You are on page 1of 10

APA & MENGAPA SUPERVISI KLINIS

Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu kebijakan departemen pendidikan Nasional yang dilakasanakan seiring dengan upaya peningkatan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan memperbaiki manajemen pendidikan. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan menjadi perhatian pemerintah agar dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas tersebut adalah merupakan tanggung jawab tenaga pendidikan yang professional di sekolah. Dengan demikian, salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah upaya peningkatan kualitas guru dalam menguasai proses pembelajaran. Guru merupakan komponen pendidikan yang sangat dominan dalam peningkatan mutu pendidikan. Hal ini disebabkan oleh karena guru adalah orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran di sekolah. Agar proses pembelajaran berkualitas maka guru-gurunya juga harus berkualitas dan professional. Menurut pendapat Usman (2002)menyatakan bahwa: Guru yang professional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Di samping itu, guru sangat erat kaitannya dengan mutu lulusan sekolah. Imron (1995) mengemukakan: kadar kualitas guru ternyata dipandang sebagai penyebab kadar kualitas output sekolah. Oleh karena itu, profesi sumber daya guru perlu terus menerus tumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara professional. Salah satu cara untuk menumbuhkembangkan kemampuan sumberdaya guru adalah melalui supervisi. Salah seorang yang diberikan tanggung jawab untuk melakukan supervisi adalah kepala sekolah, sehingga kepala sekolah disebut juga sebagai supervisor. Sebagai supervisor kepala sekolah bertugas memberikan bantuan dan bimbingan secara professional kepada guru yang kurang memiliki kemampuan professional dalam mengajar. Hal ini sesuai dengan hakekat supervisi yang dikemukakan oleh Pidarta (1999) sebagai berikut: Hakekat supervisi adalah suatu proses pembimbingan dari pihak atasan kepada guru-guru dan para personalia sekolah lainnya yang langsung menangani belajar para siswa, untuk memperbaiki situasi belajar mengajar, agar siswa dapat belajar secara efektif dengan prestasi belajar yang semakin meningkat. Supervisi klinis merupakan salah satu jenis supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap para guru. Jenis supervisi ini merupakan bantuan professional yang diberikan secara sistematik kepada guru berdasarkan kebutuhan guru tersebut dengan tujuan untuk membina guru serta meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Kepala sekolah selaku supervisor klinis selain sebagai penanggung jawab kepada tugas-tugas supervisi klinis, juga harus melakukan akuntabilitas terhadap tugastugas tersebut. Maksudnya jika tanggung jawab merupakan usaha agar apa yang dibebankan kepadanya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya dalam waktu tertentu, maka akuntabilitas harus melebihi dari kewajiban itu. McAshan (1983) menyatakan bahwa akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performanya menyelesaikan tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan kata lain, keberhasilan supervisi klinis untuk mencapai profesionalisme

guru sangat tergantung kepada sejauh mana tingkat akuntabilitas kepala sekolah. Untuk mencapai tingkat akuntabilitas yang tinggi dalam melaksanakan supervisi klinis kepala sekolah memerlikan pengetahuan dan ketrampilan tentang supervisi klinis itu sendiri. Adalah sangat tidak mungkin mengharapkan perubahan tingkat profesionalisme guru ke arah yang lebih baik tanpa adanya pengetahuan dan ketrampilan yang memadai dari kepala sekolah tentang supervisi klinis. Oleh karena itu, makalah ini diangkat untuk memberikan gambaran dan wawasan yang komprehensif tentang supervisi klinis dan proses pembelajaran sebagai bahan bagi kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya sebagai supervisor klinis. Pengertian Supervisi Klinis Meskipun supervisi klinis ini tergolong muda dipakai di Indonesia akan tetapi supervisi model ini banyak menyedot perhatian para pemerhati pendidikan. Ketertarikan terhadap model supervisi yang paling mutakhir ini disebabkan oleh karena supervisi klinis ini menawarkan berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh model supervisi lainnya. Kelebihannya antara lain terciptanya hubungan antara supervisor dengan guru dilaksanakan atas dasar kebutuhan guru, dan demokratis. Para ahli dibidang ini memberikan pengertian supervisi klinis dengan kalimat yang berbeda-beda, meskipun apa yang mereka maksud adalah hampir sama. Perbedaan ini disebabkan pada penekanan pada aspek-aspek tertentu dari supervisi itu sendiri. Menurut Daresh (1989), Goldhammer (1969), Cogon (1973), Anderson, Krajewski (1982), dan German (1982), supervisi klinik merupakan satu strategi yang sangat berguna dalam supervisi pembelajaran, sebagai peningkatan kemampuan profesional guru. Supervisi klinik mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richart Weller di Universitas Harvard pada akhir dasawarsa lima puluhan dan awal dasawarsa enam puluhan (Krajewski, 1982). Ada dua asumsi yang mendasari praktik supervisi klinik. Pertama, pembelajaran merupakan aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara hati-hati. Melalui pengamatan dan analisis ini, seorang supervisor pendidikan akan dengan mudah mengembangkan kemampuan guru dalam mengelolah proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang profesionalismenya ingin dikembangakan lebih menghendaki cara kesejawatan daripada cara yang otoriter (Sergiovanni, 1987). Pada mulanya, supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam melakukan supervisi pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktik mengajar. Dalam supervisi ini penekanannya pada klinik yang diwujudkan dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan calon guru yang sedang berpraktik. Cogan (1973) mendefinisikan supervisi klinik sebagai berikut. The rational and practice designed to improve the teachers classroom performance. It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these dta and the relationships between teacher and supervisor from the basis of the program, procedures, and strategies desaigned to improve the students learning by improving the teachers calssroom behaviour. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian supervisi klinis: Richard Walter (dalam Purwanto, 2001) menyatakan bahwa:

Clinical supervision may be defined as supervision focused upon the improvement of instruction by means analiysis of systematic cycles of planning, observation and intensisive intellectual analysis of actual teaching performance in the interest of rational modification. Berdasarkan kutipan di atas, supervisi klinis difokuskan pada perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan mengadakan modifikasi yang rasional. Pidarta (1999) menyatakan bahwa: Supervisi klinis ialah proses membina guru untuk memperkecil jurang antara perilaku mengajar nyata dengan perilaku mengajar seharusnya yang ideal, dimana supervisi klinis hanya untuk menolong guru-guru agar mengerti inovasi dan mengubah performan mereka agar cocok dengan inovasi itu. Adapun pengertian supervisi klinis bisa dibaca dari istilah itu sendiri. Clinical artinya berkenaan dengan menangani orang sakit sama halnya dengan mendiagnosis, untuk menemukan aspek-aspek mana yang membuat guru itu tidak dapat mengajar dengan baik. Kemudian aspek-aspek itu satu per satu diperhatikan secara intensif. Jadi supervisi klinis itu merupakan satu model supervisi untuk memnyelesaikan masalah tertentu yang sudah diketahui sebelumnya. Dengan cara seperti ini rupanya memperkecil jurang perilaku nyata dengan periklaku ideal para guru yang sering kali terjadi pada inovasi-inovasi pendidikan. Menurut Keith dan Moudith (dalam Azhar, 1996) supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah laku mengajar yang nyata dan tingkah laku mengajar yang ideal. Supervisi klinis adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan professional guru dalam pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data secara obyektif, teliti sebagai dasar untuk mengubah peilaku mengajar guru. Tekanan dalam pendekatan yang diterapkan bersifat khusus melalui tatap muka dengan guru (Sahertian, 2000). Acheson dan Gall (1992) menyatakan bahwa: Supervision as the process of helping the teacher reduce the discrepancy between, actual teaching behavior and ideal teaching behavior. Dari kutipan di atas dapat dikatakan bahwa supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil ketidaksesuaian (kesenjangan) antara perilaku mengajar yang nyata dengan perilaku mengajar yang ideal. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa supervisi klinis adalah suatu teknik supervisi yang dilakukan oleh supervisor untuk memmberikan bantuan yang bersifat profesional yang diberikan berdasarkan kebutuhan guru yang bersangkutan dalam mengatasi masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar melalui bimbingan yang intensif yang disusun secara sestematis dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan meningkatkan profesionalisme guru. Bimbingan yang diberikan tidak bersifat interuksi atau perintah akan tetapi diberikan dengan cara sedemikian rupa sehingga memotivasi guru untuk menemukan sendiri cara-cara yang tepat untuk memperbaiki kekurangan yang dialami dalam proses pembelajaran. Tujuan Supervisi Klinis Supervisi klinik pada dasarnya merupakan pembinaan performa guru dalam

mengelola proses belajar mengajar. Pelaksanaannya didesain dengan praktis serta rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru dan supervisor merupakan dasar program, prosedur, dan strategi pembinaan perilaku mengajar guru dalam mengembangkan pembelajaran murid-murid. Cagon (1973) sendiri menekankan aspek supervisi klinik pada lima hal, yaitu a. Proses supervisi klinik b. Interaksi antara calon guru dalam mengajar c. Performa calan guru dalam mengajar d. Hubungan calon guru dengan supervisor, dan e. Analisis data berdasarkan peristiwa aktual di kelas Tujuan supevisi klinik adalah untuk membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang tidak atau kurang efektif. Sedangkan menurut dua Acheson dan Gall (1987), tujuan supervisi klinik adalah menigkatkan pengajaran guru di kelas. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut, a. Menyediakan umpan balik yang objektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya. b. Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran. c. Membantu guru mengembangkan ketrampilannya menggunakan strategi pengajaran. d. Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya. e. Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang berkesinambungan. Pidarta (1999) menyatakan bahwa tujuan supervisi klinis adalah memperbaiki perilaku guru dalam proses pembelajaran, terutama yang kronis secara aspek demi aspek dengan secara intensif, sehingga mereka dapat mengajar dengan baik. Pendapat tersebut menekankan adanya perbaikan perilaku guru terutama yang kronis, karena apabila masalah ini dibiarkan akan tetap menyebabkan instabilitas dalam pembelajaran di kelas. Ini berati perilaku yang tidak kronis bisa diperbaiki dengan teknik supervisi yang lain. Oleh karena itu tujuan dilaksanakan supervisi klinis adalah memperbaiki cara mengajar guru di dalam kelas (Azhar, 1996). Berdasarkan beberapa pendapat di atas tentang tujuan supervisi klinis tersebut di atas maka data disarikan tujuan supervisi klinis sebagai berikut: a. Memperbaiki perilaku guru hanya yang bersifat kronis, artinya perilaku yang tidak kronis bisa diperbaiki dengan teknik supervisi yang lain. b. Menyediakan umpan balik secara obyektif bagi guru tentang kegiatan proses pembelajaran yang dilakukannya sebagai cermin agar guru dapat melihat apa yang dilakukan agar segera dapat memberi respon positif. c. Mendiagnosis dan memecahkan berbagai problema yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Membantu guru mengembangkan kemampuan dalam menggunakan strategistrategi dalam proses pembelajaran. Ciri-ciri Supervisi Klinis Supervisi klinis memiliki ciri-ciri tersendiri yang membedakannya dengan modelmodel supervisi yang lain. Ciri-ciri yang dimaksud menurut Pidarta (1999) sebagai berikut: a. Ada kesepakatan antara supervisor dengan guru yang akan disupervisi tentang

aspek perilaku yang akan diperbaiki. b. Yang disupervisi atau diperbaiki adalah aspek-aspek perilaku guru dalam proses belajar mengajar yang spesifik. Misalnya cara menertibkan kelas, teknik bertanya, teknik mengendalikan kelas dlam metode keterampilan proses, teknik menangani anak membandel, dan sebagainya. c. Memperbaiki aspek perilaku diawali dengan pembuatan hipotesis bersama tentang bentuk perbaikan perilaku atau cra mengajar yang baik. Hipotesis ini bisa diambil dari teori-teori dalam proses belajar mengajar. d. Hipotesis di atas diuji dengan data hasil pengamatan supervisor tentang aspek perilaku guru yang akan diperbaiki ketika sedang mengajar. Hipotesis ini mungkin diterima, ditolak, atau direvisi. e. Ada unsur pemberian penguatan terhadap perilaku guru terutama yang sudah behasil diperbaiki. Agar muncul kesadaran betapa pentingnya bekerja dengan baik serta dilakukan secara berkelanjutan. f. Ada prinsip kerja sama antara supervisor dengan guru yang paling mempercayai dan sama-sama bertanggung jawab. g. Supervisi dilakukan secara kontinu, artinya aspek-aspek perilaku itu satu persatu diperbaiki sampai guru itu bisa bekerja dengan baik. Selanjutnya Purwanto (2001) memberikan enam ciri supervisi klinis yaitu: a. Bimbingan supervisor kepada guru/calon guru bersifat bantuan, bukan perintah atau interuksi. b. Jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru atau calon guru yang akan disupervisi, dan disepakati melalui pengkajian bersama antara guru dan supervisor. c. Instrumen supervisi dikembangkan dan disepakati bersama antara guru dan supervisor. d. Balikan diberikan dengan segera dan obyektif. e. Supervisi berlangsung dengan suasana akrab dan terbuka. f. Supervisi klinis dapat dipergunakan untuk meningkatkan keterampilan mengajar di pihak lain dipakai dalam konteks pendidikan prajabatan maupun dalam jabatan. Sahertian (2000) menyebutkan beberapa ciri-ciri supervisi klinis yaitu: a. Dalam supervisi klinis bantuan yang diberikan bukan bersifat instruksi melainkan menciptakan hubungan manusiawi sehingga guru-guru merasa aman. b. Suasana dalam kegiatan supervisi klinis adalah suasana yang penuh kehangatan, kedekatan, dan keterbukaan. c. Supervisi yang diberikan tidak saja pada keterampilan mengajar tetapi juga mengenai aspek-aspek kepribadian guru, misalnya motivasi terhadap gairah mengajar. d. Balikan yang diberikan harus secepat mungkin dan bersifat obyektif. e. Apa yang akan disupervisi itu timbul dari harapan dan dorongan karena ia memang membutuhkan bantuan itu. f. Suatu tingkah laku mengajar yang dimiliki guru merupakan satuan yang integratif. Harus dianalisis sehingga terlihat kemampuan apa, keterampilan apa yang spesifik yang harus diperbaiki. g. Instrumen yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar kesepakatan bersama. h. Dalam percakapan balikan harus datang dari guru lebih dahulu bukan dari

supervisor. Bedasarkan beberapa pendapat di atas tentang ciri-ciri supervisi klinis, maka dapat disarikan bahwa beberapa ciri supervisi klinis antara lain sebagai berikut: a. Hanya untuk guru-guru yang lemah secara kronis. b. Kelemahan yang diperbaiki harus satu per satu. c. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara supervisor dengan guru yang akan disupervisi. d. Berfokus pada kebutuhan guru e. Berlangsung dalam suasana yang akrab, terbuka, dan interaktif. f. Dilaksanakan dalam bentuk siklus yang sistematis. g. Memperbaiki aspek perilaku mengajar diawali degan pembuatan hipotesis dan menguji hipotesi itu (ditrima, ditolak, atau direvisi). h. Memberikan penguatan dan penghargaan kepada guru terutama perilaku yang sudah berhasil diperbaiki. i. Balikan dibelikan dengan segera dan secara obyektif. j. Percakapan balikan harus datang dari guru lebih dahulu bukan dari supervisor. Demikianlah sekilas konsep supervisi klinik dan apabila disimpulkan, karakteristik supervisi klinik adalah sebagai berikut, a. Supervisi klinik berlangsung dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan guru, b. Tujuan supervisi klinik adalah untuk pengembangan profesional guru, c. Kegiatan supervisi klinik ditekankan pada aspek-aspek yang menjadi perhatian guru serta observasi kegiatan pengajaran di kelas, d. Observasi harus dilakukan secara cermat dan mendetail, e. Analisis terhadap hasil observasi harus dilakukan bersama antara supervisor dan guru, serta f. Hubungan antara supervisor dan guru harus bersifat kolegial bahkan otoritarian. Proses dan Langkah-langkah Supervisi Klinis Para ahli membuat tahapan yang berbeda dalam melaksanakan supervisi klinis. Ada sebagian ahli yang membuat tahapan supervisi klinis dengan singkat dan ada pula sebagian ahli yang menjabarkan tahapan secara rinci. Sahertian (2000) menyatakan ada tiga langkah atau tahap dalam supervisi klinis yaitu: pertemuan awal, observasi, dan pertemun akhir. Sedangkan Soetjipto dan Kosasi (1999) membuat lima langkah atau tahap dalam supervisi klinis yaitu: pembicaraan pra observasi, melaksanakan observasi, melakukan analisis dan menentukan strategi, melakukan pembicaraan tentang hasil supervisi, dan melakukan analisis setelah pembicaraan. Pidarta (1999) menyebutkan langkah-langkah dalam proses supervisi klinis secara rinci adalah seperti berikut: a. Pertemuan awal atau perencanaan yang terdiri dari: menciptakan hubungan yang baik dengan cara menjelaskan makna supervisi klinis sehingga partisipasi guru meningkat; menemukan aspek-aspek perilaku apa dalam proses belajar mengajar yang perlu diperbaiki; membuat skala prioritas aspek-aspek perilaku yang akan diperbaiki; membuat hipotesis sebagai cara atau bentuk perbaikan pada sub topik bahan pelajaran tertentu. b. Persiapan yang terdiri dari: bagi guru tentang cara mengajar yang baru hipotesis; bagi supervisor tentang cara dan alat observasi seperti tape recorder,

video, daftar cek, catatan anecdotal dan sebagainya. c. Pelaksanaan yang terdiri dari: guru mengajar dengan tekanan khusus pada aspek-aspek perilaku yang diperbaiki; supervisor mengobservasi; menganalisis hasil mengajar secara terpisah; d. Pertemuan akhir, bisa juga dengan orang lain yang ingin tahu yang terdiri dari: guru memberikan taggapan/penjelasan/pengakuan; supervisor memberi tanggapan/ulasan; menyimpulkan bersama hasil yang telah dicapai: hipotesis ditrima, ditolak, atau direvisi; menentukan rencana berikutnya, mencakup mengulangi memperbaiki aspek tadi dan meneruskan untuk memperbaiki aspekaspek yang lain. DAFTAR PUSTAKA Azhar, Lalu Muhammad. 1996. Supervisi Klinis dalam Penerapan Keterampilan Proses dan CBSA. Surabaya. Usaha Nasional. Imron, Ali. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta. Dunia pustaka. Meliono, Anton dkk. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Mustaji. 2001. Proses Belajar mengajar. Surabaya. FIS-Unesa. Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta. Rineka Cipta. Pidarta, Made. 1999. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara. Purwanto, M. Ngalim. 2001. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya. Riyanto, Yatim. 2001. Landasan Pembelajaran. Surabaya. Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Sahertian, A. Piet. 2000. Konsep Dasar dan Tehnik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya manusia. Jakarta. Rineka Cipta. Usman, Moh. Uzer. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung. Remaja Rosdakarya. sulanam.sunan-ampel.ac.id/?p=55 - Tembolok - Mirip Siklus Pelaksanaan Supervisi Klinis 1. 6. Pelaporan Supervisi Klinis

Laporan Hasil Pelaksanaan Supervisi ditujukan kepada pimpinan dan kepada orang yang disupervisi. Kepada atasan atau pimpinan, laporan hasil supervisi dimaksudkan untuk memberikan laporan mengenai temuan-temuan yang diperoleh dari kegiatan supervisi dan selanjutnya dijadikan bahan untuk melakukan pembinaan kompetensi profesional bagi orang yang disupervisi. Laporan untuk pihak yang disupervisi dimaksudkan sebagai balikan dalam upaya menyadarkan posisi kinerja dan meningkatkan kompetensi profesionalnya. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan dalam laporan supervisi untuk pihak yang disupervisi perlu memperhatikan aspek-aspek psikologis, fisiologis, latar belakang pendidikan, masa kerja dan aspek lainnya yang berhubungan dengan harga dari pihak yang disupervisi.

C. PENUTUP Supervisi klinis akan terjadi jika hubungan kolegial antara pengawas dan guru telah terjalin dengan baik. Tanpa prasyarat tersebut guru akan segan untuk meminta pengawas untuk melakukan supervise klinis terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi guru dalam pembelajaran. Selain itu, keberhasilan supervise klinis juga akan sangat tergantung kepada sejauhmana pengawas memberikan bimbingan sesuai kemampuan professional yang dimilikinya dan sejauhmana guru secara terbuka melaksanakan bimbingan yang telah diberikan oleh pengawas. D. DAFTAR PUSTAKA Glickman, C.D. (1985). Supervision of Intruction. Boston: Allyn and Bacon Inc. Lovell, J.T. and Wiles, K. (1983). Supervision for Better Schools (Fifth Edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs. Nana Sudjana. (1988). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Sahertian, P.A. (2000). Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Sutisna, Oteng. (1993). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa. Satori, Djaman. (1989). Pengembangan Model Supervisi Sekolah Dasar (Penelitian terhadap Efektivirtas Sistem Pelayanan/Bantuan Profesional bagi Guru-guru SD di Cianjur Jawa Barat). Disertasi Doktor pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Sulu Lipu La Sulo. (1998). Supervisi Klinis Pendekatan Bimbingan dalam Penyelenggaraan Program Pengalaman Lapangan (PPL). Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPGSM. Waite, D. (1991). Intructional Supervision from a Situational Perspective. Teaching and Teacher Education, 8 (4), 319-332. Wiles, J. and Bondi, J. (1980). Supervision: A Guide to Practic. Sydney: Charles E. Merril Publishing Company. Winardi. (1996). Manajemen Supervisi. Bandung: Mandar Maju.

Bab I

Pendahuluan

1. Dasar Pemikiran (Menyajikan uraian tentang kedudukan dan pentingnya supervisi dalam pengelolaan pembelajaran) 1. Tujuan Supervisi (Menjelaskan tujuan supervisi kelas dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan) 1. Manfaat (Menjelaskan dampak positif pelaksanaan supervisi) 1. Metode (Menjelaskan cara yang digunakan dalam melaksanakan supervisi) Bab II Pelaksanaan Supervisi

1. Waktu dan Sasaran (Menginformasikan kapan supervisi dilaksanakan dan siapa saja yang disupervisi) 1. Ruang Lingkup (Menjelaskan aspek-aspek yang disupervisi) 1. Instrumen yang Digunakan (Menjelaskan alat pengumpul data yang digunakan dalam kegiatan supervisi) 1. Teknik Analisis Data (Menjelaskan teknik perhitungan yang digunakan dalam mengolah data untuk merumuskan kesimpulan) 1. Temuan (Melaporkan hasil yang diperoleh sesuai dengan ruang lingkup) 1. Pemecahan Masalah Menjelaskan langkah pemecahan masalah yang telah dilakukan Pengawas) Bab III Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan

(Menyajikan kesimpulan atas hasil supervisi pengajaran yang telah dilaksanakan) 1. Rekomendasi (Menyajikan beberapa rekomendasi ke arah pembinaan dan peningkatan profesional guru dalam PBM).

You might also like