You are on page 1of 14

MADIHIN

(Kesenian Daerah Kalimantan Selatan)


Oleh Yosep Nurdjaman Alamsyah

Lagu Banjar

Lagu Banjar adalah lagu-lagu berasal dari daerah Banjar. Menurut seniman yang sekaligus sebagai pencipta lagu-lagu Banjar yaitu H. Anang Ardiansyah (72 tahun) dilihat daerah perkembangannya pantun berirama khas Banjar di Kalimantan Selatan terbagi menjadi 3 yaitu pantun yang berkembang di tepian sungai, pantun yang berkembang di daratan dan pantun yang berkembang di pesisir pantai. Jenis-jenis pantun (lagu) tersebut antara lain :
1. Pantun Rantauan yaitu lagu-lagu yang berkembang di sepanjang tepian

sungai khususnya di daerah Banjar Kuala. Ciri-ciri lagu ini beralun-alun dan bergelombang-gelombang seperti gelombang sungai dan seperti orang yang meratapi nasib. Perbedaan lagu Rantauan dengan lagu Pasisiran, misalnya pada lagu Rantauan mangancang meratapi nasib (melengking tinggi sambil meratapi nasib), sedangkan lagu Pasisiran mangancang tapi ba-arti (melengking tinggi memiliki tujuan tertentu);
2. Pantun Pandahan yaitu lagu-lagu Japin yang berasal dari Hulu Sungai

(Banjar Hulu) yaitu dari Kota Rantau sampai Tanjung. Lagu ini disebut juga Lagu Tirik, karena dinyanyikan ketika urang ma-irik banih (orang yang sedang memisahkan bulir-bulir padi dengan tangkainya dengan cara diinjak-injak ketika panen). Lagu ini dinyanyikan sambil baturai (bersahut-sahutan, berbalas), dimana kata akhir sebuah bait dipakai lagi

menjadi awal bait yang selanjutnya, contohnya lagu Paris Barantai ciptaan H. Anang Ardiansyah; dan
3. Pantun Pasisiran yaitu lagu yang berkembang di daerah pesisiran Kota

Baru (Sigam), yang dinyanyikan melengking-lengking dengan nada tinggi (karena ada sedikit pengaruh Bugis). Contohnya, lagu Japin Sigam yang mengiringi tari Japin Sigam. Lagu yang bernuansa pasisiran lainnya yaitu lagu Intan Marikit ciptaan Agit Kursani. Ketiga jenis tersebut di atas merupakan jenis lagu-lagu Musik Panting. Pada Musik Panting yang asli di daerah Banjar dipakai tiga jenis alat musik saja yaitu alat musik petik panting (sejenis gambus/karungut/tingkilan), babun (gendang) dan agung (gong). Di daerah rantauan yang berbau Arab-Indonesia ditambahan alat musik kaprak, dan ada pula yang menambahkan tamborin. Lagu Pandahan di Hulu Sungai menggunakan babun (gendang), juga terdapat rebab dan terbang. Penambahan babun yang bunyinya menghentak-hentak sangat sesuai karena sering dipakai sebagai pengiring ba-kuntau (silat). Sedangkan Lagu Pasisiran ditambahkan tamborin dan biola (pengaruh Arab), karena fungsinya sebagai pengiring tarian Japin (Zafin) dengan hentakan kaki yang khas (kapincalan). Dari sinilah adanya unsur biola pada musik panting. Sebagai pungkala yang di dalamnya terdapat pola dan bentuk dalam mengambil penciptaan, jenis lagu Banjar terdiri dari 3 macam cengkok:
1. Dundam yaitu lagu-lagu pada kesenian dundam, biasanya lagu ini

suasananya agak sedih, seperti orang manggarunum (bergumam) tetapi dinyanyikan, misalnya menyanyikan lagu ketika mengayun anak dalam ayunan (menidurkan). Jenis ini juga dipakai sebagai nyanyian yang bercerita sejarah seperti kisah Putri Junjung Buih yang menyayat hati. Contoh irama dundam adalah lagu Tatangis ciptaan Hamiedan AC.
2. Madihin yaitu lagu-lagu pada kesenian madihin. Contoh lagu irama

madihin adalah lagu Dayuhan wan Intingan ciptaan H. Anang Ardiansyah


3. Lamut yaitu lagu-lagu pada kesenian ba-lamut.

Lagu Ampar-Ampar Pisang ciptaan Thamrin, tapi dirilis oleh Hamiedan AC dan lagu Paris Barantai ciptaan H. Anang Ardiansyah merupakan dua lagu yang menjadi kiblat dalam mencipta lagu daerah Banjar. Hal ini karena kedua lagu inilah yang pertama kali direkam dan dikenal banyak orang. Daerah Kalimantan Selatan yang dijuluki kota seribu sungai memiliki berbagai macam budaya kesenian daerah. Tradisi kebudayaan ini diwarisi secara turun menurun oleh para masyarakat tersebut. Kesenian daerah Kalimantan Selatan ini salah satunya adalah Madihin.

Madihin

Gambar 1 Situasi jenis kesenian Madihin ketika sedang pentas (sumber: www.google.com)

Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa Arab artinya nasihat, tapi bisa juga berarti pujian. Puisi rakyat anonim bergenre Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar di Kalimantan Selatan saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar dongeng (folklore) Banjar. Jadi pada dasarnya Madihin bisa dirumuskan sebagai berikut: Puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah dongeng (folklore) Banjar di Kalimantan Selatan.

Bentuk Fisik

Madihin merupakan pengembangan lebih lanjut dari pantun berkait. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah. Semua baris dalam setiap baitnya berstatus isi (tidak ada yang berstatus sampiran sebagaimana halnya dalam pantun Banjar) dan semua baitnya saling berkaitan secara tematis. Contoh teks lagunya adalah sebagai berikut: Dengan bismillah permulaan warkat Diambil kertas kalam diangkat Pena dan tinta jadi serikat Menyampaikan hakikat dengan hasrat Pena menyelam dawat menyambut Terbentang kertas putih umbut Kalam menari kata disebut Jejak terbentang sebagai rambut Awal mulanya surat direka Kenangan menyerang tidak berjangka Siang malam segenap ketika Wajah tuan rasa di muka Surat inilah pengganti diri Datang menjelang muda bestari Duduk berbincang berperi-peri Melepas rindu hati sanubari

(Karya Sabaruddin Ahmad)

Madihin merupakan genre/jenis puisi rakyat anonim berbahasa Banjar yang bertipe hiburan. Madihin dituturkan di depan publik dengan cara dihapalkan (tidak boleh membaca teks) oleh 1 orang, 2 orang, atau 4 orang seniman Madihin (bahasa Banjar Pamadihinan). Penuturan Madihin (bahasa Banjar : Bamadihinan) sudah ada sejak masuknya agama Islam ke wilayah Kerajaan Banjar pada tahun 1526. Adapun instrumen yang dipergunakan oleh seorang pamadihinan yakni alat yang bernama rebana. Rebana adalah sebuat alat musik yang terbuat dari kayu, yang dibentuk bulat yang bagian atas dan bawahnya dibuat bolong yang dibentuk seperti elips. Jarak antara lubang atas dan bawahnya sekitar 20cm sampai 30cm. Lubang bagian atas ditutup dengan kulit yang terbuat dari Kulit Sapi atau Kulit Kerbau. Kemudian lubang bagian bawah sekelilingnya dipasangkan mambu tali, yang fungsinya untuk pelarasan dari rebana tersebut. Setelah lubang bagian bawahnya dipasang bambu tali, maka selanjutnya adalah menarik bagian atas dengan bawah dengan menggunakan kulit yang sudah dipotong-poyong panjang. Kira-kira panjangnya sekitar 20cm sampai 30cm sesuai dengan jarak antara lubang atas dan lubang bawah. Biasanya seluruh bagian badan rebana diberikan warna sesuai dengan keinginan, kemudian di ujung sekeliling kulit diberi hiasan supaya bentuk dari rebana tersebut lebih menarik untuk dilihat. Kira-kira bentuk rebananya sebagai berikut:

Gambar 2 Rebana yang digunakan oleh (pamadihinan). (Sumber: www.google.com)

Sejarah Madihin

Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural yang disebut pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat mata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin. Pulung difungsikan sebagai kekuatan supranatural yang dapat memperkuat atau mempertajam kemampuan kreatif seorang Pamadihinan. Berkat tunjangan pulung inilah seorang Pamadihinan akan dapat mengembangkan bakat alam dan kemampuan intelektualitas kesenimanannya hingga ke tingkat yang paling kreatif (mumpuni). Faktor pulung inilah yang membuat tidak semua orang Banjar di Kalimantan Selatan dapat menekuni profesi sebagai Pamadihinan, karena pulung hanya diberikan oleh Datu Madihin kepada para Pamadihinan yang secara genetika masih mempunyai hubungan darah dengannya (hubungan nepotisme). Datu Madihin yang menjadi sumber asal-usul pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari, alam pantheon yang tidak kasat mata, tempat tinggal para dewa kesenian rakyat dalam konsep kosmologi tradisonal etnis Banjar di Kalimantan Selatan. Datu Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalimantan Selatan. Menurut cerita orang dahulu, pulung harus diperbarui setiap tahun sekali. Jika tidak, tuah magisnya akan hilang tidak berbekas. Proses pembaruan pulung dilakukan dalam sebuah ritual adat yang disebut Aruh Madihin. Aruh Madihin dilakukan pada setiap bulan Rabiul Awal atau Zulhijah. Datu Madihin diundang dengan cara membakar dupa dan memberinya sajen berupa nasi ketan, gula kelapa, 3 biji telur ayam kampung, dan minyak likat baboreh. Jika Datu Madihin berkenan memenuhi undangan, maka Pamadihinan yang mengundangnya akan kesurupan selama beberapa saat. Pada saat kesurupan, Pamadihinan yang bersangkutan akan menuturkan syair-syair Madihin yang diajarkan secara gaib
7

oleh Datu Madihin yang menyurupinya ketika itu. Sebaliknya, jika Pamadihinan yang bersangkutan tidak kunjung kesurupan sampai dupa yang dibakarnya habis semua, maka hal itu merupakan pertanda mandatnya sebagai Pamadihinan telah dicabut oleh Datu Madihin. Tidak ada pilihan bagi Pamadihinan yang bersangkutan, kecuali mundur teratur secara sukarela dari panggung pertunjukan Madihin. Dalam teks lagu madihin, karena syair yang digunakan dalam teks lagu tersebut tersebut disajikan secara musikal, maka ada beberapa ciri penting pantun yang menarik perhatian peneliti dalam teks lagu madihin, yaitu: 1. Pantun biasanya disajikan berulang-ulang mengikuti ulangan-ulangan melodi;
2. Walaupun prinsipnya teks lagu madihin menggunakan pantun, namun

pantun ini tidak sembarangan dimasukkan dalam teks lagunya. Hal ini disebabkan sudah ada melodi yang khusus dipergunakan untuk teks yang menjadi ciri utama lagu-lagu tersebut. Pada bagian ini pantun tak boleh masuk;
3. Syair dalam teks lagu madihin juga selalu dapat diulur atau dipadatkan

sesuai dengan kebutuhan melodi musik yang dimasukinya;


4. Syair dalam teks lagu madihin juga dapat disisipi oleh kata-kata interyeksi

seperti: ala sayang, sayang, hai, ala hai, abang, bang, dan lainlainnya, 5. Di tempat-tempat awal, tengah, atau akhir baris; dan
6. Selain itu, dalam satu baris tidak harus mutlak terdiri dari empat kata atau

sepuluh suku kata, tetapi bisa lebih melebar dari ketentuan pantun secara umum. Hal ini memungkinkan terjadi, karena tekstersebut disampaikan secara melodis (prosodi). Misalnya untuk memperpanjang beat,dapat dipergunakan dengan teknik melismatik. Sebaliknya, teknik silabik dipergunakan untuk durasi yang relatif pendek. Keadaan yang lebih elastis seperti ini terjadi pada keseluruhan teks lagu madihin yang berdasarkan kepada pantun.

Elastisitas syair pada teks lagu madihin, umpamanya, terjadi pada persajakan yang bebas dan tidak terikat pada pola persajakan. Hal ini dapat disimak pada syair pembuka yang diiringi tabuhan tarbang pada acara hiburan di sebuah acara pesta perkawinan. Pada pembuka acara adat perkawinan Banjar tersebut biasanya terdapat syair untuk membuka acara seperti syair di bawah ini. balimbing matang diulah Pancuk anak Saluang cucuki akan Para tetamu, nan hadir datang Silahkan masuk di taratak nan kami sadiakan. belimbing masak dipucuk pohon anak-anak dan cucu-cucu yang akan datang serta para undangan yang sudah datang silahkan masuk di taratak yang kami sediakan Dengan berkembangnya jaman, bentuk musikalitas madihin sudah tidak orsinil lagi. Yang berkembang saat ini, bentuk musikalitas madihin sudah menuju ke arah musik pop. Dengan ornamentasi komposisi musikalnya lebih kekinian, disesuaikan dengan peminat masyarakat pada umumnya. Dengan berkembangnya musik madihin ini, wilayah minat konsumen masyarakat terhadap jenis kesenian madihin ini lebih luas, tidak hanya dibatasi oleh orang-orang kalangan tertentu saja. Dengan semakin bertambahnya peminat kesenian madihin ini, maka semakin jauh dari kepunahan yang diakibatkan oleh persaingan ketat dengan jenis musik yang lebih pepoler dan bersifat instan.

Status Sosial dan Sistem Mata Pencaharian Pamadihinan

Madihin dituturkan sebagai hiburan rakyat untuk memeriahkan malam hiburan rakyat (bahasa Banjar Bakarasmin) yang digelar dalam rangka memperintai hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan, kampanye
9

partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, saprah amal, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul, atau nazar). Orang yang menekuni profesi sebagai seniman penutur Madihin disebut Pamadihinan. Pamadihinan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri, baik secara perorangan maupun secara berkelompok. Setidak-tidaknya ada 6 kriteria profesional yang harus dipenuhi oleh seorang Pamadihinan, yakni :
1. Terampil dalam hal mengolah kata sesuai dengan tuntutan struktur bentuk

fisik Madihin yang sudah dibakukan secara sterotipe;


2. Terampil dalam hal mengolah tema dan amanat (bentuk mental) Madihin

yang dituturkannya;
3. Terampil dalam hal olah vokal ketika menuturkan Madihin secara hapalan

(tanpa teks) di depan publik;


4. Terampil dalam hal mengolah lagu ketika menuturkan Madihin; 5. Terampil dalam hal mengolah musik penggiring penuturan Madihin

(menabuh gendang Madihin); dan


6. Terampil dalam hal mengatur keserasian penampilan ketika menuturkan

Madihin di depan publik. Tradisi pamadihinan masih tetap lestari hingga sekarang ini. Selain dipertunjukkan secara langsung di hadapan publik, Madihin juga disiarkan melalui stasiun radio swasta yang ada di berbagai kota besar di Kalimantan Selatan. Hampir semua stasiun radio swasta menyiarkan Madihin satu kali dalam seminggu, bahkan ada yang setiap hari. Situasinya menjadi semakin bertambah semarak saja, karena dalam satu tahun diselenggarakan beberapa kali lomba Madihin di tingkat kota, kabupaten, dan provinsi dengan hadiah uang bernilai jutaan rupiah.
10

Di jaman dulu, ketika etnis Banjar di Kalimantan Selatan masih belum begitu akrab dengan sistem ekonomi uang, imbalan jasa bagi seorang Pamadihinan diberikan dalam bentuk natura (bahasa Banjar : Pinduduk). Pinduduk terdiri dari sebilah jarum dan segumpal benang, selain itu juga berupa barang-barang hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Para Pamadihinan yang menekuni pekerjaan ini secara profesional dapat hidup mapan. Permintaan untuk tampil di depan publik relatif tinggi frekwensinya dan honor yang mereka terima dari para penanggap cukup besar, yakni antara 500 ribu sampai 1 juta rupiah. Beberapa orang diantaranya bahkan mendapat rezeki nomplok yang cukup besar karena ada sejumlah perusahaan kaset, VCD, dan DVD di kota Banjarmasin yang tertarik untuk menerbitkan rekaman Madihin mereka. Hasil penjualan kaset, VCD, dan DVD tersebut ternyata sangatlah besar. Salah satu tokoh pamahidinan yang sangat populer di Banjar, yaitu bernama John Tralala. John Tralala yang bernama asli Yusran Effendi merupakan artis/pelawak sekaligus penyanyi daerah Kota Banjarmasin, Propinsi Kalimantan Selatan yang telah menyanyikan lagu-lagu Banjar dengan irama pop. Pelawak kelahiran Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, juga menguasai kesenian madihin. Lagu-lagu yang telah dipopulerkan oleh John Tralala antara lain:

Gambar 3 (John Tralala)

Imah Galapung; Manimang Bulan; Buruk Sikuan; Kisah Palui; Utuh Cobek Awan; Andeca Andeci; dan banyak lagi lagu yang lainnya.

11

Gambar 4 John Tralala kiri, dan anaknya kanan ketika sedang mengisi acara di sebuah acara pernikahan (sumber: www.google.com)

Gambar 5 John Tralala kanan, dan partnernya kiri Ketika sedang mengisi di sebuah acara instansi (Sumber: www.google.com)

12

DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.co.id/#hl=id&biw=910&bih=485&q=john+tralala&a q=f&aqi=g2&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=345616738622f485 http://www.google.co.id/images? hl=id&source=imghp&biw=910&bih=485&q=madihin&gbv=2& aq=f&aqi=g10&aql=&oq=&gs_rfai= http://www.index-of-mp3.com/get-downloadlagu_lagu_madihin_banjar.html http://www.kalselprov.go.id/fokus/banyak-kesenian-kalsel-terancampunah ttp://haritsoetoro.wordpress.com/2010/01/19/kesenian-kalimantanselatan http://www.kalselprov.go.id/fokus/terpukau-kesenian-madihin

13

14

You might also like