You are on page 1of 14

Karakteristik anak Berkebutuhan Khusus

MAKALAH KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Oleh : I GEDE MEIDANA (0711031019) KELAS : B SEMESTER : VII JURUSAN PENDIDIKAN DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guru SD yang ideal selain memiliki kemampuan profesional sesuai standar yang ditetapkan semestinya juga membekali diri dengan berbagai wawasan dan pengetahuan tentang anak didiknya. Wawasan tersebut sangat diperlukan agar guru dapat mengenali karakter setiap anak didiknya dengan baik, meliputi pengenalan tentang perkembangan fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, moral keagamaan, seni, dan kreativitas, termasuk permasalahan yang ditemui dalam berbagai aspek perkembangan tersebut. Pengenalan ini sangat penting agar guru dapat mengembangkan potensi dasar setiap anak dengan tepat sesuai kebutuhan dan kondisi setiap anak. Salah satu masalah dalam perkembangan anak yang harus dikuasai guru SD dengan baik adalah masalah perkembangan anak yang bersifat non-normatif atau berkelainan. Guru SD dituntut untuk dapat mengenali setiap ciri masalah dalam perkembangan dari anak yang berkelainan, sehingga dapat memberikan penanganan yang tepat terhadap masalah tersebut sesuai dengan kapasitas Anda sebagai seorang guru bukan sebagai seorang psikolog. Akan sangat berbahaya bila guru salah dalam mengidentifikasi masalah perkembangan dari anak didiknya, (misalnya anak autis dianggap anak hiperaktif) sehingga penanganan yang diberikan juga tidak akan tepat pada sasaran. Alih-alih anak akan terbebas dari masalahnya dan berkembang dengan baik, justru masalah yang dialaminya akan makin parah. Sebagaimana pada unit sebelumnya yang membicarakan klasifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, pada bagian sebagai kelanjutannya akan dibahas mengenai karakteristiknya yang juga sangat bervariasi untuk setiap jenis kelainan anak. Ini juga mencakup anak-anak yang mengalami kelainan fisik, mental-intelektual, sosial-emosional, maupun masalah akademik. Kita juga bisa mengambil contoh anak-anak yang mengalami kelainan fisik yang mencakup tunanetra,

tunarungu, dan tunadaksa (cacat tubuh) dengan berbagai karakteristiknya. Karakteristik di sini akan lebih luas cakupannya, karena harus dilihat dari berbagai segi, fisik, akademik, kepribadian, maupun sosial-emosionalnya. Mengenai karakteristik anak berkebutuhan khusus, pada kenyataannya masih banyak guru-guru yang belum memahaminya, terutama untuk guru-guru di sekolah umum. Padahal, dengan memahami karakteristiknya, guru akan dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut. Pada bagian unit ini akan dikaji karakteristik umum mengenai anak berkebutuhan khusus, yang dilengkapi dengan beberapa ilustrasi yang akan memudahkan untuk mengkajinya. Karakteristik yang akan dibahas di sini mencakup anak-anak yang mengalami kelainan fisik, mentalintelektual, maupun sosial emosional, yang dilihat dari berbagai segi. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana karakteristik anak-anak berkelainan fisik? 2. Bagaimana karakteristik anak-anak berkelainan mental emosional? 3. Bagaimana karakteristik anak-anak berkelainan akademik? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui karakteristik anak-anak berkelainan fisik. 2. Untuk mengetahui karakteristik anak-anak berkelainan mental emosional. 3. Untuk mengetahui karakteristik anak-anak berkelainan akademik. 1.4 Manfaat Makalah ini kami susun, agar dapat memberikan manfaat tertentu bagi pembaca dan penulis. Manfaat yang dimaksud, adalah sebagai berikut. 1) Bagi pembaca, makalah ini dapat dijadikan masukan agar pembaca menyadari bahwa setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda. Tiap individu memiliki pasti memiliki kelebihan dan kekurangan pada dirinya. 2) Bagi penulis khususnya calon guru, penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung agar kita bisa memperlakukan individu sesuai dengan karakteristiknya masing-masing ketika melakukan kegiatan pembelajaran di dalam kelas sehingga kebutuhan anak dalam pendidikan dapat terpenuhi.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Jenis-Jenis Anak-Anak Berkelainan Fisik beserta Karakteristiknya Jenis-jenis anak berkelainan fisik dapat dibagi menjadi 3 yaitu: a. Anak Tunanetra Ilustrasi Tina seorang gadis kecil usia 5 tahun, dia akan masuk taman kanak- kanak. Kesan lahiriah tampak Tina adalah anak yang lucu dan ceria, dalam aktivitas motorik sehari-hari tampak terkesan lamban, pada kegiatan yang bersifat visual seperti mewarnai, menggambar, menyusun peg board, dan puzzle Tina tidak mampu menyelesaikannya. Maka dia dibawa kedokter untuk melihat gangguan yang ada padanya, ternyata tina memiliki kelainan pada penglihatannya yang oleh dokter dinyatakan memiliki tingkat ketajaman( visual sentalis ) 20/200, maka dia dinyatakan sebagai anak tuna netra dan memerlukan media pembelajaran dan permainan khusus. Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan kehilangan ketajaman penglihatan sehingga penglihatannya tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk bersekolah sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus. Ketajaman penglihatan diukur berdasarkan kemampuan seseorang membaca huruf-huruf, angka-angka, atau simbol-simbol lain pada papan Snellen sejauh 20 kaki (6 M). Penglihatan seseorang dikatakan betul-betul terganggu jika ketajamannya lebih rendah atau sama dengan 20/200 (Arum, 2005:28-29) yaitu yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki yang dapat dilihat oleh orang yang memiliki ketajaman normal pada jarak 200 kaki. Hilangnya kemampuan melihat tersebut mengakibatkan perkembangan anak, baik perkembangan baik perkembangan intelektualnya, emosi, sosial, kepribadian dan keterampilan hidupnya. Mereka dengan keadaannya itu tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan di sekolah biasa bersama anak-anak yang awas tanpa layanan atau program khusus. Adapun karakteristik anak Tunanetra adalah sebagai berikut. 1. Segi Fisik Secara visik anak-anak tunanetra, Nampak sekali adanya kelainan pada organ penglihatan/ mata, yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini terlihat dalam aktivitas mobilitas dan respon motorik yang merupakan umpan balik dari stimuli visual. Atau hal yang membedakan anaktunetra dengan anak lainnya dapat dilihat dari kondisi matanya dan sikap tubuhnya yang kurang ajeg serta kaku. 2. Segi Motorik Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visual menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan orientasi lingkungan. Misalnya: gerakan agak kaku dan kurang fleksibel hal ini disebabkan karena keterbatasan penglihatan jadi anak tunanetra tidak bebas bergarak seperti anak awas lainnya. Perilaku Stereotipee (stereotypic behavior) artinya sebagian kecil anak tunanetra ada yang suka

mengulang-ulang gerakan tertentu, seperti mengedip-ngedipkan atau menggosok-gosok matanya. 3. Perilaku Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan masalah atau penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Anak tunanetra sering kali menunjukkan prilaku treriotip, sehingga menunjukkan prilaku yang tidak semestinya. Ada beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan perilaku steriotip. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktivitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut dapat dilakukan dengan cara membantu mereka memperbanyak aktivitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu seperti misalnya memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya. 4. Akademik Secara umum kemampuan akademik anak-anak tunanetra sama seperti anak-anak pada umumnya. Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Dengan kondisi yang demikian maka tunanetra dalam membaca mempergunakan huruf Braille (huruf simbol dengan titik timbul) atau huruf cetak dengan berbagai ukuran dan untuk menulis tunanetra menggunakan Riglet dan pen. Gambar 1,1 Huruf Braile 5. Pribadi dan Sosial Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan meniru, maka anak tunanetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar. Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada saat melakukan komunikasi. Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakkan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan social. Dari keadaan tersebut mengakibatkan tunanetra lebih terlihat memiliki sikap : Curiga yang berlebihan pada orang lain, ini disebabkan oleh kekurangmampuannya dalam berorientasi terhadap lingkungannya. Mudah tersinggung. Akibat pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan atau mengecewakan yang sering dialami, menjadikan anak-anak tunanetra mudah tersinggung. Ketergantungan pada orang lain. Anak-anak tunanetra umumnya memiliki sikap ketergantungan yang kuat pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari. b. Anak Tunarungu Ilustrasi Dadi seorang anak yang menderita gangguan pendengaran sejak lahir, awalnya orang tuanya tidak menduga jika dadi tunarungu. Mula-mula Dadi dianggapnya anak yang baik jarang menangis dan pendiam, tetapi lama-kelamaan setelah usia Dadi hampir 2 tahun belum dapat bicara seperti pada anak umumnya serta tidak pernah merespon suara yang ada disekelilingnya, pada saat itulah orang tuanya curiga terhadap perkembangannya, dan kondisi Dadi yang sering

seperti orang terkejut jika bertemu dengan orang lain yang datang dari belakang atau yang muncul tiba-tiba. Maka Dadi dibawa konsultasi ke dokter ahli THT dan setelah menjalani pemeriksaan pendengaran dinyatakan jika ia menderita ketunarunguan. Istilah tunarungu ditujukan pada individu atau anak yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar, baik kehilangan kemampuan mendengar sama sekali maupun kehilangan kemampuan mendengar sebagian. Orang yang kehilangan kemampuan mendengar sama sekali disebut tuli (the deaf), sedangkan kemampuan mendengar sebagian disebut kurang dengar (hard of hearning) . Frisina (1974) dalam Moh. Amin (1986:53) mendefinisikannya sebagai berikut : seorang yang tuli adalah sesorang yang pendengarannya cacat sampai batas yang menghambat pengertiannya akan pembicaraan melalui telinga, dengan atau tanpa alat bantu dengar. Orang yang kurang mendengar adalah yang pendengarannya cacat sampai tingkat tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa tunarungu dalam kategori tuli tidak dapat digunakan alat pendengaranya sama sekali untuk mengartikan pembicaraan, baik dengan memakai alat bantu dengar atau tidak. Dengan hilangnya kemampuan mendengar tersebut, maka anak tunarungu dapat disebut child with problem in learning (anak dengan problema dalam belajar) yang membawa konsekuensinya kepada child with special needs (anak berkebutuhan khusus). Beberapa karakteristik anak tunarungu, diantaranya : 1. Segi Fisik Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Akibat terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan pada telinga, menyebabkan anak-anak tunarungu mengalami kekurangseimbangan dalam aktivitas fisiknya. Pernapasannya pendek, dan tidak teratur. Anak-anak tunarungu tidak pernah mendengar suarasuara dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana bersuara atau mengucapkan kata-kata dengan intonasi yang baik, sehingga mereka juga tidak terbiasa mengatur pernafasannya dengan baik, khususnya dalam berbicara. Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan merupakan salah satu indera yang paling dominan bagi anak-anak penyandang tunarungu, dimana sebagian besar pengalamannya diperoleh melalui penglihatan. Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak visual, sehingga cara melihatpun selalu menunjukkan keingintahuan yang besar dan terlihat beringas. 2. Segi Bahasa Miskin akan kosa kata Sulit mengartikan kata-kata yang mengandung ungkapan, atau idiomatik Tatabahasanya kurang teratur 3. Intelektual Kemampuan intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-anak tunarungu tidak mengalami permasalahan dalam berkomunikasi dan berbahasa, perkembangan intelektual menjadi lamban. Perkembangan akademiknya lamban akibat keterbatasan bahasa. Seiring terjadinya kelambanan dalam perkembangan intelektualnya akibat adanya hambatan dalam komunikasi, maka dalam akademiknya juga mengalami keterlambatan. Untuk mengatasi hambatan dalam berkomunikasi biasanya anak tunarungu menggunakan alat bantu dengar yang disebut Hearing Aid dan untuk mengucapkan kata-kata ia menggunakan abjad jari (finger spelling). Gambar 2.2 Hearing Aid (alat bantu dengar) gambar 2.1 abjad jari 4. Sosial-emosional

Pergaulan yang terbatas pada sesama tunarungu Sebagai akibat keterbatasan dalam komunikasi, anak tunarungu cenderung untuk bergaul/ bersosialisasi dengan sesama tunarunguatau menarik diri dari lingkungan orang mendengar Perasaan takut (khwatir) terhadap lingkungan sekitar Pada umumnya, anak tunarungu menyadari bahwa mereka kurang dapat menguasai lingkungan sekitar tanpa pendengaran. Hal inilah menjadikan mereka bersikap ragu atau menimbulkan rasa takut. Sering merasa curiga dan berprasangka. Sikap seperti ini terjadi akibat adanya kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami apa yang dibicarakan orang lain, sehingga anak-anak tunarungu menjadi mudah merasa curiga. Sering bersikap agresif Cepat marah dan tersinggung c. Anak Tunadaksa Ilustrasi Dini seorang anak cerebral palsy, sejak kecil dia mengalami kelumpuhan atau kelayuhan pada anggota gerak sebelah kanan yaitu tangan dan kakinya yang disertai gangguan pada otot motorik wicara. Dini jika berjalan terlihat sempoyongan, dan bila bicara sulit untuk dimengerti orang lain. Pada awalnya oleh lingkungan dia dianggap sebagai anak yang tidak normal mentalnya. Tetapi lama kelamaan lingkungan menyadari bahwa dia mengalami dan mengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, tetapi sangat sulit untuk ekspresi responnya secara verbal maupun motorik lainnya. Istilah umum yang digunakan di Indonesia untuk anak jenis kelainan ini adalah tunadaksa ringan dan tunadaksa berat. Anak tunadaksa ringan adalah anak yang cacat tubuh tetapi tidak menghambat perkembangannya, anak-anak ini tidak membutuhkan pelayanan pendidikan khusus dengan kata lain anak-anak ini bisa sekolah dengan anak normal lainnya. Sedangkan anak tunadaksa berat adalah anak yang mengalami cacat tubuh dan menyebabkan terjadinya hambatan untuk mencapai perkembangan yang optimal dan memerlukan layanan pendidikan khusus. Karakteristik anak daksa sebagai berikut : 1. Gangguan Motorik Gangguan motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan ritmis dan gangguan keseimbangan. Gangguan motorik ini meliputi motorik kasar dan motorik halus. 2. Gangguan Sensorik Pusat sensoris pada manusia terletak pada otak, mengingat anak cerebral palsy adalah anak yang mengalami kelainan otak, maka sering anak cerebral palsy disertai gangguan sensorik antara lain penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Gannguan penglihatan pada cerebral palsy terjadi karena ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akibat kerusakan otak. Gangguan pendengaran pada anak cerebral palsy sering dijumpai pada jenis athetoid. 3. Gangguan tingkat Kecerdasan Walaupun anak cerebral palsy adalh anak yang mengalami kelainan di otaknya tetapi keadaan kecerdasan anak cerebral palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak cerebral palsy mulai tingkat yang paling rendah sampai gifted. Sekitar 45% mengalami keterbelakangan mental, dan 35% lagi mempunyai tingkat kecerdasan normal dan diatas rata-rata. Sedangkan sisianya cenderung dibawah rata-rata. 4. Kemampuan Bicara

Anak cerebral Palsy mengalami gangguan wicara yang disebabkan oleh kelainan motorik otototot wicara terutama pada organ artikulasi seperti lidah, bibir, dan rahang bawah dan ada pula yang terjadi karena kurang dan tidak proses interaksi dengan lingkungannya. Dengan keadaan yang demikian maka bicara anak-anak cerebral palsy menjadi tidak jelas dan sulit diterima orang lain. 5. Emosi dan Penyesuaian Sosial Respon dan sikap masyarakat terhadap kelainan pada anak cerebral palsy, mempengaruhi pembentukan pribadi anak secara umum. Emosi anak sangat bervariasi,tergantung rangsangan yang diterimanya. Secara umum tidak terlalu berbeda dengan anak-anak normal, kecuali beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dapat menimbulkan emosin yang tidak terkendali. Sikap atau penerimaan masyarakat terhadap anak cerebral palsy dapat memunculkan anak merasa rendah diri atau kepercayaan dirinya kurang, mudah tersinggung. Sedangkan anak-anak yang mengalami kelumpuhan yang dikarenakan kerusakan pada otot motorik yang sering diderita oleh anak-anak pasca polio dan muscle dystrophy lain mengakibatkan gangguan motorik terutama gerakan lokomosi, gerakan ditempat, dan mobilisasi. 2.2 Jenis-Jenis Anak Berkelainan Mental Emosional beserta Karakteristiknya A. Anak Tunagrahita Ilustrasi Nani seorang siswa kelas 1 SD, dia berpenampilan rapi seperti teman-teman lainnya, tetapi jarang terlihat bermain bersama teman-temannya pada saat istirahat, dia lebih banyak diam.Pada saat pelajaran di dalam kelas Nani lebih banyak terdiam passive, seperti orang yang bingung. Jika diberi tugas oleh guru dia lebih banyak tidak tahu perintah apa yang harus dikerjakan, apalagi jika beberapa tugas diberikan dalam satu instuksi sekaligus. Dalam pelajaran bidang akademik Nanik baik membaca, menulis maupun berhitung dia tidak mampu mengerjakan, pada buku catatannya hanya terlihat coret-coret gambar yangtidak jelas maksudnya. Setelah gurunya curiga terhadap perilaku Nani, maka dia dikonsultasikan pada ahli perkembangan anak dan ternyata dinyatakan tunagrahita karena berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis Nani memiliki kapasitas intelektual IQ 65. Menurut A Kirk dalam Moh. Amin (1995) pengertian anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterlambatan dalam perkembangan mental yang disertai dengan ketidakmampuan dalam belajar dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Karakteristik anak tunagrahita secara umum menurut James D.Page (Amin,1995:34-37) dicirikan dalam hal : kecerdasan, sosial, fungsi mental, dorong dan emosi, kepribadian serta organism. Masing-masing hal itu sebagai aspek diantara tunagrahita dengan jelas sebagai berikut: 1. Intelektual Dalam pencapaian tingkat kecerdasan bagi tunagrahita selalu dibawah rata-rata denga anak yang seusia sama, demikian juga perkembangan kecerdasan sangat terbatas. Mereka hanya mampu mencapai tingkat usia mental setingkat usai mental anak usia mental anak Sekolah Dasar IV, atau kelas II, bahkan ada yang mampu mencapai tingkat usia mental setingkat usia mental anak pra sekolah. Dalam hal belajar, sukar memahami masalah. Masalah yang bersifat abstrak dan cara belajarnya banyak secara membeo (rote learning) bukan dengan pengertian. 2. Segi sosial Dalam kemampuan bidang sosial juga mengalami kelambatan kalau dibandingkan dengan anak normal sebaya.hal ini ditunjukkan dengan pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara,

dan memimpin diri. Waktu masih kanak-kanak mereka harus dibantu terus menerus, disuapi makanan, dipasangkan dan ditanggalkan pakaiannya, diawasi terus menerus, setelah dewasa kepentingan ekonominya sangat tergantung pada bantuan orang lain. Kemampuan social mereka ditunjukkan dengan Social Age (SA) yang sangat kecil dibandingkan dengan Cronological Age (CA) Sehingga skor social Quotient (SQ)nta renda. 3. Ciri pada fungsi mental lainnya Mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, jangkuan perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih kurang tangguh dalam menghadapi tugas pelupa dan mengalami kesukaran mengungkapkan kembali suatu ingatan. Kurang mampu membuat asosiasi serta sukar membuat kreasi baru. 4. Ciri dorong dan emosi Perkembangan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketungrahitaannya masing-masing. Anak yang berat dan sangat berat ketunagrahitanya hampir tidak memperlihatkan dorongan untuk mempertahankan diri, dalam keadaan haus dan lapar tidak menunjukkan tanda-tandanya, mendapat perangsang yang menyakitkan tidak mampu menjauhkan diri dari perangsang tersebut. Kehidupan emosi yang lemah, dorongan biologisnya dapat berkembang tetapi penghayatannya terbatas pada perasaan senang, takut, marah, dan benci. Anak yang tidak terlalu berat ketunagrahitannya mempunyai kehidupan emosi yang hamper sama dengan anak normal tetapi kurang kaya, kurang kaut, kurang beragam, kurang mampu menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak social 5. Ciri kemampuan dalam bahasa Kemampuan bahasa sangat terbatas perbendaraan kata terutama kata yang abstrak, pada anak yang ketunagrahitaannnya semakin berat banyak yang mengalami gangguan bicara disebabkan cacat artikulasi dan problem dalam pembentukan bunyi. 6. Ciri kemampuan dalam bidang akademis Mereka sulit mencapai bidang akademis membaca dan kemampuan menghitung yang problematis, tetapi dapat dilatih dalam menghitung yang bersifat perhitungan. 7. Ciri kepribadian Kepribadian anak tunagrahita dari berbagai penelitian oleh Leahy, Balla, dan Zigler(Hallahan & Kauffman 1988:69) bahwa anak yang merasa retarted tidak percaya terhadap kemampuannya, tidak mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak tergantung pada pihak luar(external locus of control). Mereka tidak mampu untuk mengarahkan diri sehingga segala sesuatu yang terjadi pada dirinya bergantungan pengarahan dari luar. 8. Ciri kemampuan dalam organisme Kemampuan anak tunagrahita untuk mengorganisasi keadaan dirinya sangat jelek, terutama pada anak tunagrahita yang kategori berat. Hal ini ditunjukan dengan baru dapat berjalan dan berbicara pada usia dewasa, sikap gerak langkahnya kurang serasi, pendengaran dan penglihatannya tidak dapat difungsikan. Kurang rentan terhadap persaan sakit, bau yang tidak enak, serta makanan yang tidak enak. Sedangkan karakteristik anak tunagrahita, yang lebih spesifik berdasarkan berat ringannya kelainan dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Mampudidik Mampudidik merupakan istilah pendidikan yang digunakan untuk mengelompokan tunagrahita ringan. Mampudidik memiliki kapasitas intelegensi antara 50-70 pada skala Binet maupun

Wescher. Mereka masih mempunyai kemampuan untuk dididik dalam bidang akademik yang sederhana (dasar) yaitu membaca, menulis dan berhitung. Anak mampudidik kemampuan maksimalnya setara dengan anak usia 12 tahun atau 6 sekolah dasar, apabila mendapatkan layanan dan bimbingan belajar sesuai maka anak mampu didik dapat lulus sekolah dasar. Anak mampu didik setelah dewasa masih memungkinkan untuk dapat bekerja nafkah, dalam bidang yang tidak memerlukan banyak pemikiran. Tunagrahita mampu didik umumnya tidak desertai dengan kelainan fisik baik sensori maupun motoris, sehingga kesan lahiriah anak mampudidik dikenal dengan terbelakang mental 6 jam, hal ini dikarenakan anak terlihat terbelakang mental sewaktu mengikuti palajaran akademik di sekolah saja, yang mana jam sekolah adalah 6 jam setiap hari. 2. Mampulatih Tunagrahita mampulatih secara fisik sering memiliki atau disertai dengan kelainan fisik baik sensori maupun motoris, bahkan hamper semua anak yang memiliki kelainan dengan tipe kinik masuk pada kelompok mampu latih sehingga sangat mudah untuk mendeteksi anak mampu latih, karena penampilan fisiknya (kesan lahiriah) berbeda dengan anak normal sebaya. Anak mampulatih memiliki kapasitas intelegensi (IQ) berkisar anatara 30-50, kemampuan tertingginya setara dengan anak normal usia 8 tahun atau kelas 2 SD. Kemampuan akademik nak mampulatih tidak dapat mengikuti pelajaran yang bersifat akademik walaupun secara sederhana seperti membaca, menulis, dan berhitung. Anak mampulatih hanya mampulatih dalam keterampilan mengurus diri sendiri dan aktivitas kehidupan sehari-hari. 3. Perlurawat Anak perlu rawat adalah klasifikasi anak tunagrahita yang paling berat, jika pada istilah kedokteran disebut dengan idiot. Anak perlu rawat memiliki kapasitas intelegensi dibawah 25 dan sudah tidak mampu dilatih keterampilan. Anak ini hanya mampu latih pembiasaan (conditioning) dalam kehidupan sehari-hari. Seumur hidupnya tidak dapat lepas dari orang lain. B. Anak Tunalaras Dalam kehidupan sehari-hari anak tunalaras sering disebut juga anak dengan gangguan emosional (emotionally disturbed), anak dengan kekacauan psikologis (psychologically disordred), atau anak dengan hambatan mental (emotionally handicapped). Anak tunalaras sering mengalami konflik baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Anak tunalaras mengalami kesulitan untuk bermain atau belajar bersama anak lain. Anak tunalaras mengalami kesulitan beradabtasi dengan kehidupan masyarakat, dimana mereka sering berkelahi, dan tidak disukai oleh anak-anak yang lain pada umumnya. Karena ketidakmampuan menjalin hubungan persahabatan dengan anak lain maka anak tunalaras sering disebut juga anak nakal. Persoalan mendasar yang dihadapi anak tunalaras dalam pembelajaran adalah menyangkut konsentrasi dan pengendalian sosial emosi dengan lingkungannya. Tingkat konsentrasi anak tunalaras dalam belajar tidak bisa berjalan dengan lama dan konsisten maka dari itu pola belajar anak tunalaras selalu berubah-ubah dan mereka sangat sensitive dengan stimulus lingkungan. Beberapa karakteristik yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan perilaku sosisl ini adalah: 1. Karakteristik umum Mengalami gangguan perilaku ; suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit kosentrasi, tidak mau bekerja sama, sok aksi, ingin menguasai

orang lain, mengacam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan sebagainya Mengalami kecemasan ; kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, manarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya. Kurang dewasa ; suka berfantasi, berangan-angan, mudah dipenagruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya Agresif ; memilih gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah. 2. Sosial / emosi secara sosial masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain dengan ciri-ciri : perilaku yang tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga, dan rumah tangga. perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif seperti, tidak mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap membangkang atau menentang dan tidak dapat bekerja sama. Secara emosional sering merasa rendah diri dan mengalami kecemasan. Adanya rasa gelisah, malu, dan sanagt sensitive atau perasa. 3. Karakteristik akademik Hasil belajar seringkali jauh di bawah rata-rata Seringkali tidak naik kelas Sering membolos sekolah Seringkali melanggar peraturan sekolah dan lalulintas 2.3 Jenis-Jenis Anak Berkelainan Akademik beserta Karakteristiknya a. Anak Berbakat Ilustrasi Edo adalah seorang anak kelas 3 sebuah SD, dia termasuk anak yang rajin dan disiplin dalam segala hal. Dalam pergaulan dengan teman-temannya Edo terlihat menonjol, dia sering terlihat memimpin teman-temannya dalam permainan, dan juga terlihat sangat disenangi oleh temantemannya dalam pergaulan. Pada bidang akademik ternyata Edo memiliki prestasi yang sangat baik semua mata pelajaran prestasi belajarnya ada di atas rerata kelas, Edo adalah bintang di kelasnya. Para guru sangat senang dengan perilaku Edo karena setiap diberikan tugas dia selalu berusaha menyelesaikan sesuai dengan perintah atau tugas yang dibebankan kepadanya, selain itu dia juga sering mencoba sesuatu yang baru.setelah diadakan pemeriksaan psikologis di sekolah ternyata Edo memang memiliki kapasitas intelektual atau IQ yang lebih dibandingkan dengan teman-temannya yaitu 132, ini salah satu kriteria anak berbakat. Bakat diartikan sebagai kemampuan yang melekat atau inherent dalam diri seseorang, jadi dibawa sejak lahir dan keterkaitan dengan struktur otak. Secara genetis struktur otak memang telah terbentuk sejak lahir, tetapi bagaimana berfungsinya otak itu sangat ditentukan oleh caranya lingkungan berinteraksi dengan anak manusia itu. Definisi anak berbakat yang disepakati pada Seminar Pendidikan Luar Biasa di Jakarta pada tanggal 15 sampai 17 September 1980 (Utami Mundar , 1997:2) adalah sebagai berikut: Anak berbakat ialah mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mencapai prestasi tinggi karena memiliki kemampuan-kemampuan unggul. Sedangkan dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989, yang disebut anak berbakat adalah warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Kecerdasan berhubungan dengan

kemampuan intelektual, sedangkan kemampuan luar biasa tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual. Anak berbakat dalam kontek ini adalah anak-anak yang mengalami kelainan intelektual di atas rata-rata. Berkenaan dengan kemampuan intelektual ini Cony Semiawan (1997:24) mengemukakan, bahwa diperkirakan satu persen dari populasi total penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar 137 ke atas, merupakan manusia berbakat tinggi (highly gifted), sedangkan mereka yang rentangannya berkisar 120-137 yaitu yang mencakup rentangan 10 persen di bawah yang satu persen itu disebut moderately gifted. Mereka semua memiliki talen akademik (academic talented) atau keberbakatan intelektual. Beberapa karakteristik yang menonjol dari anak-anak berbakat sebagaimana diungkapkan Kitato dan Kirby, dalam Mulyono (1994), dalam ini adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik Intelektual Proses belajarnya sangat cepatZ Tekun dan rasa ingin tahu yang besarZ Rajin membacaZ Memiliki perhatian yang lama dalam suatu bidang khususZ Memiliki pemahaman yang sangat maju terhadap suatu konsepZ Memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademikZ 2. Karakteristik Sosial-emosional Mudah diterima teman-temaZn sebaya dan orang dewasa Mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan orang dewasaZ Melibatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial, dan memberikan sumbangan pemikiran positif danZ konstruktif Kecendrungan sebagai juru pemisah dalam suatu pertengkaran dan pengambil kebijakan oleh teman sebayanyaZ Memiliki kepercayaan tentang persamaan derajat semua orang, dan jujurZ Perilakunya tidak defensif, dan memiliki tenggang rasaZ Bebas dari tekanan emosi, dan mampu mengontrol emosinya sesuai situasi, dan merangsang perilaku produktif bagi orang lainZ Memiliki kapasitas yang luar biasa dalam menanggulangi masalah sosial dengan cerdas dan humor.Z 3. Karakteristik Fisik-kesehatan Berpenampilan rapi dan menarikZ Kesehatannya berada lebih baik di atas rata-rataZ Tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas (task commitent)Z b. Anak Berkesulitan Belajar Ilustrasi Dodi seorang anak kelas 2 SD, dalam pergaulan dengan teman-temannya dia menunjukkan aktivitas yang cukup baik. Pada bidang akademik di kelas, sebenarnya dia termasuk anak yang rajin dan aktif. Prestasi belajar yang dicapai juga cukup baik bahkan beberapa mata pelajaran seperti menulis, berhitung, dan lain-lainnya prestasinya berada di atas rerata kelas, jadi sebenarnya Dodi termasuk anak yang cerdas, tetapi pada mata pelajaran membaca dia mengalami kesulitan yang cukup mendasar yaitu sulit untuk menggabungkan atau merangkai beberapa suku kata menjadi kata dan kalimat, sehingga pada bidang membaca Dodi selalu

mengikuti program remedial yang diselenggarakan sekolah, tetapi selalu saja dia gagal mencapai prestasi membaca yang dipersyaratkan. Dalam pemeriksaan psikologis dia termasuk anak superior dalam kapasitas kemampuan intelektualnya atau IQ, tetapi pada bidang sintesis dan abstraksi ternyata dia jauh di bawah rerata normal, maka dia dikatakan sebagai anak yang berkesulitan belajar spesifik. Berkesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai standar kompetensi (prestasi) yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional. Learning disability merupakan suatu istilah yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yang dialami anak terutama yang berkaitan dengan masalah akademis. Secara umum berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang mengalami gangguan pada satu atau lebih dari proses psikologi dasar termasuk pemahaman dalam menggunakan bahasa lisan atau tertulis yang dimanifestasikan dalam ketidaksempurnaan mendengar, berfikir, wicara, membaca, mengeja atau mengerjakan hitungan matematika. Konsep ini merupakan hasil dari gangguan persepsi, disfungsi minimal otak, disleksia, dan disphasia. Kesulitan belajar ini tidak termasuk masalah belajar, yang disebabkan secara langsung oleh adanya gangguan penglihatan, pendengaran, motorik, emosi, keterbelakangan mental, atau faktor lingkungan, budaya, maupun keadaan ekonomi. Dimensinya mencakup: Disfungsi pada susunan saraf pusat (otak) Kesenjangan (discrepancy) antara potensi dan prestasi Keterbatasan proses psikologis Kesulitan pada tugas akademik dan belajar Kesenjangan antara potensi dan prestasi dalam berprestasi untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah setiap anak yang tidak mampu mencapai kompetensi yang ditentukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Untuk memahami anak berkesulitan belajar spesifik memang harus mengenal karakteristik atau ciri-ciri khusus yang muncul pada anak-anak berkesulitan belajar, yang umumnya baru terdeteksi setelah anak usia 8 9 tahun atau kelas 3 4 SD masuk pada kelompok kesulitan belajar akademik, hal ini dikarenakan sulitnya mengenal karakteristik anak sejak dini. Adapun karakteristik yang dapat diamati adalah adanya kesenjangan (discrepancy) antara potensi anak dengan prestasi (akademik) dan perkembangan yang dicapai, kesenjangan ini minimal 2 level akademik atau 2 tahun perkembangan. Memiliki kesulitan pada satu bidang akademik/perkembangan yang tertinggal dibandingkan dengan bidang akademik/perkembangan lain yang dimiliki anak (perbedaan intra individual). Adapun Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar Secara Umum yaitu: 1. Masalah persepsi dan koordinasi a. tidak dapat membedakan huruf yang mirip (d dan b, atau membedakan kata sakit dan sabit) b. sulit membedakan bunyi yang hampir sama (kopi dengan topi) c. adanya gangguan motorik halus (gangguan dalam menulis) dan motorik kasar (tidak dapat menendang bola secara tepat dan melompat) 2. Gangguan dalam perhatian a. sulit berkonsentrasi b. sulit untuk memusatkan perhatian

c. sulit melakukan kontak mata contohnya apabila anak diberikan tugas unuk melakukan sesuatu, ia tidak dapat menuntaskan pekerjaannya karena perhatiannya segera beralih pada objek lainnya. d. hiperaktif e. tidak dapat menuntaskan pekerjaan 3. Gangguan dalam mengingat dan berpikir a. Masalah mengingat 1. Tidak memiliki kemampuan dalam penerapan strategi mengingat, contohnya kepada beberapa anak diperlihatkan suatu daftar kata untuk diingat. Anak normal secara spontan dapat mengategorikan kata-kata tersebut agar mudah diingat, sedangkan anak berkesulitan belajar tidak mampu melakukan strategi tersebut. 2. sulit mengingat materi secara verbal Hal ini terjadi karena mereka mempunyai masalah dalam pemahaman bunyi bahasa sehingga sulit memaknai kata atau kalimat. b. Masalah berpikir 1. sulit memecahkan masalah misalnya bagaimana menentukan strategi untuk menemukan kembali barang yang hilang. 2. tidak mampu menemukan/membentuk konsep misalnya bagaimana mengungkapkan kembali suatu cerita yang telah dibacanya. 4. Kemampuan dalam penyesuaian diri a. kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan b. kurang percaya diri, cemas dan takut c. suka mengasingkan diri BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan kehilangan ketajaman penglihatan sehingga penglihatannya tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk bersekolah sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus. Adapun karakteristiknya yaitu dari segi fisik, secara visik anak-anak tunanetra, nampak sekali adanya kelainan pada organ penglihatan/ mata, yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak-anak normal pada umumnya. Segi Motorik, yaitu hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visual menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan orientasi lingkungan.

3.2 Saran Setelah memahami tentang karakteristik anak-anak berkelainan khusus diharapkan guru maupun calon guru mampu : 1. membedakan perkembangan anak yang bersifat nonnormatif dan normatif; 2. menangani anak dengan bermacam-macam gangguan bicara; 3. menangani anak dengan bermacam-macam perilaku insecure; 4. menangani anak dengan bermacam-macam perilaku antisocial; 5. menangani anak dengan bermacam-macam masalah fungsi intelektual; 6. menangani anak dengan bermacam-macam perilaku sebagai akibat ketidakmatangan sosialemosional; 7. menangani anak dengan bermacam-macam kebutuhan fisik khusus; 8. menangani anak dengan perilaku ADHD; 9. menangani anak dengan perilaku autis; 10. menangani anak dengan perilaku agresi,

DAFTAR PUSTAKA Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebetuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Iswari Mega. 2007. Kecakapan Hidup Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Azwandi Yosfan. 2007. Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Wardani I.G.A.K,dkk. 2008. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:Universitas Terbuka Massofa. 2010. Karakteristik Anak Luar Biasa. http://massofa.wordpress.com/2010/08/09/karakteristik-anak-luar-biasa/. diakses tgl 6 Oktober 2010 http://images.google.com/images?hl=en&biw=1366&bih=548&tbs=isch%3A1&sa=1&q=tunane tra,tunarungu, tunadaksa,tunagrahita,dan tunalaras&btnG=Search&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=. diakses 6 oktober 2010

You might also like