You are on page 1of 12

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN IMBALAN DAN PRESTASI BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Sumber daya manusia (SDM) mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan organisasi. Walaupun didukung dengan sarana dan prasarana serta sumber dana yang cukup, tetapi tanpa dukungan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas maka kegiatan organisasi tidak akan terselesaikan dengan baik. Kepuasan kerja adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja seorang pegawai. Pegawai yang puas dan senang pekerjaannya, akan selalu berupaya untuk bekerja dengan baik sehingga kuantitas dan kualitas kerjanya akan tinggi. Selanjutnya, Gibson, et.al. (1993) menyatakan bahwa (1) kepuasan kerja adalah fungsi dari banyaknya imbalan yang diterima, dan berapa banyak menurut perasaan pegawai yang harus diterima, (2) perasaan individu tentang kepuasaan dipengaruhi oleh perbandingan apa yang terjadi pada diri orang lain, (3) tingkat kepuasan dipengaruhi oleh rasa puas pegawai dengan imbalan intrinsik dan ekstrinsik, dimana imbalan instrinsik merupakan imbalan yang dinilai dari dalam dan berkenaan dengan pelaksanaan berprestasi. Sedangkan imbalan ekstrinsik berasal dari pekerjaan itu sendiri Dari pendapat tersebut diketahui bahwa imbalan atau kompensasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Perusahaan akan memberikan kompensasi kepada para pegawai sebagai balas jasa perusahaan terhadap pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran yang diberikan oleh pegawai untuk perusahaan.

Menurut Asad (2001), kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai imbalan / balas jasa atas upaya-upaya yang telah diberikan kepada perusahaan. Balasan yang diberikan dapat saja setimpal, akan tetapi dapat saja diberikan tidak setimpal atau tidak sebanding

Namun idealnya balas jasa tersebut diberikan secara sebanding dan setimpal. Sedangkan menurut Hasibuan (2007), kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Pemberian kompensasi sangat penting baik bagi pegawai itu sendiri sebagai individu, karena besarnya kompensasi sebagai pencerminan atau ukuran nilai dari pegawai itu sendiri. Dari penjelasan di atas maka, penulis akan mencoba menghubungkan antara konpensasi terhadap kepuasan kerja dan prestasi kerja. Kemudian selanjutnya penulis akan mencoba untuk menyelesaikan suatu kasus dalam perusahaan tertentu. Dari penjelasan di atas, maka tersusunlah makalah ini yang kami beri judul Hubungan Antara Kepuasan Kerja Terhadap Konpensasi Dan Prestasi Kerja. B. Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara konpensasi terhadap kepuasan kerja dan prestasi kerja di dalam sebuah perusahaan. 2. Untuk mengetahui bagaimana imbalan yang baik bagi karyawan agar prestasi kerja dapat menjadi lebih baik. 3. Agar mahasiswa sebagai calon tenaga penyuluh lapangan mengerti bagaimana mengatasi permasalahan sebuah perusahaan, sehingga bisa di aflikasikan di lapangan nantinya.

A. Rumusan masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah : 1. Sejauh mana hubungan antara pemberian imbalan dengan kepusan kerja pada karyawan? 2. Sejauh mana imbalan dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan? 3.Mengapa imbalan dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan prestasi kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Sumber Daya manusia Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orangorang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. Departemen sumber daya manusia memiliki peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab : 1.Melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja / Preparation and selection a. Persiapan Dalam proses persiapan dilakukan perencanaan kebutuhan akan sumber daya manusia dengan menentukan berbagai pekerjaan yang mungkin timbul. Yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perkiraan / forecast akan pekerjaan yang lowong, jumlahnya, waktu, dan lain sebagainya. Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan, yaitu faktor internal seperti jumlah kebutuhan karyawan baru, struktur organisasi, departemen yang ada, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti hukum ketenagakerjaan, kondisi pasa tenaga kerja, dan lain sebagainya b. Rekrutmen tenaga kerja / Recruitment Rekrutmen adalah suatu proses untuk mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh, manajer, atau tenaga kerja baru untuk menuhi kebutuhan sdm oraganisasi atau perusahaan. Dalam tahapan ini diperluka analisis jabatan yang ada untuk membuat deskripsi pekerjaan / job description dan juga spesifikasi pekerjaan / job specification. c. Seleksi tenaga kerja / Selection

Seleksi tenaga kerja adalah suatu proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian banyak kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup / cv / curriculum vittae milik pelamar yang akan dipanggil dengan yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Lalu berikutnya adalah memanggil kandidat terpilih untuk dilakukan ujian test tertulis, wawancara kerja / interview dan proses seleksi lainnya. 1. Pengembangan dan evaluasi karyawan / Development and evaluation Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga kerja yang ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta meningkatkan kinerja yang ada. Dengan begitu proses pengembangan dan evaluasi karyawan menjadi sangat penting mulai dari karyawan pada tingkat rendah maupun yang tinggi. 2. Memberikan kompensasi dan proteksi pada pegawai / Compensation and protection Kompensasi adalah imbalan atas kontribusi kerja pegawai secara teratur dari organisasi atau perusahaan. Komjpensasi yang tepat sangat penting dan disesuaikan dengan kondisi pasar tenaga kerja yang ada pada lingkungan eksternal. Kompensasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada dapat menyebabkan masalah ketenaga kerjaan di kemudian hari atau pun dapat menimbulkan kerugian pada organisasi atau perusahaan. A.Imbalan atau konpensasi Imbalan adalah bebab yang harus di pukul oleh organisasi sebagai penghargaan atas sumbangan tenaga,pikiran, dan gagasan seorang karyawan thdp organisasi. Sitem imbalan adalah metode atau cara yang di anut oleh organisasi untuk membalas jasa para karyawan. System imblan yang baik adalah system yang mampu menjamin kepuasan para anggota sehingga memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan memperkerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan prilaku positif, bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi.

Hal-hal yang di perhatikan : Hal yang bersifat internal : kemampuan organisasi membayar upah kerja Hal yang bersifat external : peraturan perundangan, persaingan di paar kerja, langka/ tidknya tenaga kerja yang di butuhkan, kendala perekonomian Pemanfaatan teknologi Probleamtik pembagian kompensasi imablan dan perlindungan kerja a.Dari segi pekerja 1. Kepuasan kerja 2. Harkat daan martabat manusia sbg pekerja 3. Pemenuhan untuk mempertahankan taraf hidup ang wajar 4. Perlindungan kerja

a. Dari segi organisasi 1. Tingkat pengetahuan, kemampuan dan keterampilan ang mendukung pencapaian tujuan organisasi 2. Kemampuan mempertahankan eksistensi organisasi 3. Perkembangan organisasi secara kuantitatif dan kualitatif 4. System imblan ang memuaskan 5. Upah minimum regional 6. UU yang berlaku Macam-macam imblan 1. Uang kontan : gaji, upah, tunjangan, bonus 2. 2. Material : 3. 3. Pasilitas ; kesehatan, antar jemput, perumahan, kendaraan 4. Prinsip-prinsip yang harus di perhatikan dalam menerapkan system imbalan. 5. 1. Harus mempunyai daya tarik bagi tenaga kerja yang berkualitas tinggi 6. 2. Harus mempunyai daya tarik yang kuat mempertahankan tenaga kerja yang ada. 7. Harus mengandung prinsip keadilan 8. 4. Harus menghargai prilku posiitf 9. 5. Penganendalian pembiayaan 10. 6. harus mengupayakan kepatuhan terhadap peratutan perundangan11. undangan 12. 7. harus menciptakan system penggajian dan pengupahan yang berdaya guna 13. dan berhasil guna 14. Factor yang dapat menjadi acuan adil dan layak dalam pemberian konvensasi

15. a. latar belaknag pendidikan dan pengalaman

b. jumlah tanggungan karyawan ybs c. beban tugas dan tanggung jawab tang di pikul d. tingkat dan biaya hidup e. tingkat konvensasi yang belalku di perusahaan lain 16. A. Teori-Teori Tentang Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja 17. 1. Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory) Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar. 2. Teori Keadilan (Equity Theory) Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain. 3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators. Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas.

Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisikondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan. 4.Teori Penyesuaian Kerja (Theory of Work Adjustment) Teori ini didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu. Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha. Di lain pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas. A. Prestasi kerja Istilah prestasi kerja mengandung berbagai pengertian. Prabowo (2005) mengemukakan bahwa prestasi lebih merupakan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang untuk mengetahui sejauh mana seseorang mencapai prestasi yang diukur atau dinilai. Suryabrata (1984) menyatakan bahwa prestasi adalah juga suatu hasil yang dicapai seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan. Dalam dunia kerja, prestasi kerja disebut sebagai work performance (Prabowo, 2005). Definisi prestasi kerja menurut Lawler (dalam Asad, 1991) adalah suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara efisien dan efektif. Lawler & Porter (dalam Asad, 1991) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kesuksesan kerja yang diperoleh seseorang dari perbuatan atau hasil yang bersangkutan. Dalam lingkup yang lebih luas,

Jewell & Siegall (1990) menyatakan bahwa prestasi merupakan hasil sejauh mana anggota organisasi telah melakukan pekerjaan dalam rangka memuaskan organisasinya. Definisi prestasi kerja menurut Hasibuan (1990) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu. 1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Zeitz (dalam Baron & Byrne, 1994) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal. Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Diantara berbagai faktor organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor sistem imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan dalam bentuk gaji, bonus, ataupun promosi. Selain itu, faktor organisasional kedua yang juga penting adalah kualitas pengawasan (supervision quality), dimana seorang bawahan dapat memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya.Sementara faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga penting dalam mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya, orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya telah menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut dapat memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar. Blumberg & Pringle (dalam Jewell & Siegall, 1990) juga menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar. Blumberg & Pringle (dalam Jewell & Siegall, 1990) juga menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan prestasi kerja seseorang, yaitu kesempatan, kapasitas, dan

kemauan untuk melakukan prestasi. Kapasitas terdiri dari usia, kesehatan, keterampilan, inteligensi, keterampilan motorik, tingkat pendidikan, daya tahan, stamina, dan tingkat energi. Kemauan terdiri dari motivasi, kepuasan kerja, status pekerjaan, kecemasan, legitimasi, partisipasi, sikap, persepsi atas karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra diri, kepribadian, norma, nilai, persepsi atas ekspektasi peran, dan rasa keadilan. Sedangkan kesempatan meliputi alat, material, pasokan, kondisi kerja, tindakan rekan kerja, perilaku pimpinan, mentorisme, kebijakan, peraturan, prosedur organisasi, informasi, waktu, serta gaji. 2. Konsekuensi dari Prestasi Kerja

Hal utama yang dituntut oleh perusahaan dari karyawannya adalah prestasi kerja mereka yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Prestasi kerja karyawan akan membawa dampak bagi karyawan yang bersangkutan maupun perusahaan tempat ia bekerja. Prestasi kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas perusahaan, menurunkan tingkat keluar masuk karyawan (turn over), serta memantapkan manajemen perusahaan. Sebaliknya, prestasi kerja karyawan yang rendah dapat menurunkan tingkat kualitas dan produktivitas kerja, meningkatkan tingkat keluar masuk karyawan, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan. Bagi karyawan, tingkat prestasi kerja yang tinggi dapat memberikan keuntungan tersendiri, seperti meningkatkan gaji, memperluas kesempatan untuk dipromosikan, menurunnya kemungkinan untuk didemosikan, serta membuat ia semakin ahli dan berpengalaman dalam bidang pekerjaannya. Sebaliknya, tingkat prestasi kerja karyawan yang rendah menunjukkan bahwa karyawan tersebut sebenarnya tidak kompeten dalam pekerjaannya, akibatnya ia sukar untuk dipromosikan ke jenjang pekerjaan yang tingkatannya lebih tinggi, memperbesar kemungkinan untuk didemosikan, dan pada akhirnya dapat juga menyebabkan karyawan tersebut mengalami pemutusan hubungan kerja 3. Data Prestasi Kerja

Menurut Griffin dan Ebert (1996) salah satu cara mengevaluasi adalah membandingkan kinerja agen yang satu dengan agen yang lain. Kelemahan dari cara ini adalah ketika tidak ada variasi penjualan diantara agen. Manajer hanya memperhatikan seberapa besar kontribusi yang diberikan agen terhadap perusahaan. Evaluasi cara yang kedua adalah membandingkan performansi agen saat ini dengan performansi agen sebelumnya. Menurut Griffin dan Ebert (1996) evaluasi performansi untuk menentukan prestasi yang resmi mempunyai tiga keuntungan 1. Manajer dapat mengembangkan dan mengkomunikasikan standar yang jelas untuk menilai performansi agen asuransi. 2. Manajer dapat mengumpulkan informasi yang komprehensif mengenai setiap agen. 3.Agen tahu mereka harus duduk setiap pagi dengan manajer cabang dan menjelaskan performansi mereka ataupun kegagalannya untuk mencapai suatugoal. 4.Teknik Penilaian Prestasi Kerja Asnawi (1999) mengemukakan bahwa di dalam proses penilaian prestasi kerja, terdapat berbagai macam teknik penilaian yang dapat digunakan, baik yang objektif maupun yang subjektif. Penilaian yang objektif akan mendasarkan pada data yang masuk secara otentik, baik yang menyangkut perilaku kerja, kepribadian, maupun data mengenai produksi. Sedangkan penilaian yang subjektif sangat tergantung padajudgment pihak penilai. Oleh karena itu, terutama untuk hasil penilaian yang subjektif, hasil tersebut perlu untuk dianalisis dengan lebih teliti, sebab ia dapat berakhir dengan relatif ataupun absolut. Hal ini harus diperhatikan menimbang banyaknya penyimpangan perilaku (behavioral barriers), baik yang bersifat penyimpangan interpersonal maupun penyimpangan politis. Subjek penilai dapat merupakan atasan langsung, nasabah, rekan kerja, bawahan, diri sendiri, ataupun majelis penilai. Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Dessler (1988) bahwa subjek penilai adalah pejabat khusus, komite khusus, ataupun dirinya sendiri. Sedikit berbeda dari beberapa teknik penilaian prestasi kerja seperti yang telah dikemukakan di atas, terdapat suatu teknik penilaian yang dikemukakan oleh Schultz (dalam Asnawi, 1999) yang membedakan teknik penilaian yang diterapkan untuk tenaga kerja yang melaksanakan fungsi produksi dengan tenaga kerja yang tidak melaksanakan fungsi produksi.

Bagi tenaga kerja yang melaksanakan fungsi produksi, teknik penilaiannya akan berorientasi pada jumlah produksi, kualitas produksi, ada tidaknya atau jumlah kecelakaan kerja, tingkat penghasilan atau upah, absensi, dan peranan interaksi dalam kerja sama.

You might also like