You are on page 1of 44

Teknik Transmisi

Mata kuliah ini membahas teknik/metode yang digunakan untuk memproses sinyal yang akan dikirimkan melalui media transmisi. Pembahasan dalam teknik pemrosesan sinyal difokuskan pada transmisi sinyal digital terutama dengan teknik multipleksing TDM (Time Devission Multiplexing) meliputi PDH, SDH dan SONET.

1. Pengertian TDM TDM adalah teknik penggabungan (Multiplexing) beberapa kanal informasi (Low Rate) ke dalam kanal transmisi (High Speed) dengan pembagian bidang waktu atau berdasarkan pada time domain. Dalam teknik multipleksing ini tiap kanal informasi akan diambil sampelnya dan dikirimkan dalam kanal transmisi secara bergantian dan berurutan secara terus menerus. TDM adalah teknik yang paling umum digunakan utuk mentransmisikan sinyal digital sejumlah kanal low rate pada fasilitas transmisi high speed. Fungsi multiplexing ini

dilaksanakan dengan mengalokasikan tiap kanal informasi kedalam timeslot pada kanal transmisi high speed. Gabungan beberapa Time slot yang berisi informasi dan sinyal lain yang diambil pada periode tertentu akan membentuk frame. Dalam pembentukan frame ini pola framing periodik ditambahkan pada fasilitas high speed utuk identifikasi posisi kanal low speed di penerima.

Gambar 1-1. Teknik Multiplexing TDM Disisi pengirim peralatan yang berfungsi menggabungkan beberapa kanal informasi disebut Multiplexing atau MUX sedang disisi penerima, disebut Demultiplexing atau DEMUX. Sebelum dilakukan multiplexing terlebih dahulu dilakukan pemisahan kanal arah kirim dan arah terima dengan rangkaian hybrid 2 ke 4 kawat, sehingga dua kawat yang mula mula berisi

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 1

pembicaraan 2 orang (misal ali dan umar) akan dipisahkan suaranya ali ada di 2 kawat arah kirim dan suaranya umar ada di 2 kawat arah terima. Sinyal yang akan menuju lawan bicara diubah ke dalam bentuk digital 64 kbps, kemudian masuk perangkat multiplexing. Jika perangkat multiplex menggunakan PDH Eropa, maka keluaran Mux mempunyai bitrate 2048 kbps berisi 30 kanal voice. Perangkat multipleksing terdiri atas dua bagian yaitu Tx dan RX, jika digunakan media transmisi radio sebagai link maka Tx akan ditumpangkan pada frekuensi berbeda dengan Rx. Contohnya arah kirim Tx dengan frekuensi 21952.00 MHz sedang untuk transmisi arah terima Rx adalah 23002.00 MHz. 64 kbps Tx Hybrid 2 ke 4 kawat Rx Umar
Ali MUX

Analog to Digital Digital to Analog

Masuk ke MUX 64 kbps Dari DEMUX

Deskphone

Ali

Ali + Umar

DEMUX MUX

Ali + Umar

Tx Umar Hybrid 2 ke 4 kawat Rx


Ali

Analog to Digital Digital to Analog

64 kbps Masuk ke MUX 64 kbps Dari DEMUX


DEMUX

Deskphone

Umar

Gambar 1-2. Blok diagram teknik transmisi Untuk memenuhi dan meningkatkan kapasitas transmisi maka dibuat hierarkhy PDH orde 1, orde 2, orde 3 dan orde 4. Orde 2 dibuat dari 4 buah orde 1, sehingga mempunyai kapasitas 4 x 30 kanal = 120 kanal dengan bitrate 8448 kbps. Orde 3 dibentuk dengan menggabungkan 4 buah orde 2, sehingga mempunyai kapasitas 4 x 120 kanal = 480 kanal dengan bit rate 34.368 kbps. Orde 4 = 4 x orde 3 = 4 x 480 kanal = 1920 kanal. Dalam TDM multiplexing frekuensi sampling diatur sedemikian rupa sehingga antara kanal kanal yang akan dimultiplek dapat diakses secara bergantian tanpa ada data kanal yang hilang.
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 2

Frekuensi sampling ke 3 kanal sama, tetapi berbeda fasa 1200 satu sama lain sehingga menghasilkan PAM yang berbeda waktunya. Kondisi ini yg digunakan untuk mux.
reconstructed output waveforms

input waveforms

Ch1 low-pass filter

Sampling gate

Ch.1 samples

Sampling gate

Ch1 low-pass filter

P1

P1

Ch2 low-pass filter

Sampling gate

TDM Highway

Sampling gate

Ch2 low-pass filter

frame

P2 Ch.2 samples
Sampling gate

P2

Ch3 low-pass filter

Sampling gate

Ch3 low-pass filter

Ch.3 samples P3 P3

Fig 4.8 Example of a 3-channel TDM sstem 3 input Gambar 1-3. TDM multiplexing

Dalam teknik ini kanal informasi berupa sinyal digital dengan bitrate 64 kbps, sehingga kanal informasi yang berupa sinyal analog harus diubah agar menjadi sinyal digital dengan bit rate 64 kbps. Perubahan sinyal analog menjadi sinyal digital ini dilakukan dengan teknik PCM (Pulse Code Modulation)
Low pas filter Input waveform
1 0 1 0

Sampler

Compression

Quantizer

Encoder

Decoder

Expansion

Media & Digital switching or teknik transmission transmisi

Low pas filter output waveform

1 0 1 0

Fig. Gambarprocesses of PCM 5.1 The 1-4. Proses PCM

Pada gambar 1-3 diperlihatkan blok diagram proses perubahan sinyal analog agar menjadi sinyal digital yang pada dasarnya terdiri atas 3 proses utama yaitu sampling, quantizing dan coding. Sampling dilakukan oleh rangkaian sampler, quantizing dilakukan oleh compression dan Quantizer dan coding dilakukan oleh Encoder. Sebelum sinyal dikirimkan melalui media transmisi tertentu terlebih dahulu diproses dengan teknik TDM. Disisi penerima sinyal digital
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 3

terlebih dahulu dikodekan oleh rangkaian decoder dengan tujuan untuk memisahkan sinyal sinkronisasi dari sinyal informasi, kemudian sinyal informasi dikembalikan kedalam bentuk sinyal analog oleh rangkaian expansion dan low pass filter.

1.1. Sampling. Sampling adalah proses pengambilan sampel amplitudo sinyal informasi. Pengambilan sampel dilakukan secara periodik tiap detik dengan jumlah sampel tiap detik ditentukan oleh frekuensi sampling.
PAM signal Electronic switch t t

analog (telephone) signal Sample


pulse

sampling interval : TA = 1/fA = 125 ms

Sampling rate : 8 KHz

Gambar 1- 5. Proses sampling Keluaran rangkaian sampling adalah sinyal PAM (Pulse Amplitude Modulation). Semakin tinggi frekuensi sampling akan menghasilkan sinyal PAM lebih banyak semakin rendah frekuensi sampling akan menghasilkan sinyal PAM lebih sedikit. Untuk mendapatkan frekuensi sampling ideal dikemukakan oleh teori Nyquist sebagai berikut : 2 Keterangan : fs = frekuensi sampling (hz) Fi = frekuensi informasi (hz) Untuk sinyal informasi voice dengan frekuensi 300 hz s/d 3400 hz, CCITT (Committe Consultative International Telephone and Telegraph) memberikan rekomendasi besarnya frekuensi sampling adalah 8000 hz. Dengan frekuensi 8 kHz tersebut akan dihasilkan sinyal PAM sebanyak 8000 PAM/detik, hal ini menyebabkan waktu antara sinyal PAM 1 ke sinyal PAM berikutnya adalah sebesar 125 S.

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 4

1.2. Quantizing Quantizing atau kuantisasi adalah proses penyesuaian amplitudo sinyal PAM ke dalam amplitudo standar pengkodean (coding). Terdapat dua jenis kuantisasi, yaitu kuantisasi uniform dan kuantisasi non-uniform.
PAM signal Quantizing intervals +8 error quantizing = +7 +6
Dy

Dy
y

+5

skala : linier (uniform)

error kuantisasi
y

+4 +3 +2 +1

Dx

-1 -2 -3

error quantizing =

Dx
x

-4 -5 -6 -7 -8 t0 t1 t2 t3 t4 t5 Sampling instant

Dx
x

Dy
y

Error quantizing untuk sinyal dg level rendah lebih besar dibanding level tinggi, sedangkan secara statistik sinyal voice (tlp) lebih dominan berlevel rendah maka dikembangkan kuantisasi non linier/non uniform

m-Law (standar Eropa) E1

A-Law (standar Amerika/ Jepang) T1

Gambar 1-6. Kuantisasi Uniform

1.2.1. Uniform Quantizing. Pada kuantisasi uniform, amplitudo sinyal PAM dibagi menjadi 8 segmen sama besar baik untuk level positip maupun level negatif. Dalam kuantisasi ini terdapat kesalahan kuantisasi (Error Quantizing) sebesar Eq=

(Y adalah selisih amplitudo sinyal dengan level

kuantisasi standar, Y adalah amplitudo sinyal). Pada kuantisasi uniform ini kesalahan kuantisasi untuk sinyal PAM dengan amplitudo kecil akan jauh lebih besar dibandingkan dengan sinyal PAM dengan level amplitodu besar, karena itu sistem kuantisasi ini diperbaiki dengan kuantisasi uniform.

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 5

1.2.2. Non-Uniform Quantizing Pada kuantisasi non-uniform, amplitudo sinyal PAM dibagi menjadi 8 segmen yang tidak sama besarnya baik untuk level positip maupun level negatif. Ada dua macam kuantisasi nonuniform yaitu -Law yang dipakai oleh Eropa dan A-Law yang dipakai oleh Amerika.
11111111 11111100
Encoding Decoding 128 127 126 125 124 123 122 121 120 119 118 117 116 115 114 113

128
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

125 118

11110101

113 112

Se g m

ent 7

97 96

g Se

me

nt

85

49 48

33 32

1 7 8 6 8 5 8 4 8 3 8 2 8 1 8

12 11 10 9 8

Segment no 13

Seg-1

Output signal

. . . . . . . . . . . . . 1

Sg-2

Sg-3

Quantizing interval nos

65 64

Sg

mt

11010100

Se

81 80

gm

85

en

11110000

t5

1/4 1/8 1/16 1/32

1/2

Segment no 7

1 1 1 64 32 16

1 8

1 4

1 2

Input signal

1/64

6 5 4 3

Segment no 1

2 -1

PAM signal

Gambar 1-7. Kuantisasi Non-uniform -Law Segmen 7 Segmen 6 Segmen 5 Segmen 4 Segmen 3 Segmen 2 Segmen 1 Segmen 0 = = = = = = = = ( ( 1/4 ( 1/8 1) 1/2 ) 1/4 ) 1/8 ) 1/16 ) 1/32 ) 1/64 ) 1/128 ) bawah = 0,50000 bawah = 0,25000 bawah = 0,12500 bawah = 0,06250 bawah = 0,03125 bawah = 0,015625 bawah = 0,007812 bawah = 0,00000 atas = 1 atas = 0,5 atas = 0,25 atas = 0,125 atas = 0,0625 atas = 0,03125 atas = 0,015625 atas = 0.007812

( 1/16 ( 1/32 ( 1/64 ( 1/128 ( 0,00

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 6

Dalam kuantisasi ini kesalahan kuantisasi (Error Quantizing) sebesar Eq=

(Y adalah

selisih amplitudo sinyal dengan level kuantisasi standar, Y adalah amplitudo sinyal) dapat diperkecil, hal ini dapat terjadi karena pada kuantisasi non-uniform ini kesalahan kuantisasi untuk sinyal PAM dengan amplitudo kecil sebanding dengan sinyal PAM dengan level amplitudo besar, dan untuk memperkecil kesalahan kuantisasi dilakukan dengan membagi lagi tiap segmen menjadi 16 interval yang sama, sehingga sebuah sinyal kecil yang mempunyai amplitudo berbeda tetapi berada pada segmen sama dapat dibedakan kedalam interval yang berbeda.
Interval 15 Interval 14 Interval 13 Interval 12 Interval 11 Segmen 7 Interval 10 Interval 9 0,195313 Interval 8 0,1875 Interval 7 Interval 6 Interval 5 0,125 Interval 4 Interval 3 Interval 2 Interval 1 Interval 0 0,007813 0,25 Segmen 6

0,192
Segmen 5

0,174

Gambar 1-8. Interval pada segmen 5.

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 7

Dari ke 16 interval pada tiap tiap segmen mempunyai harga sama. Jarak antar interval (interval 1 ke interval 2) dan seterusnya dapat dihitung sebagai berikut : Jarak antar interval =
16
0,250,125 16

Pada segmen 5, jarak antar interval =

= 0,007813

Untuk mencari nilai interval ke N dari suatu harga amplitudo sinyal PAM dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
N

Harga N bisa jadi tidak berupa bilangan bulat, hal ini tidak jadi masalah, karena angka dibelakang koma menunjukkan posisi amplitudo PAM di interval tersebut dan nilai interval diambil angka desimal tanpa angka dibelakang koma. Contoh amplitudo sinyal PAM sebesar 0,714 akan menghasilkan nilai N sebesar 6,272 harga ini menunjukkan nilai interval 6, sedang nilai 0,272 menunjukkan posisi amplitudo PAM di interval 6 kurang lebih 27,2 %.

1.3. Coding (Pengkodean) Coding adalah proses pengkodean sinyal PAM hasil kuantisasi untuk dijadikan sinyal (data) digital 8 bit dari range amplitudo segmen 0 sampai segmen 7 baik yang positip maupun negatip, proses ini pada dasarnya adalah proses Analog to Digital Convertion (ADC). CCITT merekomendasikan format pengkodean adalah sebagai berikut : S A B C W X Y Z

Nomor Interval Nomor Segmen Polaritas amplitudo Polaritas amplitudo sinyal PAM dinyatakan dengan data digital pada S, jika polaritas positip maka S = 1 dan jika polaritas negatip S = 0. Nomor segmen dinyatakan dengan data digital 3 bit dalam ABC, sedang nomor interval dinyatakan dengan data digital 4 bit dalam WXYZ. Nilai digital pada segmen maupun interval ditunjukkan pada tabel 1-1 dan tabel 1-2 sebagai berikut :

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 8

Tabel 1-1. Nilai digital tiap segmen Segmen Segmen 0 Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3 Segmen 4 Segmen 5 Segmen 6 Segmen 7 A 0 0 0 0 1 1 1 1 B 0 0 1 1 0 0 1 1 C 0 1 0 1 0 1 0 1

Tabel 1-2. Nilai digital tiap interval Interval Interval 0 Interval 1 Interval 2 Interval 3 Interval 4 Interval 5 Interval 6 Interval 7 Interval 8 Interval 9 Interval 10 Interval 11 Interval 12 Interval 13 Interval 14 Interval 15 W 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 X 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 Y 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 Z 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1

Dalam proses coding, setiap sinyal PAM yang sudah dijadikan data digital 8 bit paralel diubah dan dikirimkan secara serial, sehingga menghasilkan bitrate 64 kbps. Perhitungan bit rate ini adalah : Dengan frekuensi sampling 8000 Hz, akan menghasilkan sinyal PAM 8000 buah per detik. Kemudian 1 sinyal PAM akan menghasilkan data digital 8 bit, sehingga jumlah bit yang dihasilkan tiap detik adalah 8000/detik x 8 bit = 64.000 bit/detik, atau ditulis 64 kbps (64 kilo bit per second).

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 9

Bitrate 64 kbps ini adalah standar yang ditetapkan untuk berbagai layanan dalam teknik transmisi digital.

Gambar 1-9. Coding tiap sinyal PAM 2. Pulse Code Modulation - Multiplexing

Pulse Code Modulation Multiplexing adalah multiplexing kanal informasi analog yang telah diubah kedalam sinyal digital melalui PCM. Ada 3 konsep hirarkhy multiplexing ini, yaitu yang dikembangkan Eropa dikenal dengan sebutan PCM-30, yang dikembangkan Amerika utara dan Jepang disebut PCM-24. Dalam perkembangannya PCM-Mux ini dikenal dengan sebutan Plesiochronous Digital Hierarkhy (PDH) hal ini karena adanya perbedaan bitrate highway dengan N kali bitrate inputnya (Tributary).

Gambar 1-10. Plesiochronous Digital Hierarkhy


Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 10

Dinamakan PCM-30, karena dalam satu peralatan ini dapat menampung sekaligus 30 kanal telepon dalam waktu yang bersamaan. Tiap-tiap kanal pembicaraan telepon ini ditempatkan pada satu time slot, sehingga ke 30 kanal telepon tersebut menempati 30 time slot, namun demikian dalam PCM-30 terdapat 32 time slot, dengan tambahan satu time slot untuk signalling dan satu time slot lagi untuk sinkronisasi. Sedangkan PCM-24, menggabungkan 24 kanal voice menjadi satu kanal transmisi.

PSTN
123 456 70# 89

LEA

TE1A

TE2A

TE2B

TE1B

LEB
321 654 987 #0*

123 456 70# 89

A
Ket :

123 456 789 0#

321 654 987 #0*

1
STP

321 654 987 #0*

Speech path Signaling path MS : Mobile Station BTS : Base Transceiver Station BSC : Base System Controller MSC : Mobile Switching Center VLR : Visitor Location Register HLR : Home Location Register STP : Signaling Transfer Point LE : Local Exchange TE ; Trunk Exchange

SS7 Network

STP STP

STP

HLR

VLR

5
6
VLR BTS

BTS

MS

BSC

MSC

PLMN

MSC

BSC

MSB

BSC

BTS

MS

BTS

BSC BTS BTS BTS

MS

MS

BTS

MS MS

MS

Gambar 1-11. Interkoneksi PLMN dan PSTN PLMN (Public Land Mobile Network); PSTN (Public Switched Telephone Network). Pemakaian PCM-MUX pada sistem komunikasi telepon awalnya ditujukan sebagai interface antara sentral analog dengan sentral digital, pada aplikasi ini beberapa kanal voice analog pada outgoing sentral analog digabungkan menjadi satu kanal transmisi digital, sehingga

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 11

dalam transmisinya sinyal voice dari sentral analog sudah berupa sinyal digital. Sistem ini sebenarnya dapat dikatakan sudah sangat kuno ditengah perkembangan teknologi transmisi saat ini, namun demikian penggunaan PCM-MUX orde 1 (E1) masih banyak digunakan untuk radio link antara BTS ke BSC dan MSC, ataupun hubungan PLMN dengan PSTN.

2.1. Plesiochronous Digital Hierarkhy (PDH) Orde-1 Eropa PDH orde-1 dibentuk dari 30 kanal voice dengan bitrate masing masing 64 kbps digabung menjadi satu kanal transmisi yang disebut PDH Orde-1, yang mempunyai bitrate 2048 kbps.
Ch 1 Ch 2 Ch 3 Masing masing ch mempunyai bitrate 64 kbps Ch 28 Ch 29 Ch 30

PCM MUX Orde 1

bitrate 2048 kbps Ts0 Ts1 Ts15 Ts16 Ts17 1 Frame = 125 S 1 Ts = 8 Bit PCM Word Ts31

Gambar 1-12. PCM MUX Orde 1, Susunan Frame dan Multiframe Bitrate 2048 kbps didapat dari 32 kanal (time slot) x 64 kbps. Isi dari 32 time slot adalah 30 time slot kanal voice ditambah 1 time slot sinkronisasi (FAS=Frame Alignment Signall) dan satu time slot untuk signalling. Urutan isi masing masing time slot adalah :
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 12

Time Slot 0 (Ts0) berisi FAS Time slot 1 (Ts1) berisi voice kanal 1 berurutan terus sampai time slot 15 (Ts15) Time slot 15 (Ts15) berisi voice kanal 15 Time slot 16 (Ts16) berisi kanal signalling CAS, MAS dan Alarm Time slot 17 (Ts17) berisi voice kanal 16 berurutan sampai time slot 31 Time slot 31 (Ts31) berisi voice kanal 30.

Khusus Time Slot 16 digunakan untuk sinkronisasi multiframe (MAS=Multiframe Alignment Signal) dan untuk kanal signalling dari masing masing kanal voice. Tiap kanal voice memerlukan 4 bit untuk kanal signalling, sehingga keseluruhan kanal memerlukan 4 x 30 kanal = 120 bit atau 15 frame, sehingga membentuk susunan multiframe terdiri atas 16 frame dari frame 0 sampai frame 15.

Ts0 Ts1

Ts15 Ts16 Ts17

Ts31

Frame 0 MAS Alarm Frame 1 Signalling Ch 1 Signalling Ch 16 Frame 2 Signalling Ch 2 Signalling Ch 17 Frame 3 Signalling Ch 3 Signalling Ch 18

Frame 13 Signalling Ch 13 Signalling Ch 28 Frame 14 Signalling Ch 14 Signalling Ch 29 Frame 15 Signalling Ch 15 Signalling Ch 30


Gambar 1-13. Isi time slot 16 2.2. Plesiochronous Digital Hierarkhy (PDH) Eropa Orde Tinggi PDH Eropa Orde tinggi (High Orde PDH) adalah PDH orde 2, orde 3, orde 4. Pada tingkatan ini terdapat perbedaan bitrate highway dengan n kali tributary, sehingga diperlukan konversi dengan cara menambah bit tertentu yang disebut dengan justifikasi. ITU-T mendefinisikan kemungkinan justifikasi sebagai berikut: Justification (stuffing, pulse stuffing). Proses

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 13

mengubah rate digit dari sinyal digital secara terkontrol sehingga dapat sesuai dengan rate digit yg diinginkan yg berbeda dari rate asalnya, tanpa kehilangan informasi asalnya.

Jenis Justification Macam-macam metoda Justification adalah : Positive justification, Negative justification dan Positive/zero/negative justification. Dikonversikan ke rate synchronous lebih tinggi dari rate tributari nominal cara ini disebut sebagai positive justification. Dikonversikan ke rate synchronous lebih rendah dari rate tributari nominal cara ini disebut sebagai negative justification. Dikonversikan ke rate synchronous pada rate tributari nominal cara ini disebut sebagai positive zero negative justification. Positive Justification, adalah metoda justifikasi dimana timeslot digit yang digunakan untuk membawa sinyal digital mempunyai rate digit yang selalu lebih tinggi dari rate digit sinyal original. Biasanya dicapai dengan penempatan sejumlah tambahan digit timeslot tetap per frame (bit justifikasi, JT) pd sinyal multiplex yg bisa digunakan utk membawa data atau dummy sesuai dg rate digit relatif dari tributari dan sinyal multiplex. Perlu informasi yang mengidentifikasikan apakah bit justifikasi berisi data atau dummy, informasi ini disimpan dlm justification service digits, JS pada sinyal multiplex. Negative Justification, adalah metoda justifikasi dimana timeslot digit yang digunakan untuk membawa sinyal digital mempunyai rate digit yang selalu lebih rendah daripada rate digit dari sinyal original. Digit-digit yang dibuang dibawa dengan cara terpisah. Positive/Zero/Negative Justification, adalah metoda justifikasi dimana timeslot digit yang digunakan untuk membawa sinyal digital mempunyai rate digit yang mungkin, lebih besar, sama, atau lebih rendah daripada rate digit sinyal original. Tipe justifikasi ini dapat dilihat sebagai kombinasi dari justifikasi positif dan negatif. Dalam PDH tributari tributari mempunyai harga nominal yg sama tetapi dapat bervariasi dalam range yg sudah dispesifikasikan. Digunakan justifikasi positif, karena sinyal multiplex selalu lebih besar atau sama dengan aggregat seluruh tributari, maka kelebihan bit digunakan untuk mengakomodir variasi dari tributari, yg disebut (justification bit, JT). Justification bit dapat memuat data dari tributari atau dummy. Pada peralatan demultiplex bit justifikasi (dummy) harus diekstrak (dibuang) sebelum sinyal tributari dapat direkonstruksi. Bit-bit yang digunakan untuk indikasi justifikasi, disebut justification service bits (JS). Informasi pada justification service bits (JS bit) sangat kritis karena jika salah mengindikasikan isi dari justification bit maka sinyal output demultiplex dapat mempunyai kelebihan atau kekurangan bit yang berakibat
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

kehilangan frame. Kode error biasanya


Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 14

diterapkan utk justification service bits (JS), dimana satu service bit error tidak akan menghasilkan keputusan justifikasi yang salah pada demultiplexer. Keputusan dibuat pada demultiplexer mengenai apakah suatu justification bit memuat informasi tributari yg diperlukan atau informasi dummy atas dasar kondisi mayoritas (1 atau 0) dari digit JS.

Keterangan : TB = Tributari bit JT = Bit justifikasi atau bit tributari Jumlah bit tributari/frame = 820 824

Panjang frame = 100,38 s JS = Justification Service bit Bit rate = 8448 Kbps +/- 30 ppm

Gambar 1-14. Justifikasi pada orde 2.

Sinyal sinkronisasi (Frame Alignment) Pada sistem PDH ITU-T frame alignment digunakan pada sistem orde 2 (8 Mbit/s), yaitu 10 bit (1111010000) pada blok I, berulang setiap 848 bit. Sistem orde 3 (34 Mbit/s), yaitu 10 bit (1111010000) pada blok I dan berulang setiap 1536 bit. Sistem orde 4 (140 Mbit/s), yaitu 12 bit (111110100000) pada blok I dan berulang setiap 2928 bit. Strategi frame alignment dilihat dari sinyal yang diterima dianggap out of alignment jika 4 FA words berturutan tidak terdeksi atau error, FA recovery tidak dapat dikonfirmasi jika 3 FA words berturutan tidak dapat dikenali pada interval durasi frame.

2.2.1.

PDH Eropa Orde 2

PDH Orde 2 dibentuk dari 4 buah PDH orde 1 sebagai tributary input. Ada 848 bit dalam satu frame, tiap frame berisi 1 justification bit untuk masing-masing dari 4 tributari. Karena justification service diulang 3 kali, frame dibagi kedalam empat subframe 212 bit. Frame alignment word terdiri dari 10 bit serta disediakan 2 bit service. Jumlah bit data per frame (untuk 4 tributari) adalah antara 820 824. Rate sistem adalah 8448 Kbit/s dengan toleransi 253 Hz (yaitu 30 ppm) dari clock frekuensi. Durasi frame kira-kira sebesar 0,1 mdet.

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 15

Gambar 1-15. Hierarkhy PDH Eropa

2.2.2.

PDH Eropa Orde 3

PDH Orde 3 dibentuk dengan menggabungkan 4 buah PDH Orde 2 sebagai masukan tributary. Pada highway aliran data dikelompokkan pada frame frame, yang masing-masing frame orde tiga berisi 1536 bit. Justification service diulangi 3 kali dan karenanya ada 4 subframe masing-masing dengan 384 bit. Frame alignment word terdiri dari 10 bit, serta disediakan 2 bit service bit. Tiap frame berisi 1 justification bit untuk masing-masing dari 4 tributari. Tiap frame karenanya berisi 1508 1512 bit-bit data. Rate sistem adalah 34368 Kbit/s, dengan toleransi clock 687 Hz (yaitu 20 ppm). Durasi kira-kira dari tiap frame adalah 0,045 mdet.

Gambar 1-16. Susunan Frame Orde 3

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 16

2.2.3.

PDH Eropa Orde 4

PDH Eropa Orde 4 dibentuk dengan menggabungkan 4 buah PDH Orde 3 sebagai masukan tributary. Pada highway mempunyai bitrate 139.264 Mbps, serta dikelompokkan pada frame frame yang masing-masing frame orde ke-4 berisi 2928 bit. Karena justification service diulang 5 kali, maka ada 6 subframe, masing-masing dengan 488 bit. Frame alignment word berisi 12 bit serta disediakan 4 bit-bit service. Tiap frame berisi 1 justification bit untuk masing-masing dari 4 tributari. Tiap frame berisi 2888 2892 bit-bit data. Rate dari sistem adalah 139264 Kbit/s, dengan toleransi 2089 Hz (yaitu 15 ppm). Durasi kira-kira dari frame adalah 0,02 mdet

Gambar 1-17. Susunan Frame Orde 4.

3. Synchronous Digital Hierarkhy (SDH)


SDH adalah system transmisi digital yang menggunakan multiplex sinkron. System SDH juga dipersiapkan untuk menghadapi perubahan dari jaringan pita sempit (narrowband) menuju jaringan pita lebar (broad band) di masa mendatang. Sehingga dapat mendukung teknologi ATM (Asynchronous Transfer Mode). Di samping meningkatkan kualitas, SDH juga dimaksudkan untuk memperbaiki sistem manajemen jaringan. Dalam system SDH ada 3 elemen jaringan, yaitu Multiplexer, Add/Drop Multilexer (ADM) dan Cross Connect Multiplexer adalah elemen yang berfungsi untuk menggabungkan beberapa sinyal menjadi satu sinyal saja, biasanya digunakan pada Hub, ADM juga mempunyai fungsi yang sama seperti multiplexer, tetapi elemen jaringan ini juga dapat mengembalikan sinyal hasil multiplex ke bentuk aslinya, ADM biasanya digunakan dalam topologi ring. Dan cross connect adalah elemen yang berfungsi untuk menghubungkan antar sentral, biasanya digunakan pada topologi mesh.
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 17

Penggunaan SDH di jaringan local dimaksudkan untuk meningkatkan kehandalan jaringan dan mengurangi kebutuhan kabel serat optic. SDH biasanya diterapkan bagi kelompok pelanggan dengan demand yang tinggi (bisnis area) serta membutuhkan layanan dengan laju bit yang tinggi Sebelum kemunculan SDH, standar transmisi yang ada dikenal dengan PDH (Plesiochronous Digital Hierarchi) yang sudah lama ditetapkan oleh CCITT. Suatu jaringan plesiochronous tidak menyinkronkan jaringan tetapi hanya menggunakan pulsa-pulsa detak (clock) yang sangat akurat di seluruh simpul penyakelarnya (switching node) sehingga laju slip di antara berbagai simpul tersebut cukup kecil dan masih bisa diterima (misalnya plus/minus 50 bit atau 510-5 untuk jaringan/kanal 2,048 atau 1,544 Mbps). Mode operasi seperti ini barangkali memang merupakan suatu implementasi yang paling sederhana karena bersifat menghindari pendistribusian pewaktuan di seluruh jaringan. Ternyata bahwa PDH tidak begitu cocok untuk mendukung perkembangan teknik pengendalian dan pemrosesan sinyal untuk masa kini yang makin banyak dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan penyedia layanan telekomunikasi. Dalam PDH, sebuah peralatan transmisi tertentu umumnya hanya menangani dengan baik satu fungsi tertentu saja dalam jaringan, sementara dalam SDH, ada integrasi dari berbagai tipe peralatan yang berbeda-beda yang mampu memberikan kebebasan baru dalam perancangan jaringan. Sudah bukan merupakan berita baru bahwa SDH dapat dipergunakan untuk transmisi optik kapasitas besar, pengaturan lalu lintas komunikasi dan restorasi jaringan. SDH memiliki dua keuntungan pokok : fleksibilitas yang demikian tinggi dalam hal konfigurasi-konfigurasi kanal pada simpul-simpul jaringan dan meningkatkan kemampuan-kemampuan manajemen jaringan baik untuk payload trafic-nya maupun elemenelemen jaringan. Secara bersama-sama, kondisi ini akan memungkinkan jaringannya untuk dikembangkan dari struktur transport yang bersifat pasif pada PDH ke dalam jaringan lain yang secara aktif mentransportasikan dan mengatur informasi. Tawaran-tawaran spesifik yang diciptakan oleh SDH diantaranya termasuk: Self-healing; yakni pengarahan ulang (rerouting) lalu lintas komunikasi secara otomatis tanpa interupsi layanan. Service on demand; provisi yang cepat end-to-end customer services on demand. Akses yang fleksibel; manajemen yang fleksibel dari berbagai lebarpita tetap ke tempattempat pelanggan. Standar SDH juga membantu kreasi struktur jaringan yang terbuka, sangat dibutuhkan dalam lingkup yang kompetitif sekarang ini bagi perusahaan-perusahaan penyedia layanan telekomunikasi.
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 18

3.1. Mengapa SDH ?


1) Pada awalnya, sistem transmisi digital menggunakan asynchronous (PDH), setiap terminal di dalam jaringan bekerja dengan timing clock yang dibangkitkan sendiri. Pada transmisi digital, timing adalah salah satu hal yang utama. Karena clock-clocknya tidak sinkron, variasi yang lebih besar bisa muncul pada kecepatan clock dan kecepatan bit dari sinyal. Contoh : sinyal E3 spesifikasinya adalah 34 Mb/s 20 ppm (parts per million), hal ini dapat menghasilkan perbedaan timing sampai dengan 1789 bit/s diantara sinyal-sinyal E3 yang datang satu terhadap yang lainnya. 2) Multiplexing Asynchronous menggunakan multiple stages. Sinyal-sinyal seperti E1 asynchronous di multiplexkan (secara bit-interleaving), kemudian kedalamnya

ditambahkan bit-bit ekstra (bit-stuffing) untuk menyamakan kecepatan deretan individual sinyal yang bervariasi, untuk kemudian digabungkan dengan E1 lainnya menjadi satu sinyal E2 (8 Mb/s). Mulltiplexing dengan methode yang sama (bit-interleaving) akan digunakan lagi untuk menggabungkan E2 menjadi E3 (34 mb/s), dan E3 menjadi E4 (140 mb/s). Pada sinyal asynchronous dengan kecepatan bit yang tinggi, add dan drop tidak bisa dilakukan tanpa proses multiplexing/demultiplexing.

Gambar 1-18. Kelemahan PDH 3) Electrical interfaces, PDH berstandar regional yaitu Eropa (2.048 kbps), Jepang dan Amerika Utara (1.544 kbps), sehingga penggabungan harus diturunkan ke bitrate 64 kbps baru kemudian dinaikkan lagi ke bitrate orde yang dikehendaki. 4) Optical interfaces, PDH tidak mempunyai standar untuk peralatan transmisi optik, para manufactur mengembangkan sesuai hierarkhy masing masing.

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 19

Dengan adanya SDH, maka perbedaan bitrate antara PDH Eropa, Amerika Utara dan Jepang dapat diselesaikan.

Gambar 1-19. Integrasi PDH ke SDH Oleh sebab itu CCITT memprakarsai pertemuan antara ANSI dan ETSI dan menghasilkan sistem transmisi sinkron SDH.

3.2. Kelebihan SDH


1) SDH menggunakan Virtual Container untuk menampung kanal kanal PDH.

Gambar 1-20. Multiplexing dengan Virtual Container 2) Pada sistem Synchronous, sebagaimana halnya SDH, frekwensi rata-rata dari semua clock didalam sistem SDH akan sama. Setiap slave clock dapat diatur agar selalu mempunyai harga sama dengan clock pembanding. Akibatnya, kecepatan STM-1 nominalnya akan

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 20

tetap 155,52 Mb/s, dan multiplexing STM-1 dapat dilakukan dengan mudah, tanpa suatu bit-stuffing. Oleh sebab itu, sinyal-sinyal STM-1 dapat dengan mudah diubah menjadi sinyal dengan kecepatan lebih tinggi lagi, yanitu dapat kita istilahkan dengan STM-N (N = 0, 1, 4, 16, dan 64 dst). 3) Dapa dilakukan akses kanal pada tingkat bitrate tinggi tanpa mengganggu kanal yang lain, hal ini dapat dilakukan karena pemakaian pointer.

Gambar 1-21. Pemakaian Pointer pada SDH 4) Pembentukan frame dilakukan byte demi byte baik untuk membentuk frame STM-1, maupun Frame STM-N. Dan single stage multiplexing

Gambar 1-22. Kemudahan Multiplexing SDH 5) Dengan transmisi SDH dapat dilakukan penggabungan hampir semua jenis komunikasi dan layanan dalam sebuah jaringan transmisi digital. Disamping itu SDH juga dapat menampung kanal-kanal PDH Eropa maupun PDH Amerika dan Jepang, dan dapat integrasi langsung dengan SONET (Synchronous Optical Network), yaitu jaringan transmisi sinkron yang pertama dikembangkan oleh Amerika untuk pentransmisian kanal

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 21

kanal informasi melalui media transmisi fiber optik. Pembentukan frame SDH STM-N yang berasal dari PDH Eropa, Amerika, Jepang serta jaringan transmisi sinkron SONET digambarkan seperti berikut.

Synchronous Digital Hierarkhy CCITT STM N (N x 155,52 Mbps)

SONET STS1 = 51,84 Mbps Orde 4 ETSI 139.264 Kbps Orde 3 ETSI 34.368 Kbps Orde 2 ETSI 8.448 Kbps Orde 1 ETSI 2.048 Kbps Pulse Code Modulation 64 Kbps Orde 3 ANSI 44.736 Kbps Orde 2 ANSI 6.312 Kbps Orde 1 ANSI 1.544 Kbps

Gambar 1-23. Mapping Asynchron ke Synchron

6) SDH merupakan standar international, pengontrolan yang lebih baik. Self-healing: yakni pengarahan ulang (rerouting) lalu lintas komunikasi secara otomatis tanpa interupsi layanan. Service on demand; provisi yang cepat end-to-end customer services on demand. Akses yang fleksibel; manajemen yang fleksibel dari berbagai lebarpita tetap (fix bandwidth) ke tempat-tempat pelanggan. SDH dapat dimasuki langsung transmisi PDH dengan tiga metode evolusi yaitu top-down (metode level atau layer), bottom-up (metode pulau atau branch) dan paralel (metode overlay). 1. Metode top down, dalam strategi ini introduksi untuk SDH dimulai pada level backbone atau supernode, interkoneksi ke suatu jaringan PDH adalah dengan sebuah gateway, umumnya pada port-port cross connect, mengubah lapisan-lapisan berikutnya yang lebih rendah ke SDH.
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 22

2. Metode bottom up atau metode pulau atau branch, strategi dengan metode pulau adalah memasang SDH pada simpul-simpul jaringan pada level tengahan maupun level bawah, yakni menyediakan pulau-pulau SDH untuk komunitas tertentu. 3. Metode paralel atau overlay, melalui metode paralel, SDH diinstalasi dalam sebuah jaringan overlay (yang ditumpang-tindihkan) di samping jaringan PDH nya dalam beberapa simpul. Tujuannya adalah untuk mengimplementasikan layanan-layanan baru tertentu, gateway bagi jaringan PDH masih dibutuhkan, meskipun ada segregasi (pemisahan) antara layanan-layanan lama dan baru antara fasilitas-fasilitas SDH dan PDH.

3.3. Level SDH dan SONET


Synchronous Optical Network (SONET) adalah versi Amerika dari SDH (SDH adalah versi CCITT), kecepatan SDH dan SONET adalah kompatibel satu dengan yang lain, perlengkapan SONET yang sama dapat digunakan baik pada kecepatan OC maupun SDH, SONET disahkan oleh ECSA untuk ANSI, dipakai sebagai standard industri telekomunikasi dan berbagai industri lainnya Tabel 1-3. Kesepadanan SONET dan SDH Kecepatan (Mbit) 51,840 Level sinyal SONET Amerika Utara OC-1, STS-1 Level sinyal SDH CCITT STM-0 Isi Kanal SDH 21 E1 63 E1 atau 1 E4 252 E1 atau 4 E4 1008 E1 atau 16 E4 4032 E1 atau 64 E4

Kanal SONET 28 DS-1 atau 1 DS-3 84 DS-1 atau 3 DS-3 336 DS-1 atau 12 DS-3 1344 DS-1 atau 48 DS-3 5376 DS-1 atau 192 DS-3

155,520

OC-3, STS-3

STM-1

622,080

OC-12, STS-12

STM-4

2.488,320

OC-48, STS-48

STM-16

9.953,280

OC-192, STS-192

STM-64

Keterangan : OC

= Optical Carrier (ANSI)

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 23

STS

= Synchronous Transport Signal (ANSI)

STM = Synchronous Transport Modul (CCITT atau ITU-T)

3.4. Sistem, Standard dan Bagian Fungsional


Secara garis besar semua informasi baik dari kanal PDH, SDH STM-1, ATM maupun Ethernet akan dibentuk dalam Frame STM-N, ditransmisikan melalui jaringan SDH dan dikembalikan ke bentuk informasi aslinya di penerima.

Gambar 1-24. Proses input dan output SDH

Gambar 1-25. Sistem Transmisi SDH

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 24

Dalam gambar 1-25 dapat dilihat bahwa transmisi SDH dapat membawa informasi yang berasal dari kanal PDH 2 Mbps, 34 Mbps, 140 Mbps, STM-1, STM-4, dapat interkoneksi langsung ke SONET. Hal ini dapat terjadi karena adanya standard ITU-T. Rekomendasi ITU-T terhadap standarisasi SDH dikelompokkan pada 3 bagian besar, yaitu Network Architecture, Equipment dan Network Management sebagai berikut.

Gambar 1-26. Rekomendasi ITU-T pada Standard SDH Rekomendasi standar ITU-T yang berhubungan dengan struktur frame STM-1 adalah G.707 Dalam rekomendasi tersebut disebutkan bahwa : Waktu satu frame adalah 125 S atau dalam 1 detik terdapat 8000 frame. Format frame berbentuk segi empat dengan 270 kolom x 9 baris, dengan tiap 1 kolom 1 baris berisi 8 bit.
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 25

Mode pentransmisian dilakukan byte demi bayte dimulai dari baris pertama kolom pertama sampai kolom 270 kemudian baris kedua kolom pertama sampai kolom 270 demikian seterusnya sampai baris ke sembilan kolom 270.

Satu frame berisi 9 x 270 x 1 byte = 2430 byte atau 9 x 270 x 8 x 8000 = 155,52 Mbps.

Gambar 1-27. Visualisasi frame sesuai rekomendasi ITU-T G.707 Dalam tiap frame STM-N terdiri dari tiga bagian yaitu informasi payload, pointer dan Section Overhead (terdiri dari RSOH= Regenerative Section Overhead dan MSOH = Multiplxer Section Overhead).

Gambar 1-28. Struktur Frame STM-N


Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 26

Information Payload juga dikenal sebagai Virtual Container level 4 (VC-4), digunakan untuk membawa sinyal tributary kecepatan rendah, disamping itu payload juga berisi Path Overhead (POH) yang berlokasi pada baris 1 sampai 9 kolom 10.

Gambar 1-29. Isi Payload dalam Frame STM-N Section Overhead berada pada kolom 1 sampai kolom 9 baris 1 sampai 3 dan baris 5 sampai baris 9.

Gambar 1-30. Section Overhead


Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 27

Overhead berfungsi memberikan informasi yang diperlukan dalam OAM meliputi, signal indikasi alarm, untuk menotoring kesalahan performance, untuk melihat path status, path trace dan section trace, informasi pengaturan pointer, untuk indikator kegagalan, dan sinkronisasi.

Gambar 1-31. Fungsi dan lokasi Overhead Overhead dalam jaringan transport dibagi kedalam tiga layer, yaitu Regenerator Section, Multiplex Section dan Path. Regenerator Section Overhead hanya berisi informasi antara dua regenerators, yaitu PTE and regenerator atau dua PTE. Multiplex Section berada pada jaringan yang terjadi multiplexing. High order path overhead digunakan untuk mengirimkan VC yang dihasilkan perangkat terminal path sampai payload didemultiplex pada perangkat terminal path lawan, misalnya VC3 atau VC4. Lower-Order Path Overhead (VC-2/VC-1) berfungsi sebagai monitor kesalahan path, untuk identitas akses path, informasi call set up, informasi struktur multiplexing VC.

Gambar 1-32. Posisi Overhead pada STM-1


Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 28

3.5. Proses Pembentukan Frame STM-N


Frame STM-N dapat dibentuk dari kanal PDH orde 1, orde 3 dan orde 4, sedang kanal orde 2 eropa tidak dapat dimasukkan kedalam SDH. Proses pembentukan frame diawali dari

Containe (C), Virtual Container (VC), Tributary Unit (TU), Tributary Unit Group (TUG), Administrative Unit (AU), Administrative Unit Group (AUG) kemudian ke STM-N.

Gambar 1-33. Pembentukan Frame STM-N Dalam pembentukan frame ini melalui tahap tahap proses sebagai berikut, maping, aligning, multiplexing dan penambahan pointer. 1. Mapping, adalah proses transformasi tributari-tributari signal asinkronus kedalam Container atau Virtual Container yang berada dalam jaringan sinkron. Sebelum mapping diperlukan justifikasi positip/zero/nol (P/Z/N). 2. Aligning, adalah proses penyesuaian sebuah Virtual Container ke dalam sebuah Tributary Unit atau Administrative Unit berikut dengan informasi selisih/perbedaan clock antara VC dengan TU atau AU, VC disesuaikan pada satuan dasar yang berukuran 1 atau 3 byte dan status dari penyesuaian ditunjukan oleh TU atau AU pointer. 3. Multiplexing (dalam arti sempit), adalah penggandaan signal-signal dari lapis path lower order disesuaikan ke dalam signal lapis path higher order atau beberapa signal lapis path higher order, Misalnya, multipleksing dari beberapa TU menjadi sebuah TUG dan
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 29

beberapa TUG menjadi sebuah VC high order juga beberapa AU menjadi sebuah AUG dann buah AUG menjadi sebuah STM-N, pada multipleksing dari TU atau AU ke TUG atau AUG tidak diperlukan over-head tambahan, tetapi ketika TUG dimultipleksing ke VC ditambahkan POH dan dari AUG ke STM-N ditambahkan SOH 4. Pemrosesan Pointer, Dilakukan jika terjadi frame offset karena perbedaan frekuensi clock antara suatu VC dengan TU atau AU, Pemrosesan pointer meliputi, penunjukan posisi awal (dan informasi perubahannya) dari VC pada ruang payload TU atau AU, dan informasi dari justifikasinya (P/Z/N) Container (C) adalah unsur yang paling dasar dalam susunan multipleksing sinkron, Tributari dari PDH dipetakan ke dalam container yang sesuai sebelum diproses dalam multipleksing sinkron. Container-container dalam susunan SDH dibagi-bagi ke dalam Angka di belakang huruf C menunjukan level dari

kategori kelas C-1, C-2, C-3, C-4.

hierarkhy digital (PDH) pembentuknya. C-11 untuk PDH Amerika Orde 1 (T1) C-12 untuk PDH Eropa Orde 1 (E1) C-2 untuk PDH Amerika Orde 2 C-3 untuk PDH Eropa dan Amerika Orde 3 C4 untuk PDH Eropa orde 4

Virtual Container (VC) berfungsi untuk mendukung hubungan antar lapis path di dalam transmisi sinkron, VC berisi Payload (Container) + POH. VC dibagi kedalam 4 kelas yaitu VC-1, VC-2, VC-3, VC-4 (masing-masing berkaitan dg C-1, C-2,C-3 dan C-4). Beberapa hal yang berkaitan dengan VC adalah : VC-1 dibagi lagi menjadi VC-11 dan VC-12 VC-1 dan VC-2 disebut sebagai VC Low Order POH untuk VC low order disebut V5 VC-3 dan VC-4 disebut sebagai VC High Order POH untuk VC high order disebut VC-3 POH atau VC-4 POH

Tributari Unit (TU), berfungsi untuk menyesuaikan antara high order dengan low order dari lapis path, TU dibuat dengan menambahkan TU pointer ke VC low order (pointer digunakan untuk menunjukan derajat dari offset VC low order relatif terhadap posisi awal dari frame VC high order). TU di kelompokkan menjadi :

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 30

TU dikategorikan ke dalam TU-1, TU-2, TU-3 TU-1 dikategorikan lagi ke dalam TU-11 dan TU-12 sesuai dengan kategori VC yang dimuat.

Tributari Unit Group (TUG), fungsi TUG adalah mengumpulkan satu atau lebih TU dan menempatkannya ke lokasi tertentu dari VC high order. Dalam pembentukan TUG ada beberapa hal yang harus diperhatikan adalah : Tidak ada penambahan over-head dalam pembentukan TUG Hanya ada dua kelas dari TUG: TUG-2 dan TUG-3 TUG-2 dibentuk dari beberapa TU-1 atau dengan pemetaan langsung dari sebuah TU-2 TUG-3 dibentuk dari beberapa TU-2 atau sebuah TU-3

Administratif Unit (AU), berfungsi sebagai penyesuai antara lapis path high order dengan lapis multipleks. Ukuran AU ditentukan oleh kondisi lokasi AU. Isi AU antara lain : AU terdiri dari payload dan AU pointer Payload berisi VC high order AU pointer menunjukan offset relatif antara posisi awal dari payload dan frame dari lapis multipleks Ada dua kategori AU yaitu AU-3 dan AU-4 yang masing-masing membawa VC-3 dan VC-4.

Administratif Unit Group (AUG), Satu atau lebih AU yang menempati lokasi tertentu dari payload pada STM disebut dengan AUG, satu AUG dapat terdiri dari tiga AU-3 atau satu AU-4.

Synchronous Transfort Modul (STM), adalah hasil akhir dari susunan multipleksing sinkron dan ditransmisikan melalui jaringan transmisi sinkron, STM-N dibentuk dengan byte interleaving dari N buah AUG dan penambahan SOH pada awal framenya, N dapat berharga 1, 4, 16, 64, 256 dst.

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 31

3.6. Pembentukan STM-N dari kanal 140 Mbps


STM-N yang dibentuk dari masukan kanal 140 Mbps diawali dengan memasukkan kanal 140 Mbps ke Container-4 (C-4) yang berukuran 2340 byte, kemudian ditambahkan High Path Over Head (HPOH) sebesar 9 byte sehingga menjadi VC-4 yang berukuran 2349 byte.

Gambar 1-34. Mapping kanal 140 Mbps membentuk VC-4 Setelah ditambah ditambah High Path Over Head terjadi proses Aligning untuk membentuk AU-4 yaitu dengan ditambah AU-PTR (AU4 Pointer) sehingga VC-4 menjadi seperti berikut.

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 32

AU-4 Pointer mempunyai lokasi pada baris ke 3 kolom satu sampai kolom 9, dari 270 kolom frame STM-1.

Gambar 1-35. Penambahan AU4 PTR, RSOH dan MSOH


Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 33

Fungsi byte byte RSOH adalah sebagai berikut :

Fungsi byte byte MSOH adalah sebagai berikut :

Proses mulai awal kanal 140 Mbps dimasukkan ke C-4, untuk menjadi VC-4 ditambah dengan VC-4 POH (1x9byte), VC-4 ditambah dengan AU-4 PTR (1x9byte) menjadi AU-4, kemudian dilakukan multiplexing menjadi AUG. Selanjutnya AUG ditambah dengan RSOH (3x9byte) dan MSOH (5x9byte) akan menjadi STM-1. VC-4 = C-4 + VC-4 POH = (9x260) + (9x1) = 2349 byte AU-4 = VC-4 + AU-4 PTR = 2349 + (1x9) = 2358 byte STM-1 = AU-4 + RSOH + MSOH = 2358 + (3x9) + (5x9) = 2430 byte

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 34

3.7. Pembentukan STM-1 dari kanal 34 Mbps


Pembentukan frame STM-1 dari kanal 34 Mbps melalui proses mapping, aligning, multiplexing dan penambahan pointer. Mapping dilakukan pada pembentukan VC-3, aligning dilakukan pada pembentukan TU-3, multiplexing terjadi pada pembentukan VC-4, setelah itu dilakukan penambahan Pointer, RSOH dan MSOH seperti pada pembentukan frame STM-1 dari kanal 140 Mbps.

Gambar 1-36. Pembentukan STM-1 dari kanal 34 Mbps Kanal 34 Mbps dimasukkan pada C-3 (9x84byte), kemudian ditambah dengan LPOH akan menjadi VC-3 (9x85byte), VC3 ditambah dengan TU-3 PTR (3byte) menjadi TU-3, untuk
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 35

memenuhi (9x86byte) TU-3 ditambah dengan 5 byte sehingga menjadi TUG-3, untuk membentuk VC-4, TUG-3 dimultiplexing 3x dan ditambah POH (9x1) + (9x2byte), sehingga VC-4 = 3 x TUG-3 + POH + 18 byte = 3 x 774 byte + 9 + 18 byte = 2349 byte.

Gambar 1-37. Posisi TU-3 PTR pada TU-3 VC-4 yang dibentuk dari TUG-3 mempunyai ukuran sama dengan VC-4 yang dibentuk dari kanal 140 Mbps, selanjutnya untuk membentuk STM-1 dilakukan langkah langkah sama dengan STM 1 dari kanal 140 Mbps. AU-4 = VC-4 + AU-4 PTR = 2349 + (1x9) = 2358 byte, STM-1 = AU-4 + RSOH + MSOH = 2358 + (3x9) + (5x9) = 2430 byte

3.8. Pembentukan STM-1 dari kanal 2 Mbps


STM-1 yang dibentuk dari kanal 2 Mbps diawali dengan memasukkan kanal 2 Mbps ke

Gambar 1-38. Pembentukan VC-12 dan TU-12


Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 36

Container C-12, kemudian ditambah dengan LPOH sehingga menjadi VC-12. LPOH berupa V5, J2, N2 dan K4. Untuk memenuhi 36 byte standard frame VC-12 maka ditambahkan byte stuffing R sebanyak 2 byte.
1 Frame = 32 byte 1 Frame = 125 S Ts0 Ts1 Ts15 Ts16 Ts17 Ts31 2 Mbps

V5

2M 35 byte

J2

2M

N2 VC-12

2M

K4

2M

Gambar 1-39. Penambahan LPOH dan Byte Stuffing Keterangan : V5, J2, N2, K4 adalah Low Path Over Head V5 J2 N2 K4 K4 = Error chacking, Signal Label, Path Status = Path Trace = Network Operator Byte = Automatic Protection Switch (b1 s/d b4) = Enhanced Remote Defect Indication (RDI) pada (b5 s/d b7)

Path Over Head V5 BIP-2


1 2 REI 3 RFI 4

Signal Label
5 6 7

RDI 8

Gambar 1-40. Path Over Head V5 Keterangan : BIP-2 REI = Bit Interleaved Party check the preceding VC = VC path Remote Error Indication sent back to the originating end of a VC Which gives an error in the BIP-2 check RFI = VC Path Remote Failure Indication

Signal Label = Indication the type of mapping RDI = VC path Remote Detect Indication used to indicate the TU-12 Path AIS as signal failure

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 37

V5

2M 35 byte

J2

2M 35 byte

N2

2M 35 byte

K4

2M 35 byte

VC-12

V1

VC-12

V2

VC-12

V3

VC-12

V4

VC-12

TU-12

V4 V3 V2 V1 V5 J2 2M N2

K4 2M

2M R

2M R

Gambar 1-41. Penambahan TU-12 PTR pada VC-12 Keterangan : V1 V2 V3 V4 = TU Pointer 1 = TU Pointer 2 = TU Pointer 3 = Reserve R = Stuff Byte V5, J2, N2, K4 = Path Over Head

TU-12 = (VC-12) + TU-12 PTR (V1 + V2 + V3 + V4) Selanjutnya 3 TU-12 dimasukkan ke TUG-2 yang mempunyai ukuran 9 baris x 12 kolom. Kapasitas TUG-2 dapat menampung 3 TU-12, multiplexing dilakukan mulai dari Pointer V1 TU-12 # 1 kemudian Pointer V1 TU-12 # 2, kemudian Pointer V1 TU-12 # 3.

Gambar 1-42. Multiplexing TUG-2 ke TUG-3 Selanjutnya Path Over Head V5 TU-12 #1 dilanjutkan Path Over Head V5 TU-12 #2, dan kemudian Path Over Head V5 TU-12 #3, kemudian Payload TU-12 #1 dilanjutkan Payload
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 38

TU-12 #2 dan Payload TU-12 #3, dan seterusnya sampai semua isi ke tiga TU-12 dimasukkan ke TUG-2 semuanya. Multiplexing ini dilakukan byte demi byte.
TU-12 # 1 4 Column V4 V3 V2 V1 V5 C C D D A D A A B B C D A B B C D C D A J2 K4 N2
9 Row

TU-12 # 2 4 Column V4 V3 V2 V1 V5 C D A A B B D J2 K4 N2
9 Row

TU-12 # 3 4 Column V4 V3 V2 V1 V5 C C D D D D J2 K4 N2

A A A A B B C B

B C

A B C

B C

V4 V3 V2 V1

V4 V3

V4 V3

K4 N2

K4 N2

K4 N2

V2 V1 A

V2 V1 A

J2 V5 A

J2 V5 B B B B

J2 V5 B B B #1 C C B C #2 C C C C #3 C C C C #1 D D C D #2 D D D D #3 D D D D D

9 Row

A #1 A A #2 A A

A #3 A A

A #1 B B

#2 B

#3 B

12 Column TUG-2

Gambar 1-43. Multiplexing TU-12 ke TUG-2 Multiplexing TU-12 ke TUG-2 tanpa ada tambahan byte. TU-12 terdiri dari 36 byte yaitu 4 kolom x 9 baris dimultiplex 3 kali menghasilkan TUG-2 sebesar 12 kolom x 9 baris = 108 byte, hal ini sama dengan 36 x 3 = 108 byte. Selanjutnya TUG-2 dimultiplex sebanyak 7 kali untuk membentuk TUG-3. Sedikit berbeda dengan proses pembentukan TUG-2, maka pada pembentukan TUG-3 ini, disamping multiplexing juga dilakukan penambahan byte (Stuffing Byte) sebanyak 18 byte, hal ini karena jika jumlah byte TUG-2 dikalikan 7 belum memenuhi kapasitas TUG-3. Ukuran TUG-

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 39

2 sebesar 108 byte dikalikan 7 (108 x 7 = 756 byte), sedang ukuran TUG-3 adalah 86 x 9 = 774 byte, sehingga masih kurang 774 756 = 18 byte.
TUG-3 # 1 S S V4 V3 ST ST V2 S TU TU S S T UFTV1 S UF T U F FU F F T U FF FF U FF FF F F TUG-3 # 2 V4 S S V3 ST ST S TU TV2 S U S T UFTV1 S UF T U F FU F F T U FF FF U FF FF F F TUG-3 # 3 V4 S S V3 ST ST S T S TV2 U U S T S TV1 UF UF TU TU FF FF UF UF F F FF FF F F

VC-4

V4 V4 V4 S S S S S S S S V1 V1 V1 PS T S T S T S T S T S T S T S T V3 V3 V3 V1 V1 V1 U V2 PSOT SU T SU T SU T S T SU T SU T SU T U V1 V1 V1 V2 V2 O S S S S S S S FU F P S THUTF UTF UTF U TF UTF UTF UTV1 V1 V1 P OTHU TFUF FUF FUF F UF FUF FUF FUF F F #1 #2 #3 T T T T T T F O HU F UF F UF F UF F U F UF F UF F UF F F #1 #2 #3 F F F F F F F F F F F F F F F #1 #2 #3 H F F F F F F F F F #1 #2 #3 258 Column 261 Column

9 Row

Gambar 1-44. Multiplexing TUG-3 ke VC-4 Pada pembentukan VC-4, disamping multiplexing juga dilakukan penambahan byte (Stuffing Byte) sebanyak 18 byte dan penambahan High Path Over Head, hal ini karena jika jumlah byte TUG-3 dikalikan 3 belum memenuhi kapasitas VC-4. Ukuran TUG-3 sebesar 774 byte dikalikan 3 (774 x 3 = 2322 byte), sedang ukuran VC-4 adalah 261 x 9 = 2349 byte, sehingga masih kurang 2349 2322 = 27 byte, yang terdiri atas POH 9 byte dan Stuff byte 2 x 9 byte. Dengan penambahan byte stuff pada level ini menjadikan jumlah byte stuff adalah sebesar 8 kolom x 9 baris = 72 byte, setelah itu diletakkan pointer (TU-12 Pointer) berurutan dari TUG3 #1, TUG-3 # 2 dan TUG-3 # 3, selanjutnya berisi payload VC-12 yang berasal dari TUG-2. Jika diuraikan secara terperinci, susunan Container, Path Over Head, Pointer serta Byte Stuff adalah sebagai berikut : Kanal 2 Mbps Container C-12 Virtual Container VC-12 + Path Over Head dan Byte Stuff (9 + 18) byte

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 40

VC-12 menjadi TU-12 ditambahkan TU-12 Pointer (TU-12 PTR = 9 byte) TU-12 menjadi TUG-2, multiplexing 3 kali, sehingga TUG-2 dapat dimuati kanal 2 Mbps sebanyak 3 kanal 2 Mbps atau 3 E1. TUG-2 menjadi TUG-3, multiplexing 7 kali, sehingga TUG-3 dapat dimuati 7 x 3 E1 = 21 kanal E1, disamping itu terdapat penambahan byte stuff sebanyak 18 byte. TUG-3 menjadi VC-4, multiplexing 3 kali, sehingga VC-4 dapat dimuati 3 x 21 E1 = 63 kanal E1, ditambah Path Over Head 9 byte dan byte stuff 18 byte.
261 Column HPOH 9 byte Byte Stuff 72 byte 63 TU-12 PTR 63 TU-12 VC-4

P O H

AU-4 HPOH 9 byte Byte Stuff 72 byte 63 TU-12 PTR 63 TU-12

AU Pointer

P O H

9 Baris

270 Column

Gambar 1-45. Penambahan AU-4 Pointer pada VC-4 VC-4 menjadi AU-4, merupakan proses aligning, pada proses ini dilakukan penambahan AU Pointer (AU-4 PTR) sebanyak 9 byte, sehingga jumlah byte pada AU-4 adalah 261 kolom kali 9 baris Virtual Container (VC-4) ditambah 1 baris kali 9 kolom AU Pointer sehingga sebesar (261 x 9 = 2349 + 9 = 2358 byte). Selanjutnya AU-4 akan dimultiplex 1 kali menjadi AUG, dalam multiplexing ini tidak dilakukan penambahan byte apapun, sehingga isi frame AUG masih sama dengan isi frame AU-4.
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 41

Pembentukan STM-1 dari AUG dilakukan dengan penambahan Section Over Head (SOH), yang terdiri dari Regenerative SOH dan Multiplexer SOH.
AU-4 HPOH 9 byte Byte Stuff 72 byte 63 TU-12 PTR 63 TU-12

AU Pointer

P O H

9 Baris

9 Kolom

261 Kolom

9 3 1 5 RSOH AU Pointer MSOH P O H

STM-1 HPOH 9 byte Byte Stuff 72 byte 63 TU-12 PTR 63 TU-12

9 Baris

270 Kolom

Gambar 1-46. Pembentukan Frame STM-1 dari AU-4 Tambahan yang dilakukan pada pembentukan frame STM-1 dari AUG adalah Section Over Head yaitu RSOH dan MSOH, dengan jumlah byte RSOH adalah 27 byte dan MSOH adalah 45 byte.

3.9. Kapasitas kanal STM-1.


Kapasitas kanal yang dapat ditampung dalam Frame STM-1 ditentukan oleh kanal informasi masukan PDHnya, apakah dari kanal orde 1 (2 Mbps), orde 2 (34 Mbps) atau PDH orde 2 (140 Mbps). Kapasitas kanal dapat dinyatakan dalam kanal satuan 64 kbps, tetapi biasanya sering kali pengukuran kapasitas dinyatakan dalam standar ETSI yaitu E1. Dalam menentukan kapasitas ini dihitung berdasarkan multiplexing yg terjadi pada tiap kanal masukan.
Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 42

Untuk masukan kanal 2 Mbps maka dapat dihitung sebagai berikut : Multiplexing pertama terjadi pada proses pembentukan TUG-2, yaitu 3 kali TU-12, sedang satu TU-12 berisi 1 kanal 2 Mbps (30 kanal @ 64 kbps), sehingga TUG-2 dapat menampung 3 x 30 kanal @ 64 kbps = 90 kanal @ 64 kbps. Multiplexing kedua terjadi pada proses pembentukan TUG-3, yaitu 7 kali TUG-2, sehingga TUG-3 dapat menampung 7 x 90 kanal @ 64 kbps = 630 kanal @ 64 kbps. Multiplexing ketiga terjadi pada proses pembentukan VC-4, yaitu 3 kali TUG-3, sehingga VC-4 dapat menampung 3 x 630 kanal @ 64 kbps = 1890 kanal @ 64 kbps. Multiplexing terakhir pada pembentukan AUG dari AU-4 yang berisi VC-4 + AU-4 PTR, hanya dilakukan sekali (1x) sehingga kapasitas kanal yng dibawa oleh AUG sama dengan VC-4, demikian juga STM-1 akan berisi 1890 kanal @ 64 kbps atau setara dengan 63 E1, karena 1 E1 = 30 kanal @ 64 kbps. Jadi STM-1 yang dibentuk dari kanal 2 Mbps dapat menampung 1890 kanal @ 64 kbps atau 63 E1. Untuk masukan kanal 34 Mbps maka dapat dihitung sebagai berikut : Multiplexing pertama terjadi pada proses pembentukan VC-4, yaitu 3 kali TUG-3, pada proses ini TUG-3 berisi 1 TU-3, sedangkan TU-3 berisi 1 VC-3 (480 kanal @ 64 kbps), sehingga VC-4 dapat menampung 3 x 480 kanal @ 64 kbps = 1440 kanal @ 64 kbps. Multiplexing terakhir pada pembentukan AUG dari AU-4 yang berisi VC-4 + AU-4 PTR, hanya dilakukan sekali (1x) sehingga kapasitas kanal yng dibawa oleh AUG sama dengan VC-4, demikian juga STM-1 akan berisi 1440 kanal @ 64 kbps atau setara dengan 48 E1, karena 1 E1 = 30 kanal @ 64 kbps. Jadi STM-1 yang dibentuk dari kanal 34 Mbps dapat menampung 1440 kanal @ 64 kbps atau 48 E1. Untuk masukan kanal 140 Mbps maka dapat dihitung sebagai berikut : Kanal 140 Mbps berisi 1920 kanal @ 64 kbps, kanal ini dalam proses menuju STM-1 hanya mengalami multiplexing sekali yaitu pada pembentukan AUG, sedangkan AUG dibentuk dari VC-4 yang menampung C-4 yang mempunyai jumlah kanal 1920 kanal, sehingga STM-1 akan berisi 1920 kanal @ 64 kbps atau setara dengan 64 E1, karena 1 E1 = 30 kanal @ 64 kbps. Jadi STM-1 yang dibentuk dari kanal 140 Mbps dapat menampung 1920 kanal @ 64 kbps atau 64 E1.

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 43

4. Kesimpulan.
STM-1 yang dibentuk dari kanal PDH Eropa dapat berisi 1440 kanal, 1890 kanal atau 1920 kanal. Namun demikian sebenarnya effisiensi paling menguntungkan jika STM-1 dibentuk dari kanal 2 Mbps, hal ini karena kanal 2 Mbps dapat dimasukkan langsung ke C-12 untuk membentuk STM-1, tidak perlu memerlukan orde PDH lebih tinggi berikutnya dan dapat menghasilkan 1890 kanal @ 64 kbps atau 63 E1. Jika dimasuki kanal 34 Mbps, dari kanal 2 Mbps harus dinaikkan terlebih dahulu melalui kanal 8 Mbps, sedangkan hasilnya hanya akan didapat jumlah kanal sebesar 1440 kanal @ 64 kbps, atau 48 E1. Jika dibentuk dari kanal 140 Mbps memang menghasilkan jumlah kanal terbesar yaitu 1920 kanal @ 64 kbps atau 64 E1, tetapi dalam kanal PDH harus melalui proses orde 1, orde 2, orde 3 dan hasilnya hanya berbeda 1 E1.

Media Pembelajaran Berbasis Multimedia

Mata Kuliah Teknik Transmisi halaman 44

You might also like