 4. Meningkatkan sarana prasarana tanaman pangan dan pertanian.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 1. Dengan mengetahui klasifikasi tanah maka akan mudah bagi kita untuk mempelajari dan memahami sifat dan ciri setiap jenis tanah. 2. Dapat menetapkan potensi dan jenis-jenis komoditas yang sesuai dikembangkan serta input produksi dan teknologi pengelolaan tanah yang diperlukan petani. 3. Dapat membedakan jenis-jenis tanah yang subur bagi pertanian. 4. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memantapkan kelembagaan petani .

DAFTAR PUSTAKA
http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id http://tanahkoe.tripod.com/bhumiku/id3.html http://organisasi.org http://library.usu.ac.id http://rumahkiri.net http://w.slemankab.go.id

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul: KLASIFIKASI TANAH DALAM PRODUKSI PERTANIAN Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Purwokerto, 15 Desember 2009

Tim Penulis

MAKALAH KLASIFIKASI TANAH DALAM PRODUKSI PERTANIAN


Disusun dan diajukan untuk memenuhi materi Tanah dalam produksi pertanian Pada mata kuliah Ekonomi Pertanian

Oleh: 1. Mochamad Angga Muhajir 2. Erwin Muhammad Haydar 3. Putri Ratna Permatasari C1A008014 C1A008027 C1A008040

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDRAL SOEDRMAN FAKULTAS EKONOMI JURUSAN ILMU EKONOMI dan STUDI PEMBANGUNAN 2009

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Produktivitas petani sawah memang tiggi meskipun produktivitas usaha tani (lahan) semakin menurun akibat intentsifikasi yang terus menerus sesaui dengan berlakuknya The Law of Deminishing Return. Di lain pihak produktivitas usaha tani lahan kering masih sangat rendah, bahkan lahan kering masih merupakan terra in cognito (wilayah tak dikenal), didalam pembangunan pertanian kita. Oleh karena itu diperlukan pengamatan yang cermat atas kenyataan yang berlangsung di dalam penanganan konservasi tanah dan air. Sehingga dapat dirumuskan suatu konsep sebagai perkakas pembanguna menuju harapa di masa depan yang lebih erah dalam pembangunan pertanian, khususnya yang menyangkut pengembangan sumbe daya alam terutama upaya konservasi tanah dan air. Masalah tanah dan air di Indonesia merupakan tugas berat bagi Bangsa Indonesia mengingat luasnya lahan kritis dan menuju kritis, yang bahkan bertambah setiap tahun, dan tingkat kesulitan penanganan yang tinggi termasuk dalam upaya perbaikan kehidupan tani di wilayah tersebut. 1.2 Tujuan Pembahasan Pembahasan ini bertujuan untuk : 1. mengetahui klasifikasi tanah maka akan mudah bagi kita untuk mempelajari dan memahami sifat dan ciri setiap jenis tanah. 2. Dapat menetapkan potensi dan jenis-jenis komoditas yang sesuai dikembangkan serta input produksi dan teknologi pengelolaan tanah yang diperlukan petani. 3. Dapat membedakan jenis-jenis tanah yang subur bagi pertanian. 4. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memantapkan kelembagaan petani .

You might also like