You are on page 1of 30

Hukum Jihad itu terbagi dua : Fardu Ain dan Fardu Kifayah.

Menurut Ibnul Musayyab hukum Jihad adalah Fardu Ain sedangkan menurut Jumhur Ulama hukumnya Fardy Kifayah yang dalam keadaan tertentu akan berubah menjadi Fardu Ain. A. Fardu Kifayah : Yang dimaksud hukum Jihad fardu kifayah menurut jumhur ulama yaitu memerangi orang orang kafir yang berada di negeri-negeri mereka. Makna hukum Jihad fardu kifayah ialah, jika sebagian kaum muslimin dalam kadar dan persediaan yang memadai, telah mengambil tanggung-jawab melaksanakannya, maka kewajiban itu terbebas dari seluruh kaum muslimin. Tetapi sebaliknya jika tidak ada yang melaksanakannya, maka kewajiban itu tetap dan tidak gugur, dan kaum muslimin semuanya berdosa. Tidaklah sama keadaan orang-orang yang duduk (tidak turut berperang) dari kalangan orang-orang yang beriman selain daripada orang-orang yang ada keuzuran dengan orangorang yang berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan orang -orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mer eka atas orang-orang yang tinggal duduk (tidak turut berperang karena uzur) dengan kelebihan satu derajat. Dan tiap-tiap satu (dari dua golongan itu) Allah menjanjikan dengan balasan yang baik (Syurga), dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang tinggal duduk (tidak turut berperang dan tidak ada uzur) dengan pahala yang amat besar. (QS An-Nisa 95) Ayat diatas menunjukan bahwa Jihad adalah fardu kifayah, maka orang yang duduk tidak berjihad tidak berdosa sementara yang lain sedang berjihad. ketetapan ini demikian adanya jika orang yang melaksanakan jihad sudah memadai(cukup) sedangkan jika yang melaksanakan jihad belum memadai (cukup) maka orang-orang yang tidak turut berjihad itu berdosa. Dan jihad ini diwajibkan kepada laki-laki yang baligh, berakal, sehat badannya dan mampu melaksanakan jihad. Dan ia tidak diwajibkan atas: anak -anak, hamba sahaya, perempuan, orang pincang, orang lumpuh, orang buta, orang kudung, dan orang sakit. Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya a kan diazab-Nya dengan azab yang pedih.(QS Al-Fath 17) Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS At-Taubah 91) Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu. lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (QS AtTaubah 92)

Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang -orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama orangorang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka). (QS At-Taubah 93) Ibnu Qudamah mengatakan: Jihad dilaksanakan sekurang -kurangnya satu kali setiap tahun. Maka ia wajib dilaksanakan pada setiap tahun kecuali uzur. Dan jika keperluan jihad menuntut untuk dilaksanakan lebih dari satu kali pada setiap tahun, maka jihad wajib dilaksanakan karena fardu kifayah. Maka jihad wajib dilaksanakan selama diperlukan. Imam Syafii mengatakan : Jika tidak dalam keadaan darurat dan tidak ada uzur, perang tidak boleh diakhirkan hingga satu tahun. Al-Qurtubi mengatakan: Imam wajib mengirimkan pasukan untuk menyerbu musuh satu kali pada setiap tahun, apakah ia sendiri atau orang yang ia percayai pergi bersama mereka untuk mengajak dan menganjurkan musuh untuk masuk Islam, menolak gangguan mereka dan menzahirkan Dienullah sehingga mereka masuk Islam atau menyerahkan jizyah. Abu Maali Abdul Malik bin Abdullah Al-Juwaini, yang terkenal dengan panggilan Imamul Haramain mengatakan : Jihad adalah dakwah yang bersifat memaksa, jihad wajib dilaksanakan menurut kemampuan sehingga tidak tersisa kecuali Muslim atau Musalim, dengan tidak ditentukan harus satu kali didalam setahun, dan juga tidak dinafikan sekiranya memungkinkan lebih dari satu kali. Dan apa yang dikatakan oleh para Fukaha (sekurangkurangnya satu kali pada setiap tahun, mereka bertitik tolak dari kebiasaan bahwa harta dan pribadi(jiwa) tidak mudah untuk mempersiapkan pasukan yang memadai lebih dari satu kali dalam setahun. Perlu kita fahami bahwa praktek jihad yang hukumnya fardu kifayah ini adalah jihad yang secara langsung berhadapan memerangi orang-orang kafir, sedangkan jihad yang tidak secara langsung berhadapan dengan orang-orang kafir hukumnya fardu ain. Sulaiman bin Fahd Al-Audah mengatakan, Ibnu Hajar telah memberikan isyarat tentang kewajiban Jihad dengan makna yang lebih umum sebagai fardu ain, maka beliau mengatakan : Dan juga ditetapkan bahwa jenis jihad terhadap orang kafir itu fardu ain atas setiap muslim : baik dengan tangannya, lisannya, hartanya ataupun dengan hatinya. Hadist-hadist yang menerangkan bahwa hukum jihad dalam makna yang umum (dengan tangan, harta atau hati) itu jihad fardu ain, antara lain : Barangsiapa yang mati sedangkan ia tidak berperang, dan tidak tergerak hatinya untuk berperang, maka dia mati diatas satu cabang kemunafikan. (HR Muslim, Abu Daud, Nasai, Ahmad, Abu Awanah dan Baihaqi) Sesiapa yang tidak berperang atau tidak membantu persiapan orang yang berperang, atau tidak menjaga keluarga orang yang berperang dengan baik, niscaya Allah timpakan kepadanya kegoncangan. Yazid bin Abdu Rabbihi berkata : Didalam hadist yang diriwayatkan ada perkataan sebelum hari qiamat. (HR Abu Daud, Ibnu Majah, Darimi, Tabrani, Baihaqi dan Ibnu Asakir)

Dari dua hadist di atas kita mendapat pelajaran bahwa ancaman kematian pada satu cabang kemunafikan dan mendapat goncangan sebelum hari kiamat adalah bagi orang yang tidak berjihad, tidak membantu orang berjihad dan tidak tergerak hatinya untuk berjihad. Jadi orang-orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk pergi berperang secara langsung mengahadapi orang-orang kafir, mereka harus tergerak hatinya untuk berperang seperti halnya orang yang lemah dan orang yang sakit. Dan sekiranya hukum jihad secara langsung berhadapan dengan orang -orang kafir sudah berubah dari fardu kifayah menjadi fardu ain, maka tidak ada yang dikecualikan siapapun harus pergi berperang dengan apa dan cara apapun yang dapat dilakukan. Dibawah ini akah dibahas mengenai keadaan Jihad yang hukumnya fardu ain. B. Fardu Ain Hukum Jihad menjadi Fardu Ain dalam beberapa keadaan: 1. Jika Imam memberikan perintah mobilisasi umum. Jika Imam kaum muslimin telah mengumumkan mobilisasi umum maka hukum jihad menjadi fardu ain bagi kaum muslimin yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan jihad dengan segenap kamampuan yang dimilikinya. Dan jika Imam memerintahkan kepada kelompok atau orang tertentu maka jihad menjadi fardu ain bagi siapa yang ditentukan oleh imam. Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa nabi Muhammad saw bersabda pada hari Futuh Mekkah: Tidak ada hijrah selepas Fathu Mekkah, tetapi yang ada jihad dan niat, Jika kalian diminta berangkat berperang, maka berangkatlah. (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai, Darimi dan Ahmad) Makna Hadist ini : Jika kalian diminta oleh Imam untuk pergi berjihad maka pergilah Ibnu Hajjar mengatakan : Dan didalam hadist tersebut mengandung kewajiban fardu ain untuk pergi berperang atas orang yang ditentukan oleh Imam. 2. Jika bertemu dua pasukan, pasukan kaum Muslimin dan p asukan kuffar. Jika barisan kaum muslimin dan barisan musuh sudah berhadapan, maka jihad menjadi fardu ain bagi setiap orang Islam yang menyaksikan keadaan tersebut. Haram berpaling meninggalkan barisan kaum Muslimin. Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). (QS Al-Anfal 15) Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.(QS Al-Anfal 16)

Rasulullah saw bersabda : Jauhilah t ujuh perkara yang membinasakan, Beliau saw ditanya: Ya Rasulullah, apa tujuh perkara yang membinasakan itu? Beliau saw menjawab : (1) Mempersekutukan Allah, (2) Sihir, (3) Membunuh orang yang telah dilarang membunuhnya, kecuali karena alasan yang dibenarkan Allah, (4)Memakan harta anak yatim, (5) Memakan riba, (6) lari dari medan pertempuran; dan (7) Menuduh wanita muminah yang baik dan tahu memelihara diri, berbuat jahat (zina). (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, An-Nasai, Thahawi, Baihaqi, Baghawi). 3. Jika musuh menyerang wilayah kaum Muslimin. Jika musuh menyerang kaum muslimin maka jihad menjadi fardu ain bagi penghuni wilayah tst. Sekiranya penghuni wilayah tsb tidak memadai untuk menghadapi musuh, maka kewajiban meluas kepada kaum muslimin yang berdekatan dengan wilayah tst, dan seterusnya demikian jika belum memadai juga, jihad menjadi fardu ain bagi yang berdekatan berikutnya hingga tercapai kekuatan yang memadai. Dan sekiranya belum memadai juga, maka jihad menjadi fardu ain bagi seluruh kaum muslimin diseluruh belahan bumi. Ad Dasuki (dari Mazhab Hanafi) berkata : Didalam menghadapi serangan musuh, setiap orang wajib melakukannya, termasuk perempuan, hamba sahaya dan anak anak mesikipun tidak diberi izin oleh suami, wali dan orang yang berpiutang. Didalam kitab Bulghatul Masalik li Aqrabil Masalik li Mazhabil Imam Malik dikatakan : Dan jihad ini hukumnya fardu ain jika Imam memerintahkanya, sehingga hukumnya sama dengan sholat, puasa dan lain sebagainya. Kewajiban jihad sebagai fardu ain ini juga disebabkan adanya serangan musuh terhadap salah satu wilayah Islam. Maka bagi siapa yang tinggal diwilayah tersebut, berkewajiban melaksanakan jihad, dan sekiranya orang-orang yang berada disana dalam keadaan lemah maka barangsiapa yang tinggal berdekatan dengan wilayah tersebut berkewajiban untuk berjihad. Dalam keadaan seperti ini, kewajiban jihad berlaku juga bagi wanita dan hamba sahaya walaupun mereka dihalang oleh wali, suami, atau tuannya, atau jika ia berhutang dihalangi oleh orang yagn berpiutang. Dan juga hukum jihad menjadi fardu ain disebabkan nazar dari seseorang yang ingin melakukannya. Dan kedua ibu-bapa hanya berhak melarang anaknya pergi berjihad manakala jihad masih dalam keadaan fardu kifayah. Dan juga fardu kifayah membebaskan tawanan p erang jika ia tidak punya harta untuk menebusnya, walaupun dengan menggunakan serluruh harta kaum muslimin. Ar Ramli (Dari Mazhab Syafii) mengatakan : Maka jika musuh telah masuk kedalam suatu negeri kita dan jarak antara kita dengan musuh kurang daripad jarak qashar sholat, a maka penduduk negeri tersebut wajib mempertahankannya, hatta (walaupun) orang-orang yang tidak dibebani kewajiban jihad seperti orang-orang fakir, anak-anak, hamba sahaya dan perempuan. Ibnu Qudamah (dari Mazhab Hambali) mengatakan :Jihad menjadi fardu ain didalam 3 keadaan: a. Apabila kedua pasukan telah bertemu dan saling berhadapan. b. Apabila orang kafir telah masuk (menyerang) suatu negeri (diantara negeri negeri Islam), Jihad menjadi fardu ain atas penduduknya untuk memerangi orang kafir tsb dan menolak

mereka. c. Apabila Imam telah memerintahkan perang kepada suatu kaum, maka kaum tsb wajib berangkat. C. Hukum Jihad pada masa sekarang. Dari keterangan diatas kita memperoleh gambaran bahwa hukum jihad berubah ubah sesuai dengan perubahan kondisi dan situasi. Timbul pertanyaan : Apakah hukum jihad pada masa sekarang ini? Apakah fardu ain atau fardu kifayah? Ketetapan jumhur ulama bahwa hukum jihad itu fardu kifayah adalah fatwa mereka bagi kaum muslimin dalam keadaan khilafah Islamiyyah masih tegak, itupun dengan menetapkan pula adanya kondisi yang boleh menyebabkan berubahnya hukum jihad dari fardu kifayah menjadi fardu ain. Sekarang keadaanya lain, bumi sudah berubah, situasi dan kondisipun telah berubah dengan lenyapnya kekuasaan Islam, dan khilafah Islamiyah. Keadaan seperti ini mewajibkan kita untuk meninjau kembali pokok masalahnya. Abu Ibrahim Al-Misri menyatakan : Kita mulai dengan tarif dua istilah ini Fardu Ain : Yaitu kewajiban yang zatiah dibebankan kepada setiap muslim. Fardu Kifayah : Yaitu perintah yang ditujukan kepada kaum muslimin secara umum, jika sebagian kaum muslimin melaksanakannya maka gugurlah kewajiban yang lainnya, dan jika tidak ada yang melaksanakannya maka berdosalah semua kaum muslimin. Bertitik tolak dari fardu kifayah, membuahkan pertanyaan kepada kita tetapi jawabannya kita tangguhkan : Apakah perintah dalam urusan kita dan apakah tujuan jihad kita? Pertanyaan tidak sempurna melainkan ditambah dengan pertanyaan lainnya : Apakah tujuan Jihad itu akan tercapai dengan hanya melibatkan sebagian kaum muslimin atau tidak?Sesungguhnya fatwa yang ringkas dan jalan pintas bagi menetapkan hukum mengenai masalah ini, saya katakan: Dengan mentakhrij pada usul fuqaha dan syarat-syarat yang ditetapkan mereka, orang muslim itu tidak dapat menyatakan melainkan bahwa telah terjadi Ijma para Fuqaha umat Islam bahwasannya Jihad itu adalah fardu ain pada zaman kita sekarang ini. Berbagai keadaan yang menetapkan jihad menjadi fardu ain telah terkumpul pada zaman in bahkan telah i, berlipat ganda dengan sesuatu yang tidak terlintas dalam benak salah seorang mereka sekiranya ia tidak meninggalkan kesan di tengah-tengah penyimpangan dari hukum ini. Imam Qurtubi bekata : Setiap orang yang mengetahui kelemahan kaum muslimin dalam menghadapi musuhnya, dan ia mengetahui bahwa musuhnya itu akan dapat mencapai mereka sementara ia pun memungkinkan untuk menolong mereka, maka ia harus keluar bersama mereka (menghadapi musuh tsb) Imam Ibnu Taimiyyah berkata : Jika musuh hendak menyerang kaum muslimin, maka menolak musuh itu menjadi wajib atas semua orang yang menjadi sasaran musuh dan atas orang-orang yang tidak dijadikan sasaran mereka.

Aku (Abu Ibrahim Al-Misri) katakan hampir saja jiwa ini binasa karena kesedihan terhadap mereka Siapakah diantara kita yang tidak dituju dan tidak dijadikan sasaran makar (rencana) para pembuat makar. Belahan bumi yang manakah sekarang ini yang selamat dari permainan para pembuat bencana? Hamparan tanah yang manakah sekarang ini yang diatasnya panji Khilafah dan Kekuatan Islam ditinggikan? Jika engkau tidak tahu maka tanyalah bumi ini, ia akan menjawab sambil mengadukan kepada Rabbnya kezhaliman para Thogut dan sikap masa bodo nya kaum muslimin sesama mereka sendirimaka adakah benar perbantah an orang-orang yang bermujadalah bahwa jihad itu fardu kifayah, bukan fardu ain? Kami ingin keluar dariapda perselisihan dan mengakhiri perbantahan, maka kami katakan : Apakah tujuan yang dituntut di dalam kewajiban Jihad atas pertimbangan bahwa sebagian kaum muslimin melaksanakannya maka kewajiban itu gugur dari yang lain? Serahkan jawabannya pada Fuqaha kita Al-Kasani berkata : Yang mewajibkan jihad ialah : Dakwah kepada Islam, meninggikan Ad-Dien yang hak, dan menolak kejahatan orang-orang kafir dan pemaksaan (paksaan) mereka. Imam Ibnul Hammam mengatakan : Sesungguhnya jihad itu diwajibkan hanyalah untuk meninggikan Dienullah dan menolak kejahatan manusia. Maka jika tujuan itu berhasil dengan dilaksanakannya oleh sebagian kaum muslimin maka gugurlah kewajiban bagi yang lain, sama halnya seperti sholat jenazah dan menjawab salam. Kami memohon ampun kepada Allah karena kami tidak patut mendahului Allah dan RasulNya. sesungguhnya Allah telah menerangkan jauh sebelum ini dan selanjutnya telah dirinci (dijelaskan) pula oleh Rasulullah saw mengenai tujuan jihad yang dimaksud ini. Perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah, dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.. (QS Al-Anfal 39) Aku telah diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, hingga manusia beribadah hanya kepada Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, rezekiku dijadikan-Nya dibawah bayangan tombakku, dan kerendahan serta kehinaan dijadikan-Nya terhadap orang yang menyalahi perintahku. Dan siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka. (HR Ahmad dan Tabrani) Aku diperintah memerangi manusia, sehingga mereka bersyahadat bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan aku Rasulullah. Apabila mereka telah mengatakan demikian maka terpeliharalah darah dan harta mereka daripadaku, kecuali sebab haknya (mereka melakukan pelanggaran); sedangkan perhitungan mereka terpulang kepada Allah. (HR Bukhari, Muslim, An-Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah) Adakah Fitnah telah sirna? Adakah kejahatan, pemaksaan dan penguasaan orang orang kafir telah sirna(hilang) dan semua agama itu semata-mata untuk Allah? Maka bukan dipandang dari segi fardu ainnya jihad yang dilaksanakan oleh kaum muslimin dan bukan pula dari segi fardu kifayahnya, sejumlah kaum muslimin telah lupa/malas/enggan berjihad sehingga mencapai kejayaan dan kekuasaan yang sangat minim (kecil) bagi kaum

muslimin, yaitu berpuluh puluh tahun mereka tetap berada dalam kerendahan, kehinaan, dan dibawah pemaksaan musuh serta dalam keadaan tertindas. Maka kemanakah kalian hendak pergi? Al-Quran itu tiada lain sebagai peringatan bagi semesta alam (yaitu) bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan sekiranya dalam kondisi gelap gulita yang mengancam umat secara individu dan kelompok ini, hukum jihad tidak menjadi fardu ain, maka bilakah tujuan itu akan dapat tercapai? Adakah ia akan wujud seperti hidangan yang turun dari langit, yang pada hidangan itu ada mangkok Khilafah yang berisi ketentraman dan pertolongan rabbmu, serta berisi kemuliaan dan kejayaan kaum muslimin lainnya? Ataukah sekiranya hidangan yang turun itu terlambat, hukum jihad akan menjadi fardu ain setelah musuh merampas negeri kaum muslimin, dan setelah perlengkapan untuk memikul agama ini sempurna? Padahal kita tahu bahwa Allah itu Maha Benar lagi Maha Menjelaskan segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya. Manakah toifah yang berperang untuk membela Dien ini, yang tidak akan dimudaratkan oleh orang yang menyalahinya dan oleh orang yang meremehkannya? Manakah Rubi bin Amir yang mengatakan : Allahlah yang telah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan terhadap manusia menuju penghambaan terhadap rabb seluruh manusia, dari kezhaliman berbagai agama kepada keadilan Islam, dan dari kesempitan dunia kepada kelapangan dunia dan akhirat. Manakah fuqaraul Muhajirin yang (mereka telah diusir dari kampung halaman dan harta mereka karena mencari karunia Allah dan keridhaan -Nya dan karena menolong Allah dn Rasul-Nya. Dan mereka itulah orang-orang yagn benar)? Dan diantara ujian buruk dan lucu, ada seorang syaikh yang terhormat ditanya oleh s alah seorang muridnya dalam keadaan kerhormatan kaum muslimin tengah dirusak dan bumi mereka tengah dirampas. Murid itu bertanya tentang kewajiban Jihad, kemudian ia menjawab: Fardu Kifayah. Kemudian ia melanjutkan pertanyaan :Bilakah Jihad menjadi Fardu ain? Ia menjawab:Ketika musuh memasuki negeri kita. Maka salah seorang syaikh mujahid memberikan komentar dengan mengatakan : Maha suci Rabbku, adakah ayat-ayat yang diturunkan tentang Jihad dan tentang mempertahankan bumi kaum muslimin dengan menetapkan hanya sebidang tanah ini? Bukan bumi Allah yang luas? Aku (Abu Ibrahim Al-Misri) katakan: Mungkin syaikh kita ini belum membaca apa yang dikatakan oelh Ibnu Taimiyyah tentang itu. Ibnu Taimiyyah mengatakan : Apabila musuh telah memasuki negeri-negeri Islam, maka tidak ada keraguan lagi bahwa mempertahankannya adalah wajib atas orang-orang yang paling dekat, kemudian atas orangorang yang terdekat berikutnya. karena pada hakikatnya kedudukan seluruh negeri negeri Islam itu adalah satu negeri. Dan sesungguhnya berangkat ke negeri tersebut adalah wajib hukumnya, tanpa perlu izin orang tua dan orang yang berpiutang. Dan nash-nash dari Imam Ahmad dalam hal ini sangat jelas.

Dan diantara perkara yang menambah sakit dan kerugian seseorang itu jika dia tid pernah ak mengetahui keadaan kaum muslimin, kehinaan mereka, dan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak dan kehormatan mereka baik dibarat maupun di timur. Itu adalah musibat, karena sesungguhnya orang yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin tidak m ungkin dia akan termasuk dalam golongan kaum muslimin. Dan sekiranya kamu mengetahui tapi tetap berdiam diri maka musibat itu jauh lebih besar lagi. Kesimpulannya : Mesti diketahui bahwa yang dimaksud dengan fardu kifayah yang jika dilaksanakan oleh sekelompok kaum muslimin maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya, keadaan kelompok tersebut haruslah memadai untuk melaksanakannya sehingga gugur kewajiban bagi yang lain. Dan bukanlah yang dimaksud hanya sekelompok saja yang tampil/turun melaksanakannya tetapi tidak memadai(mencukupi). Oleh itu tidak benar pengguguran kewajiban jihad dari semua kaum muslimin dengan tampilnya sekelompok pelaksana pada sebagian bumi walaupun ia mencukupi ditempat tersebut, sedangkan pada bagian-bagian bumi lainnya panji kekufuran tegak dengan megahnya. Maka kaum muslimin yang berdekatan dengan kawasan-kawasan tersebut wajib berjihad menghadapi orang-orang kafir itu sehingga dapat menguasai mereka. Dan demikianlah seterusnya hingga tercapai keadaan yang mencukupi (memadai) Di dalam hasyiyah Ibnu Abidin, ia berkata : janganlah kalian menyangka bahwa kewajiban jihad itu akan gugur dari penduduk India dengan sebab jihad itu dilaksanakan oleh penduduk Rum, misalnya. Bahkan sebenarnya jihad itu wajib atas orang yang terdekat kepda musuh, kemudian atas orang yang terdekat berikutnya sehingga terjadilah keadaaan yang memadai. Maka sekiranya keadaan yang memadai itu tidak dapat wujud melainkan mesti dengan mengerahkan semua kaum muslimin, maka jihad menjadi fardu ain seperti sholat dan puasa. Orang yang memperhatikan keadaan kaum muslimin dan orang-orang kafir pada zaman sekarang ini tentu ia akan mendapatkan bahwa jihad adalah fardu ain atas setiap muslim yang mampu, bukan fardu kifayah. Ini disebabkan karena sebagian kelompok kaum muslimin yang melaksanakan jihad menghadapai orang-orang kafir dibeberapa tempat, mereka tidak memadai utnuk mencukupi keperluan di tempat-tempat lainya yang di situ musuh tengah menyerbu kaum muslimin ditengah-tengah kampung halaman mereka sendiri, sementara ditempat itu tidak ada kelompok yang bangkit melaksanakan kewajiban jihad untuk menghadapinya. Berdasarkan keterangan di atas sungguh terang dan jelas bagi kita bahwa hukum jihad pada masa sekarang ini adalah FARDU AIN. Sumber: Abu Aqeeda
Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Jihad adalah salah satu syi ar Islam yang terpenting dan me-rupakan puncak keagungannya. Kedudukan jihad dalam agama sangat penting dan senantiasa tetap terjaga. Jihad fii

sabiilillaah tetap ada sampai hari Kiamat. Secara bahasa (etimologi) kata jihad diambil dari kalimat: : = . Yang berarti kekuatan usaha, susah payah dan kemampuan. [1] Menurut ar-Raghib al-Ashfahani (wafat th. 425 H) rahimahullahu: berarti kesulitan dan berarti kemampuan. [2] Adapun jihad diambil dari kata -kata: - - Menurut istilah syar i (terminologi): : . Al-Jihad artinya memerangi orang kafir, yaitu berusaha dengan sungguh -sungguh mencurahkan kekuatan dan kemampuan baik berupa perkataan atau perbuatan. [3] : . Jihad artinya mencurahkan segala kemampuan untuk memerangi musuh. Jihad ada tiga macam: 1. Jihad melawan musuh yang nyata. 2. Jihad melawan syaithan. 3. Jihad melawan hawa nafsu. Tiga macam jihad ini termaktub di dalam Al-Qur-an surat al-Hajj: 78, at-Taubah: 41, alAnfaal: 72. [4] Menurut al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar al -Asqalani (yang terkenal dengan al-Hafizh Ibnu Hajar al- Asqalany, wafat th. 852 H) rahimahullahu: Jihad menurut syar i adalah mencurahkan seluruh kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir. [5] Istilah Jihad digunakan juga untuk melawan hawa nafsu, syaithan, dan orang -orang fasiq. Adapun melawan hawa nafsu yaitu dengan belajar agama Islam (belajar dengan benar), lalu mengamalkannya kemudian mengajarkannya. Adapun jihad melawan syaithan dengan menolak segala bentuk syubhat dan syahwat yang selalu dihiasi oleh syaithan. Jihad melawan orang kafir dengan tangan, harta, lisan, dan hati. Adapun jihad melawan orangorang fasiq dengan tangan, lisan dan hati. [6] Perkataan al-Hafizh Ibnu Hajar tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:

. Berjihadlah melawan orang-orang musyrikin dengan harta, jiwa, dan lisan kalian. [7] Jihad menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu adalah: Mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai apa yang dicintai Allah Azza wa Jalla dan menolak semua yang dibenci Allah. [8] Kata beliau: Bahwasanya jihad pada hakikatnya adalah mencapai (meraih) apa yang dicintai oleh Allah berupa iman dan amal shalih, dan menolak apa yang dibenci oleh Allah berupa kekufuran, kefasikan, dan maksiyat. [9] Definisi ini mencakup setiap macam jihad yang dilaksanakan oleh seorang Muslim, yaitu meliputi ketaatannya kepada Allah Azza wa Jalla dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan larangan-larangan-Nya. Kesungguhan mengajak (mendakwahkan) orang lain untuk melaksanakan ketaatan, yang dekat maupun jauh, muslim atau orang kafir dan bersungguh-sungguh memerangi orang-orang kafir dalam rangka menegakkan kalimat Allah dan selain itu. [10] Jihad tidak dikatakan jihad yang sebenarnya melainkan apabila jihad itu ditujukan untuk mencari wajah Allah, menegakkan kalimat-Nya, mengibarkan panji kebenaran, menyingkirkan kebathilan dan menyerahkan segenap jiwa raga untuk mencari keridhaan Allah. Akan tetapi bila seseorang berjihad untuk mencari dunia, maka ti dak dikatakan jihad yang sebenarnya. Barangsiapa yang berperang untuk mendapatkan kedudukan, memperoleh harta rampasan, menunjukkan keberanian, mencari ketenaran (kehebatan), maka ia tidak akan mendapatkan ganjaran dan tidak akan mendapat pahala. [11] Jihad dalam Islam merupakan seutama-utama amal. Allah memerintahkan jihad yang termaktub di dalam Al-Qur-an, yaitu pada surat al-Baqarah: 190, 193, 216, Ali Imran: 142, an-Nisaa : 95, at-Taubah: 73, al-Anfaal: 74, al-Hajj: 78, al-Furqaan: 52 dan ash-Shaaf: 11. Abdullah bin Mas ud Radhiyallahu anhu berkata: j: : : : : : . Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: Amal apa yang paling utama? Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab: Shalat pada waktunya. Aku bertanya lagi: Kemudian apa? Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawa b: Berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab: Jihad fii sabiilil-laah. [12] Abu Dzarr Radhiyallahu anhu pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: Amal apa saja yang paling utama? Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab:

Beriman kepada Allah dan berjihad fii sabiilillaah... [13] Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma berkata: Sesungguhnya seutama -utama amal sesudah shalat adalah jihad fii sabilillaah. [14] Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: Wahai Rasulullah, ada seseorang yang berperang karena mengharap ghani-mah (harta rampasan perang), ada yang lain berperang supaya disebut namanya, dan yang lain berperang supaya dapat dilihat kedudukannya, siapakah yang dimaksud berperang di jalan Allah? Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: . Barangsiapa yang berperang supaya kalimat Allah tinggi, maka ia fii sabiilillaah (di jalan Allah). [15] HUKUM JIHAD Hukum jihad adalah fardhu (wajib) dengan dasar firman Allah al -Qaahir: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci se-suatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. [Al-Baqarah: 216] Ayat ini merupakan penetapan kewajiban jihad dari Allah A zza wa Jalla bagi kaum Muslimin, agar mereka menghentikan kejahatan musuh dari wilayah Islam. Muhammad bin Syihab az-Zuhri (wafat th. 124 H) rahimahullahu berkata: Jihad itu wajib bagi setiap individu, baik yang dalam keadaan berperang maupun yang sedang duduk (tidak ikut berperang). Orang yang sedang duduk, apabila dimintai bantuan, maka ia harus memberikan bantuan, jika diminta untuk maju berperang, maka ia harus maju perang, dan jika tidak dibutuh-kan, maka hendaklah ia tetap di tempat (tidak ikut). [16] Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda pada waktu Fat-hu Makkah (pembebasan kota Makkah): . Tidak ada hijrah setelah Fat-hu Makkah (pembebasan kota Makkah), akan tetapi yang ada adalah jihad dan niat baik. Bila kalian diminta untuk maju perang, maka majulah! [17] Hukum jihad adalah fardhu kifayah [18] dengan dalil -dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta penjelasan ulama Ahlus Sunn ah antara lain dari Al-Qur an surat an-Nisaa : 9596, at-Taubah: 122, al-Muzzamil: 20, dan beberapa hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang shahih.

Empat Imam Madzhab dan lainnya telah sepakat bahwa jihad fii sabiilillaah hukumnya adalah fardhu kifayah, apabila sebagian kaum Muslimin melaksanakannya, maka gugur (kewajiban) atas yang lainnya. Kalau tidak ada yang melaksanakan-nya maka berdosa semuanya. [19] Para ulama menyebutkan bahwa jihad menjadi fardhu ain pada tiga kondisi: Pertama: Apabila pasukan Muslimin dan kafirin (orang-orang kafir) bertemu dan sudah saling berhadapan di medan perang, maka tidak boleh seseorang mundur atau berbalik. Kedua: Apabila musuh menyerang negeri Muslim yang aman dan mengepungnya, maka wajib bagi penduduk negeri untuk keluar memerangi musuh (dalam rangka mempertahankan tanah air), kecuali wanita dan anak-anak. Ketiga: Apabila Imam meminta satu kaum atau menentukan beberapa orang untuk berangkat perang, maka wajib berangkat. Dalilnya adalah surat at-Taubah: 38-39. [20] Jihad diwajibkan atas: 1. Setiap Muslim. 2. Baligh. 3. Berakal. 4. Merdeka. 5. Laki-laki. 6. Mempunyai kemampuan untuk berperang. 7. Mempunyai harta yang mencukupi baginya dan keluarganya selama kepergiannya dalam berjihad. [21] Bagi kaum wanita tidak ada jihad, jihad mereka adalah haji dan umrah. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari Aisyah Radhiyallahu anha, ketika beliau bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: http://www.almanhaj.or.id/content/2178/slash/0 Dalil Jihad harus Dibumikan Sesuai Jaman Sekarang

Terkuaknya pelaku bom bunuh diri di Bali membuat masyarakat terhenyak Sebab tayangan VCD berisi pengakuan jihad bunuh diri yang ditemukan, membuktikan bom bunuh diri atasnama jihad bukan isapan jempol. Selama ini bom bunuh ini jarang ditemukan bukti -bukti pelakunya, maka setelah bukti dan pelakunya terkuak, maka masyarakat harus lebih waspada. Namun demikian, sejauh ini belum ada analisa atau kajian mendalam tentang fenomena yang sedang actual ini berkaitan dengan jihad bunuh diri. Apakah dalil yang selama ini mereka pegang sehingga berani bunuh diri? Kontributor NUOnline biro Kedu-DIY Kholilul Rohman Ahmad mewawancarai KH Ahmad Nur Abdul Madjid Lc untuk mendapatkan keterangan mendalam. Ahmad Nur Abdul Madjid adalah sarjana dari Islamic University of Madinah lulus tahun 1982 dan saat ini menjadi awan Syuriah Pengurus Wilayah Jawa Tengah periode 2002 2007. Wawancara selengkapnya sebagai berikut:

Akhir-akhir ini media ramai memberitakan tentang jihad bunuh diri. Bagaimana komentar Anda? Saya tidak setuju dengan jihad model itu. Jihad dengan qothilun nafsi (bunuh diri) berbeda konteksnya pada jaman dulu dengan sekarang. Sayangnya, sejauh yang saya ikuti perkembangan di televisi dan koran, kok tidak ada orang yang menyuarakan secara mendalam tentang mengapa mereka mau melakukan tindakan tidak terpuji itu. Lalu, menurut Anda, mengapa orang itu berani berbuat semacam itu? Apakah ada hadits atau dasar yang kuat untuk bertindak bunuh diri atasnama jihad fi sabilillah? Secara eksplisit tidak ada perintah atau himbauan berjihad dengan bunuh diri. Perintah jihad yang jelas antara lain ayat Allah yang berbunyi jaahaduu fi sabilillahi bi amwalikum wa anfusikum (dan berjihadlah kalian di jalan Allah dengan hartamu dan ragamu). Jihad dengan harta jelas perintahnya, misalnya sedekah, wakaf, zakat, dll. Namun makna berjihad dengan ragamu, apakah dengan cara bunuh diri semacam itu? Ya tidak begitu. Itu tafsir salah kaprah. Lalu, menurut Anda, mengapa mereka berani melakukan itu, dasarnya? Mungkin mereka menggunakan dasar hadits Bukhari yang berbunyi al harbu khudah (perang itu licik). Hadits ini shahih. Tidak perlu diragukan kebenarannya. Lengkapnya berbunyi inna maa anta fiinaa rojulun wahidun, fakhadil anaa in istathata, fa inna al-harba khudatun (Sungguh kamu mempunyai tubuh satu, tubuhmu sendiri bukan orang lain, berusahalah dengan strategi cerdas --dalam perang-- selagi kamu mampu, sebab perang itu licik). Hadits ini tertulis dalam Shahih Bukhari kitab 5-6 bab 157 dan tertulis dalam Shahih Muslim kitab 32. Hadits ini muncul ketika perang Ahzab atau Perang Parit. Tokohnya Nuim Masud. Itu kemungkian pertama. Jika hadits ini dijadikan dasar jihad bunuh diri, maka tindakan itu salah besar. Sebab dalam hadits ini tafsirnya bunuh diri sebagai siasat perang untuk menghancurkan lawan. Namun dengan syarat terlebih dahulu harus ada maklumat/pernyataan perang yang valid dari dua atau lebih negara yang bertikai. Jika memang ada dua negara menyatakan perang, maka strategi menghancurkan lawan dengan bunuh diri sah. Hukumnya halal. Atau suatu negara memaklumatkan perang dengan negara, jihad bunuh diri ini menjadi sah. Halal. Apakah sekarang ada pernyataan perang dari dua negara yang bertikai? Mungkin Amerika yang menyatakan perang melawan terorisme itu dianggap sebagai maklumat perang oleh mereka yang berani melakukan jihad bunuh diri. Lalu, jihad bunuh diri dilakukan orang semacam aib. Kemungkian kedua, mereka melakukan jihad bunuh diri berdasar kisah Ghulam yang menyerahkan diri untuk dibunuh di hadapan khalayak ramai dengan panah oleh seorang raja. Kisah ini dapat ditafsirkan sebagai tindakan bunuh diri. Kisah ini terjadi pada zaman setelah Nabi Isa AS sebelum Nabi Muhammad. Ghulam rela dibunuh asal raja mengucap bismilahi rabbil ghulam. Menyebut nama Allah yang menjadi Tuhannya Ghulam). Sebab saat itu raja tidak mau mengakui Allah. Bahkan menyatakan diri sebagai Tuhan. Memang, Ghulam merelakan diri untuk dibunuh dengan panah asal raja mengucap kata itu di depan khalayak ramai.

Ketika raja mengucap bismilahi rabbil Ghulam di hadapan khalayak saat melepaskan anak panah, seketika itu seluruh rakyat menyaksikan raja menyatakan tidak ada tuhan selain Allah, Tuhannya Ghulam. Ternyata raja bukan Tuhan. Berarti dengan pengucapan itu raja telah mengakui adanya Allah sehingga rakyat pun ikut menyatakan iman kepada Allah. Raja kalah dengan siasat Ghulam yang rela dipanah dan mati. Maksud kisah ini bahwa Ghulam rela dipanah dan mati demi keimanan rakyat di negara itu. Boleh dikatakan Ghulam bunuh diri dalam rangka meny Abdullah Azzam Hukum Jihad Terjemahan Daripada Buku An Nihayah wal Khulashoh Buku ini adalah petikan-petikan dari khutbah Syaikh Abdulloh Azzam rohimahulloh. Hukum Jihad Kapan jihad itu Fardlu ain: * Sekarang kita bertanya: Apakah keadaan yang tengah kita alami di Afghanistan, di Palestina, di Philipina dan di tempat-tempat lainnya, apakah menjadikan jihad fardlu ain? Sejauh yang saya kaji di dalam kitab-kitab hadits, kitab-kitab tafsir, kitab-kitab fikih sejak dimulainya penulisan hadits, fikih dan tafsir saya tidak pernah melihat sebuah kitabpun, yang ditulis sejak generasi pertama sampai hari ini, kecuali pasti menyatakan bahwasanya jihad itu menjadi fardlu ain dalam beberapa keadaan, yang di antaranya adal h: Apabila a musuh memasuki wilayah Islam Yahudi telah memasuki Palestina, maka jihad hukumnya fardlu ain Rusia memasuki Afghanistan, atau orang-orang komunis telah memasuki Afghanistan. Maka, jihad hukumnya fardlu ain di Afghanistan. Bahkan jihad itu telah menjadi fardlu ain bukan saja sejak Rusia memasuki Afghanistan, akan tetapi jihad telah menjadi fardlu ain semenjak jatuhnya Andalusia ke tangan orang-orang Nasrani, dan hukumnya belum berubah sampai hari ini. Dengan demikian jihad telah menjadi fardlu ain sejak tahun (1492 M), tatkala Ghornathoh (Granada) jatuh ke tangan orang-orang kafir ke tangan orang-orang Nasrani sampai hari ini. Dan jihad akan tetap fardlu ain sampai kita mengembalikan seluruh wilayah yang dahulu merupakan wilayah Islam, ke tangan kaum muslimin. * Bahkan di dalam kitab Al Bazaziyah disebutkan bahwasanya para ulama berfatwa: Apabila ada seorang wanita muslimah di daerah timur ditawan, maka bagi penduduk di daerah barat wajib untuk membebaskannya. Imam Malik berkata: Kaum muslimin wajib menebus saudara-saudara mereka yang tertawan meskipun menghabiskan seluruh harta mereka. Lalu bagaimana dengan kehormatan yang sekarang diinjak-injak, kaum wanita ditawan, kaum muslimin dibunuh, manusia mati mati kelaparan karena tidak mendapatkan sesuap makanan. Apakah Alloh azza wa jalla akan mengijinkan kepada para pedagang untuk menyimpan harta mereka?! *Melawan Agressor Itu Lebih Diutamakan Daripada Ibadah-Ibadah Wajib Yang Lain.

Semua orang wajib berangkat berjihad meskipun harus dengan jalan kaki .. Wajib bagi orang Yordan untuk datang dari Amman dengan jalan kaki jika ia tidak memiliki uang untuk membeli tiket .. wajib bagi orang Mesir untuk datang dari Kairo meskipun harus dengan jalan kaki .. dan wajib bagi orang Saudi untuk datang dari Mekah meskipun harus dengan jalan kaki .. baik ia kaya maupun miskin .. baik dengan jalan kaki maupun dengan naik kendaraan. Ini adalah pernyataan Ibnu Taimiyah. Beliau mengatakan: Apabila musuh menyerang dan merusak agama dan dunia, tidak ada sesuatu yang lebih wajib setelah beriman selain melawannya. Pertama laa ilaaha illalloh, Muhammad rosululloh, sebelum sholat, puasa, zakat, haji dan yang lainnya. Melawan aggressor .. Apabila musuh menyerang menyergap dan menyerbu kaum muslimin dengan kekuatannya dan merusak agama dan dunia, tidak ada sesuatu yang lebih wajib setelah iman selain melawannya.. kemudian beliau mengatakan: .. sesungguhnya jihad lebih di dahulukan daripada sholat. * Para fuqoha telah mengatakan, pertama: Sesungguhnya jihad itu menjadi fardlu ain bagi penduduk negeri yang diserang, kemudian kepada orang-orang yang berada di sekitarnya, kemudian kepada orang-orang disekitarnya, ketika peperangan itu dapat diselesaikan satu atau dua atau tiga hari. Adapun pada saat sekarang ini: peperangan telah berlangsung selama bertahun-tahun, lalu alasan apa yang dapat digunakan oleh seseorang di muka bumi ini untuk berlambat-lambat melaksanakan jihad?! Para fuqoha itu juga telah mengatakan: Pada awalnya jihad itu fardlu ain bagi penduduk negeri yang diserang tersebut, kemudian kewajiban itu meluas kepada daerah yang dapat ditempuh dengan bighol, kuda dan keledai. Adapun pada hari ini, kami tidak berlebihan jika kami katakan bahwa anda dapat datang dari ujung dunia ke Afghanistan dengan pesawat terbang dalam tempo satu hari atau dua hari. Bukankah begitu? Dengan demikian maka jihad hukumnya fardlu ain bagi orang Mesir, orang Yordan dan orang Suria sama persis hukumnya bagi orang Afghanistan. Karena sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah: Dan seluruh wilayah Islam itu ibarat satu negeri karena semua negeri Islam itu ibarat satu negeri. * Dan Syaikhul Islam mengatakan: Apabila musuh memasuki negeri Islam, maka tidak diragukan lagi atas wajibnya melawan mereka bagi orang yang tinggal di daerah paling dekat dengan negeri tersebut kemudian kepada orang-orang yang berada didekatnya, karena seluruh negeri Islam itu ibarat satu negeri. Dengarkanlah wahai orang Hijaz, orang Yordan, orang Mesir dan orang Suria: .. karena seluruh negeri Islam itu ibarat satu negeri.. dan sesungguhnya semua orang wajib berangkat berperang tanpa harus ijin kepada orang tua. atau ghorim yakni orang yang menghutangi, .. dan pernyataan-pernyataan Imam Ahmad dalam hal ini sangatlah jelas. Silahkan lihat kitab Al Fatawa Al Kubro, jilid IV hal. 806. * Ibnu Taimiyah di dalam Majmu Fatawa jilid XXVIII hal. 853, mengatakan: Apabila musuh hendak menyerang kaum muslimin, maka wajib bagi seluruh orang yang akan diserang dan yang tidak akan diserang untuk melawannya. Apabila musuh hendak menyerang, lalu bagaimana jika musuh telah memasuki jantung kota dan menduduki masjid Al Aqsho, menduduki seluruh negeri Islam, menduduki negeri Abdur Rohman bin Samuroh, menduduki Kabul, menduduki negeri Imam Al Bukhori dan menduduki daerah Balkh, negeri para ulama. Apabila musuh hendak menyerang.. apabila hendak menyerang yakni mereka belum menyerang apabila hendak menyerang, ..apabila musuh hendak menyerang kaum

muslimin, maka wajib bagi seluruh orang yang diserang dan yang tidak diserang untuk melawannya. Dan sebagaimana firman Alloh taala:

Dan jika mereka meminta bantuan kepada kalian atas dasar agama, maka kalian harus menolong mereka. (Al Anfal: 27) * Dan juga Syaikh Hasan Al Banna mengatakan di dalam Risalah Al Jihad, setelah menukil perkataan para fuqoha, dari Asy Syaukani, dari Al Muhalla dan banyak lagi dari para fuqoha, dari empat imam madzhab. Ia mengatakan: Demikianlah anda dapat melihat sendiri, bagaimana seluruh ulama mujtahidin dan muqollidin, kaum salaf dan kholaf, semuanya berijma: bahwasanya jihad itu hukumnya fardlu kifayah bagi umat Islam untuk menyebarkan dakwah dan fardlu ain untuk melawan serangan orang-orang kafir kepadanya. * Dan bergitu pula para ulama Al Azhar lembaga kajian tertinggi Al Azhar yang mulia telah menetapkan pada muktamar ke tujuh: bahwasanya jihad itu hukumnya fardlu ain baik dengan jiwa maupun dengan harta, dan bahwasanya harta saja tidak cukup. * Dan Rosul shollallohu alaihi wa sallam telah mewajibkan kepada kita, dan sebelumnya Alloh subhanahu wa taala telah mewajibkan kepada kita untuk membantu saudara-saudara se Islam atas hak persaudaraan Islam .. telah terjalin ikatan terhadap seluruh kaum muslimin untuk membantu mereka: ,

Orang Islam itu saudara orang Islam, ia tidak boleh menyerahkannya kepada musuhnya atau mendholiminya atau menterlantarkannya.

Tidak ada seorang muslimpun yang menterlantarkan saudaranya ketika ia diinjak-injak kehormatannya dan dihinakan harga dirinya, kecuali pasti Alloh akan menterlantarkannya ketika kehormatannya diinjak-injak dan hargadirinya dihinakan. (Shohih Al Jami Ash Shoghir, no. 7519) * Banyak pemuda yang bertanya: Apa hukum jihad?! yang saya simpulkan dari berbagai nas (Al Quran dan Sunnah), dan saya belum pernah mendapatkan ada satu kitabpun yang menyelisihi nas ini. Dan hal ini telah disepakati oleh semua ulama yang telah saya temui dan saya minta tanda tangan mereka mengenai masalah ini, dan yang disetujui oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin, Syaikh Said Hawa, Syaikh Muhammad Najib Al Mutii rohimahullohyang mana beliau adalah termasuk orang yang paling fakih pada jaman sekarang ini dan beliau telah wafat, dan disetujui oleh Syaikh Abdulloh Ulwan rohimahulloh yang juga termasuk ulama peneliti, dan masih banyak lagi yang menyetujui pendapat saya ini, bahwasanya: Apabila orang-orang kafir menginjak sejengkal wilayah kaum muslimin maka jihad menjadi fardlu ain bagi setiap muslim yang tinggal di wilayah tersebut, sehingga seorang wanita bersama mahrom harus berangkat tanpa harus ijin suaminya, seorang budak harus berangkat tanpa harus ijin majikannya, orang yang mempunyai tanggungan hutang harus berangkat tanpa harus ijin orang yang menghutanginya

dan seorang anak harus berangkat tanpa harus ijin orang tuanya, dan jika mereka tidak mencukupi atau mereka melalaikan kewajiban ini atau mereka bermalas-malasan atau mereka enggan untuk berangkat, fardlu ain dalam berjihad meluas kepada orang-orang disekitar mereka dan seterusnya .. sampai jihad menjadi fardlu ain bagi seluruh penduduk dunia, mereka semua wajib berjihad dan tidak boleh meninggalkannya sebagaimana sholat dan puasa. Oleh karena itu, sejak jatuhnya Andalusia sampai hari ini, jihad hukumnya fardlu ain bagi umat Islam. * Sebelum terjadi jihad di Afghanistan, manusia tidak mengerti bahwa jihad itu fardlu ain. Percayalah. Tatkala saya mengatakan: Sesungguhnya jihad itu fardlu ain, saya masih maju mundur. Dan tatkala saya menulis sebuah risalah kecil yang berjudul Ad Difa An Arodlim Muslimin Ahammu Furudlil Ayan (mempertahankan wilayah kaum muslimin adalah fardlu ain yang paling utama). Saya berikan risalah itu kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz lalu beliau membacanya. Kemudian beliau mulai mendiskusikan tema risalah tersebut. Benar jihad adalah fardlu ain, sampai-sampai beliau semoga Alloh membalas amalan beliau mengeluarkan fatwa bahwa jihad itu fardlu ain. * Sesungguhnya jihad di Afghanistan, Palestina dan di seluruh wilayah yang dikuasai oleh orang-orang kafir sekarang ini hukumnya adalah fardlu ain, baik jihad dengan jiwa (secara fisik) maupun dengan harta. Inilah yang difatwakan oleh seluruh ulama terdahulu yang saya ketahui. Hal ini juga yang difatwakan oleh para ulama jaman sekarang yang bermanhaj salaf, seperti Syaikh Abdul Azizi bin Abdulloh bin Baz, Ibnu Utsaimin, Syaikh Al Albani, Al Muthii, Hasan Ayyub, Said Hawa, Sholah Abu Ismail, Abdul Muiz Abdus Sattar dan banyak lagi ulama lainnya yang tidak bisa saya sebutkan semua di tempat ini. * Ibnu Taimiyah mengatakan di dalam Al Fatawa Al Kubro IV/607: Adapun apabila musuh menyerang, maka tidak ada celah lagi untuk diperselisihkan. Karena membendung kejahatan mereka terhadap agama, nyawa dan kehormatan itu adalah wajib berdasarkan ijma sehingga tidak diperlukan lagi untuk ijin kepada amirul mukminin. Sampai di sini perkataan beliau. maka tidak diperlukan lagi ijin kepada amirul mukminin seandainya pada saat sekarang ini ada amirul mukminin. * Al Qurthubi mengatakan: Setiap orang yang mengetahui bahwa kaum muslimin dalam keadaan lemah dan membutuhkan kepada dirinya, dan ia mampu untuk mendatangi mereka, maka wajib baginya untuk berangkat menuju mereka. Dahulu tatkala para ulama mengatakan bahwa jihad itu pada awalnya fardlu ain bagi para penduduk negeri yang diserang, kemudian kewajiban itu meluas ke daerah-daerah yang berada disekitanya, kemudian fardlu ain itu terus meluas sampai mencakup seluruh penduduk bumi sehingga mereka tidak boleh absen darinya sebagaimana kewajiban sholat dan puasa. Ini adalah ketika belum ada kapal terbang dan tidak ada mobil, dan ketika itu peperangan itu selesai dalam tempo dua atau tiga hari. Di dalam sejarah Islam peperangan yang paling lama adalah perang Qodisiyah yang berlangsung selama tiga hari. Adapun sekarang, peperangan meluas dan kapal terbang telah menggulung waktu, dan engkau dapat pergi dari ujung timur ke ujung barat dalam waktu satu hari hanya dengan tiket. Lalu apa alasanmu di hadapan robbul alamin?! Dan apa alasan yang akan engkau ajukan pada waktu seluruh manusia berdiri menghadap robbul alamin?! Apa alasan para qoidun (orang-orang yang absen dalam jihad)?!

Aku bertanya kepada kalian atas nama Alloh, apa alasan orang-orang yang menyebarkan keraguan atas wajibnya jihad sekarang ini. Baik orang-orang yang telah hafal nas-nas Al Quran dan sunnah maupun orang-orang yang bodoh. Mereka dipermainkan oleh tangantangan pencuri dari petugas keamanan maupun intelijen. * Kapan jihad itu fardlu ain?! Jika sekarang ini jihad tidak fardlu ain, maka kita harus menghapus kata fardlu ain dari kamus fikih Islam kaum muslimin. Karena jihad tidak akan lagi menjadi fardlu ain selamanya jika pada hari ini jihad tidak fardlu ain. Kaum muslimin belum pernah tertimpa kehinaan, kenistaan dan kerugian melebihi apa yang mereka rasakan pada abad ini. Kurang dari itu, dahulu pasukan Islam dipimpin oleh amirul mukminin Al Mutashim menempuh jarak beratus-ratus mil dari Baghdad ke Amuriyah hanya lantaran mendengar seorang wanita berteriak meminta pertolongan, lantaran ia mendengar ada seorang wanita di Amuriyah berteriak: Waa Mutashimaah! meminta pertolongan kepadanya. Ia langsung berangkat memimpin 70 ribu pasukan menuju negara Romawi sampai ia membebaskan wanita tersebut dari tawanan musuh. Dan para fuqoha telah berfatwa bahwasanya: Jihad itu fardlu ain jika ada seorang wanita atau seorang laki-laki ditawan musuh. Dan di dalam Al Fatawa Al Bazaziyah disebutkan: Jika ada seorang wanita di Masyriq (wilayah timur) wajib bagi penduduk Maghrib (wilayah barat) untuk membebaskannya.. seorang wanita!! Lalu bagaimana halnya, sedangkan kaum wanita dan kaum muslimin seluruhnya berada di dalam genggaman orang-orang kafir.

Bagaimana seorang muslim bisa diam tenang Sedangkan kaum muslimin bersama musuh yang menyerang Yang mana kaum wanita itu jika takut dihinakan, mereka mengucapkan Kata-kata yang menusuk hati; Duhai alangkah baiknya jika kami tidak pernah terlahir * Bagaimana kita bisa hidup senang sedangkan kaum muslimat diperkosa di dalam penjara, kaum wanita yang masih suci dan perawan diperkosa oleh tentara-tentara Nushiriyyah, sampai wanita-wanita itu hamil lantaran tindakan keji penjaga itu. Lalu wanita-wanita itu mengirimkan surat kepada saudara-saudara mereka yang berada di luar penjara, yang berisikan: Kemarilah kalian dan hancurkanlah penjara ini bersama kami karena kami sudah tidak sanggup lagi untuk menanggung kehinaan ini

Apakah Alloh dan Islam tidak memiliki hak Yang harus dibela oleh para pemuda dan kaum tua Katakanlah kepada orang-orang berakal di mana saja mereka berada Sambutlah seruan Alloh celaka kalian sambutlah seruan Alloh * Sesungguhnya orang-orang yang membantah wajibnya jihad sekarang ini, mereka itu hanyalah orang yang bodoh atau orang yang tendensius. Dan mereka itu, Alloh tidak berkehendak untuk membersihkan hati mereka. Sesungguhnya orang-orang yang membantah wajibnya jihad pada saat sekarang ini, yaitu mereka-mereka yang qoidun(absen dalam jihad), yang pekerjaan mereka tidak lebih hanya sekedar mengkaji Al Quran lalu mondarmandir di antara kenikmatan, tidur diatas kasur yang empuk, yang tidak bangun dan tidak tidur kecuali dalam kenikmatan, namun demikian ia berbicara tentang masalah jihad mereka itu adalah orang yang sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah: Tidak boleh duduk bersama mereka. Ibnu Taimiyah mengatakan di dalam Majmu Fatawa juz 15: Para pezina, homoseksual, orang-orang yang tidak berjihad, para pelaku bidah dan para peminum khomer, mereka itu adalah orang-orang yang tidak memiliki nasehat (kesetiaan) kepada diri mereka sendiri dan kepada kaum muslimin, dan wajib hukumnya untuk mengisolir dan tidak boleh duduk bersama mereka. Beliau meletakkan kalimat orang-orang yang tidak berjihad di antara para pezina dan homoseksual, dan di antara para pelaku bidah dan para peminum khomer, karena mereka itu statusnya dalam hukum Islam sama. Bahkan tahukah kalian apa perbedaan antara orang yang minum khomer dengan orang yang tidak berjihad?! Sesungguhnya orang yang minum khomer itu hanyalah membahayakan dirinya sendiri sedangkan orang yang tidak berjihad itu membahayakan umat secara keseluruhan. Kapan Jihad Itu Menjadi Fardlu Ain? * Fardlu kifayah itu asalnya adalah fardlu ain:

Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mumin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringat an kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (At Taubah: 122) Dan tidak sepatutnya bagi orang-orang beriman itu pergi ke medan perang semuanya. Itu ketika jihad hukumnya adalah fardlu kifayah. Namun jika jihad itu fardlu ain, maka wajib bagi umat secara keseluruhan untuk berangkat ke medan perang sampai orang-orang kafir dapat diusir. Taruhlah misalnya jihad di Afghanistan sakarang itu fardlu kifayah sebagaian

orang sampai sekarang masih mengatakan bahwa jihad itu fardlu kifayah baiklah saya terima perkataan kalian bahwa jihad itu fardlu kifayah! Lalu apa fardlu kifayah itu? Fardlu kifayah adalah sebuah kewajiban yang apabila telah dilakukan oleh sebagian yang lain maka kewajiban tersebut gugur dari seluruh umat bagaimana fardlu kifayah jihad di Afghanistan? yaitu terusirnya orang-orang komunis dari Afghanistan.. lalu apakah orangorang komunis telah terusir dari Afghanistan? .. bukankah penduduk Afghansitan tidak mampu mengusir orang-orang Komunis sampai sekarang bukankah begitu? .. telah berlalu sepuluh tahun sampai sekarang orang-orang Komunis menguasai Afghanistan, dan 8 tahun orang-orang Rusia memasuki Afghanistan dengan demikian mereka membutuhkan personel dan membutuhkan harta. Ini jika kita katakan bahwa jihad itu fardlu kifayah, sedangkan fardlu kifayah itu berubah menjadi fardlu ain jika jumlah orang yang berjihad di Afghanistan belum mencukupi. Jihad di Afghanistan itu jika dianggap sebagai fardlu kifayah hukumnya adalah fardlu ain, karena orang yang berada di Afghanistan belum mencukupi. Dan umat Islam seluruhnya berdosa karena mereka tidak mengusir orang-orang komunis dari Afghansitan. Padahal apabila sejengkal saja dari wilayah kaum muslimin, baik berupa pegunungan, tanah yang tidak berpenduduk maupun lembah demikian yang dikatakan oleh para fuqoha jihad hukumnya menjadi fardlu ain bagi setiap muslim yang berada di daerah tersebut, sampaisampai seorang wanita harus berangkat tanpa harus ijin kepada suaminya tapi dengan mahrom , seorang budak harus berangkat tanpa harus ijin majikannya, seorang anak harus berangkat tanpa harus ijin kepada orang tuanya dan orang yang mempunyai tanggungan hutang harus berangkat tanpa harus ijin kepada orang yang menghutanginya. Kemudian jika jumlah mereka belum mencukupi atau mereka melalaikan kewajiban tersebut atau mereka bermalas-malasan atau mereka enggan untuk berperang, maka kewajibannya meluas menjadi fardlu ain kepada orang-orang yang berada di sekitarnya, dan begitu seterusnya sampai fardlu ain itu meluas ke seluruh dunia sehingga mereka semua tidak boleh absen dalam jihad sebagaimana sholat dan puasa. * Dan orang sama sekali tidak mengetahui bahwasanya orang yang mengatakan kepada orang lain; Jangan pergi jihad sekarang ini, sama dengan orang yang mengatakan kepadanya; Jangan sholat. Dia tidak mengerti .. seakan ia sama sekali tidak berdosa.. ia mengatakan: Jangan pergi berjihad, dan saya akan memikul dosanya. Sembari menunjuk ke arah pundaknya.. dosanya ia akan tanggung! Sama halnya ia mengatakan: Makanlah pada bulan romadlon secara sengaja, ketika engkau dalam keadaan sehat dan tidak bepergian, saya akan memikul dosanya ia sama dengan orang yang memotifasi orang lain agar meninggalkan sholat, atau meninggalkan puasa atau meninggalkan zakat padahal mereka mampu melaksanakannya. Mereka tidak memahami ini.

Biarkan mereka memikul dosa mereka secara sempurna dan dosa orang-orang mereka sesatkan tanpa berdasarkan ilmu kelak pada hari qiyamat. Sungguh amat buruk apa yang mereka pikul. (An Nahl: 52) Ia akan memikul dosanya dan dosa orang yang ia halangi untuk berjihad. Ia tidak mengerti hal ini .. dan tidak sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu berangkat berperang semuanya, kenapa tidak pergi dari tiap -tiap golongan di antara mereka

beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama mereka itu adalah orang-orang yang memperdalam pemahaman agama. Ini adalah ketika jihad hukumnya fardlu kifayah, sebagian pergi berperang bersama Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam dan sebagian lagi tetap tinggal di Madinah Munawaroh. Siapakah di antara mereka yang memperdalam pengetahuan agama? Yang memperdalam pengetahuan agama adalah orang-orang yang berangkat berperang, bukan orang-orang yang tidak berangkat berperang, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ath Thobari, Ibnu Abbas dalam sebuah riwayat, Al Hasan Al Bashri, Ibnu Katsir dan yang dikuatkan oleh Sayyid Quthub. Dan inilah yang tertanam di dalam hatiku dan yang saya condong untuk memilihnya. * Dengarkanlah perkataanku: Orang tidak mungkin dapat memahami agama ini kecuali di sela-sela jihad. Agama ini tidak mungkin difahami kecuali oleh mujahid (orang yang berjihad). Adapun orang-orang yang menyangka bahwasanya mereka dapat bertahan dalam agama ini dan mempelajarinya dari buku, mereka itu adalah orang-orang yang tidak memahami karakteristik agama ini. Sesungguhnya agama ini tidak akan dipahami kecuali oleh orang-orang yang bergerak untuk mempraktekkannya di dunia nyata. Mereka yang berkorban untuk kepentingan agama, merekalah orang yang memahami agama. Orang -orang yang berkorban untuk kepentingan agama, merekalah yang mengerti dan memahaminya. Adapun orang faqih (ulama) yang duduk dan bersikap dingin, ajaran Islam itu sama sekali tidak dapat diterima dari orang semacam ini, dan ia tidak akan dapat memahami agama, karena sesungguhnya agama ini tidak dapat di warisi dari qoidun (orang-orang yang duduk), atau dari orang faqih (ulama) yang duduk dan bersikap dingin, yang wajahnya tidak memerah ketika meliha kehormatan diinjak-injak, ketika melihat kaum wanita diperkosa, dan ketika melihat darah darah orang-orang yang tidak berdosa dari kalangan anak-anak, orang tua dan kaum wanita. Darahnya tumpah dan mengalir, kebakaran terjadi di Afghanistan. * Seorang komandan dari wilayah Baktiya menuturkan: Ada sepuluh kapal terbang yang mendarat di desa kami, lalu mereka mengambili kaum wanita dan anak-anak perempuan dari desa kami. Lalu kapal terbang itu membawa terbang kaum wanita itu kemudian mereka ditelanjangi lalu pakaian-pakaian mereka dijatuhkan dari atas desa kami tersebut, kemudian para wanita itu diperkosa lalu mereka dijatuhkan di kamp-kamp mujahidin * Taruhlah, seandainya jihad itu pada hari ini hukumnya adalah fardlu kifayah, baik di Palestina maupun di Afghanistan, lalu apakah jumlah penduduk Afghanistan telah mencukupi untuk mengusir agressor. Sedangkan fardlu kifayah adalah suatu kewajiban yang mana apabila telah dilaksankan sebagian orang maka kewajiban tersebut gugur dari sebagaian yang lain, sebagaimana yang disepakati oleh semua ulama. Yang menjadi kewajiban di Afghanistan adalah mengusir orang-orang Komunis dari pemerintahan Afghanistan. Yang menjadi kewajiban di Palestina adalah mengusir para penjajah Yahudi dari yang telah menodai kesucian kiblat pertama umat Islam. Belum cukupkah untuk menyatakan bahwa jihad di Palestina itu fardlu ain padahal sudah 40 th anak keturunan kera dan babi bercokol di tanah yang paling suci dan yang diberkahi..?! * Jihad itu dalam keadaan biasa hukumnya adalah fardlu kifayah. Artinya, ketika saya di negeri ini dan engkau di negeri Yordan misalnya, sementara itu Palestina berada di tangan kaum muslimin, tidak ada kedholiman, baik di Suriyah maupun di Mesir. Tidak ada orang Yahudi, tidak ada musuh-musuh Alloh azza wa jalla dari kalangan orang-orang Komunis dan lainnya. seandainya jihad itu hukumnya fardlu kifayah. Bagaimana pelaksanaan fardlu kifayah itu? Para ulama mengatakan: Apabila seluruh wilayah kaum muslimin itu berada di

tangan kaum muslimin .. Andalusia berada di tangan kita, begitu juga Thosyqand, Samarqand, Al Aurol, Siberia dan Kaukasus, seluruhnya berada di tangan kaum muslimin, begitu pula sungai Ar Run, An Namsa, Bulgaria, Serbia, Al Majr dan Yunani, semuanya berada di tangan kaum muslimin karena dahulu daerah-daerah tersebut berada di tangan kaum muslimin , maka seorang penguasa muslim mempunyai kewajiban mengirim pasukan minimal setiap tahun satu kali untuk memerangi negara-negara kafir. Kewajiban tersebut tidak akan gugur kecuali jika ia mengirim pasukan perang untuk memerangi Amerika, Rusia, Inggris dan negara-negara kafir lainnya wajib setiap tahun ia mengirim pasukan perang minimal sekali kenapa minimal setiap tahun sekali ?!: para ulama mengatakan: Karena jizyah itu wajib dibayar setiap setahun sekali. Oleh karena itu minimal untuk menggugurkan kewajiban harus mengirim pasukan setiap tahun sekali. Adapun apabila musuh melakukan agresi terhadap suatu daerah tertentu dari wilayah kaum muslimin, maka jihad hukumnya menjadi fardlu ain. Ketika Yahudi memasuki Palestina jihad menjadi fardlu ain bagi penduduk Palestina. Jika penduduk Palestina tidak cukup, atau mereka mengabaikannya, atau mereka bermalasmalasan, atau mereka enggan untuk berjihad, maka fardlu ain meluas perdaerah terhadap penduduk Yordania. Jika mereka tidak mencukupi, mereka mengabaikannya, mereka bermalas-malasan, mereka enggan berjihad, kewajiban terus meluas kepada daerah berikutnya kepada Suriyah, Lebanon sebelah timur Yordania dan Mesir. Jika mereka tidak ada seorangpun dari Mesir, Yordania dan yang lainnya yang mau berangkat, maka fardlu ain meluas kepada penduduk Saudi dan Irak. Jika mereka tidak mau berangkat, maka fardlu ain meluas kepada penduduk Afghanistan dan Pakistan. Jika mereka tidak mau berangkat, maka fardlu ain meluas kepada penduduk Indonesia. Jika mereka tidak mau berangkat, maka fardlu ain meluas kepada orang-orang Islam yang berada di Cina dan Jepang.. dan begitu seterusnya, sampai fardlu ain itu menjadi fardlu ain bagi seluruh penduduk bumi. Jihad akan tetap fardlu ain sampai Yahudi keluar dari Palestina, dan setiap muslim di muka bumi ini berdosa karena ia tidak berjihad untuk mengusir orang-orang Yahudi. * Sipakah yang selamat dari dosa?! Satu saja yang selamat dari dosa yaitu orang yang memanggul senjata dan berperang, adapun yang lainnya adalah berdosa, karena dia tidak melaksanakan fardlu ain; padahal tidak ada sesuatu yang lebih wajib setelah iman itu selain melawan agressor. Dengan kata lain, pertama adalah engkau ucapkan laa ilaaha illalloh Muhammad rosululloh, tauhid, kemudian setelah itu berangkat berjihad fi sabilillah untuk mengusir orang kafir yang menyerang. HUKUM JIHAD Hukum Jihad itu terbagi dua : Fardu A'in dan Fardu Kifayah. Menurut Ibnul Musayyab hukum Jihad adalah Fardu A'in sedangkan menurut Jumhur Ulama hukumnya Fardy Kifayah yang dalam keadaan tertentu akan berubah menjadi Fardu A'in. A. Fardu Kifayah : Yang dimaksud hukum Jihad fardu kifayah menurut jumhur ulama yaitu memerangi orangorang kafir yang berada di negeri-negeri mereka. Makna hukum Jihad fardu kifayah ialah, jika sebagian kaum muslimin dalam kadar dan persediaan yang memadai, telah mengambil tanggung-jawab melaksanakannya, maka kewajiban itu terbebas dari seluruh kaum muslimin. Tetapi sebaliknya jika tidak ada yang

melaksanakannya, maka kewajiban itu tetap dan tidak gugur, dan kaum muslimin semuanya berdosa. "Tidaklah sama keadaan orang-orang yang duduk (tidak turut berperang) dari kalangan orang-orang yang beriman selain daripada orang-orang yang ada keuzuran dengan orangorang yang berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan orang -orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka atas orang-orang yang tinggal duduk (tidak turut berperang karena uzur) dengan kelebihan satu derajat. Dan tiap-tiap satu (dari dua golongan itu) Allah menjanjikan dengan balasan yang baik (Syurga), dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang tinggal duduk (tidak tu rut berperang dan tidak ada uzur) dengan pahala yang amat besar." (QS An-Nisa 95) Ayat diatas menunjukan bahwa Jihad adalah fardu kifayah, maka orang yang duduk tidak berjihad tidak berdosa sementara yang lain sedang berjihad. ketetapan ini demikian adan ya jika orang yang melaksanakan jihad sudah memadai(cukup) sedangkan jika yang melaksanakan jihad belum memadai (cukup) maka orang-orang yang tidak turut berjihad itu berdosa. Dan jihad ini diwajibkan kepada laki-laki yang baligh, berakal, sehat badannya dan mampu melaksanakan jihad. Dan ia tidak diwajibkan atas: anak -anak, hamba sahaya, perempuan, orang pincang, orang lumpuh, orang buta, orang kudung, dan orang sakit. "Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazab -Nya dengan azab yang pedih."(QS Al-Fath 17) "Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS At-Taubah 91) "Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan." (QS AtTaubah 92) "Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang -orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama orangorang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka)." (QS At-Taubah 93) Ibnu Qudamah mengatakan: "Jihad dilaksanakan sekurang -kurangnya satu kali setiap tahun. Maka ia wajib dilaksanakan pada setiap tahun kecuali uzur. Dan jika keperluan jihad menuntut untuk dilaksanakan lebih dari satu kali pada setiap tahun, maka jihad wajib dilaksanakan karena fardu kifayah. Maka jihad wajib dilaksanakan selama diperlukan."

Imam Syafi'i mengatakan :"Jika tidak dalam keadaan darurat dan tidak ada uzur, perang tidak boleh diakhirkan hingga satu tahun." Al-Qurtubi mengatakan:"Imam wajib mengirimkan pasukan untuk menyerbu musuh satu kali pada setiap tahun, apakah ia sendiri atau orang yang ia percayai pergi bersama mereka untuk mengajak dan menganjurkan musuh untuk masuk Islam, menolak gangguan mereka dan menzahirkan Dienullah sehingga mereka masuk Islam atau menyerahkan jizyah." Abu Ma'ali Abdul Malik bin Abdullah Al-Juwaini, yang terkenal dengan panggilan Imamul Haramain mengatakan : "Jihad adalah dakwah yang bersifat memaksa, jihad wajib dilaksanakan menurut kemampuan sehingga tidak tersisa kecuali Muslim atau Musalim, dengan tidak ditentukan harus satu kali didalam setahun, dan juga tidak dinafikan sekiranya memungkinkan lebih dari satu kali. Dan apa yang dikatakan oleh pa Fukaha (sekurangra kurangnya satu kali pada setiap tahun, mereka bertitik tolak dari kebiasaan bahwa harta dan pribadi(jiwa) tidak mudah untuk mempersiapkan pasukan yang memadai lebih dari satu kali dalam setahun." Perlu kita fahami bahwa praktek jihad yang hukumnya fardu kifayah ini adalah jihad yang secara langsung berhadapan memerangi orang-orang kafir, sedangkan jihad yang tidak secara langsung berhadapan dengan orang-orang kafir hukumnya fardu a'in. Sulaiman bin Fahd Al-Audah mengatakan,"Ibnu Hajar telah memberikan isyarat tentang kewajiban Jihad - dengan makna yang lebih umum - sebagai fardu a'in, maka beliau mengatakan : "Dan juga ditetapkan bahwa jenis jihad terhadap orang kafir itu fardu a'in atas setiap muslim : baik dengan tangannya, lisannya, hartanya ataupun dengan hatinya." Hadist-hadist yang menerangkan bahwa hukum jihad dalam makna yang umum (dengan tangan, harta atau hati) itu jihad fardu a'in, antara lain : "Barangsiapa yang mati sedangkan ia tidak berperang, dan tidak tergerak hatinya untuk berperang, maka dia mati diatas satu cabang kemunafikan." (HR Muslim, Abu Daud, Nasai, Ahmad, Abu Awanah dan Baihaqi) "Sesiapa yang tidak berperang atau tidak membantu persiapan orang yang berperang, atau tidak menjaga keluarga orang yang ber perang dengan baik, niscaya Allah timpakan kepadanya kegoncangan." Yazid bin Abdu Rabbihi berkata : "Didalam hadist yang diriwayatkan ada perkataan "sebelum hari qiamat." (HR Abu Daud, Ibnu Majah, Darimi, Tabrani, Baihaqi dan Ibnu Asakir) Dari dua hadist di atas kita mendapat pelajaran bahwa ancaman kematian pada satu cabang kemunafikan dan mendapat goncangan sebelum hari kiamat adalah bagi orang yang tidak berjihad, tidak membantu orang berjihad dan tidak tergerak hatinya untuk berjihad. Jadi orang-orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk pergi berperang secara langsung mengahadapi orang-orang kafir, mereka harus tergerak hatinya untuk berperang seperti halnya orang yang lemah dan orang yang sakit. Dan sekiranya hukum jihad secara langsung berhadapan dengan orang-orang kafir sudah berubah dari fardu kifayah menjadi fardu a'in, maka tidak ada yang dikecualikan siapapun harus pergi berperang dengan apa dan cara apapun yang dapat dilakukan. Dibawah ini akah dibahas mengenai keadaan Jihad yang hukumnya fardu a'in.

B. Fardu A'in Hukum Jihad menjadi Fardu A'in dalam beberapa keadaan: 1. Jika Imam memberikan perintah mobilisasi umum. Jika Imam kaum muslimin telah mengumumkan mobilisasi umum maka hukum jihad menjadi fardu a'in bagi kaum muslimin yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan jihad dengan segenap kamampuan yang dimilikinya. Dan jika Imam memerintahkan kepada kelompok atau orang tertentu maka jihad menjadi fardu ain bagi siapa yang ditentukan oleh imam. Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa nabi Muhammad saw bersabda pada hari Futuh Mekkah: "Tidak ada hijrah selepas Fathu Mekkah, tetapi yang ada jihad dan niat, Jika kalian diminta berangkat berperang, maka berangkatlah." (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, AnNasai, Darimi dan Ahmad) Makna Hadist ini : "Jika kalian diminta oleh Imam untuk pergi berjihad maka pergilah" Ibnu Hajjar mengatakan :"Dan didalam hadist tersebut mengandung kewajiban fardu ain untuk pergi berperang atas orang yang ditentukan oleh Imam." 2. Jika bertemu dua pasukan, pasukan kaum Muslimin dan pasukan kuffar. Jika barisan kaum muslimin dan barisan musuh sudah berhadapan, maka jihad menjadi fardu ain bagi setiap orang Islam yang menyaksikan keadaan tersebut. Haram berpaling meninggalkan barisan kaum Muslimin. Allah berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)". (QS Al-Anfal 15) "Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya."(QS Al-Anfal 16) Rasulullah saw bersabda : "Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan, "Beliau saw ditanya: "Ya Rasulullah, apa tujuh perkara yang membinasakan itu?" Beliau saw menjawab : (1) Mempersekutukan Allah, (2) Sihir, (3) Membunuh orang yang telah dilarang membunuhnya, kecuali karena alasan yang dibenarkan Allah, (4)Memakan harta anak yatim, (5) Memakan riba, (6) lari dari medan pertempuran; dan (7) Menuduh wanita mu'minah yang baik dan tahu memelihara diri, berbuat jahat (zina)." (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, An-Nasai, Thahawi, Baihaqi, Baghawi). 3. Jika musuh menyerang wilayah kaum Muslimin. Jika musuh menyerang kaum muslimin maka jihad menjadi fardu ain bagi penghuni wilayah tst. Sekiranya penghuni wilayah tsb tidak memadai untuk menghadapi musuh, maka kewajiban meluas kepada kaum muslimin yang berdekatan dengan wilayah tst, dan seterusnya demikian jika belum memadai juga, jihad menjadi fardu ain bagi yang berdekatan

berikutnya hingga tercapai kekuatan yang memadai. Dan sekiranya belum memadai juga, maka jihad menjadi fardu ain bagi seluruh kaum muslimin diseluruh belahan bumi. Ad Dasuki (dari Mazhab Hanafi) berkata : "Didalam menghadapi serangan musuh, setiap orang wajib melakukannya, termasuk perempuan, hamba sahaya dan anak anak mesikipun tidak diberi izin oleh suami, wali dan orang yang berpiutang. Didalam kitab Bulghatul Masalik li Aqrabil Masalik li Mazhabil Imam Malik dikatakan : "...Dan jihad ini hukumnya fardu ain jika Imam memerintahkanya, sehingga hukumnya sama dengan sholat, puasa dan lain sebagainya. Kewajiban jihad sebagai fardu ain ini juga disebabkan adanya serangan musuh terhadap salah satu wilayah Islam. Maka bagi siapa yang tinggal diwilayah tersebut, berkewajiban melaksanakan jihad, dan sekiranya orang-orang yang berada disana dalam keadaan lemah maka barangsiapa yang tinggal berdekatan dengan wilayah tersebut berkewajiban untuk berjihad. Dalam keadaan seperti ini, kewajiban jihad berlaku juga bagi wanita dan hamba sahaya walaupun mereka dihalang oleh wali, suami, atau tuannya, atau jika ia berhutang dihalangi oleh orang yagn berpiutang. Dan juga hukum jihad menjadi fardu ain disebabkan nazar dari seseorang yang ingin melakukannya. Dan kedua ibu-bapa hanya berhak melarang anaknya pergi berjihad manakala jihad masih dalam keadaan fardu kifayah. Dan juga fardu kifayah membebaskan tawanan perang jika ia tidak punya harta untuk menebusnya, walaupun dengan menggunakan serluruh harta kaum muslimin. Ar Ramli (Dari Mazhab Syafi'i) mengatakan : "Maka jika musuh telah masuk kedalam suatu negeri kita dan jarak antara kita dengan musuh kurang daripada jarak qashar sholat, maka penduduk negeri tersebut wajib mempertahankannya, hatta (walaupun) orang-orang yang tidak dibebani kewajiban jihad seperti orang-orang fakir, anak-anak, hamba sahaya dan perempuan. Ibnu Qudamah (dari Mazhab Hambali) mengatakan : "Jihad menjadi fardu 'ain didalam 3 keadaan: a. Apabila kedua pasukan telah bertemu dan saling berhadapan. b. Apabila orang kafir telah masuk (menyerang) suatu negeri (diantara negeri negeri Islam), Jihad menjadi fardu ain atas penduduknya untuk memerangi orang kafir tsb dan menolak mereka. c. Apabila Imam telah memerintahkan perang kepada suatu kaum, maka kaum tsb wajib berangkat. C. Hukum Jihad pada masa sekarang. Dari keterangan diatas kita memperoleh gambaran bahwa hukum jihad berubah ubah sesuai dengan perubahan kondisi dan situasi. Timbul pertanyaan : Apakah hukum jihad pada masa sekarang ini? Apakah fardu 'ain atau fardu kifayah? Ketetapan jumhur ulama bahwa hukum jihad itu fardu kifayah adalah fatwa mereka bagi kaum muslimin dalam keadaan khilafah Islamiyyah masih tegak, itupun dengan menetapkan pula adanya kondisi yang boleh menyebabkan berubahnya hukum jihad dari fardu kifayah menjadi fardu 'ain.

Sekarang keadaanya lain, bumi sudah berubah, situasi dan kondisipun telah berubah dengan lenyapnya kekuasaan Islam, dan khilafah Islamiyah. Keadaan seperti ini mewajibkan kita untuk meninjau kembali pokok masalahnya. Abu Ibrahim Al-Misri menyatakan : "Kita mulai dengan ta'rif dua istilah ini Fardu 'Ain : Yaitu kewajiban yang zatiah dibebankan kepada setiap muslim. Fardu Kifayah : Yaitu perintah yang ditujukan kepada kaum muslimin secara umum, jika sebagian kaum muslimin melaksanakannya maka gugurlah kewajiban yang lainnya, dan jika tidak ada yang melaksanakannya maka berdosalah semua kaum muslimin. Bertitik tolak dari fardu kifayah, membuahkan pertanyaan kepada kita tetapi jawabannya kita tangguhkan : Apakah perintah dalam urusan kita dan apakah tujuan jihad kita? Pertanyaan tidak sempurna melainkan ditambah dengan pertanyaan lainnya : Apakah tujuan Jihad itu akan tercapai dengan hanya melibatkan sebagian kaum muslimin atau tidak?...Sesungguhnya fatwa yang ringkas dan jalan pintas bagi menetapkan hukum mengenai masalah ini, saya katakan: Dengan mentakhrij pada usul fuqaha dan syarat-syarat yang ditetapkan mereka, orang muslim itu tidak dapat menyatakan melainkan bahwa telah terjadi Ijma para Fuqaha umat Islam bahwasannya Jihad itu adalah fardu 'ain pada zaman kita sekarang ini. Berbagai keadaan yang menetapkan jihad menjadi fardu 'ain telah terkumpul pada zaman ini, bahkan telah berlipat ganda dengan sesuatu yang tidak terlintas dalam benak salah seorang mereka sekiranya ia tidak meninggalkan kesan di tengah-tengah penyimpangan dari hukum ini. Imam Qurtubi bekata : "Setiap orang yang mengetahui kelemahan kaum muslimin dalam menghadapi musuhnya, dan ia mengetahui bahwa musuhnya itu akan dapat mencapai mereka sementara ia pun memungkinkan untuk menolong mereka, maka ia harus keluar bersama mereka (menghadapi musuh tsb) Imam Ibnu Taimiyyah berkata : "Jika musuh hendak menyerang kaum muslimin, maka menolak musuh itu menjadi wajib atas semua orang yang menjadi sasaran musuh dan atas orang-orang yang tidak dijadikan sasaran mereka. Aku (Abu Ibrahim Al-Misri) katakan - hampir saja jiwa ini binasa karena kesedihan terhadap mereka "Siapakah diantara kita yang tidak dituju dan tidak dijadikan sasaran makar (rencana) para pembuat makar. Belahan bumi yang manakah sekarang ini yang selamat dari permainan para pembuat bencana? Hamparan tanah yang manakah sekarang ini yang diatasnya panji Khilafah dan Kekuatan Islam ditinggikan? Jika engkau tidak tahu maka tanyalah bumi ini, ia akan menjawab sambil mengadukan kepada Rabbnya kezhaliman para Thogut dan sikap masa bodo' nya kaum muslimin sesama mereka sendiri...maka adakah benar perbantahan orang-orang yang bermujadalah bahwa jihad itu fardu kifayah, bukan fardu 'ain?" Kami ingin keluar dariapda perselisihan dan mengakhiri perbantahan, maka kami katakan : Apakah tujuan yang dituntut di dalam kewajiban Jihad atas pertimbangan bahwa sebagian kaum muslimin melaksanakannya maka kewajiban itu gugur dari yang lain? Serahkan jawabannya pada Fuqaha kita... Al-Kasani berkata : "Yang mewajibkan jihad ialah : Dakwah kepada Islam, meninggikan Ad-Dien yang hak, dan menolak kejahatan orang-orang kafir dan pemaksaan (paksaan) mereka."

Imam Ibnul Hammam mengatakan : "Sesungguhnya jihad itu diwajibkan hanyalah untuk meninggikan Dienullah dan menolak kejahatan manusia. Maka jika tujuan itu berhasil dengan dilaksanakannya oleh sebagian kaum muslimin maka gugurlah kewajiban bagi yang lain, sama halnya seperti sholat jenazah dan menjawab salam." Kami memohon ampun kepada Allah karena kami tidak patut mendahului Allah dan RasulNya. sesungguhnya Allah telah menerangkan jauh sebelum ini dan selanjutnya telah dirinci (dijelaskan) pula oleh Rasulullah saw mengenai tujuan jihad yang dimaksud ini. "Perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah, dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.." (QS Al-Anfal 39) "Aku telah diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, hingga manusia beribadah hanya kepada Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, rezekiku dijadikan-Nya dibawah bayangan tombakku, dan kerendahan serta kehinaan dijadikan-Nya terhadap orang yang menyalahi perintahku. Dan siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka." (HR Ahmad dan Tabrani) "Aku diperintah memerangi manusia, sehingga mereka bersyahadat bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan aku Rasulullah. Apabila mereka telah mengatakan demikian maka terpeliharalah darah dan harta mereka daripadaku, kecuali sebab haknya (mereka melakukan pelanggaran); sedangkan perhitungan mereka terpulang kepada Allah." (HR Bukhari, Muslim, An-Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah) Adakah Fitnah telah sirna? Adakah kejahatan, pemaksaan dan penguasaan orang- orang kafir telah sirna(hilang) dan semua agama itu semata-mata untuk Allah? Maka bukan dipandang dari segi fardu 'ainnya jihad yang dilaksanakan oleh kaum muslimin dan bukan pula dari segi fardu kifayahnya, sejumlah kaum muslimin telah lupa/malas/enggan berjihad sehingga mencapai kejayaan dan kekuasaan yang sangat minim (kecil) bagi kaum muslimin, yaitu berpuluh puluh tahun mereka tetap berada dalam kerendahan, kehinaan, dan dibawah pemaksaan musuh serta dalam keadaan tertindas. "Maka kemanakah kalian hendak pergi? Al-Qur'an itu tiada lain sebagai peringatan bagi semesta alam (yaitu) bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus." Dan sekiranya dalam kondisi gelap gulita yang mengancam umat secara individu dan kelompok ini, hukum jihad tidak menjadi fardu 'ain, maka bilakah tujuan itu akan dapat tercapai? Adakah ia akan wujud seperti hidangan yang turun dari langit, yang pada hidangan itu ada mangkok Khilafah yang berisi ketentraman dan pertolongan rabbmu, serta berisi kemuliaan dan kejayaan kaum muslimin lainnya? Ataukah sekiranya hidangan yang turun itu terlambat, hukum jihad akan menjadi fardu 'ain setelah musuh merampas negeri kaum muslimin, dan setelah perlengkapan untuk memikul agama ini sempurna? Padahal kita tahu bahwa Allah itu Maha Benar lagi Maha Menjelaskan segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya. Manakah toifah yang berperang untuk membela Dien ini, yang tidak akan dimudaratkan oleh orang yang menyalahinya dan oleh orang yang meremehkannya? Manakah Rub'i bin Amir yang mengatakan : "Allahlah yang telah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan

terhadap manusia menuju penghambaan terhadap rabb seluruh manusia, dari kezhaliman berbagai agama kepada keadilan Islam, dan dari kesempitan dunia kepada kelapangan dunia dan akhirat." Manakah fuqaraul Muhajirin yang (mereka telah diusir dari kampung halaman dan harta mereka karena mencari karunia Allah dan keridhaan -Nya dan karena menolong Allah dn Rasul-Nya. Dan mereka itulah orang-orang yagn benar)? Dan diantara ujian buruk dan lucu, ada seorang syaikh yang terhormat ditanya oleh salah seorang muridnya dalam keadaan kerhormatan kaum muslimin tengah dirusak dan bumi mereka tengah dirampas. Murid itu bertanya tentang kewajiban Jihad, kemudian ia menjawab: "Fardu Kifayah." Kemudian ia melanjutkan pertanyaan :"Bilakah Jihad menjadi Fardu 'ain?" Ia menjawab:"Ketika musuh memasuki negeri kita." Maka salah seorang syaikh mujahid memberikan komentar dengan mengatakan :"Maha suci Rabbku, adakah ayat-ayat yang diturunkan tentang Jihad dan tentang mempertahankan bumi kaum muslimin dengan menetapkan hanya sebidang tanah ini? Bukan bumi Allah yang luas?" Aku (Abu Ibrahim Al-Misri) katakan: "Mungkin syaikh kita ini belum membaca apa yang dikatakan oelh Ibnu Taimiyyah tentang itu." Ibnu Taimiyyah mengatakan : "Apabila musuh telah memasuki negeri-negeri Islam, maka tidak ada keraguan lagi bahwa mempertahankannya adalah wajib atas orang-orang yang paling dekat, kemudian atas orangorang yang terdekat berikutnya. karena pada hakikatnya kedudukan seluruh negeri negeri Islam itu adalah satu negeri. Dan sesungguhnya berangkat ke negeri tersebut adalah wajib hukumnya, tanpa perlu izin orang tua dan orang yang berpiutang. Dan nash-nash dari Imam Ahmad dalam hal ini sangat jelas. Dan diantara perkara yang menambah sakit dan kerugian seseorang itu jika dia tidak pernah mengetahui keadaan kaum muslimin, kehinaan mereka, dan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak dan kehormatan mereka baik dibarat maupun di timur. Itu adalah musibat, karena sesungguhnya orang yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin tidak mungkin dia akan termasuk dalam golongan kaum muslimin. Dan sekiranya kamu mengetahui tapi tetap berdiam diri maka musibat itu jauh lebih besar lagi. Kesimpulannya : Mesti diketahui bahwa yang dimaksud dengan fardu kifayah yang jika dilaksanakan oleh sekelompok kaum muslimin maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya, keadaan kelompok tersebut haruslah memadai untuk melaksanakannya sehingga gugur kewajiban bagi yang lain. Dan bukanlah yang dimaksud hanya sekelompok saja yang tampil/turun melaksanakannya tetapi tidak memadai(mencukupi). Oleh itu tidak benar pengguguran kewajiban jihad dari semua kaum muslimin dengan tampilnya sekelompok pelaksana pada sebagian bumi walaupun ia mencukupi ditempat tersebut, sedangkan pada bagian-bagian bumi lainnya panji kekufuran tegak dengan megahnya. Maka kaum muslimin yang berdekatan dengan kawasan-kawasan tersebut wajib berjihad menghadapi orang-orang kafir itu sehingga dapat menguasai mereka. Dan demikianlah seterusnya hingga tercapai keadaan yang mencukupi (memadai)

Di dalam hasyiyah Ibnu Abidin, ia berkata : janganlah kalian menyangka bahwa kewajiban jihad itu akan gugur dari penduduk India dengan sebab jihad itu dilaksanakan oleh penduduk Rum, misalnya. Bahkan sebenarnya jihad itu wajib atas orang yang terdekat kepda musuh, kemudian atas orang yang terdekat berikutnya sehingga terjadilah keadaaan yang memadai. Maka sekiranya keadaan yang memadai itu tidak dapat wujud melainkan mesti dengan mengerahkan semua kaum muslimin, maka jihad menjadi fardu 'ain seperti sholat dan puasa. Orang yang memperhatikan keadaan kaum muslimin dan orang-orang kafir pada zaman sekarang ini tentu ia akan mendapatkan bahwa jihad adalah fardu 'ain atas setiap muslim yang mampu, bukan fardu kifayah. Ini disebabkan karena sebagian kelompok kaum muslimin yang melaksanakan jihad menghadapai orang-orang kafir dibeberapa tempat, mereka tidak memadai utnuk mencukupi keperluan di tempat-tempat lainya yang di situ musuh tengah menyerbu kaum muslimin ditengah-tengah kampung halaman mereka sendiri, sementara ditempat itu tidak ada kelompok yang bangkit melaksanakan kewajiban jihad untuk menghadapinya. Berdasarkan keterangan di atas sungguh terang dan jelas bagi kita bahwa hukum jihad pada masa sekarang ini adalah FARDU 'AIN.

You might also like