You are on page 1of 6

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Dalam dunia perbankan di Indonesia saat ini, perbankan syariah sudah tidak lagi dianggap sebagai tamu asing. Menanggapi maraknya bank-bank syariah yang bermunculan, barang kali kita tidak cukup paham apa perbedaaan di antara keduanya, jika dalam mekanisme konvensional menggunakan sistem bunga, maka dalam mekanisme Islam menggunakan sistem bagi hasil. Pembiayaan merupakan bisnis utama dalam perbankan dan memberikan kontribusi utama dalam menghasilkan pendapatan. Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. (Muhammad Syafii Antonio, 2004:25). Bentuk-bentuk akad jual beli banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, diantara lain adalah Murabahah, Salam, dan Istishna. Alasan bank menggunakan Murabahah ini adalah untuk memberikan keringanan kepada nasabah dalam bentuk barang produksi yang dijual kepada nasabah, dengan syarat Bank menambah harga awal dengan keuntungan yang disepakati antar kedua belah pihak. Dalam hal ini Bank harus memberitahu kepada nasabah tentang harga pembelian barang beserta tambahan keuntungan tersebut. Alasan Bank menggunakan transaksi Salam yaitu transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang

diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan, sedangkan dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (Bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Sedangkan Produk Istishna yaitu menyerupai produk Salam, namun dalam Istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank syariah dalam beberapa kali (termin) pembayaran dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi Bank Syariah didirikan dengan tujuan mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, salah satunya prinsip yang utama adalah melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang sah. (Zainul Arifin, 2002:2005). Salah satu ajaran islam yang terpenting untuk menegakkan keadilan dan menghapus ekploitasi dalam transaksi bisnis adalah dengan melarang semua bentuk

peningkatan kekayaan secara tidak adil. Terutama dalam bentuk ribawi (bunga) dan menawarkan risiko diantaranya pihak-pihak terlibat melalui bentuk usaha. Islam menghendaki bagi hasil dalam suatu cara yang adil, dengan melibatkan penyedia dana untuk berbagai kerugian sesuai dengan proporsi modalnya dalam aktivitas bisnis, jika ia ingin mendapatkan saham dan keuntungan (laba) dari modalnya. Dalam operasionalnya, transaksi bank syariah harus bermanfaat, sehingga menimbulkan nilai tambah dari setiap pembiayaan. Uang tetaplah sebagai alat tukar karena itu tidak boleh dijadikan komoditas. Setiap transaksi harus spesifik dan transparan, karena itu adalah hal yang bersifat meragukan (gharar) harus dihindari begitu pula dengan resiko transaksi. Resiko transaksi mesti dikelolah sacara baik karena Bank Syariah merupakan pemegang amanah (mudharib). Disinilah peran perbankan syariah yang ada selama ini sangat dirasakan kehadirannya oleh sebagian pihak dan itu betul-betul bermakna, karena produkproduk yang ditawarkannya, terutama lewat produk-produk pembiayaan modal kerja yang ada. Para pengusaha, terutama para pengusaha kecil dan menengah, dengan adanya pembiayaan modal kerja sangatlah tertolong dan terbantu didalam mengatasi masalah permodalan yang mereka hadapi. Akad yang digunakan dalam pembiayaan yaitu Musyarakah dan Mudharabah dimana Bank sebagai mitra usaha nasabah. Pada akad pertama modal berasal dari pihak Bank dan perusahaan. Sedangkan pada akad kedua, Bank sebagai pemodal sedangkan nasabah sebagai pengelola usaha. Pembiayaan yang diberikan Bank Syariah kepada nasabahnya tidak hanya diselesaikan dengan cara Mudharabah dan Musyarakah (bagi hasil), namun Bank

Syariah dapat juga menjalankan pembiayaan dengan akad jual beli dan sewa. Pada akad jual beli dan sewa bank syariah akan memperoleh laba secara pasti. Hal ini sesuai dengan dasar teori pertukaran. Mengingat pentingnya produk-produk pembiayaan modal keja tersebut guna meningkatkan pengembangan usaha pada bank syariah, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi yang membahas tentang Pengaruh Pembiayaan Modal Kerja Murabahah, dan Istishna Terhadap Laba Pada Bank Syariah Mandiri. 1.2 Permasalahan 1.2.1 Identisifikasi Masalah Dari uraian di atas dapat diidentisifikasi beberapa masalah, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh antara Pembiayaan Modal Kerja Murabahah terhadap Laba Bank Syariah Mandiri? 2. Bagaimanakah pengaruh antara Pembiayaan Modal Kerja Istishna terhadap Laba Bank Syariah Mandiri? 3. Bagaimanakah pengaruh antara Pembiayaan Modal Kerja Murabahah, dan Istishna terhadap Laba Bank Syariah Mandiri? 1.2.2 Pembatasan Masalah Ketika mengkaji lembaga ekonomi dan keuangan syariah, maka kita tidak akan lepas dari kajian tentang keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Produk dari Perbankan Syariah Indonesia yang penulis kaji itu bermacam-macam, penulis hanya

membatasi pada produk penanaman dana dalam konsep jual beli yang menggunakan akad Murabahah, dan Istishna. Oleh karena itu luas lingkupnya Bank Syariah, maka pokok masalah penelitian ini pada Pengaruh Pembiayaan Modal Kerja Murabahah, dan Istishna Terhadap Laba Bank Syariah Mandiri selama kurun waktu 5 (lima) tahun mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. 1.2.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identisifikasi dan batasan masalah maka penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana Pengaruh Modal Kerja Murabahah, dan Istishna, terhadap Laba pada Bank Syariah Mandiri?. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukan ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh antara Pembiayaan Modal Kerja Murabahah terhadap Laba Bank Syariah Mandiri; 2. Untuk mengetahui pengaruh antara Pembiayaan Modal Kerja Istishna terhadap Laba Bank Syariah Mandiri; 3. Untuk mengetahui pengaruh antara pembiayaan Modal Kerja Murabahah, dan Istishna terhadap Laba Bank Syariah Mandiri;

1.4 Manfaat Penelitian Adapun hasil ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut: 1. Bagi Perusahaan Memberikan bahan masukan untuk dapat memahami pembiayaan modal kerja murabahah, dan istishna dalam membantu meningkatkan keuntungan margin dan bahan pertimbangan dalam rangka meningkatkan kualitas dan informasi dalam mengatsi kekurangan yang dihadapi 2. Bagi Penulis Berguna sebagai sarana untuk mengimplementasikan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah dengan praktek langsung dilapangan serta dapat menambah wawasan dari hasil penelitian yang dilakukan. 3. Bagi Dunia Akademik Diharapkan dapat memperkaya perbendaharaan penelitian yang berkaitan dengan ilmu yang dikembangkan di lingkungan akademik. 4. Bagi Dunia Praktisi Diharapkan penelitian ini dapat memberikan referensi dan informasi bagi penelitian sejenis di masa mendatang.

You might also like