You are on page 1of 17

Cara Membuat Proposal PTK

Menemukan masalah pembelajaran merupakan langkah awal dalam PTK. Masalah pembelajaran sangat beragam, seperti masalah yang berkaitan strategi pembelajaran, hasil belajar siswa, sarana dan fasilitas pembelajaran, atau kurangnya motivasi siswa dalam belajar. Untuk menemukan masalah, perlu dilakukan identifikasi masalah.
1.

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti: melakukan refleksi untuk mendiagnosis pembelajaran yang kita kelola, melihat hasil belajar siswa, atau melakukan diskusi dengan teman sejawat, bahkan dengan kepala sekolah atau dosen LPTK. Masalah yang sudah diidentifikasi perlu dianalisis agar akar penyebab masalah dapat kita temukan. Analisis masalah dapat dilakukan paling tidak dengan tiga cara: yaitu: (1) merenungkan kembali masalah tersebut dengan melakukan introspeksi/refleksi melalui pertanyaan yang ajukan pada diri sendiri, mengapa masalah tersebut sampai terjadi: (2) bertanya kepada siswa baik melalui angket maupun wawancara langsung tentang persepsinya terhadap pembelajaran; serta (3) menelaah berbagai dokumen seperti pekerjaan rumah siswa, soal-soal ulangan, serta hasil ulangan/latihan siswa. Analisis berakhir jika akar penyebab masalah sudah ditemukan. Berdasarkan akar penyebab masalah, kita dapat merumuskan masalah pembelajaran dalam bentuk masalah/pertanyaan penelitian, yang akan dicari jawabannya dalam PTK. Sehubungan dengan itu, rumusan masalah dibuat dalam bentuk kalimat tanya, mengandung aspek yang akan diperbaik dan upaya memperbaikinya. Setelah masalah dirumuskan, hal berikut yang perlu dilakukan adalah mengembangkan tindakan perbaikan, yang diperkirakan dapat mengatasi masalah pembelajaran. Untuk mengembangkan tindakan perbaikan perlu dilakukan hal-hal berikut. Pertama, kaji teori-teori yang relevan. Kemudian, tetapkan teori mana yang kira-kira sesuai diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut. Kedua, berdiskusi dengan pakar pembelajaran/pakar bidang studi untuk menemukan cara perbaikan atau memvalidasi teori yang sudah ditetapkan. Ketiga, kita dapat mengingat pengalaman kita sendiri dalam mengatasi masalah yang serupa. Bagaimana pendapat Anda tentang rangkuman tersebut? Apakah sudah memuat butir-butir yang Anda anggap penting? Bagaimana pula dengan rangkuman yang Anda buat sendiri? Jangan kecewa jika rangkuman itu tidak sama. Sekarang bersiaplah mengerjakan Tes Formatif 2, untuk menguji tingkat penguasaan Anda.

2.

3.

4.

Perencanaan Kegiatan
1.

Rencana Perbaikan Pembelajaran (RP) dibuat dengan menggunakan format yang hampir sama dengan format Rencana Pembelajaran (RP). Bedanya, dalam RPP terdapat tujuan perbaikan, deskripsi kegiatan lebih rinci, pertanyaan, soal, dan kunci jawaban dicantumkan secara lengkap, sedangkan dalam RP unsur-unsur tersebut tidak selalu ditulis. Format dapat disesuaikan dengan format yang berlaku di sekolah masing-masing. Untuk membuat RPP yang akurat dan dapat diandalkan dalam pelaksanaan, perlu dilakukan langkah-langkah: (1) membuat skenario pembelajaran, (2) menyiapkan sarana dan fasilitas pembelajaran, (3) menyusun RPP secara lengkap, (4) mensimulasikan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan RPP untuk melihat kelayakannya, serta (5) menyempurnakan RPP berdasarkan hasil simulasi. Prosedur dan alat pengumpul data dtentukan berdasarkan masalah dan tujuan perbaikan. Jika guru meminta teman sejawat untuk mengobservasi

2.

3.

pelaksanaan perbaikan, lembar observasi harus disepakati terlebih dahulu. Karena data yang dikumpulkan lebih cenderung kepada data kualitatif, maka prosedur dan alat pengumpul data dapat berupa observasi dengan menggunakan lembar observasi, wawancara berdasarkan panduan wawancara, catatan guru, dan refleksi.
4.

Proposal PTK diperlukan jika guru ingin ikut perlombaan PTK atau mendapat dana untuk melaksanakan PTK yang diusulkan. Format proposal biasanya ditentukan oleh sponsor/ penyelenggara. Dari segi administratif proposal dapat bervariasi, namun dari segi substansi ke-PTK-an, pada umumnya sama. Komponen kunci sebuah proposal PTK adalah sebagai berikut.
1. 2. 3.

Judul. Bidang Kajian. Pendahuluan, yang memuat latar belakang munculnya masalah serta akar penyebab masalah. Perumusan dan pemecahan masalah, yang terdiri dari: (1) perumusan masalah, (2) pemecahan masalah, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian. Kajian Pustaka.

4.

5. 6.

1.

Rencana dan Prosedur Penelitian. Di samping komponen kunci, juga terdapat komponen pendukung/komponen administratif, seperti:jadwal penelitian, personalia penelitian, biaya penelitian, dan lampiran.

Membaca merupakan suatu kegiatan belajar, dengan membaca kita dapat menyerap sejumlah informasi atau ilmu pengetahuan. Banyak orang yang menghadapi buku atau bahan materi dengan jalan membacanya dari awal hingga akhir dan mereka selalu beranggapan benar bahwa dengan cara itu mereka telah menguasai buku atau bahan bacaan. Membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar yang terpisahpisah, meliputi menggunakan pengertian, khayalan mengamati sampai mengingat-ingat.( Soedarso, 2006:4) Kemampuan setiap individu berbeda-beda dalam memahami bahan bacaan. Hal ini tergantung pada perbendaharaan kata yang dimilikinya, minat baca, kecepatan membaca, jangkauan mata, pengalaman, latar balakang dan lain sebagainya. Karena kemampuan setiap individu berbeda-beda dalam menyerap sejumlah informasi dari bahan bacaan, maka harus ada niat-niat atau usaha-usaha yang lebih efektif dalam membaca. Usaha yang lebih efektif untuk memahami dan mengingat-ingat lebih lama dapat dilakukan dengan 1) mengorganisasikan bahan yang dibaca dalam kaitan yang mudah dipahami dan 2) mengaitkan fakta yang satu dengan yang lain atau dengan menghubungkan pengalaman atau konteks yang anda hadapi.(Soedarso, : ) Kebanyakan dari kita masih mengikuti pola membaca pada saat anak-anak. Hal inilah yang menyebabkan kita menjadi lebih sulit dalam menangkap sejumlah informasi dan bahan bacaan, lebih cepat lupa dari apa yang kita baca dan lain sebagainya. Pada saat membaca hendaklah menghindari membaca dengan cara :

a) Vokalisasi, atau mambaca dengan bersuara sangat memperlambat. Hal tersebut dikarenakan kita harus mengucapkan kata demi kata secara lengkap, meski dengan menggumam sekalipun. Sehingga membaca dengan vokalisasi tidak efektif dan efisien. b) Menggerakkan Bibir, yaitu mengucapkan kata demi kata dari apa yang kita baca dengan menggerakkan bibir. Menggerakkan bibir merupakan tindak lanjut dari proses membaca vokalisasi, meskipun menggerakkan bibir belum tentu bersuara. Membaca dengan menggerakkan bibir sama lambatnya dengan membaca dengan cara vokalisasi. c) Menggerakkan Kepala, Membaca cepat dan efektif tidaklah harus menggerakkan kepala, tetapi cukup hanya dengan fokus dan menggerakkan bola mata saja. Proses membaca dengan menggerakkan kepala akan sangat menghambat efektivitas dari proses membacanya itu sendiri. d) Dan lain sebagainya, dengan kata lain belajar dengan jalan membaca materi atau bahan ajar harus mengetahui kiat-kiat membacanya, sehingga waktu yang diperlukan sebanding dengan materi yang diserapnya. Sehingga efektivitas belajar dapat dimaksimalkan. Tidaklah heran belajar dengan membaca lebih menjenuhkan, dibandingkan dengan cara berdiskusi. Maka dibutuhkan kiat-kiat khusus dalam membaca seperti : 1) Menemukan ide pokok, 2) Mengetahui ide pokok paragraph, 3) mengenali detail penting, 4) membuat catatan.

Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. oLeh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.
Empat Aspek Keterampilan Berbahasa dalam Dua kelompok kemampuan 1. ketrampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi ketrampilan membaca dan menyimak, 2. ketrampilan yang bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi ketrampilan menulis dan berbicara (Muchlisoh, 1992: 119).

Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) bertujuan meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tertulis, baik dalam situasi resmi non resmi, kpd siapa, kapan, dimana, untuk tujuan apa. bertumpu pada kemampuan dasar membaca dan menulis juga perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan.

Tujuan membaca permulaan di kelas I adalah agar Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat (Depdikbud, 1994/1995: 4).

Pelaksanaan membaca permulaan di kelas I sekolah dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. 1. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat, 2. Pembelajaran membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan pelajaran.

Bagaimana Pembelajaran Bahasa pada Kelas Awal? Anak di kelas permulaan (usia 6 8 tahun) berada pada fase bermain. Dengan bermain anak akan senang belajar, semakin senang anak semakin banyak yang diperolehnya. Permainan memiliki peranan penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak (Dworetzky, 1990). Karena dalam bermain guru mendukung anak belajar dan mengembangkannya (Wood, 1996). sumber :http://mbahbrata-edu.blogspot.com

MEMBACA PERMULAAN 1. Membaca permulaan merupakan suatu proses ketrampilan dan kognitif. Proses ketrampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat. 2. Pembelajaran memabaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Sedangkan Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn).

PERMAINAN BAHASA Permainan bahasa merupakan perminan untuk memperoleh kesenangan dan untuk melatih ketrampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Apabila suatu permainan menimbulkan kesenangan tetapi tidak memperoleh ketrampilan berbahasa tertentu, maka permainan tersebut bukan permainan bahasa. Sebaliknya, apabila suatu kegiatan melatih ketrampilan bahasa tertentu, tetapi tidak ada unsur kesenangan maka bukan disebut permainan bahasa.

Sebuah permainan disebut permainan bahasa, apabila suatu aktivitas mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih ketrampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).

Setiap permainan bahasa yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran harus secara langsung dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.

Anakanak pada usia 6 8 tahun masih memerlukan dunia permainan untuk membantu menumbuhkan pemahaman terhadap diri mereka.

Aktivitas permainan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang menyenangkan. Menurut Dewey (dalam Polito, 1994) bahwa interaksi antara permainan dengan pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang sangat penting bagi anak-anak.

Permainan Bahasa Permainan dapat menjadi kekuatan yang memberikan konteks pembelajaran dan perkembangan masa kanak-kanak awal. Untuk itu perlu, diperhatikan struktur dan isi kurikulum sehingga guru dapat membangun kerangka pedagogis bagi permainan. Struktur kurikulum terdiri atas

a. perencanaan yang mencakup penetapan sasaran dan tujuan, b. pengorganisasian, dengan mempertimbangkan ruang, sumber, waktu dan peran orang dewasa, c. pelaksanaan, yang mencakup aktivitas dan perencanaan, pembelajaran yang diinginkan, dan d. assesmen dan evaluasi yang meliputi alur umpan balik pada perencanaan (Wood, 1996:87). Media Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru dapat melakukan simulasi pembelajaran dengan menggunakan kartu berseri (flash card). Kartu-kartu berseri tersebut dapat berupa kartu bergambar. Kartu huruf, kartu kata, kartu kalimat. Strategi Dalam pembelajaran membaca permulaan guru dapat menggunakan strategi bermain dengan memanfaatkan kartu-kartu huruf. Kartu-kartu huruf tersebut digunakan sebagai media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain dengan menyusun huruf-huruf menjadi sebuah kata yang berdasarkan teka-teki atau soal-soal yang dibuat oleh guru. Titik berat latihan menyusun huruf ini adalah ketrampilan mengeja suatu kata (Rose and Roe, 1990). Teknik Dalam pembelajaran membaca teknis menurut Mackey (dalam Rofiuddin, 2003:44) guru dapat menggunakan strategi permainan membaca, misalnya:

cocokkan kartu, ucapkan kata itu, temukan kata itu, kontes ucapan, temukan kalimat itu, baca dan berbuat dan sebagainya.

Kartu-kartu kata maupun kalimat digunakan sebagai media dalam permainan kontes ucapan (mengucapkan atau melafalkan). Pelafalan kata-kata tersebut dapat diperluas dalam bentuk pelafalan kalimat bahasa Indonesia. Yang dipentingkan dalam latihan ini adalah melatih siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa (vokal, konsonan, dialog, dan cluster) sesuai dengan daerah artikulasinya

Permainan Kata Permainan kata dan huruf dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan menyenangkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa dapat melihat sejumlah kata berkali-kali, namun tidak dengan cara yang membosankan. Guru perlu banyak memberikan sanjungan dan semangat.

Hindari kesan bahwa siswa melakukan kegagalan. Jika permainan sukar dilakukan oleh siswa, maka guru perlu membantu agar siswa merasa senang dan berhasil dalam belajar.

Memilih Kata Cara membuat Pada kartu yang panjang ditempeli sebuah gambar sederhana. Di samping gambar ditulis suatu pilihan tiga kata, satu yang sesuai dengan gambar dan dua yang mirip dengan gambar. Pada punggung kartu warnai suatu ruang untuk menyatakan kata yang benar. Kemudian disediakan jepit kertas. Cara Bermain Dua orang siswa memutuskan kata mana yang sepadan dengan gambar, kemudian menaruh jepit di samping kartu kata itu. Untuk mengecek baliklah kartu.

Melengkapi kalimat Pada kartu yang panjang tertulis kalimat dengan satu kata hilang. Pada kartu tersebut diberi celah untuk kata-kata yang hilang. Kemudian membuat kartu gambar yang cocok dengan celah itu. Cara membuat

Sebuah kalimat ditulis diatas kartu panjang dengan satu kata dihilangkan. Pada kata yang dihilangkan tersebut dilubangi untuk menyelipkan kartu yang cocok untuk melengkapi kalimat. Kemudian membuat kartu-kartu kata yang salah satunya cocok untuk celah pada kartu kalimat. Cara Bermain Satu atau dua orang membaca kalimat dan mencocokkan kartu-kartu gambar dalam spasi yang kosong. Kemudian siswa menyelipkan kartu kata yang cocok pada celah kartu kalimat.

Batu Loncatan Cara Membuat Karton atau kertas digunting menjadi sejumlah bundaran. Pada bundaran tersebut ditulis nama anggota keluarga atau teman-teman. Kertas dapat bermacam-macam warna. Cara Bermain Guru melakukan suatu perintah, misalnya Loncat ke Ayah. Siswa harus menemukan bundaran yang benar dan melompat disitu sambil menunggu perintah selanjutnya. Dapat juga diubah menjadi sebuah permainan pembentukan kalimat. Dengan memasukkan kata kerja dan bagian-bagian lain dari bahasa lisan. Siswa harus melompat ke bundaran-bundaran itu dalam urutan yang benar agar tersusun sebuah kalimat.

True or false Pada permainan true or false, pengajar membagikan kartu kepada siswa yang berisi tentang berbagai macam bentuk kalimat tanya. Siswa harus menentukan apakah kalimat yang ada dalam kartu tersebut benar atau salah.

Selanjutnya mereka mereka berbaris di sisi kiri dan kanan sesuai dengan jawaban yang mereka berikan (misalnya: jawaban benar di sebelah kanan, jawaban salah di sebelah kiri). Mereka pun diminta memberikan alasan mengapa mereka menjawab benar atau salah. Dalam prosesnya, siswa bisa pindah barisan, jika dia berubah pikiran. Permainan ini digunakan untuk melatih materi tentang struktur kalimat tanya.

Card Sort Melatih kosa kata siswa. Guru menempelkan beberapa kartu di papan yang berisi tentang beberapa istilah umum seperti manusia, alam, binatang. Siswa pun sudah mendapatkan kartu berisi kosa kata yang berhubungan dengan suara yang diperdengarkan oleh manusia, binatang, dan alam. Misalnya: mengerang, berhembus, mengembik, dan lain sebagainya. Agar tidak ribut, siswa diminta memasang kartu-kartu mereka di papan tanpa bicara. Index card match adalah permainan untuk melatih pengetahuan tentang lawan kata (antonim). Misalnya: gelap terang, tinggi rendah, dan lain-lain. Cara bermain sbb: Siswa harus mencari rekannya yang memiliki kartu dengan kata yang berlawanan dengan kata pada kartu miliknya. Selanjutnya mereka harus duduk atau berdiri berdekatan. Permainan ini juga bisa dilakukan tanpa mengeluarkan suara sehingga ekspresi yang muncul akan lebih menarik, suasana kelas pun tidak terlalu ribut (karena walaupun tanpa suara, bunyi-bunyi yang dikeluarkan pun tetap saja lucu). Menyusun cerita Adalah alternatif permainan yang dilakukan untuk melatih kemampuan siswa menyusun satu paragraf yang logis. Caranya sbb, kartu-kartu ditempelkan di dinding, dan para siswa diminta menyusun kartu-kartu tersebut menjadi satu jalinan cerita yang utuh dan bermakna. Pada permainan tunjuk abjad, siswa diminta mengumpulkan sebanyak mungkin kosa kata yang berawalan abjad tertentu. Guru bisa memodifikasi permainan ini dengan menentukan kosa kata untuk kelas kata tertentu, misalnya kata kerja dari abjad S, atau kata sifat dari abjad T, dan lain sebagainya. SIMPULAN Pemerolehan dan kompetensi bahasa yang meliputi tataran fonologis (bunyi), morfologis (kata), sintaksis (kalimat), dan semantis (makna) harus diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran.

Permainan-permainan yang telah disebutkan di atas pun disesuaikan dengan tataran kebahasaan tersebut. Permainan true or false misalnya digunakan untuk melatih tataran sintaksis, card sort untuk tataran semantis, dan lain-lain.

Seperti pemerolehan pengetahuan yang lain, pemerolehan bahasa pun sebaiknya dilakukan bertahap dari tataran fonologis kemudian meningkat sampai ke tataran semantis, karena secara kognitif, manusia (dalam hal ini khususnya anak) memelajari dan memproduksi bahasa dari bunyi yang dia dengar kemudian ditiru dan diucapkan, kemudian membentuk kata, menyusun kata menjadi kalimat, berlanjut menuju memaknai kata atau kalimat. Kompetensi mendengar, berbicara, membaca, dan menulis harus terintegrasi dalam pengajaran bahasa.

(KODE PTK-0052) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DENGAN METODE KOOPERATIF INTEGRASI MEMBACA DAN KOMPOSISI (CIRC) (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Membaca adalah modal bagi seseorang untuk mempelajari buku dan mencari informasi tertulis. Membaca bagi seorang siswa juga menjadi modal agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain membaca, menulis juga harus dikuasai oleh siswa agar siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan lancar. Karena itu, kemampuan membaca dan menulis bagi siswa menjadi modal utama untuk dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar atau kegiatan pembelajaran. Membaca dan menulis merupakan dasar bagi seseorang untuk dapat melakukan komunikasi secara tertulis. Komunikasi merupakan satu hal yang penting bagi manusia untuk dapat tetap bertahan hidup dan bermasyarakat. Tanpa komunikasi, maka manusia tidak akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Karena itulah maka komunikasi sangat penting bagi manusia dalam menjalani hidup di dunia ini. Salah satu bekal untuk dapat berkomunikasi tersebut manusia harus dapat membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis tersebut dimaksudkan untuk dapat memahami bahasa komunikasi. Bahasa merupakan salah satu alat untuk berkomunikasi dan sangat besar fungsinya. Karena pentingnya membaca dan menulis, maka hal tersebut diajarkan kepada siswa di sekolah. Dengan belajar dan menulis, maka siswa akan dapat melakukan komunikasi dalam kehidupan sosialnya sehari-hari. Pentingnya kemampuan membaca dan menulis bagi siswa menjadikan pembelajaran membaca dan menulis menjadi pelajaran paling awal yang harus diikuti oleh siswa. Karena itu, pelajaran membaca dan menulis permulaan dimasukkan dalam kurikulum sekolah dasar pada kelas I. Namun demikian, adanya tuntutan jaman yang semakin canggih dan cepat, pelajaran membaca dan menulis telah dikenalkan kepada para peserta didik di TK. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis permulaan siswa ketika masuk ke sekolah tingkat dasar. Pembelajaran membaca dan menulis permulaan merupakan bagian dari pembelajaran bahasa. Bahasa merupakan alat penting bagi manusia untuk komunikasi (Gorys Keraf, 980: 1). Selain itu, bahasa merupakan sarana berpikir keilmuan (Herman J Waluyo, 2006: 30). Sebagai sarana komunikasi dan juga sebagai sarana berpikir keilmuan, maka bahasa menjadi vital dan penting untuk dipelajari. Pembelajaran bahasa dimulai dari pembelajaran membaca dan menulis. Kurikulum sekolah di Indonesia saat ini, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006: 22) di dalamnya mencantumkan pelajaran bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Sebagai pelajaran wajib, maka semua siswa mendapatkan pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara

lisan maupun tertulis. Pembelajaran di sekolah memerlukan pengelolaan yang baik agar dapat diperoleh pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan, dan sikap serta membuat siswa senang (Dick E Reiser, 1998). Sementara itu Dunne & Wragg (1996) menjelaskan bahwa pembelajaran efektif memudahkan siswa belajar sesuatu yang bemanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, cara hidup serasi dengan sesama, atau sesuatu hasil belajar yang diinginkan. Karena itulah untuk dapat memperoleh pembelajaran yang efektif guru harus dapat mengelola kegiatan belajar mengajar dengan sebaik-baiknya, yaitu kegiatan belajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh A Malik Fajar bahwa secara umum KBM di sekolah harus menyenangkan, mengasikkan, mencerdaskan, dan menguatkan daya pikir siswa, yang berpedoman pada tujuan, sehingga KBM akan lebih efektif (pengelolaan KBM, 2003. 1). Pembelajaran yang efekti merupakan pembelajaran yang dilakukan untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan saat ini merupakan suatu hal yang segera harus dilakukan. Mengingat mutu pendidikan saat ini mulai menurun, terutama pendidikan moral yang dapat dilihat dari hasil pendidikan yang saat ini banyak yang tidak memiliki moral. Banyaknya pejabat yang melakukan tindakan amoral merupakan salah satu petunjuk bahwa pendidikan di Indonesia belum memperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan. Rendahnya mutu pendidikan dikarenakan oleh kegiatan pendidikan yang tidak berkualitas. Untuk dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, maka hal tersebut hanya dapat dihasilkan melalui pendidikan yang berkualitas juga (Umaedi, 1999: 1). Pembelajaran bahasa Indonesia hingga saat ini belum menampakkan hasil yang maksimal. Banyak siswa yang tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Dapat dilihat di beberapa jenjang pendidikan termasuk pendidikan tinggi, bahkan para lulusan perguruan tinggi sering melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kesalahan penggunaan bahasa Indonesia sering terlihat pada kegiatan menulis. Rendahnya kemampuan lulusan sekolah dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dikarenakan pembelajaran bahasa Indonesia yang kurang berhasil. Kurangnya keberhasilan pembelajaran bahasa Indonesia dikarenakan guru tidak melakukan pengelolaan kegiatan pembelajar mengajar sebagaimana mestinya. Perlu diketahui bahwa dalam kegiatan pembelajaran, terdapat tiga aspek dalam pembelajaran (Lindgren, 1976). Ketiga aspek tersebut, pertama, siswa yang merupakan faktor yang paling penting karena tanpa siswa tidak akan ada proses belajar. Kedua, proses belajar yaitu apa saja yang dihayati siswa apabila mereka belajar, bukan apa yang harus dilakukan pendidik untuk mengajarkan materi pelajaran melainkan apa yang dilakukan siswa untuk mempelajarinya. Ketiga, situasi belajar, yaitu lingkungan temapt terjadinya proses belajar dan semua factor yang mempengaruhi siswa atau proses belajar seperti pendidik, kelas dan interaksi di dalamnya. Pembelajaran bahasa dimulai dari membaca dan menulis. Pembelajaran membaca dan menulis dimulai sejak anak masuk di kelas I sekolah dasar. Dalam hal ini, siswa belajar membaca dan menulis permulaan. Belajar membaca dan menulis permulaan yaitu belajar mengenal huruf, bunyi huruf, merangkai huruf menjadi suku kata, merangkai suku kata menjadi kata, dan akhirnya merangkai kata menjadi kalimat. Pembelajaran membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I dimaksudkan agar siswa dapat memiliki keterampilan membaca dan menulis. Keterampilan membaca dan menulis dalam hal ini merupakan keterampilan dalam tingkat dasar, yaitu siswa dapat membaca dan menulis dengan lancar. Agar keterampilan membaca dan menulis permulaan pada siswa SD dapat dilakukan dengan baik serta diperoleh hasil yang maksimal, diperlukan suatu strategi pembelajaran yang efektif dan efisien. Mengingat pentingnya pelajaran membaca dan menulis permulaan sebagai dasar untuk memperoleh ilmu pengetahuan, maka perlu diupayakan suatu alternatif strategi pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan di SD yang tepat. Keluhan tentang kekurang terampilan siswa dalam membaca dan menulis di SD pada pelajaran bahasa Indonesia sampai saat ini masih dirasakan, bahkan dalam kenyataan ada keluhan guru yang mengajar di kelas II dan III SD masih ada siswa yang belum dapat membaca dan menulis. Banyak faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut, namun utamanya adalah dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan. Keberhasilan pembelajaran membaca dan menulis permulaan memerlukan dukungan dari beberapa faktor, antara lain adalah faktor keluarga, fasilitas, motivasi, dan terutama adalah metode pembelajaran yang sesuai. Kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I yang berada di daerah perkotaan dan pedesaan tentunya juga memiliki perbedaan. Kasus yang sama juga dapat terjadi antara sekolah dengan tingkatan menengah atas dengan sekolah pada tingkatan menengah bawah. Hal ini tentunya dapat menjadi perhatian tersendiri bagi pada

praktisi pendidikan. Karena itu, sangat perlu dilakukan penelitian agar gap atau jarak antara sekolah dengan kategori menengah atas dengan menengah bawah tidak telalu jauh. Berbagai metode dan pendekatan pembelajaran membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I cukup banyak. Banyaknya metode tersebut tentunya memerlukan kemampuan guru untuk memilih metode yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi. Karena setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda. Karena itulah maka guru harus dapat memahami kelasnya masing-masing agar dapat memilih metode yang tepat untuk kelasnya. Siswa kelas I di Sekolah Dasar Negeri X selama ini masih memiliki kemampuan menulis dan membaca yang rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang mungkin mempengaruhi rendahnya kemampuan siswa tersebut adalah pada metode pembelajaran yang digunakan guru selama ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan eksperimen atau tindakan pembelajaran dengan metode yang berbeda. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan adalah dengan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC). Karena itulah maka penelitian ini dilakukan untuk mencoba menggunakan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC) dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa kelas I Sekolah Dasar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerapan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC) dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SD Negeri X? 2. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC) dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SD Negeri X? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan penerapan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC) dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SD Negeri X. 2. Meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC) pada siswa kelas I SD Negeri X. D. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Bagi siswa a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan. b. Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan keaktifan, motivasi, minat, dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. 2. Bagi guru a. Hasil penelitian dapat menjadi wawasan bagi guru dalam menggunakan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC). b. Hasil penelitian dapat menjadi bahan inspirasi untuk menentukan metode lain dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. 3. Bagi sekolah Bagi sekolah diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi sekolah secara keseluruhan.

Tips Mengajar Membaca di Kelas I SD


Dalam pembelajaran bahasa Indonesaia di Sekolah Dasar (SD), kita mengenal ada pembelajaran untuk kelas tinggi dan pembelajaran untuk kelas rendah. Yang dimaksud dengan pembelajaran kelas tinggi adalah pembelajaran untuk kelas IV, V, dan VI. Sedangkan pembelajaran kelas rendah meliputi pembelajaran untuk kelas I, II, III. Tentu saja pembelajaran untuk kelas tinggi tidak sama dengan pembelajaran untuk kelas rendah.

Pembelajaran membaca untuk kelas rendah pun harus mendapatkan perhatian yang serius. Khususnya untuk kelas I, guru harus berhati-hati dan cermat dalam menyusun perencanaan sekaligus pelaksanaannya. Hal ini penting karena kelas I merupakan fondasi bagi kelas-kelas berikutnya. Kelas I SD merupakan pintu gerbang bagi siswa memasuki dunia pendidikan formal. Sekali guru salah bertindak yang berdampak pada kegagalan siswa, akan sangat berpengaruh bagi kemajuan siswa selanjutnya. Itu sebabnya guru harus benar-benar berhati-hati. Membaca merupakan keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambanglambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras (Kridalaksana, 1993:135). Pengenalan dan pemahaman tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna ini sulit bagi siswa kelas I SD. Ada banyak metode yang dapat digunakan guru untuk mengajar membaca di kelas I SD. Beberapa metode pembelajaran membaca yang terkenal, yaitu: 1. Metode Abjad. Mula-mula guru memperkenalkan huruf (abjad) kepada siswa: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z. Selain yang dipasang di papan tulis, masing-masing huruf tadi juga perlu ditulis dalam sebuah kartu (satu huruf satu kartu). Guru memberikan contoh cara membaca huruf-huruf di atas, dan siswa menirukan. Mula-mula bersifat klasikal (seluruh kelas), kemudian dipecah-pecah lagi menjadi separoh kelas, seperempat kelas, per dua bangku, akhirnya perorangan, kembali dua bangku, seperempat kelas, separoh kelas, dan kembali ke seluruh kelas. Apabila pengenalan huruf tadi sudah lancar, maka guru mulai bisa menugaskan beberapa siswa untuk mengambil huruf-huruf tertentu dari kartu-kartu huruf yang tersedia. Biarkan siswa mengenal hurufhuruf itu tanpa makna karena tujuannya adalah mengenal dan memahami huruf (abjad). Lakukan kegiatan ini berulang-ulang sehingga siswa benar-benar mengenal dan memahami huruf-huruf itu. Selanjutnya, kegiatan dapat ditingkatkan dengan membentuk kata. Pilih beberapa konsonan dan vokal, yang apabila digabungkan bisa menjadi kata yang bermakna. Misalnya: m a m a. Tempel atau tulis huruf m-a-m-a di papan tulis. Tunjukkan kepada siswa bahwa kata itu dibaca mama. Kemudian tanyakan kepada siswa kata mama itu terdiri dari huruf apa saja, dan arahkan agar siswa dapat menimpulkan sendiri bahwa apabila huruf m digabung dengan huruf a dibaca ma. Berikan contoh yang lain, misalnya: papa, nana, tata, dan lain-lain. Begitu seterusnya, guru mulai menggabung-gabungkan konsonan dengan vokal, sehingga seluruh vokal (a, e, i, o, u) bisa digunakan. Namun untuk konsonan tidak perlu diberikan semua. Huruf x dan z lebih baik diberikan belakangan. Setelah siswa bisa membaca gabungan dua huruf konsonan-vokal, susunan bisa diganti menjadi vokalkonsonan. Misalnya: am, an, as, dan lain-lain. Setelah ini baru bisa dilanjutkan dengan tiga huruf (konsonan-vokal-konsonan). Misalnya: man, dan, bas, dan lain-lain. 2. Metode Kupas-Rangkai Suku Kata. Berbeda dari metode abjad di atas, metode kupas-rangkai suku kata ini dimulai dengan pengenalan kata terlebih dahulu. Misalnya: mama. Kita perlu juga menjelaskan arti kata mama itu kepada siswa agar mereka mendapatkan makna dari apa yang dipelajari. Kata mama kemudian dipisahkan menjadi dua suku kata yaitu ma dan ma (ma-ma). Masing-masing suku kata dikupas lagi menjadi huruf-huruf, sehingga siswa mengenal bahwa kata mama itu terdiri dari huruf m-a-m-a.

Mengingat empat huruf (yang sebetulnya hanya dua huruf) ini tentunya lebih mudah bagi siswa daripada langsung mengingat empat huruf misalnya madu (m-a-d-u). Jadi, mulai dari yang mudah dan dekat dengan kehidupan siswa, maka siswa akan lenih berhasil. Kegiatan selanjutnya adalah mengenalkan kata-kata yang lain, sehingga pada akhirnya siswa bisa membaca sebuah kalimat, misalnya: ini mama saya; itu bola budi, dan lain-lain. Contoh kata-kata yang mudah sebagai pendahuluan: papa nana mata pa-pa na-na ma-ta p-a-p-a n-a-n-a m-a-t-a pa-pa na-na ma-ta papa nana mata

3. Metode Global. Menurut Teori Gestalt, suatu kesatuan lebih bermakna daripada bagian-bagian. Metode global dimulai dengan mengenalkan kalimat utuh kepada siswa. Contohnya: ibu makan nasi, disertai gambar, anak membaca tulisan tersebut, baru guru menjelaskan huruf-huruf yang dirangkai membentuk suku kata, kata, dan kalimat. Kalimat-kalimat dipilihkan yang sederhana dan pendek-pendek dahulu, agar siswa tidak mengalami kesulitan. 4. Metode SAS Struktural Analisa Sintesa. Metode SAS dilaksanakan dengan menggunakan kartu kalimat dan papan flanel. Mula-mula guru menunjukkan gambar kepada siswa (jika benda asli bisa dihadirkan tentunya lebih baik jika benda asli ditunjukkan terlebih dahulu). Misalnya guru menunjukkan bola kepada siswa, kemudian berkata, Anak-anak, ini bola. Suruh siswa mengulangi kata-kata guru. ini apa? Siswa menjawab, ini bola. Apabila siswa hanya menjawab bola saja, maka guru perlu membetulkan ucapan siswa, ini bola. Guru menyuruh siswa menirukan kata-kata guru. Kegiatan selanjutnya, guru menempelkan gambar bola di papan tulis. Di bawah gambar bola itu ditempelkan tulisan ini bola. Guru menunjukkan contoh membaca tulisan ini bola, dan siswa disuruh menirukan. Pastikan bahwa siswa seluruh kelas memperhatikan tulisan ketika mengucapkan kalimat ini bola. Gambar diambil, tulisan ini bola tetap tertempel di papan tulis. Guru menyuruh siswa membaca kembali tulisan ini bolatadi. Kegiatan selanjutnya adalah menganalisis kalimat ini bola, menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf. Setelah itu, huruf-huruf dikembalikan menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat (sintesa). Berikut adalah contohnya: membaca kalimat, gambar tidak diperlihatkan. ini bola ini i ni i n i i ni ini bola Komentar: Metode-metode di atas hanyalah contoh. Guru dapat menggunakan metode-metode lain sesuai dengan kondisi di lapangan. Namun yang harus diingat, metode apa pun yang digunakan, siswa harustetap enjoy dalam belajar. Selain itu guru harus mempertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan indera belajar siswa. Artinya, pembelajaran yang dilaksanakan guru bersama siswa harus bisa memenuhi kebutuhan siswa yang dominan baik di Visual, Auditorial, maupun Kinestetik. ini bola bola bo la b o l a bo la

Sebab itu dalam pembelajaran harus ada: gambar, benda nyata, tulisan, dan lain-lain (yang isa diamati atau dilihat oleh kelompok Visual); suara yang bisa didengar atau huruf, kata, kalimat yang bisa diucapkan (untuk kelompok Auditorial); serta siswa bisa melakukan manipulasi benda atau alat-alat pelajaran (untuk kelompok kinestetik). Untuk jelasnya, silakan cek kembali artikel tentang Memahami Indera Belajar Siswa. Cek juga artikel tentang Tips Mengajarkan Alquran sebagai tambahan informasi.

Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Kelas I SD


Akhir-akhir ini semakin banyak SD yang mengajarkan bahasa Inggris kepada siswanya. Seperti halnya bahasa Indonesia, pembelajaran bahasa Inggris pun bisa dilakukan untuk siswa kelas I SD. Tentu saja pelajaran bahasa Inggris utnuk kelas I ini harus lebih mengarah pada sesuatu yang sifatnya permainan sehingga menyenangkan siswa. Cukup untuk komunikasi sederhana, mengenal nama-nama tumbuhan, hewan, perkenalan sederhana, dan lain-lain. Cara yang paling mudah adalah dengan menirukan guru, permainan kata dan gambar, dan mempraktikkannya secara berulang-ulang.

Pembelajaran Kuantum Orkestrasi Interaksi Menuju Prestasi


Ada banyak model pembelajaran yang dapat memudahkan guru melaksanakan tugas utama sebagai agen pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang terkenal adalah model pembelajaran kuantum. Model pembelajaran kuantum ini juga mendukung artikel-artikel sebelumnya tentang tip sukses mengajar 1, tip sukses mengajar 2, atau tip sukses mengajar 3. Apa itu model pembelajaran kuantum? Istilah Pembelajaran Kuantum diadopsi dari istilah Inggris Quantum Teaching. Quantum Teaching merupakan badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi di SuperCamp, sebuah program percepatan belajar (accelerated learning) yang mempraktikkan metode belajar kuantum (Quantum Learning). Kesuksesan metode di SuperCamp mendatangkan undangan dari berbagai sekolah untuk melatih guru dengan metode ini. Guna memenuhi kebutuhan yang lebih luas, metode pelatihan di SuperCamp ditulis dalam buku berjudul Quantum Teaching, agar dimanfaatkan oleh para guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Jadi, Quantum Teachingadalah praktik quantum learning di kelas-kelas. Secara sederhana, pembelajaran kuantum dapat diartikan sebagai pembelajaran yang mengorkestrasikan berbagai interaksi menjadi cahaya yang melejitkan prestasi siswa, dengan menyingkirkan hambatan belajar melalui penggunaan cara dan alat yang tepat, sehingga siswa dapat belajar secara mudah dan alami. Pembelajaran kuantum ini dirancang berdasarkan tiga hal, yaitu: asas utama, prinsip-prinsip, dan model.

Asas Utama
Asas utama pembelajaran kuantum adalah Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. KonsepBawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka mengandung konsekuensi bahwa langkah pertama yang harus dilakukan guru dalam pelaksanaan pembelajaran adalah membangun jembatan autentik memasuki kehidupan siswa, untuk mendapatkan hak mengajar dari mereka. Caranya yaitu dengan mengaitkan apa yang diajarkan guru dengan peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademik siswa. Setelah kaitan terbentuk, guru dapat menerapkan konsep Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita. Dalam konteks inilah materi pelajaran dibeberkan: kosa kata baru, model mental, rumus, dan lainlain.

Prinsip-prinsip Pembelajaran Kuantum


Pembelajaran kuantum menggunakan prinsip-prinsip yang terdiri dari lima macam, yaitu: (1) Segalanya Berbicara, (2) Segalanya Bertujuan, (3) Pengalaman Sebelum Pemberian Nama, (4) Akui Setiap Usaha, dan (5) Jika Layak Dipelajari, Maka Layak Pula Dirayakan. Segalanya Berbicara. Prinsip Segalanya Berbicara mengandung pengertian bahwa segala sesuatu di ruang kelas berbicaramengirim pesan tentang belajar. Dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, dari kertas yang dibagikan hingga rancangan pelajaran. Setiap detail mengabarkan sesuatu tentang diri dan sikap guru terhadap hal mengajar dan belajar. Sebab itu dalam proses pembelajaran, guru wajib menggubah kelas menjadi komunitas belajarmasyarakat mini yang setiap detailnya telah digubah secara saksama untuk mendukung belajar optimaldari cara mengatur bangku, menentukan kebijakan kelas, hingga cara merancang pengajaran. Segalanya Bertujuan. Segalanya Bertujuan berarti bahwa semua upaya yang dilakukan guru dalam menggubah kelas mempunyai tujuan, yaitu agar siswa dapat belajar secara optimal untuk mencapai prestasi yang tertinggi. Pengalaman Sebelum Pemberian Nama. Proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk hal-hal yang mereka pelajari. Pengalaman menciptakan ikatan emosional dan peluang untuk penamaan. Pengalaman juga menciptakan pertanyaan mental, seperti: Apa?, Mengapa?,Bagaimana?. Jelasnya, pengalaman membangun keingintahuan siswa, menciptakan petanyaan dalam benak mereka, membuat mereka penasaran. Jadi, sebelum menyajikan materi pelajaran, guru perlu terlebih dahulu memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami atau mempraktikkan sendiri. Akui Setiap Usaha. Belajar mengandung resiko. Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Ketika siswa telah mengambil langkah ini, mereka patut diberi pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Prinsip Akui Setiap Usaha mengandung konsekuensi bahwa dalam pembelajaran, guru harus mengakui setiap usaha siswa, baik usaha yang sudah tepat atau yang belum. Perlu dipahami bahwa dalam pembelajaran kuantum tidak dikenal istilah gagal. Yang ada hanyalah hasil dan umpan balik. Setiap hasil adalah prestasi, dan masing-masing akan menjadi umpan balik demi pencapaian hasil yang tepat sebagaimana dimaksudkan. Jika Layak Dipelajari, Maka Layak Pula Dirayakan. Perayaan merupakan sarapan bagi pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Mengadakan perayaan bagi siswa akan mendorong mereka memperkuat rasa tanggung jawab dan mengawali proses belajar mereka sendiri. Perayaan juga akan mengajarkan kepada siswa mengenai motivasi hakiki tanpa insentif. Siswa akan menanti kegiatan belajar, sehingga pendidikan mereka lebih dari sekadar mencapai nilai tertentu. Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa perlu sering-sering merayakan kesuksesan belajar, dan menghubungkan belajar dengan perayaan. Bentuk perayaan, misalnya: tepuk tangan, tiga kali hore, jentikan jari, kejutan, dan lain-lain.

Model Pembelajaran
Model Pembelajaran Kuantum mengambil bentuk hampir sama dengan sebuah simponi, yang membagi unsur-unsur pembentuk simponi menjadi dua kategori, yaitu: konteks dan isi. Konteks adalah kondisi yang disiapkan bagi penyelenggaraan pembelajaran yang berkualitas berdasarkan kerangka pembelajaran kuantum. Penyiapan kondisi ini meliputi orkestrasi: suasana yang menggairahkan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan pengajaran yang dinamis. Isi merupakan penyajian materi pelajaran yang menerapkan kerangka pembelajaran kuantum, yang dikembangkan dengan konsep: EEL Dr. C(Enroll, Experience, Label, Demontrate, Review,

and Celebrate). Dalam bahasa Indonesia, EEL Dr. C diterjemahkan oleh Ary Nilandary menjadiTANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, danRayakan). Secara garis besar pembelajaran yang menggunakan model kuantum menunjukkan ciri-ciri: (1) penggunaan musik dengan tujuan-tujuan tertentu; (2) pemanfaatan ikon-ikon sugestif yang membangkitkan semangat belajar siswa; (3) penggunaan stasiun-stasiun kecerdasan untuk memudahkan siswa belajar sesuai dengan modalitas kecerdasannya; (4) penggunaan bahasa yang unggul; (5) suasana belajar yang saling memberdayakan; (6) dan penyajian materi pelajaran yang prima. Penyajian materi pelajaran terdiri dari enam langkah dengan urutan: (1) penumbuhan minat siswa, (2) pemberian pengalaman langsung kepada siswa sebelum penyajian, (3) penyampaian materi dengan multimetode dan multimedia, (4) adanya demonstrasi oleh siswa, (5) pengulangan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar tahu, dan (6) penghargaan terhadap setiap usaha berupa pujian, dorongan semangat, atau tepukan.
Bagi siswa kelas rendah (I dan II), penting sekali guru menggunakan metode membaca. Depdiknas (2000:4) menawarkan berbagai metode yang diperuntukkan bagi siswa permulaan, antara lain: metode eja/bunyi, metode kata lembaga, metode global, dan metode SAS. Metode eja adalah belajar membaca yang dimulai dari mengeja huruf demi huruf. Pendekatan yang dipakai dalam metode eja adalah pendekatan harfiah. Siswa mulai diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf. Pembelajaran metode Eja terdiri dari pengenalan huruf atau abjad A sampai dengan Z dan pengenalan bunyi huruf atau fonem. Metode kata lembaga didasarkan atas pendekatan kata, yaitu cara memulai mengajarkan membaca dan menulis permulaan dengan menampilkan kata-kata. Metode global adalah belajar membaca kalimat secara utuh. Adapun pendekatan yang dipakai dalam metode global ini adalah pendekatan kalimat. Selanjutnya, metode SAS didasarkan atas pendekatan cerita. Metode pembelajaran di atas dapat diterapkan pada siswa kelas rendah (I dan II) di sekolah dasar. Guru dianjurkan memilih salah satu metode yang cocok dan sesuai untuk diterapkan pada siswa. Menurut hemat penulis, guru sebaiknya mempertimbangkan pemilihan metode pembelajaran yang akan digunakan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Dapat menyenangkan siswa Tidak menyulitkan siswa untuk menyerapnya Bila dilaksanakan, lebih efektif dan efisien Tidak memerlukan fasilitas dan sarana yang lebih rumit Salah satu metode pembelajaran membaca permulaan yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah metode membaca global. Menurut Purwanto (1997:32), Metode global adalah metode yang melihat segala sesuatu sebagai keseluruhan. Penemu metode ini ialah seorang ahli ilmu jiwa dan ahli pendidikan bangsa Belgia yang bernama Decroly. Kemudian Depdiknas (2000:6) mendefinisikan bahwa metode global adalah cara belajar membaca kalimat secara utuh. Metode global ini didasarkan pada pendekatan kalimat. Caranya ialah guru mengajarkan membaca dan menulis dengan menampilkan kalimat di bawah gambar. Metode global dapat juga diterapkan dengan kalimat tanpa bantuan gambar. Selanjutnya, siswa menguraikan kalimat menjadi kata, menguraikan kata menjadi suku kata, dan menguraikan suku kata menjadi huruf. Langkah-langkah penerapan metode global adalah sebagai berikut:

1) Siswa membaca kalimat dengan bantuan gambar. Jika sudah lancar, siswa membaca tanpa bantuan gambar, misalnya: Ini nani 2) Menguraikan kalimat dengan kata-kata: /ini/ /nani/ 3) Menguraikan kata-kata menjadi suku kata: i ni na ni 4) Menguraikan suku kata menjadi huruf-huruf, misalnya: i n i - n a n i Kepustakaan: Depdiknas. 2000. Metodik Khusus Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Purwanto, M. Ngalim dan Djeniah. 1997. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Rosda Jayaputra.

Baca juga tulisan berikut: Kesulitan siswa membaca permulaan Penyebab siswa kurang lancar membaca Model pembelajaran tematik, kelebihan dan kelemahannya
Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik) Metode ini diprogramkan pemerintah RI mulai tahun 1974. Regu yang dipimpin oleh Dr. A.S. Broto pada waktu itu telah menghasilkan Metode SAS. Menurut A.S. Broto khususnya disediakan untuk belajar membaca dan menulis permulaan di kelas permulaan SD. Lebih luas lagi Metode SAS dapat dipergunakan dalam berbagai bidang pengajaran. Dalam proses operasionalnya metode SAS mempunyai langkah-langkah berlandaskan operasional dengan urutan : Struktural menampilkan keseluruhan; Analitik melakukan proses penguraian; Sintetik melakukan penggabungan kembali kepada bentuk Struktural semula. Landasan linguistiknya bahwa itu ucapan bukan tulisan, unsur bahasa dalam metode ini ialah kalimat; bahwa bahasa Indonesia mempunyai struktur tersendiri. Landasan pedagogiknya; (1) mengembangkan potensi dan pengalaman anak, (2) membimbing anak menemukan jawab suatu masalah. Landasan psikologisnya : bahwa pengamatan pertama bersifat global (totalitas) dan bahwa anak usia sekolah memiliki sifat melit (ingin tahu). Prosedur penggunaan Metode SAS 1. Mula membaca permulaan dijadikan dua bagian Bagian pertama Membaca permulaan tanpa buku Bagian pertama Membaca permulaan buku 2. Merekam bahasa anak melalui pertanyaan-pertanyaan dari pengajar sebagai kontak permulaan. 3. Menampilkan gambar sambil bercerita. Setiap kali gambar diperlihatkan, muncullah kalimat anak-anak yang sesuai dengan gambar. 4. Membaca kahmat secara structural 5. Membaca permulaan dengan buku 6. Membaca lanjutan 7. Membaca dalam hati Segi baiknya a. Metode ini dapat sebagai landasan berpikir analisis. b. Dengan langkah-langkah yang diatur sedemikian rupa membuat anak mudah mengikuti prosedur dan akan dapat cepat membaca pada kesempatan berikutnya c. Berdasarkan landasan linguistik metode ini akan menolong anak. menguasai bacaan dengan lancar. Segi lemahnya . 1) Metode SAS mempunyai kesan bahwa pengajar harus kreatif dan terampil serta sabar Tuntutan semacam ini dipandang sangat sukar untuk kondisi pengajar saat ini. 2) Banyak sarana yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan metode ini untuk sekolah sekolah tertentu dirasa sukar. 3) Metode SAS hanya untuk konsumen pembelajar di perkotaan dan tidak di pedesaan 4) Oleh karena agak sukar menganjarkan para pengajar metode SAS maka di sana-sini Metode ini tidak dilaksanakan. Teknik pelaksanaan Metode SAS ialah keterampian memilih kata kartu kata dan kartu kalimat. Sementara anakanak mencari huruf, suku kata, kata., pengajar dengan sebagian anak yang lain. Menempel-empelkan kata kata yang tersusun menjadi kalimat yang berarti. Begitu seterusnya sehingga semua anak mendapat giliran untuk menyusun kalimat, membacanya dan yang paling mengutpnya sebagai ketreampilan menulis. Media lain selain papan tulis, papan panel, papn tali, OHP (Over Head Projector) dapat juga digunakan.
Filed under: Bahasa, PEMBELAJARAN Ditandai: | metode pembelajaran bahasa

Metode Terjemahan dalam Pengajaran Bahasa Metode Suku Kata, Metode Suku Kalimat dan Metode IKP

Metode Suku Kata, Metode Suku Kalimat dan Metode IKP Metode suku kata ini juga sebagaimana Metode Abjad, Metode Bunyi adalah metode untuk belajar membaca permulaan. Prosedur yang ditempuh hampir sama dengan metode. Anak-anak harus menguasai suku kata lebih dulu untuk dapat membaca sebuah kata. Metode ini dikenal juga dengan nama Metode KRS (Kupas Rangka Suku kata). Metode ini cenderung menggabungkan antara suku kata dengan sukun kata lain dan pada tahap awal anak-anak masih terbiasa menggunakan tanda sambung untuk menggabungkan suku kata-suku kata tersebut. Bahasa Indoensia yang mempunyai sifat aglutinatif berbeda jelas dengan bahasa-bahasa lain terutama bahasa Inggris; bahasa yang disebut terakhir ini bersifat fleksi. Berhubung dengan itu untuk belajar membaca-menulis permulaan banyak pengajar berkecenderungan menggunakan Metode KRS di samping

Metode Ejaan yang tampaknya sudah mendarah daging di mana-mana. Metode KRS disebut juga Metode SAS yang lain, singkatan dari Sibalik Analitik Sintetik. Metode KRS banyak digemari anak-anak karena bersifat lebih ritmis kalau dibaca. Sifat ini sangat sesuai dengan jiwa anak-anak yang suka pada hal-hal yang ritmis. Segi baiknya : 1) Metode ini berprinsip unsur bahasa adalah suku kata bukan kalimat. Setiap suku kata, dapat dibaca dengan ritme tertentu dan dalam permainan dapat dipakai secara sambung bersambung sesuai dengan kegemaran anak bermain; seperti: ma- ta : ta ni; ni la; la -ma; ma ka; ka ki; ki ta; dan seterusnya. Setiap suku kata bersifat hidup. 2) Metode KRS sesuai pula dengan karakteristik bahasa-bahasa Ostronesia; hal ini dapat mendukung posisi Metode KRS itu sendiri. 3) Sekali berucap telah tercakup paling banyak tiga bunyi; ini mengutamakan bagi pelajaran menulis. 4) Metode KRS meningkatkan daya imajinasi anak dalam hal mencari suku kata lain untuk membentuk sebuah kata baru yang berarti. Segi Lemahnya Ada kemungkinan tanda-tanda sambung jika ini diharuskan dipakai: akan terbiasa ditulis anak-anak pada tingkat lanjutan. Permainan baik yang bersifat lucu maupun yang serius merjpakan pelaksanaan teknik pengajaran yang paling tepat untuk menerapkan metode KRS. Metode Kalimat Metode ini disebut juga Metode Global karena yang mula-mula disajikan kepada pembelajar adalah kalimatkalimat pendek bersifat global. Piusedm penguraian dari bentuk kalimat menjadi kata dari kata menjadi sukusuku kata akhirnya menjadi huruf. Tindak lanjut seperti ini pembelajar akhirnya mengenal huruf hasil dan penguraian sebuah kalimat. Catatan untuk metode ini bahwa huruf sebagai unsur bahasa tidak digabungkan lagi menjadi suku kata dan seterusnya, sehingga metode ini memiliid proses menganalisa saja Segi baiknya 1. Proses penguraian cenderung seperti pada Metode SAS; jika metode SAS telah diperkenalkan baik pemgajar maupun pembelajar takkan mendapatkan kesulitan untuk mempelajarinya. 2. Baik Metode Kalimat maupun Metode SAS melatih anak-anak terbiasa menganalisa. 3. Metode kalimat dapat mudah diikuti anak-anak diperkotaan karena faktor-faktor lingkungan. Segi lemahnya a. Metode ini sangat sukar diterapkan pada pembelajar di pedesaan atau lokasi terpencil. b. Untuk memilih kalimat-kalimat yang sesuai dengan minat dan jalan pikiran anak-anak dengan mempertimbangkan setiap kalimat pada mula-mula harus .terdiri dari tiga kata kemudian meningkat merupakan beban pengajar. c. Pilihan kata dalam kalimat harus disesuaikan kata-kata yang sering dipakai anak-anak pergaulan sehari-hari. Teknik pengajaran yang mengena ialah kegiatan dalam bentuk permainan anak-anak. Permainan macam apapun dapat dimanfaatkan untuk memperlancar pelaksanaan metode ini. Metode IKP Metode IKP hakikatnya adalah tiga metode yang dilaksanakan secara serentak. IKP mempunyai kepanjangan : Imitasi, Komprehensi dan Produksi. Prosedur metode ini ialah (a) Imitasi : anak disuruh menirukan.sebuah kalimat; (b) komprehensi : anak harus dapat menunjukkan dengan jalan apapun bahwa ia sebenarnya memahami maksud suatu kalimat dan (c) Produksi : proses produksi di sini bukan suatu kejadian yang spontan seperti pada teknik alamiah, melainkan merupakan proses produksi yang sangat terarah, . misalnya anak harus menyelesaikan suatu kalimat. Metode IKP ini disarankan oleh Desa Tombe dan ia membandingkan ketiga metode tersebut sebagai berikut: a. 1 lebih baik daripada K dan K lebih baik daripada P. Ketiga metode ini berbeda dalam segi kuantitatif tetapi sama dalam segi kualitatif. b. Jika I lebih baik daripada K anak-anak tentu dapat meneruskan kalimat-kalimat yang tidak dipahaminya dengan cara mudah dan lancar. Anak-anak yang kurang berminat pada bahasa K akan lebih baik daripada I. Dengan memberi tekanan pada K perlu juga diperhatikan segi semantisnya. c. Jika menjadi tekanan adalah P maka perlu diperhatikan bahwa kalimat pasif dan kalimat majemuk serta kalimat adalah yang paling sukar dihayalkan oleh anak-anak; sedangkan pada K sumber kesalahan tampak pada kalimat ingkar. Jadi pada hakekatnya metode IKP dapat diterapkan pada anak-anak yang sedang mempelajari bahasa kedua dengan mempertimbangkan segi kemampuan dss. iesiapan anak-anak dalam situasi dan kondisi yang tidak sama. Segi baiknya 1) Metode IKP dapat memahami kehendak anak-anak sesuai dengan cara memperoleh bahasa untuk mempelajari bahasa barunya. 2) Berhubung dengan metode IKP adalah gabungan tiga metode ini berarti bahwa anak anak sekaligus telah mampu diterapi tiga metode belajar bahasa sesuai dengan kesiapan mentalnya.

3) Metode IKP cenderung mengikuti segi sistem belajar berpikir Piaget. Segi lemahnya a. Oleh karena metode IKP adalah gabungan tiga metodel ini berarti pengajar dituntut mampu memenuhi prinsip-prinsip yang terdapat dalam ketiga metode tersebut b. Anak-anak yang kurang mampn dan kurang berminat pada bidang bahasa metode IKP dapat menghambat lancarnya belajar Bahasa Indonesia. . Metode ini dalam pelaksanannya dapat ditunjang teknik pengajaran berwujud latihan-latihan baik dengan rekaman maupun sebagai penggantinya, pengajar. Latihan-latihan dapat menitikberatkan unsur unsur yang dipandang penting sesuai dengan urutan yang diberikan.

You might also like