You are on page 1of 13

DASAR-DASAR ILMU TANAH PEMBENTUKAN LAPISAN REDUKSI DAN OKSIDASI NAMA NIM KELOMPOK HARI/TANGGAL ASISTEN : I KOMANG TRI

WIDYA PUTRA : G111 09 327 : X (SEPULUH) : SELASA/ 17 NOVEMBER 2009 : YULFIRA

JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2009

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Difusi gas dalam air berjalan sangat lambat ,sekitar 10 kali lebih kecil dari kecepatan difusi pada fase gas .kecepatan difusi O2 dalam air sering kali jauh lebih rendah dari kecepatan konsumsi O2 oleh tanah dalam hal ini mikroorganisme

.Kondisi seperti ini menyebabkan terbentuknya lapisan oksidasi di bagian di bagian lapisan oksidasi di bagian atas dan lapisan reduksi di bawah lapisan atas tanah .Pada lapisan teroksidasi dijumpai oksigen bebas (O2), tetapi lapisan reduksi O2 tidak ada .Di dalan tanah proses pembentukan oksidasi dan reduksi sangat berhubungan erat oksigen tanpa oksigen proses oksidasi tidak dapat berlangsung hal ini di karenakan pada proses oksidasi dan reduksi ,oksigen berperang sebagai unsur yang menjalankan reaksi pada proses oksidasi dan reduksi.Reaksi oksidasi dan reduksi dalam tanah biasanya digunakan dalam kompleks pada pembentukan lapisan tanah ,reaksi ini bertindak sebagai sumber ion ion penyusun unsure dalam lapisan oksidasi dan reduksi dalam tanah. Pada lapisan tanah yang mengalami proses reduksi ,prosesnya dijalankan dalam pelarut lamban atau dalam cairan murni, dan menggunakan katalis Ni, Pd, atau Pt . Hidrogenasi gugus karbonal atau keton jauh lebih lambat daripada hidrogenesis ikatan rangkap karbon- karbon . Di dalam tanah Aldehida berperang sebagai senyawa organic yang paling mudah teroksidasi ,dengan mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat oleh berbagai agen pengoksidasi , bukan hanya oleh pereaksi- pereaksi tetapi juga oleh agen pengoksidasi yang relatif lemah seperti ion perak dan ion tembaga.

Reaksi ini digunakan untuk membedakan antara reaksi pembentukan lapisan oksidasi atau lapisan reduksi yang terjadi pada tanah .Keadaan pada proses pembentukan lapisan reduksi ditandai ditandai oleh terbentuknya lapisan perak pada wadah atau tabung reaksi .Reaksi ini pula digunakan dalam proses pembuatan permin perak. Demikian pula dengan kodensasi pada lapisa oksidasi tanah yang reaksinya membentuk senyawa karboksilat sehingga edisi terhadap ikatan rangkap karbon oksigen melibatkan serangan suatu nukleofil pada karbonil . Pemberian kapur, sehingga pH meningkat diatas 5,0 akibatnya aktivitas bakteri pengoksidasi terhambat, karena meningkatnya populasi bakteri lainnya yang dapat menyaingi dalam pengambilan berbagai kebutuhan hidupnya seperti oksigen dan lainnya 1.2. Tujuan dan kegunaan

Tujuan dari praktikum Pembentukan Lapisan Oksidasi dan Reduksi adalah menetapkan pembentukan proses Oksidasi dan Reduksi pada tanah Alfisol untuk dapat dimanfaatkan pada tumbuhan melakukan aktivitas. Kegunaan dari praktikum Pembentukan Lapisan Oksidasi dan Reduksi adalah memberi informasi tentang Pembentukan Lapisan Oksidasi dan Reduksi pada jenis-jenis tanah yang dapat menentukan jenis suatu komoditas yang dapat dikembangkan pada tanah tersebut.

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oksidasi pada tanah sawah

Tanah sawah adalah lahan pertanian yang membutuhkan air dalam jumlah yang cukup besar. Dan salah satu bentuk penggunaan lahan yang sangat strategis karena lahan tersebut merupakan sumber daya utama untuk memproduksi padi/beras, yang merupakan pangan pokok utama bagi Indonesia. Dengan demikian, sawah merupakan sumber daya utama bagi pemantapan ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Walaupun demikian, sejauh ini belum ada referensi berbahasa Indonesia yang secara komprehensif membahas genesis, sifat kimia, fisika, dan biologi serta pengelolaan tanah sawah, padahal referensi tersebut sangat diperlukan untuk acuan dalam pengelolaan tanah sawah. Oksidasi pada tanah sawah teradi karena pori-pori pada tanah sawah kecil, sehingga kapasitas menyerap airnya menjadi kecil (Hakim,1986). Reaksi oksidasi dan reduksi pada tanah tersebut dipengaruhi berbagai aspek, baik kimia, biologi maupun fisika tanah. Ditinjau dari aspek biologi, maka kecepatan oksidasi senyawa pirit sangat ditentukan oleh peran dari bakteri pengoksidasi pirit yang disebut Thiobacillus sp.. Sedangkan dalam kondisi reduksi, pembentukan pirit atau H2S sangat ditentukan olek aktivtas bakteri pereduksi sulfat Desulfovibro sp. Karena itu dalam pengelolaan tanah sulfat masam dapat didekati melalui pemanfaatan peranan kedua bakteri tersebut. Namun aktivitas kedua bakteri tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, karena adanya saling ketergantungan satu sama bakteri lingkungannya(Hakim,1986).

Adanya proses oksidasi senyawa pirit dan proses reduksi dari hasil oksidasi tersebut membawa berbagai dampak negatif bagi pertumbuhan tanaman dan lingkungan sekitarnya. Karena itu perlu dilakukan upaya penanggulangan agar dampak negatif tersebut dapat ditekan seminimal mungkin tanpa banyak mengurangi tingkat produksi padi. Dalam proses oksidasi-reduksi pada tanah sulfat masam, terlihat betapa besarnya peran dari mikroorganisma, karena itu pendekatan pengelolaan tanah sulfat masam melalui mikroorganisma(Foth,1994). Mencegah atau memperlambat terjadi proses oksidasi, yaitu mencegah kerja dari bakteri pengoksidasi tersebut, melalui. Pemberian bakterisida. Aktivitas bakteri pengoksidasi dapat ditekan melalui pemberian bakterisida yang spesifik. Hasil pengujian Polford et al. (1988) mendapatkan bahwa bakterisida seperti Panasida (2,2 dyhydrpxy 5,5 dichlorophenylmethane) dan deterjen efektif mencegah kerja bakteri pengoksidasi Thiobacillus ferrooxidans. Selain itu, pemberian NaN3 dan Nethylmaleimide (NEM) mampu menghambat oksidasi Fe2+ dan

So(Hardjowigeno,2003). Mengurangi suplai oksigen melalui penggenangan, sehingga kerja bakteri pengoksidasi terhambat.Adanya udara mempercepat oksidasi S yang menyebabkan pH turun kurang dari 1. Kemasaman ini menyebabkan masalah pada organisme lain dan melarutkan logam-logam berat, sehingga lahan tidak layak digunakan untuk pertanian, tetapi berguna untuk menghambat Streptomyces scabies penyebab penyakit pada kentang. kondisi optimum untuk oksidasi pirit sama dengan kondisi optimum untuk oksidasi besi oleh Thiobacillus ferrooxidans yaitu konsentrasi oksigen > 0,01 Mole fraksi (1%), temperatur 5-55oC (optimal 30oC), pH 1.5-5.0 (optimal 3.3). Bakteri tersebut adaptif pada pH rendah (optimum untuk pertumbuhannya 2-3)

dengan konsentrasi besi ferro yang tinggi, besi tersebut digunakan sebagai donor elektron, dimana pengaruh pH pada konsentrasi besi direpleksikan dengan energyangdihasilkan(Hanafiah,2005). Pemberian kapur, sehingga pH meningkat diatas 5,0 akibatnya aktivitas bakteri pengoksidasi terhambat, karena meningkatnya populasi bakteri lainnya yang dapat menyaingi dalam pengambilan berbagai kebutuhan hidupnya seperti oksigen dan lainnya. Terjadi suksesi bakteri dengan perubahan pH tanah. pH yang cocok untuk habitat Thiobacillus ferrooxidans adalah 1,5-3,5, dengan suhu optimal 3035oC. Pada pH 3,5-4,5 didominasi oleh bakteri metalogenium, sedangkan pada pH netral didominasi oleh bakteri Thiobacillus thioparus. Selain itu, adanya ion Ca yang berasal dari kapur akan menetralkan ion sulfat membentuk gipsum (CaSO4) sehingga menurunkan aktivitas ion sulfat. Menunjukkan bahwa adanya penambahan kapur mencegah pemasaman, dimana pada pH dibawah 4,0, oksidasi kimia (tanpa bakteri) lebih rendah dibanding tanah yang diberi bakteri Thiobacillus ferrooxidans (oksidasi biologi). Ini artinya pada pH diatas 4,0, kemampuan oksidasi secara biologi tidak berbeda dengan secara kimia, yaitu berjalan sangat lambat. Pada percobaan tersebut, bakteri pengoksidasi pirit lainnya seperti Leptospirillum ferrooxidans atau genus Metallogenium gagal diisolat(Pairunan,1985). Mempercepat proses reduksi sulfat dan besi, dengan menciptakan kondisi lingkungan yang diperlukan oleh bakteri tersebut. Hasil reduksi tersebut dikeluarkan dari lahan melalui air drainase saat air surut. Reduksi sulfat tersebut dimedia oleh organisme yang diketahui secara kolektif sebagai bakteri pereduksi sulfur (SRB). SRB merupakan bakteri obligat anaerob yang menggunakan H2 atau organik sebagai donor elektron (chemolithotrophic). Kelompok organisme pereduksi sulfat ini

secara generik diberi nama awal dengan desulfo, dimana SO42- sebagai aseptor elektron. Bakteri tersebut berasal dari genus Desulfovibrio dan Desulfotomaculum yang merupakan organisme heterotrophic, yang menggunakan sulfate, thiosulphate (S2O3) dan sulfide (SO3-) atau ion yang mengandung sulfur tereduksi sebagai terminal aseptor elektron dalam proses metabolisme. Bakteri tersebut memerlukan subtrat organik yang berasal dari asam organik berantai pendek seperti asam laktat atau asam piruvat. Dalam kondisi alamiah, asam tersebut dihasilkan oleh aktivitas fermentasi dari bakteri anaerob lainnya. Laktat digunakan oleh SRB selama respirasi anaerobik untuk menghasilkan acetat .H2S tersebut berguna untuk mengendapkan Cu, Zn, Cd sebagai metal sulfide (Hanafiah ,2005). 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi pembentukan lapisan oksidasi dan reduksi yaitu adanya faktor pencucian dari lapisan di dalam tanah yang menyebabkan tanah membentuk lapisan oksidasi atau lapisan reduksi. Kemudian pembentukan lapisan oksidasi dan redukis juga dipengaruhi oleh adanya zat- zat protein yang berhubungan langsung oleh mikroorganisme yang sangat berperang penting dalam proses oksidasi dan reduksi di dalam tanah (Hanafiah, 2005)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu

PraktikumPembentukan Lapisan Oksidasi dan Reduksi di laksanakan di Laboratorium Kimia Tanah , Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin ,Makassar.Pada hari Selasa 17 November 2009 pukul 14.00 WITA selesai. 3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum Oksidasi dan Reduksi adalah 3 buah botol tekstur.

Pembentukan Lapisan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum Pembentukan Lapisan Oksidasi Reduksi adalah Aquades, Tanah Alfisols, air gula dan formalin 3.3. Prosedur kerja 1. Siapkan 3 buah botol tekstur ,kemudian isi dengan tanah bertekstur liat (tanah sawah) hingga mencapai setengah botol 2. Pada botol I tambahkan air hingga penuh,botol II tambahkan pula iar gula , sedangkan botol III tambahkan air dan formalin 3. Simpang dalam waktu yang lama , amati dan bandingkan perubahan yang terjadi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan Pembentukan Lapisan Oksidasi dan Reduksi yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 10: Hasil Pengamatan Dispersi Tanah Pada berbagai Konsentrasi Sampel Botol I air + tanah Botol II air + gula Botol III air + formalin Sumber Data Primer setelah diamati,2009 4.2. Pembahasan Berdasarkan hasil yang kita peroleh dari praktikum ini, pada botol I terjadi proses pembentukan lapisan reduksi di dalam tanah , hal ini disebabkan karena adanya faktor pencucian pada tanah ini sehingga menyebabkan tanah akan kurang menerima oksigen di dalam tanah ,argumen ini di perkuat oleh Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa salah satu pengaruh terjadinya pembentukan lapisan reduksi dikarenakan pori- pori di dalam tanah akan tertutupi oleh air sehingga tidak adanya wadah untuk oksigen yang menyebabkana tidak terbentuknya lapisan oksidasi di dalam tanah . terjadi karena banyak reaksi kimia dan biologi pada proses dekomposisi bahan organik, pembentukan material tidak larut dari material yang larut. terjadi karena adanya gerakan air maupun organisme didalam tanah misalnya Perubahan Reduksi Reduksi TIdak terjadi

clay beregrak ke lapisan yang lebih dalam atau gerakan garam terlarut ke permukaan karena evaporasi. Adanya senyawa pirit merupakan salah satu penciri tanah sulfat masam dan merupakan sumber masalah pada tanah tersebut. Adanya oksidasi senyawa pirit menyebabkan tanah menjadi masam, basa-basa tercuci, kelarutan logam-logam meningkat, aktivitas mikroorganisma tanah dan kehidupan biota perairan menjadi terganggu. Proses oksidasi senyawa pirit dan reduksi dari ion atau senyawa yang dihasilkannya terjadi secara kimia dan biologi Pada Botol II yang di tambahkan air gula ,proses pembentukan yang terjadinya yaitu proses pembentukan reduksi hal ini di karenakan pada air gula dikarenakan adanya genangan air yang mengandung protein tinggi hal ini sesuai dengan pendapat Foth (1994) yang menyatakan bahwa jika tanah selalu pengalami penambahan zat protein maka tanah akan lebih mudah membentuk lapisan reduksi ,umumnya tanah yang selalu mengalami penggenangan memiliki Ph di atas 7 yang bersifat basa inilah yang menyebabkan tanah akan lebih susah membentuk lapisan oksidasi. reduksi sulfat ke sulfide dalam lingkungan anarobik dilakukan oleh bakteri dan fungi. Beberapa gas dihasilkan dalam oksidasi-reduksi sulfur tersebut dan tervolatilisasi ke atmosfer dengan jumlah kurang dari 5% dari total residu sulfur. Dua gas terpenting adalah SO2 dan H2S. SO2 dari lahan basah bergabung dengan yang berasal dari industri dapat membentuk formasi hujan asam. Pada kondisi aerobik, H2S mungkin dikonsumsi oleh pengoksidasi S, dimana SO2 diserap secara kimia. Pada botol III yang di tambahkan formalin ,hasil pengmatan yang kita peroleh itu tidak terjadi pembentukan lapisan oksidasi atau lapisan reduksi , hali ini di karenakan pembentukan lapisan oksidasi dan reduksi di pengaruhi oleh daya kerja mikroorganisme, hal ini sesuai dengan pendapat Hakim (1986). Yang menyatakan

bahwa mikroorganisme akan membentuk lapisan oksidasi dan reduksi di dalam tanah apabila di dalam tanah tersedia protein ,protein merupakan sumber energy bagi mikroorganiosme ,sehingga apabila tanah di campurkan dengan formalin maka mikroorganisme akan susah memperoleh energy di dalam tanah dan formalin juga akan mematikan mikroorganisme di dalam tanah. Kecepatan oksidasi dan reduksi secara kimia berjalan lambat. Adanya bantuan bakteri pengoksidasi atau pereduksi sebagai katalisator mempercepat reaksi tersebut beberapa ratus sampai juta kali. Pengelolaan tanah sulfat masam dapat dilakukan melalui pengendalian aktivitas mikroorganisma yaitu menghambat aktivitas bakteri pengoksidasi melalaui

pemberian bakterisida, pemutusan suplai oksigen melalui penggenangan dan pemberian kapur agar terjadi suksesi bakteri. Sedangkan pada proses reduksi, perlu dirangsang dengan pemberian bahan organik sebagai sumber elektron dan energi serta penggenangan untuk memutus. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi pembentukan lapisan oksidasi dan reduksi yaitu adanya faktor pencucian dari lapisan di dalam tanah yang menyebabkan tanah membentuk lapisan oksidasi atau lapisan reduksi. Kemudian pembentukan lapisan oksidasi dan redukis juga dipengaruhi oleh adanya zat- zat protein yang berhubungan langsung oleh mikroorganisme yang sangat berperang penting dalam proses oksidasi dan reduksi di dalam tanah .

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa : Pada botol tekstur I terjadi pembentukan lapisan reduksi Pada botol tekstur II terjadi pembentukan lapisan reduksi Pada botol tekstur III tidak terjadi pembentukan baik lapisan reduksi maupun oksidasi Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah yaitu pencucian , kandungan protein ,dan kelangsungan hidup mikroorganisme. 5.2. Saran

y y y

Berdasarkan dari pengamatan yang telah dilakukan bahwa tanah yang dipakai pada percobaan ini merupakan tanah yang cukup subur, maka sebaiknya ditanami dengan tanaman yang berproduksi tinggi

VI. DAFTAR PUSTAKA

Foth, Hendry D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Erlangga, Gajah Mada :University Press. Yogyakarta. Hanafiah, Dr. Ir. Kemas Ali. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika pressindo. Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo S. R. Samosir, Romualdus Tangkaisari, J. R. Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1985. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur

You might also like