You are on page 1of 3

Guru profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya.

Yakni sebagai pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik dalam belajar. Guru dituntut mencari tahu terusmenerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebabnya dalam mencari jalan keluar bersama peserta didik bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk mengenal diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya. Menurut Soedijarto (Kunandar, 2007:49) bahwa guru sebagai jabatan profesional memerlukan pendidikan lanjutan dan latihan khusus (advanced education and special training), maka guru sebagai jabatan profesional, seperti dokter dan lawyer, memerlukan pendidikan pasca sarjana. Namun pascasarjana bagi jabatan profesional bukanlah program akademik, setiap program profesional yang mengutamakan praktik. Di Amerika Serikat, calon guru, baik SD, SMP maupun SMA kesemuanya B.A. dan program pasca B.A. (graduate programe), tetapi bukan untuk mendapatkan Master, melainkan untuk mendapatkan Credential melalui penguasaan ilmu-ilmu keguruab dan praktik keguruan selama satu tahun lebih. Pemerintah melalui presiden sudah mencanangkan guru sebagai profesi pada tanggal 2 Desember 2004. Guru sebagai profesi dikembangkan melalui: (1) sistem pendidikan; (2) sistem penjaminan mutu; (3) sistem manajemen; (4) sistem remunerasi; dan (5) sistem pendukung profesi guru. Dengan mengembangkan guru sebagai profesi diharapkan mampu: (1) membentuk, membangun, dan mengelola guru yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi di tengah masyarakat; (2) meningkatkan kehidupan guru yang sejahtera, dan (3) meningaktkan mutu pembelajaran yang mampu mendukung terwujudnya lulusan yang kompeten dan terstandar dalam kerangka pencapaian visi, misi dan tujuan pendidikan nasional pada masa mendatang. Selain itu juga diharapkan akan mendorong terwujudnya guru yang cerdas, berbudaya, bermatabat, sejahtera, canggih, elok, unggul, dan profesional. Sementara itu, menurut Ngalim Purwanto (2002) bahwa sikap dan sifat-sifat guru yang baik adalah bersikap adil, percaya dan suka kepada muridnya, sabar dan rela berkorban, memiliki wibawa di hadapan peserta didik, penggembira, bersikap baik terhadap guru-guru lainnya, bersikap baik terhadap masyarakat, benar-benar menguasai mata pelajarannya, suka dengan mata pelajaran yang diberikannya, dan berpengetahuan luas. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada masukan, proses, luaran dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama, kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru, laboran, staf tata usaha dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, prasarana, sarana sekolah dan lain-lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, deskripsi kerja, dan struktur organisasi. Keempat, mutu masukan yang berisifat harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan dan cita-cita. Hal-hal yang termasuk dalam kerangka mutu proses pendidikan ialah derajat kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasan dan lain-lain dari subjek selama memberika dan menerima jasa layanan. Menurut Umaedi (1999), manajemen sekolah dan manajemen kelas berfungsi menyinkronkan berbagai masukan tersebut atau menyinergikan semua komponen dalam interaksi belajar dan mengajar.

Mutu sebuah sekolah juga dapat dilihat dari tertib administrasinya. Merujuk pada pendapat Edward Sallis (Prof. Dr. Sudarwan Danim, 2007:54)), sekolah yang bermutu bercirikan sebagai berikut: (1) Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal, (2) berfokus pada upaya pencegah pada sumber daya manusianya, (3) memiliki investasi pada sumber daya manusia, (4) memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik maupun tenaga administrasi, (5) mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada peristiwa atau kejadian berikutnya, (6) memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik perencanaan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang, (7) mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawabnya, (8) mendorong orang yang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas, dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas, (9) memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horizontal, (10) memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas, (11) memandang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut, (12) memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja dan, (13) sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus-menerus sebagai suatu keharusan. Masalahnya, bagaimana sekolah harus distrukturkan agar mampu menciptakan mutu layanan yang dikehendaki. Aspek-aspek daya dukung dan masalah kontekstual sangat mungkin berpengaruh dalam penataan struktur organisasi sekolah yang memenuhi kriteria untuk mencapai mutu. Secara umum, struktur organisasi dan mekanisme kerja sekolah yang dikehendaki menurut konsep manajemen mutu terpadu (MMT), antara lain: (1) struktur organisasi sekolah mampu melancarkan proses pengelolaan mutu secara menyeluruh dan kondusif bagi perbaikan kualitas, (2) struktur organisasi sekolah mampu mengutamakan kerja sama yang solid secara tim kerja, (3) struktur organisasi sekolah mampu mengurangi fungsi kontrol yang tidak perlu, (4) struktur organisasi sekolah mampu mereduksi pekerjaan yang dilakukan secara repetitif atau tumpang-tindih akibat kesalahan struktur kerja, (5) struktur organisasi sekolah mampu membentuk tim yang terstruktur dengan sistem manajemen yang sederhana tetapi efektif, (6) struktur organisasi sekolah mampu mengupayakan agar semua anggota tim memahami visi lembaga, (7) struktur organisasi sekolah mampu mengupayakan agar semua anggota tim mampu memahami potensi lembaga, baik yang riil ada maupun yang mungkin diakses, (8) struktur organisasi sekolah mampu mengupayakan agar keseluruhan proses kerja berada di bawah suatu komando yang hubungan kerjanya sederhana dan, (9) struktur organisasi sekolah mampu melakukan penilaian untuk menentukan keberhasilan kerja sebuah sekolah. Kepemimpinan mutu menjadi prasyarat untuk mencapai maksud tersebut yaitu kemampuan kepala sekolah untuk bekerja atau melalui staf administratif dan tenaga akademiknya. Seorang kepala sekolah seyogyanya memahami betul mengenai visi lembaganya. Mereka harus mampu membudayakan kerja secara bermutu dan dapat memberdayakan selu ruh potensi yang ada untuk mendukung mutu yang dikehendaki. Ada lima kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Pertama, memahami visi organisasi dan memiliki visi kerja yang jelas. Kedua, mampu dan mau bekerja keras. Maksudnya, kepala sekolah tidak cukup memiliki daya dorong kerja yang tinggi, tetapi juga harus memiliki kemampuan

fisik yang kuat. Ketiga, tekun dan tabah dalam bekerja dengan bawahan, terutama tenaga administratif dan tenaga akademiknya. Keempat, memberikan layanan secara optim dengan al tetap tampil secara rendah hati. Kelima, kepala sekolah memiliki disiplin kerja yang kuat.

You might also like