Professional Documents
Culture Documents
diperloleh secara bebas terbuka, fitnah itu masih dimamahbiak oleh sementara kalangan seperti buta informasi. Apa tujuan kampanye hitam fitnah itu? Hal ini dimaksudkan untuk mematangkan situasi, membangkitkan emosi rakyat umumnya dan kaum agama khususnya menuju ke pembantaian massal para anggota PKI dan yang dituduh PKI sesuai dengan doktrin membasmi sampai ke akar-akarnya. Dengan gencarnya kampanye hitam itu, maka telah berkembang biak dengan berbagai peristiwa di daerah dengan kreatifitas dan imajinasi para penguasa setempat. Selama kurun waktu 1965-1966 jika di pekarangan rumah seseorang ada lubang, misalnya untuk dipersiapkan menanam sesuatu atau sumur tua tak terpakai, apalagi jika si pemilik dicurigai sebagai orang PKI, maka serta-merta ia dapat ditangkap, ditahan dan bahkan dibunuh dengan tuduhan telah mempersiapkan lubang buaya untuk mengubur jenderal, ulama atau dan tokoh-tokoh lawan politik PKI setempat. Dongeng tersebut masih dihidup-hidupkan sampai saat ini. Segala macam dongeng fitnah busuk berupa temuan lubang buaya yang dipersiapkan PKI dan konco-konconya untuk mengubur lawan-lawan politiknya ini bertaburan di banyak berita koran 19651966 dan terekam juga dalam sejumlah buku termasuk buku yang ditulis Jenderal Nasution, yang dianggap sebagai peristiwa dan fakta sejarah, bahkan selalu dilengkapi dengan apa yang disebut daftar maut meskipun keduanya tak pernah dibuktikan sebagai kejadian sejarah maupun bukti di pengadilan. Seorang petani bernama Slamet, anggota BTI yang tinggal di pelosok dusun di Jawa Tengah yang jauh dari jangkauan warta berita suatu kali mempersiapkan enam lubang untuk menanam pisang di pekarangannya. Suatu siang datang sejumlah polisi dan tentara dengan serombongan pemuda yang menggelandang dirinya ketika ia sedang menggali lubang keenam. Tuduhannya ia tertangkap basah sedang mempersiapkan lubang untuk mengubur Pak Lurah dan para pejabat setempat. Dalam interogasi terjadi percakapan seperti di bawah. Kamu sedang mempersiapkan lubang buaya untuk mengubur musuh-musuhmu! Lho kulo niki bade nandur pisang, lubang boyo niku nopo to Pak? [saya sedang hendak menanam pisang, lubang buaya itu apa Pak?] Lubang boyo iku yo lubange boyo sing ana boyone PKI! [lubang buaya itu lubang yang ada buaya milik PKI]. Baik pesakitan yang bernama Slamet maupun polisi yang memeriksanya tidak tahu apa sebenarnya lubang buaya itu, mereka tidak tahu bahwa Lubang Buaya itu nama sebuah desa di Pondokgede, Jakarta. Dikiranya di situ lubang yang benar-benar ada buayanya milik PKI. Ini bukan anekdot tetapi kenyataan pahit, si Slamet akhirnya tidak selamat alias dibunuh karena adanya bukti telak terhadap tuduhan tak terbantahkan. Demikian rekaman yang saya sunting dari wawancara HD Haryo Sasongko dalam salah satu bukunya. (Dari berbagai sumber, petikan naskah belum terbit)