You are on page 1of 51

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Suhu tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: kecepatan metabolisme basal, rangsangan saraf simpatis, hormon pertumbuhan, hormon tiroid, hormon kelamin, demam (peradangan), status gizi, aktivitas, variasi diurnal (Ritme Sirkadian), gangguan organ, lingkungan (radiasi, konduksi, evaporasi), usia, stress. Dikatakan demam jika temperatur tubuh meninggi sampai 380C atau lebih, yang biasanya menunjukkan bahwa tubuh sedang melawan infeksi (Tony Smith & Sue Davidson, 2009). Berbagai penyakit memang dimulai dengan manifestasi demam, terutama penyakit infeksi pada umumnya, juga dehidrasi, gangguan pusat pengatur panas, keracunan termasuk oleh obat, proses imun, dan sebagainya. Sebanyak 10-15% anak yang dibawa ke dokter adalah karena demam. Demam pada umumnya tidak berbahaya tetapi demam tinggi dapat membahayakan anak (Purwoko, Djauhar Ismail, Soetaryo, 2003). Pada anak, peningkat suhu tubuh sangat berbahaya. Hal ini dikarenakan luas permukaan tubuh yang lebih besar dari pada berat badan anak mempercepat kehilangan suhu tubuh anak, sehingga anak dapat berada pada kondisi dehidrasi lebih cepat dan dapat berujung pada komplikasi terjadinya kejang (Suriadi, 2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi seringnya anak mengalami sakit adalah wilayah tropis, dimana wilayah tropis seperti Indonesia memang baik bagi kuman untuk berkembangbiak contohnya flu, malaria, demam berdarah, dan diare (Tri Tuti Damayati, 2008). Anak dengan diare, sangat beresiko mengalami kehilangan cairan sehingga

mengarahkan anak pada kondisi dehidrasi. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa anak yang berada pada kondisi dehidrasi lebih cepat dan dapat berujung pada komplikasi terjadinya kejang (Suriadi, 2010). Hal ini tentu saja menjadi penting untuk dipertimbangkan. Di RSUP NTB, Diare merupakan kasus penyakit anak tertinggi. Dari data yang diambil pada 12 November 2010 di bangsal Dahlia RSUP NTB, didapatkan data pasien anak yang dirawat inap dengan diare 2008-2010 sebagai berikut: Tabel 1.1 : Jumlah Pasien Rawat inap Bangsal Dahlia Dengan kasus Gastroenteritis 2008- 12 November 2010.
Jumlah Pasien Perbulan Tahun Jan 68 28 54 Feb. 32 14 75 Maret 31 44 48 April 54 46 84 Mei 54 53 58 Juni 35 60 32 Juli 35 54 40 Ags. 34 42 23 Sept. 32 39 34 Okt . 97 68 43 Nov. 63 82 22* Des. 40 46 Total

2008 2009 .2010

575 576 513*

Sumber: Buku Ekspedisi Pasien Rawat Inap Bangsal Dahlia RSUP NTB

Keterangan Tabel: 22* 513* : Jumlah pasien dari tanggal 1 12 November 2010. : Total jumlah pasien per 1 Januari 2010- 12 November 2010.

Pengendalian suhu tubuh juga telah diakui sebagai komponen penting dari perawatan di Britania Raya (Johnston et al, 2003.). Tindakan-tindakan dalam mengatasi demam menurut Mueser (2007) antara lain, kompres dengan air hangat dan pemberian obat antipiretik. Namun, selama ini kompres dingin atau es menjadi
kebiasaan yang diterapkan para ibu saat anaknya demam. Selain itu, kompres alkohol juga dikenal ibu sebagai bahan untuk mengompres.

Namun kompres mengunakan es sudah tidak dianjurkan karena pada kenyataannya demam tidak turun bahkan naik dan dapat menyebabkan anak menangis, menggigil dan kebiruan (Tri Tuti Damayati, 2008). Kenyataan

lain yang ditemukan dilapangan, pelaksanaan kompres sebagai salah satu tindakan mandiri untuk menangani demam masih juga sering dilupakan, dan kalaupun dilaksanakan, kompres kebanyakan dilakukan di daerah dahi (frontal). Hal ini sesuai dari hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 12 November 2010 pada orang tua dengan anak yang menderita diare didapatkan bahwa 5 dari 6 orang tua pasien melakukan kompres hangat pada daerah dahi. Jika dlihat dari sisi anatomis, sebenarnya kompres yang dilakukan pada daerah aksila lebih efektif dibandingkan kompres didaerah dahi. Hal ini dikarenakan pada daerah aksila banyak terdapat pembuluh darah besar dan juga banyak terdapat kelenjar keringat apokrin (Elizabeth J. Crowin, 2002). Sesuai dengan teori radiasi, vasodilatasi perifer juga meningkatkan aliran darah ke kulit untuk memperluas penyebaran suhu tubuh yang meningkat ke luar. Dengan kompres hangat pada daerah yang mempunyai vaskular yang banyak, maka akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi yang kuat pada kulit, akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit, hingga delapan kali lipat lebih banyak (Anas Tamsuri, 2006). Dengan hal ini diharapkan, proses penyesuaian suhu tubuh dengan lingkungan akan berlangsung lebih cepat. Namun, sebagai seorang perawat pemberian intervensi keperawatan lebih ditekankan pada pemberian tindakan mandiri, diluar penanganan kolaborasi farmakologi. Hal ini dapat dilihat dari intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan hipertermia (Anas Tamsuri, 2006).

Dengan mempertimbangkan pentingnya penanganan demam dan eksistensi tindakan mandiri dalam intervensi keperawatan, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai perbandingan efektifitas pemberian kompres pada daerah aksila dan dahi dengan harapan, adanya bahan acuan untuk memilih daerah yang lebih baik dalam melakukan kompres guna menurunkan resiko mengarahnya demam pada komplikasi lebih lanjut yang lebih berbahaya. 1.2 RUMUSAN MASALAH Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Pada Daerah Aksila dan Frontal Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB. 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui efektifitas antara pemberian kompres hangat pada daerah aksila dan frontal terhadap penurunan suhu tubuh pada anak demam dengan gastroenteritis. 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi suhu tubuh pada anak demam dengan gastroenteritis sebelum pemberian kompres. 2. Mengidentifikasi suhu tubuh pada anak demam dengan gastroenteritis setelah pemberian kompres hangat aksila pada kelompok I.

3. Mengidentifikasi suhu tubuh pada anak demam dengan gastroenteritis setelah pemberian kompres hangat frontal pada kelompok II. 4. Menganalisa efektifitas antara penggunaan kompres hangat pada daerah frontal dan aksila 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Teoritis Penelitian ini sebagai media pembuktian teori yang sudah ada, sehingga dapat dijadikan pertimbangan secara rasional dalam pemilihan tindakan keperawatan. 1.4.2 Praktisi 1. Dengan penelitian ini, memberikan masukan orang tua mengenai pentingnya penanganan demam pada anak. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat meyakinkan penggunaan kompres sebagai tindakan pertolongan pertama dalam menangani demam di rumah. 3. Hasil penelitin ini diharapkan dapat digunakan sebagai data acuan pada penelitian selanjunya.

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 KONSEP SUHU 2.1.1 DEFINISI Suhu yang dimaksud adalah panas atau dingin suatu substansi. Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diprodukssi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. (Potter & Perry, 2005). 2.1.2 SUMBER SUHU Adapun suhu tubuh dihasilkan dari:
1. Laju metabolisme basal (Basal Metanolic Rate, BMR) disemua sel tubuh.

2. Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk kontraksi otot akibat menggigil).
3. Metabolisme tambahan akibat pengaruh hormon tiroksin (dan sebagian

kecil hormone lain, misalnya; hormon pertumbuhan (growth hormone dan testosteron)). 4. Metabolisme tambahan akibat pengaruh ephinefrin, norephinefrin, dan rangsangan simpatis pada sel. 5. Metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel itu sendiri, terutama bila temperatur meningkat.

2.1.3

SISTEM PENGATURAN SUHU 1. Kontrol Neural dan Vaskular Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia agar tetap konstan diperlukan regulasi sistem tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotlamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu

panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (Seat Point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada suhu 370C. Apabila suhu meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan terangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas lewat keringat dan vasodilatasi pembuluh darah, sehingga suhu kembali pada suhu tetap. Sebalikanya, jika suhu inti berada dibawah suhu tetap (dibawah 370C ), tubuh akan melakukan mekanisme untuk meningkatkan produksi panas dan menurunkan laju penurunan panas tubuh oleh lingkungan.

2. Produksi Panas Panas diproduksi oleh tubuh melalui metabolism, yang merupakan reaksi kimia pada semua sel tubuh. Makanan merupakan sumber bahan bakar yang utama bagi metabolism. Termoregulasi membutuhkan fungsi normal dari proses produksi panas. Reaksi kimia seluler membutuhkan energy untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP). Jumlah energy yang digunakan untuk metabolism adalah laju metabolic. Aktivitas memerlukan tambahan reaksi kimia meningkatkan laju metabolic. Bila metabolism meningkat, panas tambahan akan diproduksi. Ketika metabolism menurun, panas yang

diproduksi lebihh sedikit. Produksi panas terjadi selama istrahat, gerakan otot polos, getaran otot dan termogenesis tanpa menggigil. a. Metabolism basal menghasilkan panas yang diproduksi tubuh saat

istrahat. Jumlah rata-rata laju metabolic basal (BMR) bergantung pada luas permukaan tubuh. Hormone tiroid juga mempengaruhi BMR. Dengan cara meningkatkan pemecahan glukosa dan lemak tubuh, hormone tiroid meningkatkan laju reaksi kimia pada hamper semua sel tubuh. Bila hormone tiroid disekresikan dalam jumlah besar, BMR dapat meningkat 100% diatas normal. Tidak adanya hormone tiroid dapat mengurangi setengah jumlah BMR, yang menyebabkan penurunan produksi panas. Stimulasi system saraf simpatis oleh epineprin dan norepineprin juga dapat meningkatkan laju metabolic jaringan tubuh. Mediator kimia ini menyebabkan glukosa darah turun, yang akan menstimulasi sel menghasilkan glukosa. Hormone seks pria, testosterone meningkatkan BMR. Pria memiliki BMR lebih tinggi daripada wanita. b. Gerakan volunter seperti aktivitas otot selama latihan, membutuhkan tambahan energy. Laju metabolic dapat meningkat di atas 2000 kali normal. Produksi panas dapat meningkat di atas 50 kali normal.
c. Menggigil merupaka respon tubuh involunter terhadap suhu yang berbeda

dalam tubuh. Gerakan otot skelet selama menggigil membutuhkan energy yang signifikan. Menggigil dapat meningkatkan produksi panas 4 sampai

10

5 kali lebih besar dari normal. Panas diproduksi untuk mempertahankan suhu tubuh (Potter & Perry, 2005). 3. Pengeluaran Panas Pengeluaran dan produksi panas terjadi secara simultan. Struktur kulit dan paparan terhadap lingkungan secara konstan, pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi. a. Radiasi Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan (Thibodeau dan Patton, 1993). Panas berpindah melalui gelombang elektromagnetik. Aliran darah dari organ internal inti membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah permukaan. Jumlah panas yang dibawa ke permukaan tegantung dari tingkat vasokontriksi dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Panas menyebar dari kulit ke setiap objek yang lebih dingin di sekelilingnya. Penyebaran meningkat bila perbedaan suhu antara objek juga meningkat. Vasodilatasi perifer juga meningkatkan aliran darah ke kulit untuk memperluas penyebaran yang ke luar. Vasokontriksi perifer

meminimalkan kehilangan panas ke luar. Sampai 85% area permukaan tubuh manusia menyebarkan panas ke lingkungan. Namun, bila lingkungan lebih hangat dari kulit, tubuh mengabsorbsi panas melalui radiasi.

11

Pada kasus demam, perawat meningkatkan kehilangan panas melalui radiasi dengan melepaskan pakaian atau selimut. Posisi klien

meningkatkan kehilangan panas melalui radiasi (mis. Berdiri memajankan area permukaan radiasi lebiih besar dan berbaring pada posisi janin, meminimalkan radiasi panas). Menutup tubuh dengan pakaian gelap dan rajutan juga mengurangi jumlah kehilangan panas melalui radiasi (Potter & Perry, 2005).

b.

Konduksi Konduksi adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain

dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin , panas hilang. Ketika suhu kedua objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti. Panas berkonduksi melalui benda padat, gas dan cair. Konduksi normalnya menyebabkan sedikit kehilangan panas. Perawat meningkatkan kehilangan panas konduktif ketika memberika kompres es atau memandikan klien dengan air dingin. Memberikan beberapa lapis pakaian mengurangi kehilangan kondiktif. Tubuh menambah panas dengan konduktif ketika kontak dilakukan dengan material yang lebih hangat dari suhu kulit.

12

c.

Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Panas

dikonduksikan pertama kali pada molekul udara secara langsung dalam kontak dengan kulit. Arus udara membawa udara hangat. Pada saat kecepatan arus udara meningkat, kehilangan panas konveksi meningkat. Kipas angin listrik meningkatkan kehilangan panas melalui konveksi. Kehilangan panas konveksi meningkat ketika kulit lembab dan kontak dengan udara yang bergerak ringan (Potter & Perry, 2005). d. Evaporasi Evaporasi adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang menguap (Guyton, 1991). Tubuh secara continue kehilangan panas melalui evaporasi. Kira-kira 600 sampai 900 ml sehari menguap dari kulit dan paru, yang mengakibatkan kehilangan air dan panas. Kehilangan normal ini dipertimbangkan kehilangan air tidak kasat mata dan tidak memainkan peran utama dalam pengaturan suhu. Dengan mengatur perspirasi atau berkeringat, tubuh meningkatkan kehilangan panas evaporative tambahan. Berjuta-juta kelenjar keringat yang terletak dalam dermis kulit menyekresikan keringat melalui duktus kecil pada permukaan kulit. Ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior member sinyal kelenjar keringat untuk melepaskan keringat. Selama latihan dan stress emosi atau mental, berkeringat adalah salah satu

13

cara untuk menghilangkan kelebihan panas tubuh yang diproduksi dari peningkatan laju metabolik. Evaporasi berlebihan dapat menyebabkan kulit gatal dan bersisik, serta hidung dan faring kering. Diaforesis adalah pespirasi visual dahi dan thoraks atas. kelenjar keringat berada dibawah dermis kulit. Kelenjar menyekresikan keringat, larutan berair yang mengandung natrium dan clorida, yang melewati duktus kecil di permukaan kuli. Kelenjar dikontrol oleh system saraf simpatis. Bila suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan keringat, yang menguap dari kulit untuk meningkatkan kehilangan panas. Suhu tubuh rendah, menghanbat sekresi keringat. Diaphoresis kurang efisien bila gerakan udara minimal atau bila kelembaban udara tinggi. Individu yang tidak memiliki kelenjar keringat congenital atau memiliki penyakit kulit yang seriua yang merusak diaphoresis tidak

dapamenoleransi suuhhu hangat karena mereka tidak dapat mendinginkan diri mereka sendiri secara adekuat (Potter & Perry, 2005).

2.1.4

KONSEP ANATOMI FISIOLOGI KULIT 1) Struktur dan fungsi kulit Kulit terdiri dari tiga lapisan, yang masing-masing terdirir dari berbagai jenis sel dan memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut adalah epidermis, dermis dan subkutis (Elizabeth J. Corwin, 2002).

14

a) Epidermis Epidermis adalah lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis terus menerus mengalami mitosis, dan diganti yang baru sekitar 30 hari. Epidermis mengandung reseptor-reseptor sensoris untuk sentuhan, suhu, getaran, dan nyeri. Komponen utama epidermis adalah protein keratin, yang dihasilkan oleh sel-sel yang disebut keratinosit. Keratin adalah bahan yang kuat dan memiliki daya tahan tinggi serta tidak larut dalam air. Keratin mencegah hilangnya air tubuh dan melindungi epidermis dari iritan atau mikroorganisme penyebab infeksi. Keratin adalah komponen utama apendiks kulit : rambut dan kuku. Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit mensintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respon terhadap rangsangan hormone hipofisis anterior, hprmon perangsang melanosit (melanocyte stimulating hormone, MSH). Melanin adalah pigmen hitam yang menyebar diseluruh permukaan epidermis untuk melindungi sel dari radiasi ultraviolet. Sel-sel imun, yang disebut sel langerhans, terdapat diseluruh epidermis. Sel langerhans bertanggungjawab terhadap pengenalan dan penyingkiran sel-sel kulit diplastik/neoplastik dan membangkitkan serangan imun. b) Dermis

15

Dermis terletak tepat dibawah epidermis. Jaringan ini dianggap jaringan ikat longgar dan terdiri dari sel-sel fibroblast yang mengeluarkan protein, kolagen dan elastin. Serat-serat kolagen dan elastin tersusun secara acak, dan menyebabkan dermis teregang dan memiliki daya tahan. Diseluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensori dan simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringat dan palit (sebasea). Sel mast, yang mengeluarkan histamine selama cedera atau peradangan, dan makrofag yang memfagositosis sel-sel mati dan mikro-organisme, juga terdapat di dermis. Pembuluh darah di dermis menyuplai makanan dan oksigen dermis dan epidermis, dan membuang produk-produk sisa. Aliran darah dermis memungkinkan tubuh mengontrol temperaturnya. Pada penurunan suhu tubuh, saraf-saraf simpatis ke pembuluh darah meningkatkan pelepasan norepinefrin. Pelepasan norefinefrin menyebabkan vasokontriksi

pembuluh darah sehingga panas tubuh dipetahankan. Apabila suhu tubuh terlalu tinggi, maka rangsangan simpatis terhadap pembuluh darah akan berkurang sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dan panas tubuh akan dipindahkan ke lingkungan. Hubungan arteriovena (AV), yang disebbut anastomosis, dijumpai pada sebagian pembuluh darah. Anastomosis AV memmpermudah pengaturan suhu tubuh oleh kulit dengan memungkinkan darah melewati bagian atas dermis pada keadaan yang sangat dingin. Saraf simpatis ke dermis juga mempersarafi kelenjar keringat, kelenjar minyak dan folikel rambut.

16

c) Subkutis Lapisan subkutis kulit terletak di bawah dermis. Lapisan ini terdiri dari lemak dan jaringan ikat dan berfungsi sebagai perendam kejut dan insulator panas. Lapisan subkutis adalah tempat penyimpanan kalori. d) Rambut dan kuku Kuku adalah lempeng berkreatinin yang tumbuh di jari tangan dan kaki. Kuku melindungi bagian ujung jari, dan mungkin berevolusi dari maksud semula yaitu sebagai pertahanan diri. Rambut adalah keratin yang mengeras yang tumbuh dengan kecepatan berbeda-beda di bagian tubuh yang berlain. Rambut tumbuh sebagai suatu folikel rambut saling berhubungan dalam saluran tersebut dengan sebuah kelenjar sebasea dan serat otot polos, yang disebut otot erector pili. Apabila sel otot ini terangsang oleh saraf simpatis, maka rambut akan berdiri tegak. Rambut di kepala mungkin berfungsi sebagai proteksi untuk menghindari kulit kepala terbakar sinar matahari (Elizabeth J. Corwin, 2002). e) Kelenjar sebasea Kelenjar sebasea menyertai folikel rambut. Kelenjar ini

mengeluarkan bahan berminyak yang disebut sebum ke saluran di sekitarnya. Kelenjar sebasea terdapat diseluruh tubuh, terutama di wajah, dada dan punggung. Testosterone meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan pembentukan sebum. Kadar testosterone meningkat pada pria dan wanita selama pubertas (Elizabeth J. Corwin, 2002).

17

f) Kelenjar keringat Terdapat dua jenis kelenjar keringat : ekrin dan apokrin. Kelenjar keringat ekrin bermuara langsung kepermukaan kulit dan tersebar diseluruh permukaan tubuh. Kelenjar ekrin berfungsi terutama untuk mendinginkan kulit melalui evaporasi panas. Kelenjar-kelenjar tersebut terutama terkonsentrasi di tangan, kaki, dan dahi. Klenjar apokrin terutama terletak pada ketiak (aksilla), di daerah pubis dan anus. Kelenjar apokrin mengeluarkan keringat kedalam saluran folikel rambut. Apabila

dipengaruhi oleh bakteri maka sekresi kelenjar apokrin akan menimbulkan bau keringat yang khas (Elizabeth J. Corwin, 2002). 2) Kulit Pada Regulasi Suhu Peran kulit dalam regulasi suhu meliput insulasi (isolasi) tubuh, vasokontriksi, dan sensasi suhu. Kulit, jaringan subkutan dan lemak menyimpan panas di dalam tubuh. Ketika aliran darah antara lapisan kulit berkurang, kulit itu sendiri adalah insulator paling baik. Individu dengan lemak tubuh lebih banyak mempunyai insulasi alamiah lebih banyak dari individu yang kurus dan berotot. Pada tubuh manusia , organ internal menghasilkan panas, dan selama latihan atau stimulasi simpatis, jumlah panas yang dihasilkan lebih tinggi dari suhu inti normal. Pada area tubuh yang terpajan, darah dapt mengalir secara langsung dari arteri ke vena. Aliran darah melalui area kulit yang lebih banyak pembuluh darah dapat bervariasi dari aliran minimal sampai sebanyak-

18

banyaknya 30% darah yang diejeksikan dari jantung (Guyton, 1991). Panas berpindah dan hilang ke lingkungan melalui mekanisme kehilangan panas. Kulit disuplai baik oleh reseptor panas dan dingin. Pada hari panas dan lembab, pembuluh darah di tangan akan berdilatasi dan mudah dilihat dan juka suhu terlalu rendah, hipotalamus menimbulkan vasokontriksi dan aliran darah ke kulit berkurang, sehingga panas tubuh dihemat (Potter & Perry, 2005).

2.1.5

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUHU TUBUH 1. Kecepatan metabolism basal 2. Rangsangan saraf simpatis 3. Hormone pertumbuhan 4. Hormone tiroid 5. Hormone kelamin 6. Demam (peradangan) 7. Status gizi 8. Aktivitas
9. Variasi diurnal (Ritme Sirkadian)

10. Gangguan organ

19

11. Lingkungan (Radiasi, konduksi, Evaporasi) 12. Usia 13. stres 2.1.6 GANGGUAN PENGATURAN SUHU 1. Demam 2. Heat Stroke 3. Forst Bite

2.2 KONSEP DEMAM 2.2.1 Definisi Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh normal (Anas Tamsuri, 2006). Demam adalah temperature tubuh meninggi sampai 380C atau lebih, biasanya menunjukkan bahwa tubuh sedang melawan infeksi (Tony Smith & Sue Davidson, 2009). 2.2.2 Mekanisme Demam Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranular besar.

20

Seluruh sel ini selanjutnya akan mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit atau pirogen endogen. Interleukin-1 ini ketika sampai dihipotalamus akan menimbulkan demam dengna cara meningkatksan temperature tubuh dalam waktu 8-10 menit. Interleukin-1 juga menginduksi pembentukan prostaglandin, terutama prostaglandin E2, atau zat yang mirip dengna zat ini, yang selanjutnya bekerja di hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam. Pada saat demam, gejala timbul berfariasi sesuai dengan fase demam. Pada mekanisme tubuh alamiah, demam yang terjadi dalam diri manusia bermanfaat sebagai proses imun. Pada proses ini terjadi pelepasan interleukin-1 yang akan mengaktifkan sel T. suhu tinggi (demam) juga berfungsi meningnkatkan keaktifan kerja sel T dan B terhadap organism pathogen. Namun, konsekuensi demam secara umum tmbul segera setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu). Perubahan anatomis kulit dan metabolism menimbulkan konsekuensi berupa gangguan keseimbangna cairan tubuh, peningkatan metabolism, juga peningkatan pemecahan zat energy, dan penignkatan kadar sisa metabolism. Selain itu, pada keadaan tertentu demamn dapat mengaktifkan kejang. 2.2.3 Mekanisme Tubuh Terhadap Demam 1. Vasodilatasi Vasodilatasi pembuluh darah perifer, hampir dilakukan diseluruh area tubuh. Vasodilatasi ini disebabkankan oleh hambatan dari pusat simpatif

21

hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokonstriksi, sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada kulit, yang memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit, hingga delapan kali lipat lebih banyak. 2. Berkeringat Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang meningkat melewati batas kritis, yaitu 370C. Pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 10C akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak, sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal sepuluh kali lebih banyak. Pengeluaran keringat merupakan salah satu mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat diatas ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh pengeluaran impalas diarea preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis keseluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsang pada saraf polinergick kelenjar keringat yang merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan norepinefrin. Cairan keringat merupakan sekresi sel epitel pada dasar (yang menggulung) untuk selanjutnya disalurkan keluar melalui duktus kelenjar. Cairan yang dihasilkan oleh sel epitel (sekresi primer/prekursor) memiliki komposisi yamng mirip dengan plasma, tetapi tidak mengandung protein plasma. Konsentrasi natrium sekitar 142 mEq/L dan klorida 104 mEq/L ditambah konsentrasi zat terlarut lain dalam plasma. Selanjutnya, cairan

22

precursor akan dialirkan melalui duktus dan selama fase ini terjadi proses reabsorpsi. Apabila sekresi sedikit, aliran menjadi lambat menyebabkan proses reabsorpsi maksimal, sehingga konsentrasi yang melewati duktus hampir tidak mengandung natrium dan klorida. Hal ini menyebabkan tekanan osmotic berkurang sehingga sebagian cairan ikut direarbsorbsi dan menyebabkan pemekatan kandungan unsur lain. Oleh karena itu, pada kecepatan berkeringat yang rendah kandungan urea, asam laktat, dan kalium menjadi sangat tinggi. 3. Penurunan Pembentukan Panas Beberapa mekanisme pembentukan panas seperti termogenesis kimia dan menggigil dihambat dengan kuat. 2.2.4 FASE DEMAM 1. Fase I: Awal (Menggigil) 2. Fase II: Proses Demam
3. Fase III: Pemulihan (Defervescence)

2.2.5

GEJALA KLINIS DEMAM SESUAI FASE 1. Fase I: Awal (Menggigil)


a.

Peningkatan denyut jantung Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.

b.

23

c. d. e. f. g. h. i.

Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot. Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi. Merasakan sensasi dingin. Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi. Rambut kulit berdiri. pengeluaran keringat berlebih. Peningkatan suhu tubuh.

2. Fase II: Proses Demam a. b. c. d. e. f. g. h. i. Proses menggigil lenyap. Kulit terasa hangat/panas. Merasa tidak panas atau dingin Peningkatan laju pernapasan dan nadi. Peningkatan rasa haus. Dehidrasi ringan hingga berat. Mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel saraf. Lesi mulut herpetik. Kehilangan nafsu makan (jika demam memanjang).

24

j.

Kelemahan, keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat

metabolisme protein.
3. Fase III: Pemulihan (Defervescence)

a. b. c. d.

Kulit tampak merah dan hangat. Berkeringat. Menggigil ringan. Kemungkinan mengalami dehidrasi.

2.2.5

MM

2.3 KONSEP KOMPRES HANGAT 2.3.1 Definisi

Memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukannya (Eni Kusyati, 2006). 2.3.2 1) 2) 3) 4) Tujuan Memperlancar sirkulasi darah Mengurangi rasa nyeri Merangsang peristaltik usus Memperlancar pengeluaran eksudat

25

5) 6) 2.3.3

Memberi rasa nyaman Menurunkan suhu tubuh (Eni Kusyati, 2006 & Mueser, 2007). Efek terapeutik pemberian kompres hangat

Stimulasi panas dapat memberikan respon fisiologis yang berbeda. Efek terapeutik pemberian kompres hangat adalah : 1) Permeabilitas kapiler meningkat

Ini akan meningkatkan pergerakan zat sisa dan nutrisi. 2) Vasodilatasi

Peningkatan aliran darah ke bagian tubuh yang cidera ; pengiriman nutrisi dan pembuangan zat sisa ; menurunkan kongesti vena pada jaringan yang cedera. 3) Viskositas darah menurun

Ini akan meningkatkan pengiriman leukosit dan antibodi ke daerah nyeri. 4) Ketegangan otot menurun

Ini akan meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan nyeri akibat spasme. 5) Metabolisme meningkat

Meningkatkan aliran darah ; rasa hangat lokal 2.3.4 1) Faktor yang mempengaruhi toleransi panas Durasi terapi

26

Individu lebih mampu mentoleransi suhu ekstrim dalam jangka waktu singkat. 2) Bagian tubuh

Ada area tertentu yang sensitiv terhadap variasi suhu. 3) Kerusakaan permukaan tubuh

Lapisan kulit yang terbuka akan lebih sensitiv terhadap variasi suhu. 4) Suhu kulit sebelumnya

Tubuh akan dapat berespon dengan baik terhadap penyesuaian suhu tubuh yang rendah. 5) Area permukaan tubuh

Seorang individu memiliki toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu yang mengenai area tubuh yang luas. 6) 2.3.5 Usia dan kondisi fisik Kompres hangat dan penurunan suhu tubuh

Apabila terjadi peningkatan suhu inti, ini akan menstimulasi hipotalamus (thermostat tubuh) sehingga memicu vasodilatasi yang mengakibatkan peningkatan aliran darah dan panas ke kulit. Hal ini meningkatkan suhu kulit sehingga memicu pengeluaran keringat dan pengeluaran panas melalui radiasi (John R. Cameron, 2006). Pemberian kompres hangat juga dapat menyebabkan vasodilatasi dan dengan pemberian kompres hangat otak akan menyangka bahwa suhu luar tubuh panas,

27

sehingga otakpun akan segera memproduksi dingin atau menurunkan produksi panas dan terjadilah penurunan suhu tubuh. Mengompres hangat juga dapat menyebabkan terjadinya proses penguapan dan dalam proses menguapannya ini akan menarik panas dari badan klien sehingga suhupun turun (Gunawan, 2009). 2.3.6 Prosedur pemberian kompres hangat

1) Persiapan alat dan bahan a) Alat


1. Kom tutup

2. Bak instrument 3. Handuk/kain/plastik 4. Handuk pengering 5. Waslap/ kain kompres 2 buah 6. Perlak pengalas 7. Sarung tangan bersih 8. Baskom 9. Baki dan alasnya b) Bahan 1. Air hangat (40-46C)

28

2. Cairan lisol 3% 3. Kertas & pensil 2) Persiapan perawat dan pasien a. Identifikasi kemampuan perawat b. Perkenalkan diri dan tujuan pelaksanaan c. Minta persetujuan pada klien d. Jelaskan prosedur pelaksanaan e. Siapkan lingkungan 3) Prosedur pelaksanaan 1 2 3 4 5 6 7 8 Beri penjelasan kepada klien tentang perasat yang akan dilakukan Bawa alat-alat ke dekat klien Pasang sampiran, jika perlu Bantu klien pada posisi yang nyaman dan tepat Cuci tangan Pasang perlak pengalas di bawah area yang akan di kompres Pakai sarung tangan Ukur suhu tubuh pasien

29

Basahi kain pengompres dengan air hangat dalam wadahnya, lalu peras

hingga tidak terlalu basah 10 Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres seperti dahi, ketik, dan lipat paha 11 Tutup kain kompres dengan handuk atau kain plastic 12 Lakukan pengompresan 15-30 menit dan ganti kain kompres setiap 5 menit 13 Jika kain kompres relative menjadi dingin, ganti kain kompres dan masukan kembali ke cairan kompres. Lakukan secara berulang hingga efek yang diharapkan tercapai. 14 Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 15 menit 15 Setelah selesai, keringkan dengan handuk kering di daerah yang di kompres/basah 16 Rapikan alat 17 Lepaskan sarung tanagn 18 Atur posisi klien nyaman 19 Cuci tangan 20 Dokumentasikan (Eni Kusyati, 2006 & Anas Tamsuri, 2006) 2.4 KONSEP GASTROENTERITIS

30

2.4.1

Definisi

Menurut Hipocrates, gastroenteritis adalah pengeluaran tinja yang abnormal dan cair (Bagian ilmu kesehatan anak FKUI, 2007). Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer dan cair (Suriadi, 2010). 2.4.2 Etiologi

1) Faktor infeksi
a. Bakteri : Enteropathogenic Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Yersinia

enterocolitica. b. Virus : Enterovirus echoviruses, adenovirus, human retrovirua


c. Jamur : Candida enteritis d. Parasit : Giardia clamblia, Cryptosporidium

e. Protozoa 2) Faktor non-infeksi a. Alergi makanan ; susu, protein


b. Gangguan metabolik atau malabsorbsi ; penyakit celiac, cystic fibrosis pada

pankreas c. Iritasi langsung saluran pencernaan oleh makanan

31

d. Obat-obatan : antibiotik
e. Penyakit usus : crohn disease, enterocolitis

f. Emosional dan stress g. Obstruksi usus 2.4.3 Patofisiologi

Terjadinya iritasi oleh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus sehingga terjadi peningkatan produk-produk sekretorik, termasuk mukus. Iritasi oleh mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan banyaknya cairan dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk penyerapan di kolon berkurang. Selain itu peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam usus besar, menyebabkan unsur-unsur plasma yang penting terbuang dalam jumlah besar sehingga individu yang mengalami gastroenteritis berat dapat meninggal akibat syok hipovolemik (Elizabeth J. Corwin, 2002). Adapun tahapan dehidrasi menurut Ashwill and Droske (1997) adalah sebagai berikut :
1) Dehidrasi ringan : Berat badan menurun 3%-5%, denga volume cairan yang

kurang dari 50ml/kg


2) Dehidrasi sedang : Berat badan menurun 6%-9%, dengan volume cairan yang

hilang 50-90ml/kg
3) Dehidrasi berat : Berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume cairan

yang hilang sama denan atau lebiih dari 100ml/kg

32

Menurunnya pemesukan atau hilangnya cairan yang adekuat akibat : Muntah, diare, demam, hiperventilasi

Cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang

Ketidak seimbangan elektrolit

Hilangnya cairan dalam intraseluler

Disfungsi seluler

Syok hipovolemik

Kematian

33

Gambar 2.1 : Patofisiologi Gastroenteritis: sumber dar Aswhill and Droske (1997). Nursing Care of Child Principles and Practice. Philadelphia; W.B. Saunders Company (Suriadi, Rita Yulianni, 2010).

2.4.4

Manifestasi klinis

1) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer 2) Terdapat tanda-tanda dehirdrasi ; turgor kulit jelek, ubun-ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering. 3) Keram abdominal 4) Demam 5) Mual-muntah 6) Anorexia 7) Lemah 8) Pucat 9) Perubahan tanda-tanda vital ; nadi dan pernafasan cepat 10) Menurun atau tidak ada pengeluaran urine (Suriadi, Rita Yulianni, 2010). 2.4.5 Pemeriksaan diagnostic

1) Pemeriksaan tinja ; makroskopik, mikroskopik, PH, glukosa, pemeriksaan biakan dan uji resistensi

34

2) Pemeriksaan elektrolit, BUN, kreatinin dan glukosa 3) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk menilai kuantitatif dan kualitatif parasit terutama pada penderita gastroenteritis kronik (Bagian ilmu kesehatan anak FKUI, 2007). 2.4.6 Komplikasi

1) Dehidrasi 2) Hipokalemia 3) Hipokalsemia 4) Hipoglikemia 5) Syok hipovolemi 6) Asidosis 7) Kejang 8) Hiponatremia 9) Malnutrisi (Bagian ilmu kesehatan anak FKUI, 2007 dan Suriadi, 2010) 2.4.7 Penatalaksanaan medis

1) Penanganan fokus pada penyebab 2) Pemberian cairan dan elektrolit per oral dan parenteral 3) Dietetic (pemberian makanan)

35

4) Obat-obtan 5) Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan dari ASI (Suriadi, Rita Yulianni, 2010).

36

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual


Mekanisme feedback: a. b. Vasodilatasi Berkeringat pembentukan

c. Penurunan panas

Demam Kompres hangat Vasodilatasi pembuluh darah perifer Percepatan perpindahan panas (secara konduksi dan radiasi)

Perubahan suhu tubuh Keterangan: : : : :

Gambar 3.1 : Kerangka Konseptual Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Pada Daerah Aksila dan Frontal Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB Dengan Menggunakan Konsep Pengaturan Termo-Hipotalamus (Anas Tamsuri, 2006).

37

3.2 Hipotesis Penelitian H1 : Kompres Hangat Pada Daerah Aksila Lebih Efektifitas Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB. H0 : Kompres Hangat Pada Daerah Frontal Lebih Efektifitas Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB.

38

BAB 4 DESAIN PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment dengan rancangan Control Time Series Design. Dalam penelitian ini, kelompok eksperiment dan kelompok control sama-sama dilakukan Pre-tes, dan dipostes setelah diberikan perlakuan. Berikut gambar rancangan penelitian ini: Pretes Kel. Eksperimen Kel. kontrol 01 02 03 04 01 02 03 04 Perlakuan x x Postes 05 06 07 08 05 06 07 08

Gambar 4.1: Bentuk Rancangan Control Time Series Design Pada Desain Penelitian Quasi Experiment (Soekidjo Notoatmojo, 2005).

39

4.2 Kerangka kerja


Populasi: Pasien GE

Sampel yang memenuhi kriteria inkulsi

Observasi awal suhu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pemberian kompres

Kelompok eksperimen: Kompres aksila

Kelompok Kontrol: Kompres frontal

Observasi akhir suhu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Analisa data: Uji T Berpasangan

Penyajian hasil

Kesimpulan dan desiminasi hasil

40

Gambar 4.2 : Kerangka Operasional Penelitian Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Pada Daerah Aksila dan Frontal Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB.

4.3 Populasi, Sampel, Sampling 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita gastroenteritis yang dirawat inap di bangsal Dahlia RSUP NTB yang sesuai dengna kriteria inkulasi. Besar populasi dalam penelitian ini yaitu 33 orang yang didapat dari perhitungan ratarata pasien rawat inap gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB 3 bulan terakhir pada tahun 2010. 4.3.2 Sampel Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari suatu populasi (Muhamad Zainusin, 2000). 1) Kriteria inkulsi
a) Penderita gastroenteritis yang mengalami demam (Suhu tubuh di atas

37,50C). b) Belum dimandikan (dilap badannya) c) Bersedia menjadi responden d) Belum mengkonsumsi obat anti piretik atau telah mengkonsumsi obat 4 jam sebelum diberikan perlakuan.

41

2) Kriteria eksklusi a) Berada dalam waktu paruh obat b) Responden baru selesai makan c) Responden menggunakan pakaian tebal/selimut. d) Responden mengalami penyakit infeksi lain selain gastroenteritis (pneumonia, varisella, dll.). 4.3.3 Besar sampel Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sampel (Notoatmojo, 2002). Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yang memenuhi criteria inklusi. Besar sampel diambil dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
N n= 1+N (d2)

Keterangan : n N d = Jumlah sampel = Populasi = Tingkat signifikan (0,05)

42

Jadi dari hasil perhitungan didapatkan besar sampel, yaitu : 30. Dari jumlah ini akan dipecah menjadi 15 sampel untuk kelompok eksperimen dan 15 sampel untuk kelompok kontrol. 4.3.4 Sampling Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan Quota Sampling. Tehnik sampling Quota Sampling merupakan tehnik penentuan sampel, dimana setelah besar sampel ditetapkan, maka, jumlah itu dijadikan dasar untuk mengambil unit sampel yang diperlukan sesuai dengan criteria sampel yang dibutuhkan. 4.4 Identifikasi variabel 4.4.1 Variabel independen Variabel independen adalah suatu stimulasi aktivitas oleh peneliti untuk mencapai suatu dampak pada dependen variabel. Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku (Nursalam & Pariani, 2001). Yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah kompres hangat aksila dan kompres hangat frontal. 4.4.2 Variabel dependen

43

Variabel dependen adalah variabel respon atau output. Variabel ini akan muncul sebagai akibat dari manipulasi suatu variable-variabel independen (Nursalam, 2008). Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah suhu tubuh.

4.5 Definisi Operasional Tabel 4.1 : Definisi Operasional Variabel Penelitian Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Pada Daerah Aksila dan Frontal Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB. Variabel Definisi operasinal Parameter Kompres Hangat aksila. Kompres hangat frontal. Dilakukan pengompresan selama 15-30 menit dan ganti kain kompres setiap 5 menit. Nilai Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 15 menit dengan menggunakan thermometer. Skala data

Independen: Kompres Hangat Kompres merupakan Hangat salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh yang meningkat, dengan menggunakan kain yang telah dibasahi dengan air hangat yang bisa dilakukan di daerah dahi atau di lipatan ketiak. Dependen: Suhu tubuh Suhu tubuh merupakan panas atau dinginnya tubuh yang dipengaruhi oleh proses tubuh dan

Hipotermi: < 36,5 0C Normal: 36,5 0C - 37,5 0C

Penurunan suhu tubuh diukur dengan menggunakan thermometer.

Nominal: Efektif = Penurunan suhu lebih besar. Tidak efektif = penurunan suhu lebih

44

jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.

Hipertermi: > 37,5 0C Hiperpireksia: 41 0C (Anas Tamsuri, 2006)

kecil.

Demam/ Febris

Seseorang yang mengalami peningkatan suhu tubuh yang diukur dengan alat pengukur suhu tubuh yang disebut thermometer.

Afebris: orang yang tidak mengalami demam

Subfebril: orang yang mengalami peningkatan suhu cukup ringan (37,50C -38 0C) Sumber: Anas Tamsuri (2006)

Gastroenteri Suatu keadaan tis dimana seseorang buang air besar lebih dari 4 kali, dengan kondisi encer.

4.6 Prosedur Pelaksanaan 4.6.1 Persiapan alat dan bahan 1) Alat


a)

Kom tutup

45

b) c) d) e) f) g) h) i) 2) Bahan a) b) c) 4.6.2

Bak instrument Handuk/kain/plastik Handuk pengering Waslap/ kain kompres 2 buah Perlak pengalas Sarung tangan bersih Baskom Baki dan alasnya

Air hangat (40-46C) Cairan lisol 3% Kertas & pensil

Periapan perawat/pasien 1. Identifikasi kemampuan perawat 2. Perkenalkan diri dan tujuan pelaksanaan 3. Minta persetujuan pada klien 4. Jelaskan prosedur pelaksanaan

46

5. Siapkan lingkungan 4.6.3 Pelaksanaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Beri penjelasan kepada klien tentang perasat yang akan dilakukan Bawa alat-alat ke dekat klien Pasang sampiran, jika perlu Bantu klien pada posisi yang nyaman dan tepat Cuci tangan Pasang perlak pengalas di bawah area yang akan di kompres Pakai sarung tangan Ukur suhu tubuh pasien Basahi kain pengompres dengan air hangat dalam wadahnya, lalu peras

hingga tidak terlalu basah 10 Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres seperti dahi, ketik, dan lipat paha 11 Tutup kain kompres dengan handuk atau kain plastic 12 Lakukan pengompresan 15-30 menit dan ganti kain kompres setiap 5 menit

47

13 Jika kain kompres relative menjadi dingin, ganti kain kompres dan masukan kembali ke cairan kompres. Lakukan secara berulang hingga efek yang diharapkan tercapai. 14 Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 15 menit 15 Setelah selesai, keringkan dengan handuk kering di daerah yang di kompres/basah 16 Rapikan alat 17 Lepaskan sarung tanagn 18 Atur posisi klien nyaman 19 Cuci tangan 20 Dokumentasikan (Eni Kusyati, 2006 & Anas Tamsuri, 2006) 4.7 Pengumpulan Dan Analisa Data 4.7.1 Instrumen Instrimen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah lembar observasi untuk penilaian suhu dan kuesioner untuk menentukan pemenuhan ktiteria inkulsi sampel. 4.7.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 1) Lokasi Penelitian dilaksanakan di Bangsal Dahlia RSUP NTB.

48

2) Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Mei 2010.

4.7.3

Prosedur Setelah mendapatkan ijin penelitian, peneliti melapor pada kepala Bangsal Dahlia. Setelah mendapatkan ijin, peneliti akan mencari sampel yang dibutuhkan. Pada sampel tersebut peneliti akan memperkenalkan identitas (diri dan institusi),

maksud dan tujuan, kemudian meminta persetujuan dari pasien untuk diteliti. Setelah mendapatkan persetujuan, maka peneliti akan melakukan observasi awal, kemudian diberikan perlakuan sesuai pembagian kategori kelompok penelitian (kelompok eksperimen atau kontrol), dan kemudian diobservasi kembali. Penilaian keefektifan dinilai dari perbandingan jumlah penurunan suhu tubuh pasien. 4.7.4 Analisa Data Berdasarkan hasil observasi, selanjutnya akan dilakukan tabulasi data dan analisa data dengan menggunakan uji statistk Uji T Berpasangan. 1) Editing 2) Coding 3) Analisa statisk

49

Hasil observasi akan di scoring kemudian dibandingkan efektifitas antara kompres hangat aksila dan kompres hangat frontal. Derajat kemaknaan ditentukan P 0,05. 4.8 Etik Penelitian 4.8.1 4.8.2 4.8.3 Lembar persetujuan menjadi responden Tanpa nama Kerahasiaan

4.9 Keterbatasan Penelitian

50

DAFTAR PUSTAKA

Johnston NJ, Raja AT, Protheroe R, Childs C. (2006). Suhu tubuh manajemen setelah cedera otak traumatik yang parah: Metode dan protokol yang digunakan di Britania Raya dan Irlandia. 262 Resuscitation. 2006; 70 :254 [PubMed ] McCarthy PL. Fever in children. In: Mackowiak PA. Ed. Fever mechanisms and management. New York: Raven Press. 1991 :219-3 1 Smith, Tony, Davidson Sue. (2009). Dokter Di Rumah Anda. Dian Rakyat: Jakarta Syaifudin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. EGC: Jakarta Tamsuri Anas. (2006). Tanda-Tanda Vital: Suhu Tubuh. EGC: Jakarta Purwoko, etall. (2002). Demam pada anak: perabaan kulit, pemahaman dan tindakan ibu. Berkala Ilmu Kedokteran Vol. 35, No. 2, 2003 (online). Bagian llrnu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Diakses pada: Tanggal, 5 November 2010, pukul 19.30 WITA. Tri Tuti Damayati. (2008). SKRIPSI: Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam Dengan Perilaku Kompres di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Moewardi Surakarta. (Online). Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/1879/1/J210040011.pdf. Diakses pada, Tanggal 5 November 2010, Pukul 19.11 WITA.

51

Kusyati Eni. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. EGC : Jakarta Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. EGC : Jakarta Corwin Elizabeth J. (2002). Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta Patricia A. Potter & Anne Grivin, Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Vol. 1, Ed. 4. EGC : Jakarta Cameron J. John. (2006). Editor : Chaerunnisa. Fisika Tubuh Manusia. EGC : Jakarta Guyton, Athur C. & Hall, Jhon E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall. EGC : Jakarta Mueser, A. M. (2007). Panduan Lengkap Perawatan Bayi dan Anak. Diglossia Media : Yogjakarta

You might also like