You are on page 1of 5

PUASA SUNNAH 3 HARI DALAM SEBULAN

Usahakanlah setiap bulan sempat melakukan puasa sunnah minimal 3 kali. Semoga Allah mudahkan. Dalil Anjuran [Dalil pertama] Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata,

Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: [1] berpuasa tiga hari setiap bulannya, [2] mengerjakan shalat Dhuha, [3] mengerjakan shalat witir sebelum tidur.[1] [Dalil Kedua] Muadzah bertanya pada Aisyah,

. .

Apakah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berpuasa tiga hari setiap bulannya? Aisyah menjawab, Iya. Muadzah lalu bertanya, Pada hari apa beliau melakukan puasa tersebut? Aisyah menjawab, Beliau tidak peduli pada hari apa beliau puasa (artinya semau beliau).[2] [Dalil Ketiga] Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.[3] [Dalil Keempat] Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda padanya, Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).[4] [Dalil Kelima]

Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang tahun.[5] Pelajaran Penting 1. Dianjurkan berpuasa tiga hari setiap bulannya, pada hari apa saja. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menjelaskan, Puasa tiga hari setiap bulannya boleh dilakukan pada sepuluh hari pertama, pertengahan bulan atau sepuluh hari terakhir dari bulan Hijriyah, atau pula pada setiap sepuluh hari tadi masing-masing satu hari. Puasa tersebut bisa pula dilakukan setiap pekan satu hari puasa. Ini semuanya boleh dan melakukan puasa tiga hari setiap bulannya ada keluasan melakukannya di hari mana saja. Oleh karena itu, Aisyah mengatakan, Beliau tidak peduli pada hari apa beliau puasa (artinya semau beliau di awal, pertengahan atau akhir bulan hijriyah).[6] 2. Hari yang utama untuk berpuasa adalah pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dikenal dengan ayyamul biid. Ada pula yang mengatakan bahwa ayyamul biid adalah hari ke-12, 13 dan 14. Namun pendapat pertama tadi lebih kuat. 3. Hari ini disebut dengan ayyamul biid (biid = putih, ayyamul = hari) karena pada malam ke-13, 14, dan 15 malam itu bersinar putih dikarenakan bulan purnama yang muncul pada saat itu. Faedah Puasa Tiga Hari Setiap Bulan 1. Menghidupkan sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. 2. Melakukan puasa tiga hari setiap bulannya seperti melakukan puasa sepanjang tahun karena pahala satu kebaikan adalah sepuluh kebaikan semisal. Berarti puasa tiga hari setiap bulan sama dengan puasa sebanyak tiga puluh hari setiap bulan. Jadi seolah-olah ia berpuasa sepanjang tahun.[7] 3. Memberi istirahat pada anggota badan setiap bulannya.

Puasa Sunnah dalam Setahun


Diposting oleh admin  2 July 2010  Kirim buletin ini  Cetak buletin ini  Kirim komentar At Tauhid edisi VI/27 Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal Sungguh, puasa adalah amalan yang sangat utama. Di antara ganjaran puasa disebutkan dalam hadits berikut, Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Taala berfirman (yang artinya), Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi (HR. Muslim no. 1151). Adapun puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan (as saabiqun al muqorrobun).[1] Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah mendapatkan cinta Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi, Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya (HR. Bukhari no. 2506). Pada kesempatan kali ini, Buletin At Tauhid mencoba mengangkat pembahasan puasa sunnah yang bisa diamalkan sesuai tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Semoga bermanfaat. Puasa Senin Kamis Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa. (HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya). Dari Aisyah radhiyallahu anha, beliau mengatakan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis. (HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Shahih) Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah Dianjurkan berpuasa tiga hari setiap bulannya, pada hari apa saja. Muadzah bertanya pada Aisyah, Apakah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berpuasa tiga hari setiap bulannya? Aisyah menjawab, Iya. Muadzah lalu bertanya, Pada hari apa beliau melakukan puasa tersebut? Aisyah menjawab, Beliau tidak peduli pada hari apa beliau puasa (artinya semau beliau). (HR. Tirmidzi no. 763 dan Ibnu Majah no. 1709. Shahih) Namun, hari yang utama untuk berpuasa adalah pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dikenal denganayyamul biid.[2] Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar. (HR. An Nasai no. 2345. Hasan). Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda padanya, Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah). (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Hasan) Puasa Daud Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada

sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari. (HR. Bukhari no. 3420 dan Muslim no. 1159) Cara melakukan puasa Daud adalah sehari berpuasa dan sehari tidak. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaiminrahimahullah mengatakan, Puasa Daud sebaiknya hanya dilakukan oleh orang yang mampu dan tidak merasa sulit ketika melakukannya. Jangan sampai ia melakukan puasa ini sampai membuatnya meninggalkan amalan yang disyariatkan lainnya. Begitu pula jangan sampai puasa ini membuatnya terhalangi untuk belajar ilmu agama. Karena ingat, di samping puasa ini masih ada ibadah lainnya yang mesti dilakukan. Jika banyak melakukan puasa malah membuat jadi lemas, maka sudah sepantasnya tidak memperbanyak puasa. Wallahul Muwaffiq.[3] Puasa di Bulan Syaban Aisyah radhiyallahu anha mengatakan, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Syaban. Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Syaban seluruhnya. (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156). Yang dimaksud di sini adalah berpuasa pada mayoritas harinya (bukan seluruh harinya[4]) sebagaimana diterangkan oleh Az Zain ibnul Munir.[5] Para ulama berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib.[6] Puasa Enam Hari di Bulan Syawal Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. (HR. Muslim no. 1164) Puasa di Awal Dzulhijah Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah). Para sahabat bertanya: Tidak pula jihad di jalan Allah? Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab: Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun. (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968. Shahih). Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Quran, dan amalan sholih lainnya.[7] Di antara amalan yang dianjurkan di awal Dzulhijah adalah amalan puasa. Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari Asyura (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya[8], (HR. Abu Daud no. 2437. Shahih). Puasa Arofah Puasa Arofah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arofah? Beliau menjawab, Puasa Arofah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa Asyura? Beliau menjawab, Puasa Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu (HR. Muslim no. 1162). Sedangkan untuk orang yang berhaji tidak dianjurkan melaksanakan puasa Arofah. Dari Ibnu Abbas, beliau berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak berpuasa ketika di Arofah. Ketika itu beliau disuguhkan minuman susu, beliau pun meminumnya. (HR. Tirmidzi no. 750. Hasan shahih). Puasa Asyura Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam. (HR. Muslim no. 1163). An Nawawi -rahimahullah- menjelaskan, Hadits ini merupakan penegasan bahwa sebaikbaik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharram.[9]

Keutamaan puasa Asyura sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Qotadah di atas. Puasa Asyura dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertekad di akhir umurnya untuk melaksanakan puasa Asyura tidak bersendirian, namun diikutsertakan dengan puasa pada hari sebelumnya (9 Muharram). Tujuannya adalah untuk menyelisihi puasa Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab. Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan puasa hari Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata, Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani. Lantas beliau mengatakan, Apabila tiba tahun depan insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan. Ibnu Abbas mengatakan, Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia. (HR. Muslim no. 1134). Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah Pertama: Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan selama tidak melakukan halhal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar. Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, Pada suatu hari, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, Apakah kamu mempunyai makanan? Kami menjawab, Tidak ada. Beliau berkata, Kalau begitu, saya akan berpuasa. Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju). Maka beliau pun berkata, Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa. (HR. Muslim no. 1154). An Nawawi memberi judul dalam Shahih Muslim, Bab: Bolehnya melakukan puasa sunnah dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal (bergesernya matahari ke barat) dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun tanpa udzur. Kedua: Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafii bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.[10] Ketiga: Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seizin suaminya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya. (HR. Bukhari no. 5192 dan Muslim no. 1026) An Nawawi rahimahullah menjelaskan, Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama Syafiiyah. Sebab pengharaman tersebut karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap harinya. Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang dipenuhi gara-gara si istri melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang sebenarnya bisa diakhirkan.[11] Beliau rahimahullah menjelaskan pula, Adapun jika si suami bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di sisi istri, ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya.[12] Semoga Allah beri taufik untuk beramal sholih. [Muhammad Abduh Tuasikal]

You might also like