You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Jawa telah mengenal puisi Jawa modern atau biasa yang disebut dengan geguritan. Geguritan adalah sebuah karya sastra yang mengadaptasi dengan kehidupan modern. Pengarang bebas berekspresi menuangkan karyanya, dikarenakan di dalam geguritan tidak ada aturanaturan yang harus dipegang. Kesusatraan merupakan pancaran seluruh pribadi manusia secara jasmaniah dan rohaniah, sekaligus menjadi pencerminan masyarakat serta pantulan daya pengaruh kepada masyarakat yang di dalam dirinya merangkum perhatiannya kepada segala bentuk kehidupan dari tingkat yang anorganik, vegetatif, animal dan sampai kepada ketinggian alam pikiran dan penghayatan religi (Subagio Sastro Wardoyo, 1982 : 69-70). Karya sastra (puisi Jawa atau geguritan) dapat juga membangun sebuah ruang moral dan etika dalam diri masyarakat. Puisi Jawa dapat dipandang sebagai salah satu karya seni di antara sekian banyak karya kesenian yang ada. Renungan dan buah pikiran orang Jawa yang tersimpan dalam karya sastra dapat digali dan dipilih nilai moralnya yang berguna (Subalidinata, 1987 : 1). Karya sastra khususnya perpuisian Jawa sebenarnya sudah banyak mengalami perubahan yang signifikan, semenjak Jaman Jawa Kuno, Pertengahan, sebelum Kemerdekaan, sesudah Jaman Kemerdekaan hingga saat ini (modern) yang lebih dikenal dengan istilah Geguritan. Puisi Jawa modern

memang lebih mengacu kepada kebebasan ekspresi. Pengarang tidak terikat aturan-aturan atau konvensi yang berlaku (Darusuprapto,1982: 20). Berbeda dengan puisi tradisional yang sering disebut dengan tembang atau macapat yang masih menggunakan konvensi-konvensi yang sangat ketat. Konvensi adalah kesepakatan atau pemufakatan (KBBI, 2002: 592). Konvensi tembang atau macapat ada 3 yaitu guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Guru gatra adalah jumlah baris tembang sedangkan guru wilangan jumlah suku kata dalam setiap baris tembang. Guru lagu jatuhnya bunyi vokal pada akhir tembang. Contohnya tembang maskumambang ada 4 gatra (baris), 12i, 6a, 8i, 8a (angka menunjukkan guru wilangan dan konsonan vokal menunjukkan guru lagu). Sebagai suatu karya seni yang bermediakan bahasa, geguritan maupun macapat memiliki unsur estetik atau unsur-unsur keindahan. Unsur estetik atau unsur keindahan dalam karya sastra sangat perlu diperhatikan karena dapat menarik pembaca atau penikmat sastra untuk lebih mendalami dan menghayati jenis karya sastra tersebut. Masalah keindahan dan karya seni bertalian dengan hasrat manusia yang lebih tinggi, yaitu pengalaman kerohanian dan kepuasan intelektual. Nilai estetis berkaitan dengan nilai-nilai religius menurut Pabitrakumar (dalam Abdul Hadi, 2004: 33). Efek yang ditimbulkan karya seni terhadap jiwa manusia sangat besar, dan karenanya menentukan moral dan penghayatan keagamaan. Apabila masalah estetika hanya dikaitkan dengan selera dan kesenangan sensual, atau kesenangan indrawi, maka nilai seni itu akan merosot (Imam al-Ghazali dalam Abdul Hadi, 2004: 34).

Unsur religius dalam puisi memang banyak diminati oleh para pengarang termasuk Suwardi Endraswara. Dalam antologi Kristal Emas karya Suwardi Endraswara ada beberapa puisi yang mengandung tema Ketuhanan atau religius, yang salah satunya adalah geguritan yang berjudul Kaca Rasa Kaca Rasa, di mana pengarang sebagai Si Aku lirik yang mempertanyakan tempat Tuhan untuk bersemayam. Apakah ing ati di Hati, ing sirah di Kepala, ing jantung di Jantung. si Aku heran kenapa Kamu (Tuhan) bisa menggambar tanpa pena, tanpa kertas, bisa mengetahui kejelekkanku, bisa mengetahui rahasiaku. Pengalaman-pengalaman atau laku batin pengarang itulah yang banyak mempengaruhi penciptaan puisi-puisi tersebut. YB.

Mangunwijaya (1982: 16) mengatakan bahwa religiositas tidak bekerja dalam pengertian-pengertian (otak) tetapi dalam pengalaman, penghayatan (totalitas diri) yang mendahului analisis atau konseptualitas. Pemaknaan-pemaknaan individual manusia itu sendirilah yang dapat mengartikan tentang Ketuhanan. Setiap hari manusia dihadapkan pada persoalan-persoalan kehidupan yang menuntut mereka untuk dapat

memecahkan persoalan tersebut, tetapi tidak mengurangi mereka untuk selalu berserah diri atau manembah kepada Tuhan. Dengan persoalan-persoalan itulah mereka lebih dekat dengan Tuhan. Pengalaman-pengalaman religius yang membuat mereka akan semakin mengerti tentang makna kehidupan. Penyair Palestina Ali Ahmad Said (dalam Abdul Hadi, 2004: 7) berkata Bumi kita sekarang adalah bumi pertentangan-pertentangan. Kita

menganjurkan kemerdekaan, akan tetapi tidak melaksanakannya. Kita melepaskan diri dari perbudakan lahir untuk jatuh kembali pada perbudakan

jiwa dan batin. Bumi kita adalah bumi ketakutan dan kericuhan, tapi bersamaan dengan itu, kita melihat alamat api. Karena itu hidup merupakan bagian dari pengembaraan rohani dalam rangka membina kembali sejarah manusia dan kejayaannya. Manusia harus melepaskan sifat keduniaan (lahir) untuk menuju jalan spiritual (batin) agar manusia tersebut memperoleh kejayaan. Geguritan Suwardi Endraswara lekat sekali dengan tema religius.

Menggambarkan deskripsi tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Tidak hanya itu ada juga yang mempertanyakan apakah untuk mencapai kesempurnaan atau manunggaling Kawula-Gusti harus dengan jalan melewati syariat, tarekat, hakikat dan makrifat?. Padahal melihat batas timur, barat, selatan, dan utara saja masih bingung itulah yang tergambar dalam puisinya yang berjudul Teka-Teki 4:4=?. Syariat, tarekat, hakikat dan makrifat adalah tingkatan ketaqwaan manusia kepada Tuhan. Syariat adalah peraturanperaturan yang ada di dalam perkara-perkara wajib, sunah, haram, halal dll. Terekat tatanan yang kedua yang harus ditempuh oleh umat manusia untuk menuju keridhoan Tuhan. Hakikat yaitu mengenal Tuhan dengan jalan berdoa dengan teratur dan khusuk, meninggalkan kenikmatan dan kesedihan duniawi. Makrifat berarti muksa atau bersatu dengan Tuhan. Manusia selalu diwajibkan untuk patuh terhadap aturan-aturan dan tidak menyimpang dari agama yang mereka anut untuk dikatakan sebagai manusia yang religius. Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan harus menaati perintah Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan. Sikap religius harus selalu diterapkan untuk kehidupan sehari-hari karena menjadikan manusia untuk saling tolong menolong, menghormati dan menjalin kerukunan antar umat dan individu.

Dalam penelitian untuk penyusunan skripsi ini, Penulis memilih Antologi Geguritan Pilihan Kristal Emas karya Suwardi Endraswara untuk diteliti karena 1. Sepengetahuan penulis sedikit sekali peneliti terdahulu yang meneliti tentang geguritan. Geguritan yang pernah diteliti sebelumnya antara lain (a) Bernadeta Loy Setyaningrum (2005) Aspek Tematis dalam Geguritan karya Handoyo Wibowo (Oei Tjhian Hwat) Analisis Struktur dan Semiotik, (b) Dwi Kristanto (2005) Religiusitas dalam Puisi-puisi karya Roeswardijatmo Hardjo Soekarto analisis Struktur Semiotik, (c) Djati Prihantono (2005) Balada Arya Penangsang karya Poer Adhie Prawoto dalam antologi Geguritan Penyair, Bengi Iki Sliramu Nglilir Tinjauan Sosiologi Sastra. 2. Antologi geguritan pilihan tersebut banyak mengandung unsur-unsur estetik. 3. Untuk mengungkapkan makna religius yang terdapat di dalam antologi geguritan pilihan tersebut.

B. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini fokus, maka pembatasan masalah meliputi (1) Kajian struktur, (2) Kajian nilai estetik, dan (3) kajian terhadap makna-makna religiusitas pada Antologi Geguritan Pilihan Kristal Emas karya Suwardi Endraswara.

C. Perumusan Masalah Sesuai dengan fokus penelitian tersebut diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah unsur-unsur struktural yang meliputi struktur fisik yaitu diksi, pengimajian, kata konkret, verifikasi, tatawajah dan struktur batin yaitu tema, perasaan, nada dan suasana, amanat yang membangun antologi geguritan Kristal Emas? 2. Bagaimanakah nilai-nilai estetik dalam geguritan karya Suwardi Endraswara? 3. Bagaimanakah Endraswara? makna religiusitas geguritan karya Suwardi

D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan unsur-unsur struktural yang meliputi struktur fisik yaitu diksi, pengimajian, kata konkret, verifikasi, tatawajah dan struktur batin yaitu tema, perasaan, nada dan suasana, amanat dalam antologi geguritan Kristal Emas. 2. Mendeskripsikan nilai-nilai estetik dalam geguritan karya Suwardi Endraswara. 3. Mendeskripsikan makna religiusitas puisi-puisi karya Suwardi Endraswara.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian terhadap 10 geguritan pilihan diharapkan dapat memberikan wawasan tentang struktur, dan nilai-nilai estetik geguritan kesusastraan Jawa, khususnya pada karya Suwardi Endraswara. b. Penelitian ini juga memberikan kontribusi tentang penerapan teori-teori semiotika dan teori-teori pengkajian puisi untuk penelitian karya sastra. 2. Manfaat Praktis a. Secara praktis penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya khususnya mengenai aspek estetika dan religiusitas. b. Memberikan referensi hidup yang religius bagi para pembaca. c. Penelitian ini bisa dimanfaatkan oleh pengarang muda untuk dijadikan model dalam karya-karya ciptaannya.

You might also like