You are on page 1of 14

A.

Pendahuluan Pembagunan pada hakikatnya adalah proses perubahan yang terus menerus, yang merupakan kemajuan dan perbaikan kearah tujuan yang ingin dicapai. Pelaksanaan pembangunan itu sendiri melibatkan seluruh lapisan masyarakat serta ditujukan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu menunda sebagai faktor yang dapat menentukan arah keberhasilan pembangunan dimana pendidikan mempunyai peranan sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa. Pendidikan merupakan sektor penting yang berperan aktif dalam

meningkatkan pembangunan bangsa. Apabila melihat kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini masih banyak yang belum mendapatkan pelayanan pendidikan terutama untuk masyarakat ekonomi menengah kebawah. Mahalnya biaya pendidikan menjadi faktor utama bagi masyarakat sehingga mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan bahkan sampai sekolah dasar sekalipun. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan mengakibatkan semakin meningkatnya angka kemiskinan dan kebodohan. Tidak jarang masyarakat yang mengalami buta huruf sebagai konsekuensi dari kurangnya pendidikan bagi mereka. Untuk mengurangi masalah tersebut perlu adanya layanan pendidikan yang dapat menyentuh masyarakat hingga lapisan bawah, dimana pendidikan tidak hanya memusatkan pada jalur pendidikan formal saja, melainkan melalui jalur pendidikan lain yaitu pendidikan non formal dan pendidikan informal. Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal atau Pendidikan Luar Sekolah dimaksudkan untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang tidak mungkin terlayani pendidikannya di jalur pendidikan formal. Program yang diselenggarakan dalam Pendidikan Non Formal (PNF) meliputi PAUD, Program Kesetaraan Pendidikan Dasar Luar Sekolah, Program Pemberantasan Buta Huruf melalui Keaksaraan Fungsional, Program Taman Bacaan Masyarakat, Program Pendidikan Perempuan, Program Pendidikan Berkelanjutan, Program Pemberdayaan dan Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan Program Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pengelola program PLS dari, oleh dan untuk masyarakat. Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk mengembangkan program pendidikan di jalur Pendidikan Luar Sekolah adalah terbentuknya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di tingkat daerah yang dikelola oleh lembaga
1

kemasyarakatan daerah setempat. PKBM merupakan salah satu ujung tombak pengembangan program PLSP ditingkat lapangan karena langsung bersentuhan dengan masyarakat. Dari sini diharapkan pengelola PKBM mampu mengembangkan dirinya secara maksimal
1

dalam

melayani

dan

mengembangkan

program

pemberdayaan di masyarakat. B. Pengertian

Kelompok Belajar atau Kejar adalah jalur pendidikan nonformal yang difasilitasi oleh Pemerintah untuk siswa yang belajarnya tidak melalui jalur sekolah, atau bagi siswa yang belajar di sekolah berbasis kurikulum non pemerintah seperti Cambridge, dan IB (International Baccalureate). Kejar terdiri atas tiga paket: Paket A, Paket B dan Paket C. Setiap peserta Kejar dapat mengikuti Ujian Kesetaraan yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Pendidikan kesetaraan ini merupakan kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan luar sekolah sebagai suatu sub sistem pendidikan non formal. Yang dimaksud pendidikan non formal adalah pendidikan yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Dengan adanya batasan pengertian tersebut, rupanya pendidikan non formal tersebut berada antara pendidikan formal dan pendidikan informal.2 Pendidikan Kesetaraan adalah salah satu satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang meliputi kelompok belajar (kejar) Program Paket A setara SD/MI, Program Paket B setara SMP/MTs, dan Program Paket C setara SMA/MA yang dapat diselenggarakan melalui Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat kegiatan belajar Masyarakat (PKBM), atau satuan sejenis lainnya. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan mengganti. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka salah satu upaya yang ditempuh untuk memperluas akses pendidikan guna mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah melalui pendidikan kesetaraan. Pendidikan kesetaraan merupakan program

Sihombing U, Pendidikan Luar Sekolah Masalah dan Peluang, CV Wirakarsa, Jakarta Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, Jakrta:Bumi Aksara, 1992,

2001,hlm.23
2

hlm.79

pendidikan non formal yang menyelenggarakan pendidikan umum yang mencakup Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP) dan Paket C (setara SMU). 3 Definisi mengenai setara adalah sepadan dalam civil effect, ukuran, pengaruh, fungsi dan kedudukan. Sebagaimana yang tercantum dalam UU No 20 / 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 26 Ayat (6) bahwa " Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan."4 Oleh karena itu pengertian pendidikan kesetaraan adalah jalur pendidikan nonformal dengan standar kompetensi lulusan yang sama dengan sekolah formal, tetapi kontens, konteks, metodologi, dan pendekatan untuk mencapai standar kompetensi lulusan tersebut lebih memberikan konsep terapan, tematik, induktif, yang terkait dengan permasalahan lingkungan dan melatihkan kecakapan hidup berorientasi kerja atau berusaha sendiri. Dengan demikian pada standar kompetensi lulusan diberi catatan khusus. Catatan khusus ini meliputi: pemilikan keterampilan dasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Paket A), pemilikan keterampilan untuk memenuhi tuntutan dunia kerja, dan pemilikan keterampilan berwirausaha (Paket C). Perbedaan ini oleh kekhasan karateristik peserta didik yang karena berbagai hal tidak mengikuti jalur pendidikan formal karena memerlukan substansi praktikal yang relevan dengan kehidupan nyata. C. Landasan hukum 1. UUD 1945 Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan Kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian abadi dan keadilan sosial, .. Pasal 28B ayat 1 Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan mafaat dari ilmu
3

http://www.skbskh.sch.id/utama.php?vidmenu=1 http://www.suaramerdeka.com/harian/0607/04/opi03.htm

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia 2. UU TAHUN 2003 SISDIKNAS Pasal 5 ; ayat (1,5) 1) Setiap Warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 5) Setiap Warga Negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Pasal 13 ayat (1) 1) Jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. 3. UU. NO. 20 Tahun 2003 SISDIKNAS Pasal 26; ayat (1,3,6): 1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. 3) Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. 6) Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional penilaian. Penjelasan Pasal 17 dan Pasal 18 menyatakan bahwa pendidikan yang sederajat dengan SD/MI adalah program Paket A dan yang sederajat dengan SMP/MTs adalah program paket B, Sedangkan pendidikan yang sederajat dengan SMA/MA adalah program paket C; Setiap peserta didik yang lulus ujian program Paket A, Paket B, Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA untuk mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi.
4

4. Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1991 Pasal 18: Pendidikan Luar Sekolah yang setara dengan pendidikan dasar diselenggarakan pada kelompok belajar Paket A dan Kejar Paket C . Program Paket A setara Sekolah Dasar dan Program Kejar Paket C setara Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. 5. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0131/U/1991 tentang Program Paket A dan Kejar Paket C . 6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 5 s.d Pasal 18 tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah; Pasal 25 s.d Pasal 27 tentang Standar Kompetensi Lulusan. 7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Standar Isi untuk program paket A, program paket B, dan program paket C yang mencakup: Beban Belajar dan Struktur Kurikulum Beban Belajar, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Kalender Pendidikan. 8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah menegaskan beberapa poin penting berikut : Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni: a. Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan

SMP/MTs./SMPLB/Paket B bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut b. Pendidikan Menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut 9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dan

peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.5 D. Peranan dan tujuan Peran pendidikan Kesetaraan yang meliputi program Paket A, B dan C sangat strategis dalam rangka pemberian bekal pengetahuan. Penyelenggaraan program ini terutama ditujukan bagi masyarakat putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, masyarakat yang bertempat tinggal di daerah-daerah khusus, seperti daerah perbatasan, daerah bencana, dan daerah yang terisolir yang belum memiliki fasilitas pendidikan yang memadai bahkan juga bagi TKI di luar negeri dan calon TKI. Memahami nilai dan manfaat program pendidikan kesetaraan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat menjadi salah satu faktor utama yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi pada program yang diselenggarakan dengan antusias. Untuk skala nasional, penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan dimaksudkan sebagai upaya untuk mendukung dan mensukseskan program pendidikan wajib belajar 9 tahun yang merupakan penjabaran dari ren cana strategis Departemen Pendidikan Nasional yang meliputi perluasan akses, pemerataan, dan peningkatan mutu pendidikan.6 Sedangkan tujuan dari pendidikan kesetaraan adalah Pendidikan Kesetaraan Paket A dan B diarahkan untuk mempercepat penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun Pendidikan Kesetaraan Paket C ditujukan untuk memperluas akses pendidikan menengah Pendidikan Kesetaraan untuk meningkatkan rata-rata lama belajar dan produktivitas warga negara (Indeks Pembangunan Manusia/ IPM) E. Model Program Pendidikan Kesetaraan Bila dicermati lebih mendalam, sedikitnya ada tiga model pendidikan kesetaraan yang sudah dilakukan oleh Depdiknas antara lain: (1) pendidikan kesetaraan sebagai pelengkap pendidikan sekolah, (2) pendidikan kesetaraan yang pararel dengan pendidikan sekolah, (3) pendidikan kesetaraan sebagai alternatif bagi pendidikan sekolah dan (4) model tempat pembuangan sampah7.

Departemen Pendidikan Nasional, (2002), Education for All Pendidikan Untuk Semua, Persiapan Rencana Kerja Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional RI. http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?id=64&dir=5&idstatus=0 Sudjana, Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah & Teori Pendukung, serta Asas, Bandung: Falah Production 2000
7 6

Model pertama, umumnya sudah dilakukan oleh negara-negara maju, di Indonesia juga sudah dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Tanjungpura Tasikmalaya, warga belajar dapat belajar keterampilan anyaman, pemasaran, pemeliharaan kesehatan dan lainnya dengan menggunakan sumber-sumber yang terdapat di dalam masyarakat desa Tanjungpura. Program semacam kelas masyarakat ini dilakukan bersamaan dengan program peningkatan kemampuan para guru Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Alam, serta murid-muridnya dalam membuat alat-alat pelajaran IPA dengan menggunakan bahan yang terdapat di daerah setempat, harganya terjangkau, dan mudah dalam pembuatan serta penggunaannya Model kedua, penekanannya pada kedua jalur pendidikan formal dan nonformal berjalan berdampingan dan saling menunjang antara yang satu dengan lainnya hal ini dapat dilihat seperti di PKBM Miftahul Jannah di Jakarta Timur dan PKBM lainnya yang sudah memiliki sarana belajar yang memadai. Termasuk sekolah-sekolah home schooling yang sedang menjamur di kota-kota besar termasuk Jakarta. Para siswanya adalah mereka yang tidak memiliki kesempatan atau bosan dengan sistem sekolah, termasuk juga di dalamnya anak-anak yang putus sekolah. Model ketiga, sebagai alternatif berarti pendidikan kesetaraan ada semacam kebebasan pendidikan untuk mengembangkan sistem dan program-programnya sendiri. Kebebasan ini penting karena (1) pendidikan formal (sekolah) tidak dap at memecahkan secara tuntas masalah siswa, oleh sebab itu pendidikan kesetaraan dipandang perlu untuk memantapkan peranannya sebagai pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, tidak semua penduduk usia sekolah memiliki kesempatan untuk sekolah di pendidikan formal. (2) pendidikan kesetaraan mempunyai fungsi untuk mengembangkan kemampuan masyarakat dan

meningkatkan kepercayaan masyarakat akan kemampuannya sendiri. Model keempat, lahir dari sebuah kasus dan kebijakan yaitu siswa-siswa yang tidak lulus di Ujian Nasional terutama siswa SMA secara otomatis dibolehkan mengikuti ujian nasional Paket C. Kebijakan ini di satu sisi, dapat membantu anakanak yang tidak lulus ini memperoleh Ijazah setara SMA, namun di sisi lainnya semakin memperburuk citra program Paket C itu sendiri. Seakan-akan program Paket C ini dianggap tempat pembuangan sampah bagi anak-anak yang tidak lulus Ujian Nasional. Kalau kebijakan ini terus dilakukan, maka tidaklah salah persepsi masyarakat bahwa program kesetaraan ini mutunya lebih rendah dari program sekolah

formal. Padahal saat ini sudah mulai banyak tumbuh di masyarakat program kesetaraan yang berkualitas. Model pertama sampai model ketiga banyak dianut oleh para ahli pendidikan luar sekolah. Model pertama dianut oleh para pakar dan perencana pendidikan untuk pembangunan yang berada di negara-negara maju (industri). Model kedua, pendidikan kesetaraan yang pararel dengan pendidikan sekolah dianut antara lain oleh Philip H Coombs dan Lyran Srinivasan. Model pendekatan ketiga pendidikan luar sekolah sebagai alternatif pendidikan sekolah, dianut antara lain oleh Poule Freire, Saul Alnsky dan Julius Nyrere. Sedangkan model keempat uniknya hanya ada di Indonesia belum ada para ahli yang menganggap model keempat ini perlu dimasukkan sebagai salah satu model. F. Sasaran Program Pendidikan Kesetaraan Berikut ini dikemukakan sasaran dari program pendidikan kesetaraan yang dirangkum dari beberapa sumber, agar jelas kepada siapakah sesungguhnya program ini ditujukan,8 a. Penduduk tiga tahun di atas usia SD/MI ( 13-15) Paket A dan tiga tahun di atas usia SMP/MTS ( 16 -18 ) Paket B b. Penduduk usia sekolah yang tergabung dengan komunitas e-learning, sekolah rumah, sekolah alternatif, komunitas berpotensi khusus seperti pemusik, atlet, pelukis, dll. c. Penduduk usia sekolah yang terkendala masuk jalur formal karena: ekonomi terbatas dan waktu terbatas d. Geografis ( etnik minoritas, suku terasing) e. Keyakinan seperti Ponpes f. Bermasalah, (sosial, hukum) g. Penduduk usia 15-44 yang belum tuntas wajar Dikdas 9 tahun h. Penduduk usia SMA/MA berminat mengikuti program Paket C i. Penduduk di atas usia 18 tahun yang berminat mengikuti Program Paket C karena berbagai alasan

http://pkbm.blogdetik.com/kebijakan-pemerintah-dalam-pengembangan-pendidikan-

kesetaraan/

G.

Acuan Standar Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan Menurut PP. No.19 tahun 2005 pemerintah telah menetapkan standar yang digunakan sebagai acuan untuk menyelenggarakan pendidikan kesetaraan9, yang di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Standar Isi Standar isi mencakup kerangka dasar dan struktur kurikulum , beban belajar, dan kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan kesetaraan pada satuan pendidikan nonformal. Kurikulum kesetaraan lebih memuat konsep terapan, tematik, dan berorientasi kecakapan hidup 2. Standar Kompetensi Lulusan SKL Pendidikan Kesetaraan sama dengan SKL pendidikan formal akan tetapi memiliki kekhasan sendiri meliputi: a. Paket A lulusannya memiliki keterampilan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup b. Paket B ,memenuhi tuntutan dunia kerja c. Paket C, memiliki keterampilan berwirausaha 3. Standar Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pendidik Kesetaraan harus memiliki Kualifikasi akademik dan kompetensi paedagogik dan adragogi, kompetensi kepribadian, kompetensi propesional dan kompetensi sosial. Kualifikasi Akademik : Paket A ( SMA) , Paket B (DII), Paket C (S1) 4. Standar Sarana dan Prasarana Proses belajar mengajar pendidikan kesetaraan dapat dilakukan di berbag lokasi ai yang memiliki standar sarana pendukung meliputi: lahan dan bangunan, buku teks pelajaran, buku perpustakaan, alat peraga, media pembelajaran 5. Standar Pengelolaan Standar pengelolaan pendidikan kesetaraan merupakan standar minimal meliputi: perencanaan program, penyusunan KTSP, kegiatan pembelajaran, pengelolaan sarana prasarana, penilaian hasil belajar dan pengawasan. Pengelolaan pendidikan menerapkan manajemen berbasis satuan pendidikan dengan ciri; kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas

9 Departemen Pendidikan Nasional RI (2005) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Th 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

6. Standar Pembiayaan Pembiayaan pendidikan kesetaraan terdiri atas: a. Biaya inverstasi b. Biaya oprasional c. Biaya personal 7. Standar Penilaian Standar penilaian pendidikan meliputi: a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah H. Analisis Kalau kita lihat pada sejarah dibentuknya program pendidikan kejar paket ini kita harus mengapresiasi pemerintah, bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional dan pemerataan pendidikan nasional kemudian pemerintah melegalkan pendidikan nonformal kedalam draft hukum. Bagi warga di pedalaman, perbatasan, atau yang sulit secara ekonomi, diadakannya program ini tentunya akan sangat membantu untuk bisa mengecam dunia pendidikan. Dan dengan adanya penyetaraan antara pendidikan formal dan nonformal (kejar paket) ini juga memudahkan bagi masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan lanjutan atau untuk mencari pekerjaan yang layak. Masalah yang muncul kemudian adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar apa yang harus dicapai untuk memenuhi standar kelulusan agar peserta didik dapat lulus ujian. Apakah kesetaraan ini berarti semuanya sama dengan pendidikan formal ? Berdasarkan kajian Permen No 14 Tahun 2007 dan Permen 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, tampaknya ada kecenderungan adanya tuntutan pencapaian kompetensi yang sama antara pendidikan kesetaraan dengan pendidikan formal. Kemudian yang perlu diperhatikan dengan serius adalah maraknya pemalsuan Ijazah kejar paket, dikarenakan kemudahan yang diberikan pemerintah bagi pemegang ijazah kejar paket dengan mengakuinya setara dengan ijazah pendidikan formal membuat beberapa oknum menempuh segala cara untuk meraih apa yang diinginkan, banyak terungkap kasus sindikat pemalsuan ijazah.10 Bahkan yang

10

http://www.komisikepolisianindonesia.com/sindikat-ijazah-palsu/

10

memperihatinkan ada beberapa kasus caleg yang mendaftarkan menggunakan ijazah kejar paket yang palsu. Ditambah dengan kebijakan yang menggunakan anggaran besar akan tetapi tidak ditopang dengan pengawasan yang ketat, ini juga membuka pintu korupsi terbuka lebar. Ada beberapa kasus yang menyangkut korupsi anggaran pendidikan kejar paket, Ratusan miliaran anggaran dari APBN didampingi anggaran dari masingmasing pemerintah daerah kabupaten dan kota. Dikucurkan untuk menjamin program kejar paket kesetaraan tersebut berjalan tanpa membebani anak bangsa ini. Namun apa yang terjadi, di beberapa kabupaten Sumatera Utara, malah amanah undangundang tadi, dimanfaatkan untuk memperkaya diri, mengkorupsi anggaran dimaksud dengan berbagai jenis modus pula, baik penggerogotan angka anggaran maupun langsung memfiktifkan kegiatan dan anggarannya dipindahkan ke kantong masingmasing.11 Belum lagi ketidakjelasan kebijakan penerimaan anggaran, karena dalam kebijakan ini pemerintah tidak mewajibkan sekolah untuk menerima bantuan dana, akan tetapi diperbolehkan untuk tidak menerima. Ini dikhawatirkan akan membuat sekolah menarik uang dari para peserta didik, padahal diadakannya program ini sejatinya untuk membantu masyarakat yang kurang mampu. Anggaran tahun ini untuk propinsi jatim misalnya, untuk bantuan operasional telah disediakan sebanyak 2.381.445.000. Bantuan itu diberikan untuk program kerjar paket A,B dan C dengan total peserta 4669. Ditambah lagi biaya ujian sebesar 402.000.000 untuk 2680 orang.12 Yang tidak kalah kontroversial adalah model kejar paket yang awalnya didesain untuk meningkatkan dan memeratakan pendidikan nasional berubah menjadi tempat sampah. Seperti yang kita ketahui, dulu peserta UN yang tidak lulus, tidak punya kesempatan untuk mengikuti ujian ulangan tetapi harus mengikuti UN pada tahun ajaran berikutnya. Mereka juga diwajibkan mengulang pelajaran di kelas terakhir secara penuh. Namun, ada kebijakan yang cukup melegakan bagi mereka yang gagal dalam UN yakni bisa menjadikan ujian kejar paket B (SMP) dan kejar paket C (SMA/SMK) sebagai alternatif. Jika demikian halnya muncul sebuah pertanyaan, tidakkah kebijakan ini justru akan memanjakan siswa? Sebab ada
11

http://www.portibionline.com/berita-1112-fiktifnya-paket-kesetaraan-.html http://.majalahsketsa.blogspot.com/2010/04/kebijakan-anggaran-kejar-paket.html

12

11

kemudahan bagi mereka. Mereka akan berpikir santai saja dan tidak usah belajar karena sudah ada alternatif, yang pada akhirnya toh akan lulus juga. Jika hal ini terjadi berarti pendidikan yang bertujuan mendidik menjadi seolaholah tidak mendidik. Ini adalah sebuah pembodohan kembali. Ini adalah sesuatu yang sangat tidak masuk akal jika dikaitkan dengan tuntutan dan persaingan dunia global yang selalu menuntut kualitas untuk bisa eksis dalam pergaulan dan persaingan internasional. Kontroversi standar nilai yang ditetapkan dan materi yang diujikan untuk menghasilkan produk pendidikan yang berkualitas ternyata kembali dimentahkan dengan kebijakan kejar paket. Jika siswa dimanjakan seperti ini maka mutu pendidikan akan selamanya tetap rendah. Dengan adanya kebijakan seperti ini maka motivasi belajar bagi anak-anak akan berkurang. Dalam kontes ini kebijakan kejar paket ini kurang tepat dan akan mengaburkan tujuan pendidikan Yang pada . kenyataanya sudah mulai muncul program pendidikan kejar paket yang bermutu akan tetapi dengan kebijakan ini pemerintah merusaknya kembali. I. Saran Kebijakan kejar paket ini tidak serta merta harus dihapuskan dikarenakan ada beberapa kekurangan dan penyelewengan. Yang harus dilakukan adalah

menyempurnakan kebijakan yang sudah ada. Karena bagaimanapun kondisi sosial ekonomi kita masih sangat membutuhkan program ini, perbaikan bisa dilakukan dengan menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang jelas dan juga pengawasan yang jelas. Dan untuk yang sudah mengikuti UN tidak diperkenankan untuk mengikuti ujian penyetaraan, karena hal ini akan mengurangi motivasi siswa untuk mencoba secara maksimal. Biarlah penyetaraan ini diperuntukkan bagi para peserta program pendidikan ini. Sehingga peserta didik bisa memilih sendiri program pendidikan yang diinginkan dengan siap menanggung segala resiko yang ada. Dan kembalikan pada pola dasar yang ada sebelumnya. J. Penutup Program pendidikan paket adalah merupakan sebuah alternatif bagi masyarakat untuk bisa mengenyam pendidikan yang bermutu, sehingga dengan kondisi apapun masyarakat bisa menikmati pendidikan. Program yang bertujuan untuk menunjang wajib belajar 9 tahun ini merupakan kebijakan yang sesungguhnya sangat membantu orang Islam, karena seperti yang kita tahu bahwa penduduk miskin yang ada di Negara ini kebanyakan beragama Islam.
12

Akan tetapi kebijakan yang sejatinya bagus ini pada perkembangannya akhirakhir ini mendapat ujian yang berat, yang dulunya program pendidikan yang tidak dilirik menjadi program yang dicari-cari untuk mengejar kepentingan sesaat. Kebijakan baru yang dibuat pemerintah yang memperbolehkan peserta UN yang gagal bisa mengikuti ujian penyetaraan pada program kejar paket berpotensi merusak program ini. Perlu peninjauan kembali dari pemerintah untuk memperbaiki kebijakan, yang tidak hanya memikirkan gejolak pada masyarakat atau orang tua yang tidak terima anaknya tidak lulus UN kemudian dicarikan solusi singkat, yang sesungguhnya ini tidaklah mendidik dan tidak memajukan pendidikan nasional. Akan tetapi perlu dipikirkan cara yang lebih mendidik, agar tidak ada yang dikorbankan.

13

DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional, (2002), Education for All Pendidikan Untuk Semua, Persiapan Rencana Kerja Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional RI. Departemen Pendidikan Nasional RI (2005) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. Sihombing U, Pendidikan Luar Sekolah Masalah dan Peluang, CV Wirakarsa, Jakarta 2001 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, Jakrta:Bumi Aksara, 1992, Sudjana, Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah & Teori Pendukung, serta Asas, Bandung: Falah Production 2000 http://www.komisikepolisianindonesia.com/sindikat-ijazah-palsu/ http://www.portibionline.com/berita-1112-fiktifnya-paket-kesetaraan-.html http://.majalahsketsa.blogspot.com/2010/04/kebijakan-anggaran-kejar-paket.html http://www.skbskh.sch.id/utama.php?vidmenu=1 http://www.suaramerdeka.com/harian/0607/04/opi03.htm http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?id=64&dir=5&idstatus=0 http://pkbm.blogdetik.com/kebijakan-pemerintah-dalam-pengembangan-pendidikankesetaraan/

14

You might also like