You are on page 1of 9

Konsep Perikatan (Akad) Dalam Hukum Islam

A. Pengertian Perikatan (Akad) Pengertian Perikatan (Akad) secara bahasa adalah berasal dari kata ikatan (al-rabth) yang artinya tali, sedangkan perikatan adalah perserikatan, perhubungan dan persekutuan.1 Para Jumhur Ulama memberikan definisi akad sebagai pertalian antara Ijab dan Kabul yang dibenarkan oleh syara yang menimbulkan hukum terhadap objeknya. B. Unsur-Unsur Perikatan (Akad) Dari definisi yang telah dijelaskan diatas, dapat doperoleh tiga unsur2 yang terkandung dalam akad, yaitu : 1. Pertalian Ijab dan Kabul Ijab yaitu pernyataan kehendak oleh satu pihak (mujib) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Kabul yaitu pernyataan penerimaan atau menyetujui kehendak mujib
2. Dibenarkan oleh syara Akad yang dilakukan tidak bertentangan dengan syariat atau hal-hal yang diatur oleh Allah didalam Al-Quran dan Nabi Muhammad dalam Hadits-haditsnya. 3. Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya

Akad merupakan salah satu dari tindakan hukum (tasharruf) Musthafa AzZarqa mengartikanya dengan sesuatu yang bersumber dari kehendak seseorang dan syara menetapkan atasnya sejumlah akibat hukum (hak dan Kewajiban). Menurutnya Tasharruf ini dibagi menjadi dua bentuk yaitu :
1 Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka 2002), hal : 322 2 Gemala dewi, Hukum perikatan Islam, (Jakarta kencana :2005) hal : 47-49

a. Tasharruf fili (perbuatan), yaitu usaha yang dilakukan manusia dari tenaga dan badannya. Contohnya seperti mengelola tanah yang dbiarkan kosong oleh pemiliknya. b. Tasharruf Qouli (perkataan), yaitu usaha yang keluar dari lidah manusia. Tasharruf ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu 1) Tasharruf qauli aqdi, yaitu sesuatu yang dibentuk dari dua ucapan, dua pihak yang saling bertalian dengan mengucapkan Ijab dan Kabul 2) Tasharruf qauli ghair aqdi, yaitu perkataan yang tidak bersifat akad, yaitu tang bersifat hanya dengan pernyataan seperti ikrar wakaf, pemberian hibah dll, dan perwujudan saja seperti gugatan, pengakuan di depan hakim ataupun sumpah. C. Rukun Dan Syarat Perikatan Islam Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Dikalangan madzhab Hanafi berpendapat bahwa rukun dalam berakad hanyalah shigat akad saja (ijab dan kabul). Sedangkan syarat akad adalah al-aqdain (subjek akad) dan mahallul akad (objek akad). Namun jumhur ulama berpendapat, bahwa rukun akad adalah al-aqdain, mahallul akad, dan shigat akad. 1. Subjek Perikatan (Al-aqdain) Al-aqdain adalah pihak yang melakukan akad sebagai pelaku dari suatu tindakan hukum tertentu. Subjek hukum sebagai pelaku perbuatan hukum seringkali diartikan sebagai pihak pengembangan hak dan kewajiban, diantaranya adalah : a. Manusia Manusia sebagai subjek hukum perikatan adalah pihak yang sedah dapat dibebani hukum.yang disebut dengan mukallaf, yaitu orang yang telah mampu bertindak secara hukum, baik yang berhubungan dengan tuhan maupun dalam kehidupan sosial yang dapat membedakan yang baik dan buruk, dewasa (baligh) ,

bebas dari paksaan, dan berakal sehat . b. Badan Hukum Badan hukum adalah badan yang dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak dan kewajiban, dan perhubungan hukum terhadap oranglain atau badan lain. Dalam Islam, badan hukum tidak diatur secara khusus. Namun, terlihat pada beberapa dalil yang menunjukan adanya badan hukum dengan menggunakan istilah al-Syirkah seperti yang tercantum dalam Al-Quran3

tA$s%

s)s9

y7yJn=s

A#xs0

y7GyftR

4 n<)

m_$yR ( b)ur #ZVx. z`iB !$sn= :$# 6u s9 Nkt/ 4n?t Ct/ w) t%!$# (#qZtB#u

(#q=Jtur Mys=9$# @ =s%ur $B Nd 3


Artinya : Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". Adanya kerjasama diantara beberapa orang menimbulkan kepentingan-kepentingan dari syirkah tersebut trhadap pihak ketiga. Dalam hubungannya degan pihak ketiga inilah timbul bentuk baru darisubjek hukum yang disebut badan hukum .

3 QS. As-Shad ayat : 24

2. Objek Perikatan (mahallul akad) Mahallul akad adalah sesuatu yang dijadikan objek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mahallul akad adalah sebagai berikut : a. Objek perikatan telah ada ketika akad dilangsungkan Suatu perikatan yang objeknya tidak ada adalah batal, seprti menjual anak hewan yang masih ada di dalam perut induknya. Ini di sebabkan karma sebab hukum dan akibat tidak mungkin berlaku pada sesuatu yang belum ada. Kecuali terdapat bentuk akad tertentu seperti salam, istishna, danmusyaqah pada bidang muamalat. b. Objek perikatan dibenarkan oleh syariah Benda ataupun barang yan menjadi objek perikatan haruslah hal-hal yang memiliki nilai dan manfaat bagi manusia. Tidak seperti benda ataupun sesuatu yang bersifat tidak suci seperti, bangkai, minuman keras, babi, darah dll. c. Objek akad harus jelas dan dikenali Suatu benda yang menjadi objek dalam perikatan haruslah jelas, jika objeknya berupa benda maka benda tersebut harus jelas fungsi, jenis bentuk dan kegunaannya. d. Objek dapat di serah terimakan Benda yang dapat menjadi objek perikatan dapat diserahkan paa saat akad terjadi, atau pada waktu yang telah disepakati. Maka seperti burung yang ada di udara ikan dilaut tidaklah dapat diserahkan karena tidak ada dalam genggamannya untuk di serahkan. 3. Tujuan Perikatan (Maudhuul aqd) Maudhuul aqd adalah tujuan dan hukum suatu akad disyaratkan untuk tujuan tersebut. Dalam hukum islam, tujuan akad ditentukan oleh Allah dalam alQuran dan dalam hadits Nabi. Dengan hukum yang terdapat dalam Al-Quran

qRur$ys?ur n?t h99$# 3 uq)G9$#ur ( #) wur

(#qRur$ys? n?t OOM}$# bur9$#ur 4 (#q)?$#ur !


4

$# ( b) !$# x >$s)9$#

Artinya :

dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. 4. Ijab dan Kabul (Shigat al-Aqd) Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab kabul. Ijab kabul dapat dilakukan dengan empat cara berikut : a. Lisan. Para pihak mengungkapkan kehendaknya dalam bentuk perkataan secara jelas. b. Tulisan. Adakalanya suatu perikatan dilakukan dengan cara tertulis. Hal ini dapat dilakukan oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsung dalam melakukan suatu perikatan. c. Isyarat. Suatu perikatan tidaklah hanya dilakukan oleh orang normal, orang cacat pun dapat melakukannya, seperti orang yang cacat, tunawicara dll. Asalkan perikatan yang dapat melakukan dilakukan perikatan sama-sama faham apa yang dilakukannya. d. Perbuatan. Melakukan suatu dengan cara perbuatan saja, tanpa lisan, tulisan ataupun isyarat. Hal ini disebut dengan taathi atau muathah (saling memberi dan menerima). supermarket. D. Hak Dan Kewajiban Para Pihak 4 QS. Al-Maidah ayat 2 Seprti dalam proses jual beli di

Hak dan kewajiban adalah dua sisi yang saling bertimbal balik dalam suatu transaksi. Hak salah satu pihak merupakan kewajiban bagi pihak lain, begitu juga sebaliknya, kewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi pihak lain. Keduanya diakui dalam hukum Islam. Karena merupakan kepentingan yang ada dalam perorangan atau masyarakat. Karena hak berupa sesuatu yang diterima, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus di tunaikan atau dilaksanakan. Seperti yang telah di katakana pada pemakalah sebelumnya minggu lalu. Dalam perikatan. Secara etimologi, khiyar artinya: Memilih, menyisihkan, dan menyaring. Secara umum artinya adalah menentukan yang ter-baik dari dua hal (atau lebih). Secara terminologis dalam ilmu fiqih artinya: Hak yang dimiliki orang yang melakukan perjanjian usaha untuk memilih antara dua hal yang disukainya, meneruskan perjanjian tersebut atau membatalkannya. Macam-macam khiyar5 : a. Khiyar Majlis, Yakni semacam hak pilih bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian untuk membatalkan perjanjian atau melanjutkannya selama belum beranjak dari lokasi perjanjian. b. Khiyar asy-Syarth, Yakni persyaratan yang diminta oleh salah satu dari pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian, atau diminta masingmasing pihak untuk dirinya sendiri atau untuk pihak lain, untuk diberikan hak menggagalkan perjanjian dalam jangka waktu tertentu. c. Khiyar ar-Ruyah, Maksudnya adalah hak orang yang terikat perjanjian usaha yang belum melihat barang yang dijadikan objek 5 http://jacksite.wordpress.com/2007/07/03/hak-pilih-khiyar-dalam-perjanjian-usaha-menurut-islam/ perikatan tidaklah hanya dilihat dari hak dan kewajibannya saja namun di cantumkan juga khiyar dalam konsep

perjanjian untuk menggagalkan perjanjian itu bila ia melihatnya (dan tidak ber-kenan). d. Khiyar Aib, Hak pilih ini dimiliki oleh masing-masing dari pihakpihak yang terikat perjanjian untuk menggagalkan perjanjian tersebut bila tersingkap adanya cacat pada objek perjanjian yang sebelumnya tidak diketahui. e. Khiyar Tayin, yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitasya dalam jual beli. E. Penyelesaian Perselisihan 1). Penyelesaian dalam akad perdagangan a. Perselisihan Harga Adapun penyelesaian mengenai harga ini, misalnya mengenai perbedaan pendapat dalam hal apabila tidak ada kejelasan berupa berapa harga yang telah di sepakati. Yaitu melalui pembuktian (bayyinah), berupa dokumen, dan saksi saksi yang lainnya. b. Perselisihan pertanggung jawaban atas resiko 1. Apabila terjadi sebelum serah terima Jika barang rusak oleh si pebeli, maka yang jual beli tidak batal dan si pembeli wajib membayar sepenunya. Dan sebaliknya, jika rusak oleh penjual maka pembeli tidak wajib bayar Jika kerusakan oleh orang lain maka si pembeli boleh menetukan perjanjian batal atu diteruskan Jual bei menjadi batal karena barang rusak dengan sendirinya. 2. Apabila terjadi setelah serah terima Maka kerusakan tersebut menjadi tanggung jawab si pembeli. Sedangkan

apaila

terjadi

penipuan

maka

pembeli

berhak

memilih

untuk

mengembalikan barangnya. 2). Jalan penyelesaian Di dalam Hukum Perikatan Islam boleh dilaksanakannya penyelesaian berupa : a) Shulhu, yaitu dengan menggunakan jalan perdamaian antara dua belah pihak. b) Tahkim, yaitu pengangkatan seorang atu lebih sebagai juru damai untuk mendamaikan kedua belah pihak. c) Al-Qadha, yaitu menetapkan hukum syara pada suatu peristiwa atau sengketa untuk menyelesaikan masalah secara adil dan mengikat.

F. Berakhirnya Akad Akad dipandang berakhir apabila, terjadi fasakh (pembatalan)atau telah berakhir waktunya6 1. Difasakh karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara seprti halnya rusak. 2. Dengan sebab adanya khiyar 3. Slahn satu dari pihaknya membatakan karena menyesal atas akad yang dilakukan 4. Karena habis waktunya seperti swa menyewa 5. Tidak mendapatkan izin dari pihak yang berwenang 6. Adanya akad yang tidak bisa dipenuhi oleh pihak yang bersangkutan 7. Kematian

6 Gemala dewi, Hukum perikatan Islam, (Jakarta kencana :2005) hal :92-93

Daftar Pustaka Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka 2002 Dewi, Gemala, Hukum perikatan Islam, Jakarta kencana :2005 http://jacksite.wordpress.com/2007/07/03/hak-pilih-khiyar-dalamperjanjian-usaha-menurut-islam/

You might also like