You are on page 1of 11

Artikel Studi Penyebab Kematian Akibat Kecelakaan Lalu Lintas yang Diperiksa di Bagian Kedokteran Forensik Rumah Sakit

Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Periode Januari 2007 - Mei 2011 Saiful Hadi*, Taufik Suryadi**
*Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh/FK UNSYIAH **Dokter Ahli Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh/FK UNSYIAH

ABSTRAK
Perkembangan teknologi transportasi yang meningkat pesat, telah menyebabkan tingkat kecelakaan lalu lintas semakin tinggi. Akibat kemajuan teknologi, disatu sisi menyebabkan daya jangkau dan daya jelajah transportasi semakin luas, disisi lain menjadi penyebab kematian yang sangat serius dalam beberapa dekade terakhir. Keadan ini, semakin parah mengingat kurangnya kesadaran masyarakat akan keselamatan lalu lintas, dan lamban atau kurang tepatnya penanganganan korban akibat kecelakaan lalu lintas. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain studi cross-sectional untuk mengetahui penyebab kematian korban kecelakaan lalu lintas yang diperiksa di Bagian Kedokteran Forensik FK UNSYIAH/RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh. Teknik pengambilan data menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan meneliti data sekunder, yaitu kumpulan visum et repertum korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas periode Januari 2007- Mei 2011. Hasil penelitian dari 47 korban menunjukkan bahwa, berdasarkan jenis kelamin, laki-laki paling banyak menjadi korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas yaitu 41 korban (87,23%), sedangkan perempuan hanya 6 korban (12,77%). Berdasarkan kelompok umur, dewasa awal adalah kelompok terbanyak menjadi korban kecelakaan lalu lintas yaitu mencapai 59,57 % (28 orang) , diikuti usia remaja sebanyak 17,02% (8 korban), usia setengah baya sebanyak 10,64% (5 korban). Dan terdapat 6 korban yang tidak teridentifikasi usianya. Penyebab kematian terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas adalah koma, yaitu sebanyak 78,72% (37 korban). Sinkop menyebabkan 17,02% (8 korban) kematian, dan asfiksia menyebabkan 4,26% (2 korban) kematian. Kata kunci: kecelakaan lalu lintas, penyebab kematian, koma, sinkop, asfiksia.

PENDAHULUAN Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang mempengaruhi semua sektor kehidupan. Pada tahun 2002 diperkirakan sebanyak 1,18 juta orang meninggal karena kecelakaan. Angka

kecelakaan ini merupakan 2,1% dari kematian global.1 Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak terjadinya cedera di seluruh dunia. Kecelakaan lalu lintas menempati urutan ke-9 pada disability adjusted life years (DALYs) dan
1

diperkirakan akan menempati peringkat ke-3 di tahun 2020. Sedangkan di Negara berkembang urutan ke-28.2 Cedera akibat kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian dan disabilitas (ketidakmampuan) secara umum terutama di Negara 3 berkembang. Kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia menunjukan kecenderungan yang meningkat, yaitu dari 1,0% pada tahun 1986, menjadi 1,5% pada tahun 1992, 1,9% pada tahun 1995, 3,5% pada tahun 1998 dan menjadi 5,7% di tahun 2001. 4-5 Data dari Ditlantas Markas Besar Kepolisian RI menunjukkan bahwa pada tahun 2009 terdapat 99.951 korban kecelakaan lalu lintas dengan 18,46% (18.448 korban) meninggal. Sedangkan di Aceh terdapat 1.466 korban kecelakaan lalu lintas dengan mortalitas sebanyak 34,04% (499 korban).7 Di Indonesia, sebahagian besar (70,0%) korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara sepeda motor yang berusia produktif (15-55 tahun) dan berpenghasilan rendah. Cedera kepala (33,2%) menempati peringkat pertama pada urutan cedera yang dialami oleh korban kecelakaan lalu lintas. 8 Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka atau kematian.3

Berdasarkan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tahun 1993 Bab XI : 1. Pasal 93 Ayat (1): kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak di sangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau pemakai jalan lainnya yang mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. 2. Pasal 93 ayat (2): korban kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa korban mati, koban luka berat dan korban luka ringan.9 Berdasarkan Peraturan pemerintah PP No 43 Th l993 Pasal korban, menyebutkan bahwa korban mati. adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 hari setelah kecelakaan tersebut. Penyebab Kematian Cara kematian (mode of death) yaitu keadaan yang terjadi pada proses kematian, melalui salah satu dari runtuhnya 3 pilar kehidupan, yaitu: persarafan (otak), peredaran darah (jantung), dan pernafasan (paru). Masing-masing dalam bentuk koma, sinkop dan asfiksia.10 Koma (coma) Koma dalah gangguan fungsi otak yang menyebabkan kehilangan kesadaran, bisa total (complete) atau hanya sebagian (partial). Kegagalan
2

pilar kehidupan otak menyebabkan lumpuhnya fungsi otak dan pusat-pusat pengaturan tubuh (vital centres). 10 Kerusakan fungsi otak dapat diakibatkan oleh penekanan otak yang ditimbulkan akibat keadaan atau penyakit dari jaringan otak atau selaput pembungkus otak. Ini dapat terjadi karena efusi darah di atas atau di dalam substansi otak akibat perdarahan, fraktur tulang tengkorang, inflamasi, abses, tumor otak, emboli, thrombosis, heat stroke, hypothermia atau akibat keracunan opium, barbiturate, chloroform, alcohol, CO2, CO, uremia dan sebagainya.10 Tanda post-mortem korban meninggal akibat koma didapati tandatanda trauma pada tulang tengkorak, cedera otak dan efusi darah kedalam rongga kepala, oedem cerebri, abses, atau tumor. Koma akibat trauma biasanya dijumpai perdarahan diantara tulang tengkorak dan duramater (perdarahan epidural), atau diantara duramater dengan jaringan otak (perdarahan subdural). 10 Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut.11 Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan

industri memberikan dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat.12. Sinkop (syncope)10 Sinkop adalah kegagalan fungsi jantung dan pembuluh darah. Kelumpuhan sirkulasi darah dengan cepat menyebabkan turunnya tekanan darah, denyut nadi pelan, wajah dan bibir pucat, begitu juga bagian ujungujung tubuh seperti kuku, kelopak mata, dan bagian dalam tampak pucat, dan tubuh menjadi lemah. Sering disertai gejala-gejala seperti pusing, telinga berdenging, penglihatan kabur, pupil dilatasi. Bila berlangsung lama dapat terjadi sianosis, keringat dingin, mual, muntah, cenderung menjadi pingsan, konvulsi, disusul kematian. Kematian dapat terjadi akibat berhentinya denyut jantung yang disebabkan oleh: perdarahan tiba-tiba dalam jumlah banyak akibat pecahnya pembuluh darah besar, atau organorgan dalam seperti paru-paru, limpa, atau pecahnya aneurisma, varises manyebabkan tubuh kehilangan darah. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik. Tanda-tanda post mortem sangat berhubungan, dengan penyebab sinkop. Bila karena perdarahan yang banyak secara tiba-tiba melebihi 1/3 volume darah dalam tubuh, akan didapati tanda-tanda kehilangan darah, pucat pada bibir, kuku, konjungtiva, organ paru kolaps, hati dan organ interna lain tampak pucat. Asfiksia (asphyxia)
3

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.13 Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia.10 Pada kasus kecelakaan sering dijumpai asfiksia traumatik (external pressure of the chest) yaitu terhalangnya udara untuk masuk dan keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan adanya suatu tekanan dari luar pada dada korban. Penyebab tersering asfiksia dalam konteks forensik adalah jenis asfiksia mekanik, dibandingkan dengan penyebab yang lain seperti penyebab alamiah ataupun keracunan.14 Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia yaitu: Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia), Anoksia Anemia (Anemia anoxia), Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia), Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia).10 (Knight,1996), menetapkan beberapa tanda klasik kematian akibat asfiksia yaitu: tardieus spot (Petechial hemorrhages), kongesti dan oedema, sianosis, dan tetap cairnya darah. Pada pemeriksaan luar jenazah kasus asfiksia dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku, pembendungan sistemik maupun

pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Selain itu juga ditemukan warna lebam mayat merahkebiruan gelap dan terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas.13 Kematian Dalam Kecelakaan Lalu Lintas Kematian dalam kecelakaan lalu lintas dapat terjadi sebagai akibat dari tabrakan atau benturan dari kendaraan. Secara imajinatif semua model dari sarana transportasi mempunyai kemampuan untuk menyebabkan kematian atau kecacatan. Kematian karena kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi empat kategori tergantung dari arah terjadinya benturan pada kendaraan, antara lain :
1. Arah

depan. Ini adalah paling umum, yang kejadiannya kira-kira mencapai 80% dari semua kecelakaan lalu lintas. samping (lateral), dapat terlihat perlukaan yang sama dengan tabrakan dari arah depan, bila benturan terjadi pada sisi kiri dari kendaraan, pengemudi akan cenderung mengalami perlukaan pada sisi kiri, dan penumpang depan akan mengalami perlukaan yang lebih sedikit karena pengemudi bersifat sebagai bantalan. keadaan ini lebih mematikan (lethal) dibandingkan
4

2. Arah

3. Terguling,

tabrakan dari samping, terutama bila tidak memakai pelindung kepala (helm), Pada beberapa kasus, korban yang terlempar bisa ditemukan hancur atau terperangkap di bawah kendaraan. Pada kasus seperti ini penyebab kematian mungkin adalah traumatic asphyxia.
4. Arah belakang, pada benturan dari

kelompok: koma, sinkop dan asfiksia. Data-data dianalisis secara kualitatifkuantitatif, dari hasil analisis kualitatif ini akan dapat diketahui penyebab kematian kecelakaan lalu lintas dengan variable koma, sinkop dan asfiksia. HASIL Penyajian hasil penelitian memberikan informasi mengenai gambaran penyebab kematian akibat kecelakaan lalu lintas yang diperiksa di Bagian Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin, yaitu diperoleh hasil dari 47 responden dengan perincian sebagai berikut: Karakteristik Korban Untuk lebih memperjelas data , berikut kami tampilkan karakteristik atau ciriciri umum responden dalam penelitian yaitu dilihat dari jenis kelamin ada periode usia.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Korban Meninggal Akibat Kecelakaan Lalu Lintas yang diperiksa di Bagian Forensik RSUDZA periode Januari 2007- Mei 2011 Menurut Jenis Kelamin No 1 2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Frekuensi (n) 41 6 47 Persentase (%) 87,23 12,77 100

arah belakang, benturan dikurangi atau terserap oleh bagian bagasi dan kompartemen penumpang belakang (pada pengguna mobil), yang dengan demikian memproteksi penumpang bagian depan dari perlukaan yang parah dan mengancam jiwa.15 METODE PENELITIAN Tujuan penelitian adalah menggambarkan pola penyebab kematian akibat kecelakan lalu lintas pada korban yang diperiksa di Bagian Kedokteran Forensik RSUDZA periode Januari 2007 Mei 2011. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan deskriptif. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan metode pengumpulan data bersumber dari kumpulan visum pasien meninggal akibat kecelakaan lalu lintas mulai Januari 2007 sampai Mei 2011 dan pengambilan data dilakukan secara total sampling. Variabel dependen adalah penyebab kematian akibat kecelakan lalu lintas. Variabel independen adalah Sebab-sebab kematian yaitu dibagi dalam tiga

Dari data tersebut di atas didapatkan 41 korban (87,23%) dengan jenis kelamin laki-laki, dan 6 korban (12,77%) dengan jenis kelamin perempuan.
5

Periode Usia mengunakan penggolongan umur menurut Harlock, (2000) yang merumuskan tahap perkembangan manusia sebagai 16 berikut: Masa Remaja : 13-20 tahun

setengah baya dan terdapat korban yang tidak diketahui umurnya sebanyak 6 korban (12,76%). Penyebab Kematian Pada penelitian terhadap penyebab kematian, peneliti membagi penyebab kematian menjadi tiga kelompok yaitu koma, sinkop dan asfiksia. Data diperoleh berdasarkan data sekunder yang berasal dari visum korban meningal akibat kecelakaan lalu lintas dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Korban Meninggal Akibat Kecelakaan Lalu Lintas yang diperiksa di Bagian Forensik RSUDZA periode Januari 2007-Mei 2011 Menurut Penyebab Kematian No 1 2 3 Penyebab Kematian Koma Sinkop Asfiksia Jumlah Frekuensi (n) 37 8 2 47 Persentas e (%) 78,72 17,02 4,26 100

Masa Dewasa Awal : 21-40 tahun

Masa Setengah baya: 41-60 tahun Karena sebagian korban yang diperiksa terdapat korban yang tidak diketahui identitasnya atau tidak dikenali (pasien dengan nama di visum Mr.X atau Mrs.X), maka peneliti membagi periode usia menjadi 4 katagori yaitu, remaja, dewasa awal, setengah baya dan tidak diketahui.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Korban Meninggal Akibat Kecelakaan Lalu Lintas yang diperiksa di Bagian Forensik RSUDZA periode Januari 2007-Mei 2011 Menurut Periode Usia No 1 2 Usia Remaja Dewasa Awal Setengah Baya Tidak diketahui Jumlah Frekuensi (n) 8 28 5 6 47 Persentas e (%) 17,02 59,57 10,64 12,76 100

3 4

Dari data tersebut di atas didapatkan 37 korban (78,72%) meninggal dengan penyebab kematian karena koma, 8 korban (17,02%) meninggal akibat sinkop dan korban meninggal akibat asfiksia hanya 2 korban dengan persentase 4,26%. DISKUSI Angka mortalitas akibat kecelakaan lalu lintas di Aceh cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Data dari Profil kesehatan Indonesia yang
6

Dari data tersebut di atas didapatkan 8 korban (17,02%) dengan katagori usia remaja, 28 korban (59,57%) dengan katagori usia dewasa awal, 5 korban (10,64%) dengan katagori

dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkkan pada tahun 2005 di Aceh terdapat 677 korban kecelakaan lalu lintas dengan 196 (28,95%) korban meninggal. Pada tahun 2009 meningkat drastis menjadi 1.466 korban kecelakaan lalu lintas, dengan korban meninggal sebanyak 499 (34,04 %). Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain yaitu meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke tahun, (data dari kepolisian menyebutkan bahwa pertambahan kendaraan bermotor di Indonesia sekitar 5-10% pertahun). Di aceh sendiri sekali pun tidak ada data yang menunjukkan angka pasti pertumbuhan kendaraan bermotor, namun kenyataan kita perhatikan sehari-hari aktifitas lalu lintas masyarakat semakin padat. Selain di didukung oleh faktor keamanan yang semakin kondisif, disisi lain juga terjadi perbaikan dan peningkatan aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat ke arah yang semakin menjanjikan. Faktor lainnya adalah kurangnya perhatian masyarakat akan keselamatan di jalan raya, terbukti kebanyakan masyarakat masih enggan menggunakan helm sebagai alat pelindung diri. Pada penelitian ini terbukti sebahagian besar penyebab kematian akibat cedera kepala berat, yang sebahagiannya tidak mengunakan helm standar atau bahkan tidak menggunakan helm sama sekali. Penelitian ini dilakukan pada 47 korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas, yang terdiri dari 41

(87,23%) korban laki-laki (12,77%) perempuan.

dan

Kalau kita perhatikan dari jumlah sampel penelitian , penelitian ini hanya melibatkan 47 korban yang divisum, padahal jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Aceh pada tahun 2009 saja mencapai 499 korban. Hal ini disebabkan karena data yang diambil adalah bersumber data sekunder berupa kumpulan visum korban meninggal yang di periksa di RSUDZA. Terdapat kemungkinan jika dokter muda yang bertanggung jawab lupa mengarsipkan visum yang pernah dibuatnya dalam kumpulan visum, sehingga mungkin saja ada beberapa data yang tidak bisa disertakan dalam penelitian ini. Selain itu, sistem sosial dan kultural masyarakat aceh yang sering mengedepankan kekeluargaaan dalam penyelesaiaan kasus kecelakaaan lalu lintas, adalah faktor penting yang menyebabkan rendahnya permintaaan visum et repertum korban meninggal di Aceh. Meski demikian peneliti merasa, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini (total sampling) sudah dapat menggambarkan pola penyebab kematian akibat kecelakaan lalu lintas yang di periksa di Bagian Kedokteran Forensik RSUDZA. Jika ditinjau dari distribusi korban meninggal menurut jenis kelamin, maka laki-laki lebih dominan. Hal ini disebabkan karena laki-laki melakukan mobilitas yang tinggi dengan kebanyakan aktifitas mereka dilakukan di luar rumah. Hasil ini sesuai dengan data dari WHO tahun 2004 yang
7

menyebutkan bahwa angka kematian global karena kecelakaan lalu lintas yang menimpa laki-laki hampir 3 kali lebih besar dibandingkan pada 1 perempuan. Usia korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas dalam menelitian ini berkisar antara 17-51 tahun. Hasil ini sesuai data dari WHO yang menyatakan bahwa hampir 50% kematian global terjadi pada golongan dewasa dengan kisaran umur 15-44 tahun. Selanjutnya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia dewasa awal (21-40 tahun) adalah korban terbanyak kematian akibat kecelakaan lalu lintas yaitu dengan persentase (59,57%). Hal ini juga tidak jauh berbeda dengan hasil data Surkesnas/SKRT 2004, yang menyebutkan prevalensi penduduk berumur > 15 tahun yang mengalami KLL 1 tahun terakhir adalah 2,9% dengan prevalensi tertinggi pada kelompok umur 15-24 tahun.6 Berdasarkan penyebab kematian didapatkan hasil yaitu 37 (78,72%) meninggal dengan penyebab kematian karena koma, 8 korban (17,02%) meninggal akibat sinkop dan 2 (4,26%) korban meninggal akibat asfiksia. Jika dianalisis lebih lanjut, hasil penelitian menunjukkan penyebab terbanyak kematian akibat kecelakaan lalu lintas adalah koma, yaitu mencapai 78,72 %. Hasil ini sesuai dengan datadata nasional Kemenkes RI yang menyebutkan cedera intrakranial juga menempati peringkat 5 dari penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit tahun 2005.6

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar-benar dan rujukan yang terlambat. Hematoma epidural (EDH) merupakan komplikasi dari cedera kepala, dimana insidensinya bervariasi, ada peneliti yang melaporkan insidennya 1,5 % dari 11.000 penderita cedera kepala yang berobat ke rumah sakit, peneliti lain melaporkan 17 insidennya 0,2-9%. Price melaporkan 10% pada penderita koma didapatkan hematom epidural(2). Insiden hematom epidural pada usia <20 tahun sebesar 60%.18 Angka mortalitas akibat hematom epidural bervariasi antara 5%-43%, dimana factor-faktor yang sangat mempengaruhi adalah status neurologi pada waktu operasi, usia penderita. Ada tidaknya lesi intracranial lainnya, waktu antara kejadian sampai dioperasi, ukuran dan lokasi hematoma. Menurut Price hematoma epidural berkembang secara progresif dalam 24 jam pertama setelah trauma. Angka mortalitas 0% pada penderita preoperative tidak dalam keadaan koma dan meningkat sampai 30% pada penderita koma.18 Pernyataan-pernyataan tersebut mendukung hasil penelitian ini yaitu
8

penyebab kematian pasien terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas adalah koma yang cenderung 30% lebih potensial menyebabkan kematian dibandingkan pasien trauma tanpa disertai keadaan koma. Penyebab kematian berupa sinkop dan asfiksia pada korban kecelakaan lalu lintas cenderung berhubungan dengan pertolongan pertama saat kecelakaan, masalah transportasi pasien trauma dan perawatan di instalasi gawat darurat yang tepat, cepat dan sigap. Disini dituntut kesadaran masyarakat yang harus lebih sensitive dan terampil menolong korban kecelakaan lalu lintas, juga harus diikuti baiknya sistem transportasi, serta kompetensi tenaga medis yang memberikan pertolongan dengan penuh peduli dan terampil. Selama dalam perjalanan transportasi korban, bisa terjadi berbagai keadaan seperti syok, kejang, apnea, obstruksi napas, dan gelisah. Dengan demikian, saat dalam perjalanan, keadaan ABC korban harus tetap dimonitor dan diawasi ketat. Dengan adanya risiko selama transportasi, maka perlu persiapan dan persyaratan dalam transportasi, yaitu disertai tenaga medis, minimal perawat yang mampu menangani ABC, serta alat dan obat gawat darurat (di antaranya ambubag, orofaring dan nasofaring tube, suction, oksigen, cairan infus RL atau NaCl 0,9%, infus set, spuit 5 cc, aquabidest 25 cc, diazepam ampul, dan khlorpromazine ampul). 3.

Melihat hasil penelitian dengan angka penyebab kematian akibat sinkop mencapai 17,02% dan asfiksia sebesar 4,26%, maka menurut peneliti, pertolongan pertama atau resusitasi korban akibat kecelakan lalu lintas masih perlu diperhatikan secara serius baik oleh masyarakat umum, terlebih oleh tim medis yang berperan penting dalam upaya keselamatan pasien. Dan berhubungan dengan sebab kematian akibat koma, sekalipun data penelitian global menunjukkan memang 30% pasien trauma dengan koma akan meninggal, tetapi juga perlu diperhatikan prinsip-prinsip penanganan korban trauma kepala secara komprensif dan sesuai standar, sehingga angka kematian akibat koma bisa di tekan seminimal mungkin. KESIMPULAN
1. Penyebab

kematiaan terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas yang diperiksa di Bagian Kedokteran Forensik RSUDZA adalah koma yaitu sebesar 78,72% (37 korban).

2. Terdapat 17,02% ( 8 korban) meninggal akibat sinkop, dan 4,26% (2 korban) meninggal akibat asfiksia.
3. Laki-laki lebih banyak mengalami

korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas dengan persentase 87,23%.


4. Tingkat usia dewasa awal (21-40

tahun) menjadi korban kematian akibat kecelakaan lalu lintas dengan persentase tertinggi yaitu 59,57% (28 korban).
9

SARAN
1. Untuk kepentingan pendidikan dan

cepatnya pertolongan medis, dan sebagainya. REFERENSI


1. Paden, Margi, et.al, World Report on
Traffic Injury Prevention, WHO,2004.

penelitian, sebaiknya dokter muda di Bagian Kedokteran Forensik lebih memerhatikan kelengkapan struktur visum et repertum korban meninggal, dan mengarsipkannya dengan rapi. Jika memungkinkan, dapat disediakan sebuah buku khusus untuk pembuatan visum korban meninggal, dengan menyertakan kondisi dan diagnosis klinis, serta temuan radiologis korban. Karena data-data pasien meninggal sangat sulit diperoleh dari bagian-bagian lain.
2. Mengingat

2. Coats TJ,Davies G.Prehospital care for road


traffic casualities.BrMed J.2002; 324:11351138. 3. World Health Organization. Statistic of road traffic accident. Geneva: UN Publication,2000. 4. Survei Kesehatan rumah tangga.Jakarta.Badan Litbang Kesehatan, Depertemen Kesehatan RI;1995 5. Survei Kesehatan rumah tangga.Jakarta.Badan Litbang Kesehatan, Depertemen Kesehatan RI;1998 6. KemenkesRI.2007.Profil Indonesia 2005.depkes.go.id 7. Kemenkes RI.2010. Profil Indonesia 2009.depkes.go.id Kesehatan Kesehatan

tingginya angka kematian di Aceh akibat kecelakaan lalu lintas, pemerintah perlu melakukan sosialisasi keselamatan lalu lintas, dan melakukan program pelatihan pertolongan pertama kasus kecelakaan lalu lintas untuk masyarakat umum.

3. Kepada tenaga medis, hendaknya meningkatkan pengetahuan dan skill untuk membantu meminimalisir jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas dan perlu mendokumentasikan secara baik temuan klinis, dengan harapan dapat bermanfaat dalam penegakan hukum jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
4. Kepada peneliti selanjutnya, dapat

8. Woro Riyadina, Suhardi,Meda Permana.Pola dan determinan Sosiodemografi cedera akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia.Pusat Penelitian Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan LItbang DepKes RI.Majalah Kedokteran,Volume 59, Nomor 10.2009. 9. Idries, A.M., 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara, 85-129, 304-321.

10.

Amir, A. 2008. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 120-125. .American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support for Doctors. American College of Surgeon, 1997 : 195-227.

11.

melanjutkan penelitian ini dengan meneliti variabel berbeda, atau mencari hubungan sebab akibat antara sebab kematian, tepat dan

12. Listiono LD, ed. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. (ed.III). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,1998:147-176.

10

13. Budiyanto, A., et al, 1997. Ilmu Kedokteran Forensik Edisi 1. Bagian Kedokteran Forensik FK UI, 37-54. 14. Knight, B., 1996. Forensic Pathology. 2nd ed. New York: Oxford University Press, Inc, 347-351. 15.Fintan I. Forencic Medicine : Deaths Due to Motorvehicle Accidents. Available from: //ivanfintan.blogspot.com/.htm. 16.Hurlock, EB, 2002. Development Psychology. A Life Span Approach. Mcgraw-Hill Kogakusha Ltd. New York . 17.Cooper PR.Head Injury, Edition,Baltimore: Williams&Wilkins,1987:257-265. Second

18. Price DD.Epidural hematoma in Medicine Journal vol:2,N0.2 February 2001:1-11. 3. Parterniti S,Fiore P,Macri E,et al.Extradural hematoma;report of 37 consecutives case with survival.Acta Neurochir (Wien)1994;11 (3-4):207-10

11

You might also like